KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA INDIVIDU DENGAN UROLITHIASIS (KENCING BATU) DI KABUPATEN KLUNGKUNG, BALI
on
Jurnal Psikologi Udayana
2017, Vol.4, No.2, 263- 276
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA INDIVIDU DENGAN UROLITHIASIS (KENCING BATU) DI KABUPATEN KLUNGKUNG, BALI Samuel Dwi Krisna Triyono, Yohanes K. Herdiyanto
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Pada era globalisasi ini, dengan perkembangan pengobatan medis yang semakin maju, masih banyak dari masyarakat yang tetap menggunakan pengobatan tradisional, yang dipercaya mampu mengobati berbagai penyakit. Menurut Asimo (1995) penggunaan pengobatan tradisional tidak terlepas dari ketidakpuasan terhadap pengobatan medis. Hal ini juga terlihat pada masyarakat Bali yang masih banyak menggunakan pengobatan tradisional. Gagasan tersebut didukung dengan pre-eliminary study yang menunjukan adanya ketergantungan terhadap pengobatan tradisional yang mengakibatkan keterlambatan pengobatan medis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Responden yang digunakan pada penelitian ini merupakan salah seorang kepala keluarga dengan kasus keterlambatan pengobatan medis, dengan dua orang informan untuk memperkuat data penelitian. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa konsep sehat dan sakit pada responden penelitian dipengaruhi oleh; 1) faktor biologis yakni pemahaman terhadap kondisi fisiologisnya; 2) faktor psikologis yang mempengaruhi responden terhadap konsep sehat dan sakitnya dan cara yang dilakukan untuk menjaga kesehatannya; 3) faktor sosial yakni pengaruh masyarakat dan keluarga terhadap konsep sehat dan sakitnya. Health seeking behavior responden terbentuk, karena dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk berdasarkan pengetahuan dan sikap responden serta health system model yang terdiri dari karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan yang juga dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, serta sosialnya. Berdasarkan hasil temuan tersebut didapatkan bahwa health seeking behavior responden dalam menggunakan pengobatan usada dan juga medis dipengaruhi oleh konsep sehat dan sakit yang dimilikinya.
Kata Kunci: konsep sehat dan sakit, health seeking behavior, health system model
Abstract
In this globalization era, with the development of medical treatment, there are still plenty of people who still use traditional medicine, which is believed to cure various diseases. According to Asimo (1995) the use of the traditional treatment is inseparable from dissatisfaction with medical treatment. It also looks at the Balinese people who still use traditional treatment. This explanation was supported by the preliminary study that shows dependence of the traditional healing that result delay on the medical treatment. This study use qualitative research method with case study research design. Collecting data in this study use interview and observation techniques. Respondent were used in this study was a householder with case of delays in medical treatment, and with two significant others to strengthen data obtained. The result of this research explains that the concept of health and sick on respondent are influenced by: 1) biological factor that the comprehension of the physiological form; 2) psychological factor that influence the concept of the health and illness, and how to maintain his health; 3) social factor that affected by family and society. Health seeking behavior of respondent is formed,as influenced by behavior that was formed by the knowledge and attitudes, and health system model that consisting of predisposing characteristic, enabling characteristic, and need characteristic and also affected by his biological, psychological, and social factors. Based on these findings, show that the health seeking behavior of respondent in using usada treatment and medical treatment is influenced by the respondent’s health and sick concept.
Keyword: the concept of health and illness, health seeking behavior, health system model
LATAR BELAKANG
Definisi kesehatan menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 adalah “keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial untuk memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi” (Undang-undang tentang kesehatan tahun 2009). Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehat juga merupakan keadaan dari kondisi fisik yang baik, mental yang baik, dan juga kesejahteraan sosial, tidak hanya merupakan ketiadaan dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1948).
Pengertian sakit adalah berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan lain-lain). Sakit juga merupakan gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya (Parson, 1972). Sakit juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik itu yang berasal dari gaya hidup yang kurang sehat, lingkungan yang tidak bersih, ataupun karena menurunnya metabolisme tubuh.
Saat ini, berbagai fasilitas medis sudah semakin diperhatikan terkait dengan perkembangan penyakit yang berbeda di tiap tahunnya, pelayanan kesehatan sudah banyak disediakan dengan berbagai alat modern dalam menunjang pekerjaannya. Tidak lupa juga adanya tenaga profesional yang membantu dokter dalam pekerjaannya, pada umumnya tenaga profesional ini termasuk ke dalam tenaga kesehatan.
Semakin majunya dunia kesehatan tidak berjalan beriringan dengan perilaku sehat dari masyarakat. Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Simons – Morton et al., 1965). Dasar orang berperilaku dapat ditentukan oleh nilai, sikap, dan pendidikan atau pengetahuan (Notoadmojo, 2005). Masyarakat sering kali enggan untuk pergi ke rumah sakit yang umumnya disebabkan karena biaya pengobatan di rumah sakit yang terbilang cukup tinggi bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah kebawah.
Terdapat dua jenis pengobatan yang sering digunakan oleh masyarakat antara lain pengobatan modern, dan pengobatan tradisional. Pengobatan modern adalah pengobatan yang berkembang saat ini, yakni dengan metode medis dan kedokteran, pengobatan modern dilakukan dengan cara-cara ilmiah atau telah diujicobakan dengan penelitian dan dipertanggungjawabkan hasilnya, dan pengobatan tradisional menurut WHO (2000) adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat dan budaya yang berbeda, baik dijelaskan
atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Pengobatan tradisional memiliki keuntungan yakni dari segi biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan pengobatan modern, sedangkan kelemahannya adalah pengobatan tradisional ini tidak pernah melalui uji ilmiah sehingga kelayakan dari pengobatan tradisional ini masih sering dipertanyakan. Bahkan pada beberapa kasus, penggunaan pengobatan tradisional mengakibatkan keterlambatan penanganan pengobatan medis sehingga membuat penyakit yang diderita menjadi semakin parah.
Menurut Asimo (1995), pengobatan tradisional dibagi menjadi dua bagian yaitu cara penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri dari pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya, serta obat tradisional atau traditional drugs yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional terbagi menjadi tiga bagian. Obat yang pertama merupakan obat yang berasal dari sumber nabati yang diambil dari bagian-bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya, yang kedua adalah yang bersumber dari hewani seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang maupun dagingnya dan yang ketiga adalah berasal dari sumber mineral atau garam-garam yang bisa didapatkan dari mata air yang dikeluarkan dari tanah.
Masyarakat akan menentukan arah berobat atau melakukan pengobatan, baik itu ke pengobatan tradisional maupun modern, namun pada dasarnya budaya juga mengambil peran yang penting dalam pembentukan perilaku dan kepercayaan ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Quah dan Bishop (1996). Quah dan Bishop (1996) melakukan penelitian terhadap warga Cina asli dengan Cina-Amerika terkait dengan persepsi terhadap kesehatan, warga asli Cina menganggap bahwa penyakit muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam tubuh, hal ini sama dengan budaya di Cina yang menganggap bahwa seseorang dikatakan sehat apabila memiliki keseimbangan antara Yin dan Yang, sedangkan warga Cina-Amerika mengatakan bahwa suatu penyakit muncul diakibatkan oleh virus-virus, sehingga warga Cina asli akan memilih berobat ke pengobatan tradisional Cina sedangkan warga Cina-Amerika akan lebih memilih untuk berobat ke tenaga kesehatan (Matsumoto & Juang, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Quah dan Bishop (1996) juga memiliki kemiripan terhadap kehidupan tradisional masyarakat di Indonesia. Hal ini cukup terlihat pada masyarakat yang berdomisili di Bali yang menggunakan kedua teknik pengobatan yaitu pengobatan modern dan pengobatan tradisional, seperti yang dikatakan Asimo (1995)
bahwa pengobatan tradisional merupakan pengobatan alternatif yang digunakan masyarakat apabila pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Seperti yang dikatakan oleh Subandi, dan Utami (1996) bahwa adanya proses evaluasi setelah penggunaan pengobatan dari professional maupun non-profesional. Hal ini mengakibatkan tidak jarang masyarakat akan beralih ke pengobatan alternatif ketika pengobatan modern memberikan hasil yang kurang memuaskan, dan begitu juga sebaliknya.
Perilaku menentukan arah pengobatan dikenal dengan istilah health seeking behavior, Notoadmojo (2014) mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami sakit maka akan memunculkan beberapa respon yaitu tidak bertindak, tindakan mengobati diri sendiri, mencari pengobatan tradisional, dan mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern. Notoadmojo (2014) menambahkan bahwa setiap elemen masyarakat memiliki konsep sehat dan sakit yang berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi health seeking behavior ketika mengalami kondisi sakit, sehingga persepsi masyarakat terhadap sehat dan juga sakit memiliki hubungan yang erat terhadap health seeking behavior.
Pada budaya di Bali pengobatan tradisional ini disebut dengan pengobatan usada sedangkan seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengobatan usada disebut dengan balian. Secara etimologi kata usada berasal dari kata ausadhi yang berarti tumbuh-tumbuhan yang mengandung khasiat obat-obatan (Nala, 1992). Usada adalah ilmu pengobatan tradisional Bali yang dikenalkan oleh para leluhur dan merupakan ilmu pengetahuan penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu (Sukantara, 1992). “Menurut responden, balian merupakan seseorang yang memiliki kemampuan melebihi manusia pada umumnya, kemampuan ini bisa didapatkan ataupun diperoleh” (Dewi, 2015), merupakan salah satu kutipan dari hasil wawancara terkait dengan balian. Responden mempercayai bahwa balian merupakan seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain dari penyakit yang bersifat medis maupun non–medis.
Bidang medis sudah mengalami perkembangan yang sangat cepat dari segi diagnosis maupun dari sisi pengobatan, namun disaat bidang medis sudah mengalami kemajuan, banyak dari masyarakat masih cenderung menggunakan pengobatan usada. Meskipun hal ini tidak bisa dipukul rata kepada semua masyarakat di Bali, di beberapa daerah terutama perkotaan terlihat bahwa pengobatan usada merupakan pilihan alternatif ketika pengobatan secara modern atau medis tidak memberikan hasil yang baik dan memuaskan, seperti hasil wawancara yang telah dilakukan sebelumnya, “Responden biasanya menyarankan orang yang dikenalnya untuk berobat
ke medis atau non medis tergantung dari jenis penyakitnya, dan juga bisa menggunakan kedua jalur tersebut sekaligus” (Asmara, 2015).
Dewasa ini, walaupun ilmu dan teknologi kedokteran sudah mengalami kemajuan pesat, namun peran dan eksistensi pengobatan usada di Bali sebagai pengobatan alternatif masih cukup menonjol. Seperti yang dialami oleh WS, salah seorang masyarakat di Bali , yang berdomisili di Kabupaten Klungkung. WS merupakan salah seorang individu dengan urolitiasi (kencing batu) yang selama lima tahun terakhir menggunakan pengobatan tradisional usada, tanpa diikuti dengan penanganan secara medis, sehingga satu tahun terakhir WS sempat melakukan operasi karena hampir terjadinya keterlambatan pengobatan terhadap sakit kencing batu yang dialami oleh WS.
Kondisi ini terjadi menurut berbagai kalangan karena pengobatan usada, disamping masih fungsional secara sosial dan lebih murah biayanya, juga cukup efektif untuk menyembuhkan jenis atau golongan penyakit tertentu (Sukarma, 2013). Berobat ke balian sudah menjadi kebiasaan, masyarakat akan cenderung pergi ke balian ketika mengalami sakit, latar belakang melakukan pengobatan usada adalah dikarenakan tidak adanya hasil terhadap pengobatan medis yang sudah dilakukan, faktor lainnya yang mempengaruhi adalah perbedaan biaya yang dikeluarkan dengan pengobatan modern.
Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh responden berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan, “Responden mengatakan bahwa dulu responden pernah mengalami sakit kepala yang tidak sembuh-sembuh selama beberapa hari. Responden kemudian memutuskan untuk pergi ke dokter, namun sesampainya di rumah sakit dokter hanya mengatakan bahwa ini cuma sakit kepala biasa” (Dewi, 2015). Hal seperti ini dianggap wajar apabila kebiasaan ini dilakukan disaat belum adanya kemajuan dalam dunia medis.
Dalam konteks sistem medis suku Bali atau usada dan konsepsi balian tentang sehat-sakit, bahwa orang bisa disebut sebagai manusia sehat apabila semua sistem dan unsur pembentuk tubuh atau panca maha bhuta yang terdiri dari : pertiwi atau tanah yang berarti segala sesuatu yang bisa disentuh, dirasakan, kokoh dan nata, apah atau air yang berarti kebalikan dari pertiwi yakni segala sesuatu yang lentur, mengalir, fleksibel, luwes, mendinginkan, dan tidak memiliki bentuk yang kokoh, teja atau api yang membawa dua hal yaitu panas dan cahaya, bayu atau angin yang berarti segala sesuatu yang melindungi atau melingkupi, dan akasa yang diartikan sebagai eter , dan unsur dalam tubuh yang dikenal dengan isitilah tri dosha, yaitu udara atau vatta, api atau pitta, dan air
atau kapha berada dalam keadaan seimbang dan berfungsi dengan baik.
Sebaliknya manusia akan sakit apabila unsur-unsur panca brahma sebagai kekuatan panas, dan unsur-unsur panca tirta sebagai kekuatan dingin saat bereaksi dengan udara, ada dalam keadaan tidak seimbang (Sukarma, 2013). Jika terjadi ketidakseimbangan pada unsur-unsur tersebut maka akan menimbulkan penyakit tertentu. Hal inilah yang mempengaruhi masyarakat Bali pergi ke balian untuk berobat yang didasari dengan kepercayaan terhadap ketidakseimbangan unsur-unsur tersebut yang mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit tertentu. Teknik dan cara pengobatan yang dilakukan oleh balian adalah dengan menggunakan pengobatan non-medis yakni melalui beberapa upacara adat, “Balian memberikan tirta dan juga mantra kepada ayahnya.” (Asmara, 2015) dan kemudian dilanjutkan dengan memberikan obat-obatan herbal.
Sebagian besar dari pasien yang menggunakan pengobatan usada mengatakan bahwa penyakitnya dapat sembuh. Saat ini, berbagai fasilitas kedokteran medis sudah mengalami perkembangan yang pesat, berbagai obat bahkan untuk penyakit yang awalnya tidak terdeteksi dapat diberikan intervensi dengan cepat dan akurat, namun banyak dari masyarakat yang masih mempercayakan kondisi kesehatan terkait dengan penyakit-penyakit tertentu yang diderita kepada pengobatan tradisional. Kepercayaan masyarakat dalam menggunakan pengobatan tradisional ini kemudian memunculkan keingintahuan yaitu untuk mengetahui konsep sehat dan sakit pada masyarakat yang kemudian mengarahkan health seeking beahavior terhadap pengobatan tradisional.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, yang memposisikan peneliti sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive sampling, teknik pengumpulan dengan triangunlasi atau gabungan, analasis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2014).
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian yang digunakan apabila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang
akan diselidiki, dan apabila fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer atau kejadian masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Yin (2014) mengatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi kasus tidak hanya untuk menjelaskan seperti apa objek yang diteliti, tetapi menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi.
Unit Analisis
Unit analisis adalah suatu kajian kerja yang terdapat pada penelitian kualitatif. Satuan kajian penelitian kualitatif akan mempengaruhi dalam penentuan sampel, besarnya sampel dan strategi sampling yang akan digunakan (Moleong, 2000). Pada penelitian yang dilakukan, menggunakan satuan kajian perseorangan yang berasal dari suatu daerah tertentu di Bali. Daerah dari penelitian yang akan dilakukan, merupakan daerah yang masih memegang adat serta kebudayaan. Penggunaan responden yaitu individu dalam suatu daerah di Bali dengan adat serta budaya yang masih dijaga didasarkan kepada fokus penelitian bahwa health seeking behavior terbentuk akibat adanya intervensi dari lingkungan, sehingga individu akan cenderung memiliki suatu bentuk kepercayaan terhadap konsep sehat dan sakit yang dipengaruhi oleh lingkungan yang menghasilkan health seeking behavior yang berbeda-beda.
Responden
Responden didapatkan dengan cara menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, sehingga memerlukan adanya kriteria tertentu yang ditujukan kepada sampel yang akan digunakan (Sugiyono, 2014). Responden yang digunakan pada penelitian ini merupakan seorang kepala rumah tangga yang berdomisili di Desa Sampalan, Kabupaten Klungkung, Bali. Responden penelitian yang digunakan pada penelitian ini memiliki kasus pengunaan pengobatan tradisional yang tidak diimbangi dengan penggunaan pengobatan medis selama mengalami penyakit kencing batu (urolithiasis), sehingga hampir terjadinya keterlambatan penanganan.
Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian di lakukan di Kabupaten Klungkung, dengan responden yaitu salah satu anggota dari keluarga yang berdomisili di Kabupaten Klungkung, hal ini dikarenakan di Klungkung adat istiadat serta penggunaan pengobatan usada masih terasa cukup kental. Responden yang digunakan berasal dari desa Sampalan, desa Sampalan merupakan salah satu desa adat di Kabupaten Klungkung.
Desa adat atau yang di Bali lebih dikenal dengan desa pakraman memiliki perbedaan dengan desa dinas. Desa adat merupakan desa yang masih menggunakan spiritual keagamaan yang paling mendasar bagi pola hubungan dan pola interaksi sosial di dalam masyarakat Bali, di dalam desa adat juga terdapat awig-awig atau aturan-aturan tertentu yang didasarkan pada adat dan budayanya, sehingga desa adat tentunya memiliki nilai kebudayaan yang lebih kental jika dibandingkan dengan desa dinas.
Teknik Penggalian Data
Teknik penggalian data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan tekni wawancara semi terstruktur. Esterberg (2002) mendefinisikan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara semiterstruktur atau semistructure interview yang termasuk dalam kategori indepth interview yang menjelaskan di dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Di dalam wawancara semiterstruktur responden diminta pendapat, dan ide-idenya.
Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2014).
-
1. Teknik Analisis Sebelum di Lapangan
Teknik analisis data yang digunakan sebelum memasuki lapangan adalah dengan melakukan analisis seperti pengecekan dan pemahaman yang dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian, dan fokus penelitian dapat berkembang setelah masuk dan selama di lapangan (Sugiyono, 2014).
-
2. Teknik Analasis Selama sampai dengan Selesai di Lapangan
Teknik analisis data yang digunakan pada tahap ini adalah teknik yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984) yaitu data reduction atau reduksi data, data display atau penyajian data, dan conclusion drawing, verification atau penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Reduksi data adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola serta membuang yang tidak perlu,
dengan mereduksi data maka akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan theoretical coding yang terdiri dari open coding, axial coding, dan selective coding.
Pemantapan Kredibilitas Data
Pemantapan kredibilitas penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Wiersma, 1986). Triangulasi kemudian dibagi kedalam tiga bagian yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu (Sugiyono, 2014).
-
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang lainnya, seperti menggunakan lingkungan sekitar responden, ataupun significant others untuk memperoleh lebih banyak informasi.
-
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya pada data awal pengambilan data dilakukan dengan wawancara, maka data yang kedua diambil dengan menggunakan observasi, dan dokumentasi.
-
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara melakukan pengambilan data dengan latar belakang waktu yang berbeda, karena kondisi responden dari waktu ke waktu akan selalu berbeda.
HASIL PENELITIAN
Tema-tema konsep sehat dan sakit pada individu dengan urolithiasis | |||
Kategon |
Hasil PeneUtan | ||
Konsep sehat dan sakit pada responden |
|
Dipenganihi oleh tiga faktor yaitu faktor biologis, psikologis, dan juga Sosialbudaya Bagi responden sehat merupakan saat tubuh masih bisa beraktivitas Sakit menurut responden adalah ketika tubuh sudah tidak bisa beraktivitas Responden mempercayai adanya konsep keseimbangan (tri hita karana) yang menyebabkan sehat dan juza sakit | |
Kepercayaan terhadap tradisional usada |
pengobatan |
|
Dipengaruhi oleh faktor keluarga, masyarakat dan juga budaya Sejak kecil responden sudah terbiasa dalam menggunakan pengobatan tradisional usada Responden menceritakan bahwa banyak masyarakat sang lebih menyukai pengobatan secara alami atau tradisional Responden mempercayai adanya konsep keseimbangan, dengan pengobatan usada mampu untuk mengetahui jika adanya ketidakseimbangan van≡ mengakibatkan kondisi sakit |
Health seeking behavior |
1. 2. 3. |
Dipengaruhi oleh pengetahuan, akses untuk menggunakan pengobatan usada, dan pengaruh dan masvarakat sekitar Responden mengatakan pengobatan tradisional dinilai lebih murah jika dibandingkan dengan pengobatan medis Sudah menjadi suatu kebiasaan di dalam keluarga untuk menggunakan pengobatan usada |
Tabel 1. Tema-tema konsep sehat dan salat pada individu dengan urolithiasis
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
-
1. Konsep sehat dan sakit
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan faktor-faktor yang membentuk konsep sehat dan juga sakit pada responden. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep sehat dan juga sakit pada responden yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya (Sarafino & Smith, 2011).
-
a. Pengaruh dari faktor biologis terhadap konsep sehat dan sakit
Dari faktor biologis dapat dilihat bagaimana responden menyadari penyakitnya yaitu kencing batu, responden sudah menderita sakit kencing batu tersebut selama lebih dari lima tahun, bukanlah waktu yang sebentar terlebih lagi dengan penyakit kencing batunya tersebut, namun pada awalnya responden hanya mengetahui bahwa responden terkena kencing batu dari beberapa artikel yang dibaca, dan juga saat responden melakukan percakapan dengan teman-teman seprofesi. Hal ini kemudian ditambahkan oleh significant others yang mengatakan bahwa penyakit tersebut terlihat seperti penyakit biasa, hanya panas dibagian perut saja.
Menurut Sarafino dan Smith (2011) kondisi biologis tersebut berhubungan dengan bagaimana masing-masing
komponen dari tubuh individu saling bekerja dan berinteraksi untuk menciptakan kondisi sehat, sehingga apabila dilihat dari kondisi responden saat ini, bahwa kondisi tubuh dari responden berada dalam keadaan yang tidak sehat, karena sempat mengalami kencing batu yang berkepanjangan, ditambah lagi dengan kondisi kebugaran responden yang semakin hari semakin menurun, dan pendengarannya yang semakin memburuk.
-
b. Pengaruh faktor psikologis terhadap konsep sehat dan sakit
Dari faktor psikologis, kemudian juga ditemukan konsep sehat dan sakit pada responden. Menurut Sarafino dan Smith (2011) faktor psikologis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengaruh dari kognisi, emosi, dan motivasi.
-
1. Pengaruh dari sisi kognisi
Kognisi merupakan aktivitas mental yang mencakup cara menerima, belajar, mengingat, berpikir, menginterpretasi, mempercayai, dan menyelesaikan masalah (Sarafino & Smith, 2011). Dari kondisi kognisi dapat dilihat bahwa responden menganggap kesehatan merupakan hal yang sangat luar biasa dan juga sulit untuk mendapatkannya, responden mengatakan bahwa kesehatan merupakan segala-galanya, sehingga bagi responden kesehatan memiliki nilai yang sangat mahal, namun hal ini mungkin saja muncul setelah responden mengalami sakit kencing batunya, hal ini dikarenakan setelah melakukan operasi responden mengatakan lebih waspada terhadap kondisi kesehatannya saat ini.
Di sisi lainnya, dengan perkataan dari responden yang mengungkapkan bahwa kesehatan merupakan segalanya, responden tidak terlalu baik dalam menjaga kesehatan, seperti bekerja terlalu keras sehingga sering melupakan kondisi kesehatannya. Sarafino dan Smith (2011) mengatakan bahwa kondisi sakit tidak hanya diakibatkan oleh faktor biologis saja, namun juga bisa diakibatkan oleh perilaku dari individu.
-
2. Pengaruh dari sisi emosi
Hal ini juga bisa dilihat dari sisi emosi responden, significant others yaitu istri responden mengatakan bahwa selama masih bisa ditahan, maka responden akan menahan rasa sakitnya dan tetap melakukan aktivitasnya seperti biasanya, responden juga mempercayakan kondisi tubuhnya terhadap minuman herbal yang dikonsumsi oleh responden saat sedang mengalami kondisi sakit, namun kemudian permasalahan muncul, saat mengalami sakit responden seringkali tidak memeriksakan diri
ke dokter, dan lebih memilih menggunakan pengobatan tradisional saja.
Seperti yang dikatakan oleh Sarafino dan Smith (2011) bahwa emosi juga bisa mempengaruhi arah pengobatan dari seseorang. Istri responden mengatakan bahwa responden menggunakan pengobatan tradisional dikarenakan memiliki kecemasan apabila pergi ke dokter, bentuk kecemasan tersebut adalah kecemasan akan diambilnya tindakan operasi ketika penyakit dari responden telah diketahui.
-
3. Pengaruh dari sisi motivasi
Kondisi ekonomi dari responden tersebutlah yang kemudian memotivasi responden untuk tetap menggunakan pengobatan tradisional yaitu pengobatan usada untuk mengobati penyakit kencing batunya. Selama kurang lebih lima tahun responden menggunakan pengobatan usada tersebut, menggunakan obat tradisional seperti loloh dan juga boreh. Tidak hanya saat itu, bahkan setelah operasi, responden tetap menggunakan pengobatan tradisional seperti memanfaatkan daun kecibling yang kemudian direbus dan dikonsumsi untuk mencegah munculnya penyakit kencing batu tersebut.
Hal ini dikarenakan responden mendapat informasi bahwa penyakit kencing batu tersebut sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sehingga cara mencegahnya menurut responden adalah dengan menggunakan daun kecibling tersebut. Responden mengatakan selama mengkonsumsi rebusan daun kecibling tersebut maka responden tidak akan terkena penyakit kencing batu lagi.
-
c. Pengaruh faktor sosial dan budaya terhadap konsep sehat dan sakit
Pembentukan konsep sehat dan sakit dari responden tidak semata-mata terbentuk begitu saja, Sarafino dan Smith (2011) mengatakan bahwa faktor sosial dan budaya juga mengambil peran yang penting dalam hal tersebut.
-
1. Pengaruh dari masyarakat
Hal tersebut terlihat dari bagaimana responden mendapatkan informasi dari lingkungan di sekitarnya, di lingkungan sekitar tempat tinggal responden banyak masyarakat yang menggunakan pengobatan usada tersebut, dan mengaku bahwa merasa puas dan mendapat kesembuhan dari pengobatan tersebut.
Hal ini kemudian memperkuat keyakinan serta kepercayaan responden terhadap pengobatan usada. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Green (dalam Notoadmojo, 2014) yang mengatakan bahwa salah satu faktor dari individu dalam menentukan arah pengobatan adalah faktor pendorong atau reinforcement factors yaitu
masyarakat yang seringkali memberikan referensi untuk menentukan arah pengobatan yang digunakan.
Bahkan saat mengalami sakit kencing batu, responden sempat bertanya kepada masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, baik kepada teman-teman dekatnya maupun kepada beberapa tetangga di banjar, yang kemudian menyarankan responden untuk menggunakan pengobatan usada dengan memanfaatkan tumbuhan yang tumbuh di alam, sehingga memang benar bahwa faktor sosial terutama masyarakat seringkali mempengaruhi konsep sehat dan sekit dari responden dan menentukan arah pengobatan dari responden.
-
2. Pengaruh dari keluarga
Hal ini tentunya mendapatkan dukungan dari istri responden, istri dari responden juga mempercayai dan sering menggunakan pengobatan usada apabila mengalami sakit. Muprhy dan Bennet (2004) mengatakan bahwa seseorang bertumbuh dan berkembang di dalam keluarga sejak dari masa kanak-kanak sehingga keluarga memberikan pengaruh yang paling kuat selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh istri responden, penggunaan pengobatan usada sudah dilakukan sejak masih anak-anak.
-
3. Pengaruh dari budaya
Di sisi lainnya, faktor budaya juga mengambil peran yang sangat penting dalam pembentukan konsep sehat dan sakit dari responden. Matsumoto dan Juang (2008) juga mengatakan bahwa budaya dapat mempengaruhi kesehatan dari berbagai sisi. Dalam wawancara yang dilakukan, responden mengatakan bahwa hidup harus berdasarkan keseimbangan, sehingga apabila sudah seimbang maka tubuh akan selalu sehat.
Dalam kepercayaan di Bali, keseimbangan tersebut dikenal dengan istilah Tri Hita Karana, yang berarti keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan juga alam. Apabila ada salah satu bagian yang tidak seimbang, hal tersebut bisa mendasari munculnya penyakit. Seperti yang dikatakan Sukarma (2013) prinsip hubungan keharmonisan dan keseimbangan dari tri hita karana dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai konsep dasar dalam mencegah dan menanggulangi penyakit.
Hal ini kemudian yang mendasari responden bahwa kesehatan dapat diperoleh daripada Tuhan, dengan meminta kepada Tuhan, dan memanfaatkan serta menjaga
alam. Responden juga mengatakan bahwa hubungan dengan sesama manusia haruslah tetap dijaga, dalam kepercayaan di Bali terdapat suatu ajaran yang mengatur bagaimana cara untuk menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatan yang dilakukan.
Dalam kepercayaan di Bali, responden juga mengatakan tentang tanggung jawab, tanggung jawab seorang kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kemudian responden mengatakan hal inilah yang juga mendasari responden untuk tetap bekerja meskipun dalam keadaan sakit. karena responden memiliki sebuah keluarga, dan merupakan tanggung jawabnya untuk memberikan nafkah kepada keluarga, sehingga responden akan tetap bekerja meskipun dalam keadaan yang kurang sehat.
Responden juga mempercayai bahwa munculnya suatu penyakit dapat berasal dari atas yaitu dari Tuhan maupun dari bawah yaitu dari alam ataupun sesama manusia, berdasarkan hal tersebut maka ketika mengalami sakit, responden akan bertanya kepada praktisi pengobatan usada yaitu balian untuk mengetahui penyebab penyakitnya dan kemudian mendapatkan pengobatan dari balian tersebut. Hal ini juga kemudian yang membuat responden tidak bisa terlepas dari pengobatan etnomedisin di Bali, yaitu pengobatan usada dan praktisinya yang disebut dengan balian.
-
d. Pengaruh ketiga faktor terhadap konsep sehat dan sakit
Konsep sehat dan sakit pada responden adalah didasari dengan pemikirannya secara kognisi yang mengatakan bahwa sehat adalah ketika tubuh masih bisa beraktivitas, dan sakit adalah ketika tubuh sudah tidak bisa beraktivitas lagi, sehingga meskipun dalam kondisi tubuh yang kurang sehat, selama masih bisa melakukan aktivitas, maka responden akan tetap beraktivitas seperti bekerja. Responden juga mengatakan bahwa responden mempercayai pengobatan usada, ketika mengkonsumsi obat-obatan herbal yang berasal dari pengobatan usada maka tubuhnya akan merasa lebih baik. Kondisi secara biologis dari responden terlihat bahwa responden mengalami kondisi sakit, yaitu merasa sakit saat membuang air kecil yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman, serta penurunan kesehatan dari responden seperti masalah pendengaran dan juga kebugaran.
Penurunan kondisi fisiologis bukanlah masalah bagi responden, karena responden beranggapan bahwa selama responden masih bisa beraktivitas, maka responden masih menganggap dirinya dalam keadaan sehat, namun kondisi ini juga dipengaruhi dari keadaan perekonomian responden yang memaksa responden untuk bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga kecemasan
dari responden untuk ke dokter karena takut akan dilakukan tindakan operasi karena kondisi perekonomian yang kurang memadai saat itu.
Disamping hal tersebut responden juga mempercayai bahwa selama responden tetap mengkonsumsi obat-obat tradisional, tetap menggunakan pengobatan usada, maka responden akan terhindar dari berbagai penyakit, dan dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit lainnya. Responden mempercayai bahwa pengobatan usada merupakan cara yang tepat dalam menyembuhkan penyakit dari responden, dikarenakan responden mempercayai bahwa munculnya penyakit terjadi akibat adanya ketidakseimbangan, seperti konsep tri hita karana yang telah disampaikan.
Dalam beberapa kasus menurut responden kondisi sakit juga bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab yang di luar medis, seperti adanya janji-janji di masa lalu, ataupun permasalahan dalam perilaku responden sehari-hari, sehingga pengobatan usada dilakukan untuk mengetahui jenis dan penyebab penyakitnya, dan juga cara penyembuhannya. Seperti yang dikatakan Nala (2006) bahwa usada merupakan tata cara yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit, cara pengobatan atau kuratif, pencegahan atau preventif, memprakirakan jenis penyakit atau diagnosis, perjalanan penyakit atau prognosis, maupun pemulihannya, baik dengan berkonsultasi dengan praktisinya yaitu balian ataupun tidak.
-
2. Kepercayaan masyarakat Bali terhadap pengobatan Usada
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, terlihat bahwa responden dan juga keluarga sangat mempercayakan kesehatannya terhadap pengobatan tradisional dan juga praktisi dari pengobatan usada yaitu yang bernama balian. Seperti yang terlihat selama sakit kencing batu, responden selalu menggunakan pengobatan usada untuk mengobati sakit kencing batunya.
-
a. Penggolongan pengobatan usada
Masyarakat Bali mempercayai bahwa munculnya suatu penyakit diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan, responden mengatakan bahwa konsep keseimbangan dalam masyarakat Bali dikenal dengan istilah tri hita karana. Berdasarkan hal tersebut maka pengobatan usada yang ada di Bali dapat digolongkan ke dalam sistem medis naturalistik. Seperti yang dikatakan oleh Foster dan Anderson (2011) bahwa penyebab munculnya penyakit menurut sistem medis naturalistik diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan di dalam tubuh.
-
b. Faktor pembentuk kepercayaan pada responden
Tentunya kepercayaan ini tidak dibentuk begitu saja, selain karena beberapa faktor dari kebiasaan di dalam keluarga, juga terdapat faktor lainnya, seperti faktor informan yang kemudian membuat responden bisa mempelajari pengobatan usada. Seperti yang dikatakan Sarafino dan Smith (2011) bahwa masyarakat seringkali akan menanamkan nilai-nilai serta kebudayaan terhadap masyarakat yang lainnya sehingga mempengaruhi perilakunya terhadap kondisi sehat dan juga sakit.
Responden sangat mempercayakan kesehatannya dan kesehatan keluarga dari responden kepada praktisi dari pengobatan usada yaitu balian. Setiap kali mengalami sakit, maka responden akan pergi ke balian untuk berkonsultasi ataupun meminta bantuan penyembuhan terhadap penyakitnya. Hal ini sama seperti yang disampaikan Green (dalam Notoadmojo, 2003) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah faktor predisposisi yang terdiri dari pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dari responden dipengaruhi oleh berbagai informasi yang diterima selama hidupnya, yang kemudian memunculkan sikap responden untuk mempercayakan kesehatannya keapada pengobatan usada.
Lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggal responden juga mengatakan bahwa masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal responden menyukai berbagai bentuk pengobatan yang bersifat alami, hal ini kemudian juga membuat responden semakin mempercayai pengobatan tradisional dapat mengobati berbagai penyakit yang ada. Pengaruh agama dan juga budaya tidak kalah pentingnya, seperti konsep tri hita karana yang mengajarkan keseimbangan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan juga alam, sehingga untuk mendapatkan kesehatan haruslah menjaga keseimbangan tersebut, seperti apabila sakit dapat menanyakan kepada balian apakah sakit tersebut berasal dari atas yaitu berasal dari Tuhan ataukah dari bawah yang bisa diakibatkan oleh alam ataupun manusia. Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Sukarma (2013) bahwa konsep keharmonisan tri hita karana dalam masyarakat Bali dipercaya sebagai konsep dasar dalam mencegah dan menanggulangi penyakit.
Responden mengatakan bahwa dirinya mempercayai munculnya penyakit bisa saja diakibatkan oleh ketidakseimbangan, bisa saja karena responden kurang melakukan ibadah sehingga munculnya ketidakseimbangan kepada Tuhan, ataupun melakukan perbuatan yang buruk sehingga munculnya ketidakseimbangan dengan manusia, dan
bisa saja diakibatkan dari merusak alam sehingga adanya ketidakseimbangan dengan alam dan kemampuan dari balian adalah bisa mengetahui letak ketidakseimbangan tersebut, dan memberikan penanganan terhadap ketidakseimbangan tersebut.
Responden mengatakan bahwa penyakit bisa berasal dari bawah maupun dari atas. Penyakit yang berasal dari bawah dapat diakibatkan oleh sesama manusia, dalam hal ini adalah penyakit kiriman atau yang lebih dikenal dengan nama guna-guna, dan juga bisa berasal dari alam, sehingga pengobatan usada saja tidak cukup, dan kemudian juga memerlukan praktisinya yaitu balian untuk membantu menyembuhkan penyakit. Penyakit yang dari atas dapat berupa penyakit yang diberikan oleh Tuhan ataupun karena adanya kejadian di masa lalu, dalam kepercayaan masyarakat Bali dikenal dengan reinkarnasi, adanya janji dari pendahulu di masa lalu, sehingga memerlukan balian untuk membantu dalam penyembuhan penyakit tersebut. Dalam hal ini balian akan menyampaikan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakit, seperti melakukan upacara keagamaan atau dikenal dengan istilah meluasin.
Beberapa kebudayaan tersebut kemudian membuat responden menaruh kepercayaan yang sangat besar terhadap pengobatan etnomedisin yaitu pengobatan usada dengan praktisinya yang bernama balian, sehingga seringkali responden akan menggunakan pengobatan usada apabila mengalami suatu penyakit, baik datang langsung dan berkonsultasi kepada balian, ataupun membuat sendiri obat-obatan herbal dan kemudian mengkonsumsinya.
-
c. Ketergantungan terhadap pengobatan usada
Responden mengatakan bahwa responden sangat mempercayai pengobatan usada, mempercayai balian sebagai praktisi dalam pengobatan usada. Bahkan anak dari responden mengatakan bahwa menggunakan pengobatan usada seperti pergi ke balian sudah menjadi suatu kebiasaan di dalam keluarga, sudah menjadi suatu ketergantungan, sehingga seringkali setiap mengalami suatu permasalahan, responden dan keluarganya akan menggunakan pengobatan usada sebagai pengobatan utama.
Responden juga sempat mengatakan bahwa seringkali ketika melakukan pengobatan medis, rekam medis menunjukan kondisi yang sehat sedangkan terkadang pasien masih merasakan keadaan yang tidak nyaman. Jika dilihat dari pemaparan tersebut, bisa dilihat adanya bentuk ketidakpuasan terhadap pengobatan medis, karena tidak mendapat kesembuhan dari pengobatan medis, hal ini seperti yang dikatakan Asimo (1995) yaitu pengobatan tradisional merupakan pengobatan alternatif yang digunakan apabila
pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan. Terlebih lagi responden dan istri dari responden mengatakan bahwa setelah melakukan pengobatan usada tubuh menjadi lebih sehat. Bisa dilihat bahwa adanya kepuasan yang membuat responden kembali menggunakan pengobatan usada ketika mengalami sakit.
Terlebih lagi pengobatan usada tidak memerlukan biaya sebesar pengobatan medis, pada umumnya pengobatan usada hanya menggunakan biaya seikhlasnya dari pasien yang datang, dibandingkan dengan pengobatan medis yang menurut responden jauh lebih mahal dibandingkan dengan pengobatan usada. Seperti yang dikatakan Anderson (dalam Notoadmojo, 2014) bahwa kemampuan dari penghasilan dan juga biaya dapat mempengaruhi individu dalam menentukan arah pengobatan yang akan dilakukan.
-
3. Kaitan antara konsep sehat dan sakit terhadap health seeking behavior
-
a. Perilaku yang dipengaruhi faktor predisposisi, pendukung, dan juga pendorong
Green (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan dari masyarakat adalah faktor predisposisi, pendukung, dan juga pendorong. Green (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan dan juga sikap yang kemudian mempengaruhi perilaku kesehatan. Pengetahuan dan sikap dari responden dapat dilihat dari konsep sehat dan sakit yang dimilikinya.
Responden memiliki konsep sehat dan sakit yaitu selama masih bisa melakukan aktivitasnya, maka responden dapat menyimpulkan bahwa masih dalam kondisi yang sehat. Hal ini bisa dilihat dari aktivitasnya sehari-hari, bahkan saat responden mengalami sakit kencing batu responden tetap bekerja dan melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Selain itu responden juga mempercayai bahwa munculnya penyakit dikarenakan adanya ketidakseimbangan, dalam kepercayaan masyarakat di Bali dikenal dengan tri hita karana, penyakit juga bisa datang baik dari atas yaitu berasal dari Tuhan maupun dari bawah yaitu berasal dari alam ataupun sesama manusia. Adanya ketidakteraturan dalam berpikir, berbicara, dan berperilaku juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Pengetahuan dari responden kemudian memunculkan sikap yaitu melalui pengobatan usada maka hal-hal tersebut dapat terlihat, letak ketidakseimbangan dan ketidakteraturan, ketidakseimbangan dan ketidakteraturan dapat diobati dengan pengobatan usada, baik melalui arahan dari balian maupun dengan secara langsung mengkonsumsi obat-obatan herbal.
Green (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa faktor pendukung dari predisposisi tersebut adalah sarana dan prasarana dari pengobatan tersebut. Pada kasus responden,
penggunaan pengobatan usada merupakan hal yang sudah dilakukan secara turun temurun, sehingga bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan pengobatan usada sangat mudah ditemui, responden juga mengatakan baru saja mencari daun kecibling yang kemudian akan digunakannya untuk dijadikan ramuan obat herbal. Akses untuk menggunakan balian juga tidaklah sulit jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan yang sedikit sulit ditemui di Desa Sampalan. Karena kecenderungan masyarakat dalam menggunakan balian sehingga hampir seluruh masyrakat mengetahui akses untuk ke balian.
Green (dalam Notoadmojo, 2014) juga mengatakan bahwa faktor pendorong juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam memunculkan health seeking behavior. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa responden mengatakan masyarakat sangat menyukai pengobatan usada, serta mendapatkan kesembuhan setelah melakukan pengobatan tersebut, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan responden terhadap pengobatan usada, dan responden mempercayakan kesehatannya terhadap pengobatan usada.
-
b. Health system model atau sistem model kesehatan
Anderson (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan sistem model kesehatan dapat digambarkan melalui tiga kategori yaitu, karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan.
-
1. Karakteristik predisposisi
Anderson (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa karakteristik predisposisi dipengaruhi oleh ciri individu yang digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yang didasarkan pada struktur sosial seperti suku, agama, ras, dan pekerjaan, serta kepercayaan terhadap suatu metode pengobatan.
Pada penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa responden merupakan salah satu masyarakat yang berasal dari suku Bali yang masih memegang teguh adat serta kebudayaan. Terlebih lagi responden merupakan salah seorang pemangku atau pemuka agama di Bali sehingga secara langsung mempelajari serta mengamalkan nilai-nilai dari agama Hindu. Hal ini juga mempengaruhi responden untuk mempercayai bahwa suatu penyakit timbul akibat adanya ketidakseimbangan, seperti yang dikatakan oleh Sukarma (2013) bahwa keharmonisan dari keseimbangan tri hita karana merupakan konsep dasar yang dipercayai oleh masyarakat di Bali untuk mencegah dan menyembuhkan penyaklit.
Responden juga mempercayai bahwa salah satu teknik pengobatan yang bisa dilakukan apabila terjadi suatu kondisi sakit, yang responden percaya diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan tersebut adalah melalui pengobatan usada,
yang sudah secara turun temurun dilakukan pada masyarakat di Bali.
-
2. Karakteristik pendukung
Anderson (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa karakteristik ini merupakan faktor yang mendukung predisposisi individu untuk menentukan arah pengobatan, bisa berupa biaya, pelayanan kesehatan, dan lainnya, namun disisi lainnya, kondisi psikologis yang terdiri dari kognisi, emosi, dan motivasi juga bisa dimasukkan ke dalam faktor pendukung, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi individu untuk menentukan arah pengobatan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden memiliki kecemasan untuk melakukan pengobatan secara medis, yaitu pergi ke dokter, dikarenakan cemas bahwa dokter akan langsung melakukan tindakan operasi setelah responden memeriksakan dirinya, hal ini kemudian juga dipengaruhi karena kondisi perekonomian dari responden yang menurutnya hanya pas-pasan saja.
Terlebih lagi lingkungan keluarga dan masyarakat yang mendukung perilaku responden dalam mengkonsumsi obat-obatan herbal, meskipun di lain sisi anak dari responden tetap mengajaknya ke dokter untuk memeriksakan diri, namun responden selalu menolaknya karena responden beranggapan masih bisa melakukan aktivitasnya dengan baik.
-
3. Karakteristik kebutuhan
Anderson (dalam Notoadmojo, 2014) mengatakan bahwa faktor yang mendukung seseorang dalam menentukan arah pengobatannya ditentukan oleh adanya kebutuhan terhadap pengobatan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, responden juga mengatakan bahwa kondisi perekonomiannya saat itu membuatnya lebih memilih pengobatan tradisional dibandingkan dengan pengobatan medis. Bagi responden pengobatan medis mengharuskannya mengeluarkan biaya yang cukup besar, meskipun responden belum mencoba untuk melakukan pengobatan secara medis saat mengalami kencing batu, sehingga sudah munculnya perasaan negatif dari responden terhadap pengobatan medis. Kondisi emosi tersebut membuat responden lebih memilih dan membutuhkan pengobatan usada jika dibandingkan dengan pengobatan medis.
-
c. Kaitan antara konsep sehat dan sakit terhadap health seeking behavior
Beberapa hal tersebut diatas kemudian membuat responden untuk lebih memilih mempecayakan pengobatan usada, dalam mengobati kencing batunya saat itu. Hal ini dikarenakan pengobatan usada didasari oleh ajaran kepercayaan masyarakat di Bali, yang dituliskan di dalam lontar-lontar yang mengambil budi luhur dari kepercayaan
masyarakat Bali yaitu agama Hindu. Responden juga sangat memegang teguh nilai serta kebudayaan di Bali, sehingga pengobatan usada diniliai lebih menimbulkan efek yang positif, atau dengan kata lain kesembuhan baginya.
Adapun kepercayaannya tersebut seperti tri hita karana, dan juga kepercayaan terhadap datangnya penyakit baik dari atas maupun dari bawah, sehingga pengobatan usada bagi responden merupakan salah satu jalan untuk dapat mendiagnosis dan melakukan pengobatan terhadap sakitnya tersebut. Di lain sisi kondisi perekonomian responden saat itu memaksanya untuk tetap bekerja dan menggunakan pengobatan usada dikarenakan biaya yang lebih murah, hal ini juga dikarenakan responden sudah memiliki pemahaman yang buruk terhadap pengobatan medis.
Pengaruh lingkungan tempat tinggal responden juga membuatnya lebih mempercayai pengobatan usada, responden sudah melihat banyak orang yang sembuh dan juga mendapat kepuasan dari pengobatan usada, bahkan setiap kali menggunakan pengobatan usada, responden merasa lebih baik dan juga lebih segar daripada sebelumnya. Responden lebih sering menggunakan pengobatan usada dibanding pengobatan medis, meskipun dalam beberapa kasus seperti ketika anak responden mengalami sakit demam berdarah, responden membawa anaknya ke rumah sakit, namun setelah itu responden tetap menggunakan pengobatan usada dengan menanyakan ke balian agar anaknya cepat mendapatkan kesembuhan.
-
1. Konsep sehat dan sakit
Konsep sehat dan sakit pada responden dipengaruh oleh tiga faktor yaitu faktor biologis, , faktor psikologis, dan faktor sosial dan budaya. Faktor biologis dari responden merupakan kondisi kesehatan dari responden, riwayat penyakit yang pernah diderita oleh responden. Faktor psikologis dari responden merupakan pemahaman dari responden terhadap kondisi sehat dan juga sakit, serta arah pengobatan yang dilakukan oleh responden ketika mengalami kondisi sakit, dan faktor sosial dan budaya dari responden merupakan kondisi kebudayaan yang berada di tempat tinggal dari responden, pemahaman responden tentang konsep keagamaan yang mempengaruhi kondisi sehat dan juga sakit.
Konsep sehat dan sakit yang didapatkan dari responden banyak dipengaruhi oleh faktor kebudayaan yang ada di lingkungannya, yang membentuk kepercayaan dari responden, seperti konsep tri hita karana yang dipandang oleh responden sebagai konsep keseimbangan sehat dan juga sakit, kemudian kepercayaan tersebut juga diperkuat oleh kondisi lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga yang memiliki pemahaman yang sama terhadap responden, menguatkan dan memunculkan persepsi responden terhadap kondisi sehat dan juga sakit yang kemudian membuat responden mampu untuk menentukan kemana arah pengobatan yang akan dilakukan.
-
2. Kepercayaan terhadap pengobatan usada
Responden sangat mempercayai pengobatan usada, karena pengobatan usada didasari oleh nilai-nilai agama dan kebudayaan yang ada di Bali. Kepercayaan responden dibangun dari keluarga dan juga masyarakat sekitar tempat tinggal responden. Responden juga mempercayai bahwa datangnya penyakit diakibatkan oleh adanya
ketidakseimbangan.
Konsep tri hita karana yang dipercaya oleh responden sebagai konsep sehat dan juga sakit. Responden mempercayai bahwa salah satu cara untuk menyembuhkan sakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan tersebut adalah dengan menggunakan pengobatan usada melalui praktisinya yang bernama balian. Manfaat dari pengobatan usada adalah mampu untuk melihat serta mengobati ketidakseimbangan tersebut, terutama dengan menggunakan praktisi dari pengobatan usada yaitu balian.
Kepercayaan responden terhadap pengobatan usada juga dipengaruhi oleh keluarga dari responden, sejak kecil responden terbiasa untuk menggunakan pengobatan usada, banyak pengalaman yang dialami oleh responden, banyak kesembuhan yang didapatkan dari pengobatan usada, sehingga memunculkan kepercayaan responden terhadap pengobatan usada.
-
3. Kaitan konsep sehat dan sakit terhadap health seeking behavior
Health seeking behavior dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pendukung, dan juga pendorong, serta adanya health system model. Faktor-faktor tersebut berupa:
-
a. Keyakinan responden berdasarkan kepercayaan terhadap suatu pengobatan, kepercayaan responden terhadap munculnya suatu penyakit,
-
b. kemudahan akses dalam menggunakan pengobatan usada,
-
c. kondisi ekonomi dari responden, disamping pengobatan usada tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar,
-
d. faktor lingkungan, yaitu berupa informasi yang diberikan masyarakat kepada responden, sehingga membantu health seeking behavior dari responden, dan
-
e. responden terbiasa menggunakan pengobatan usada, sehingga pengobatan usada sudah menjadi suatu kebutuhan bagi responden.
Konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh responden berkaitan dengan munculnya health seeking behavior. Responden mempercayai bahwa kondisi sehat dan juga sakitnya dipengaruhi oleh faktor keseimbangan yang ada di lingkungannya, konsep keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh adat serta budaya di tempat tinggal responden. Health seeking behavior pada responden juga tidak terlepas dari kebudayaan yang ada di lingkungan responden, kebudayaan tersebut kemudian terenkulturasi dengan lingkungan sekitar tempat tinggal responden, dan kondisi kehidupan responden. Enkulturasi tersebut kemudian menghasilkan proses-proses psikologis yang di dalamnya terdapat belief atau kepercayaan, terhadap kondisi sehat dan juga sakit yang kemudian mempengaruhi health seeking behavior dari responden, baik dalam penggunaan pengobatan usada maupun medis.
Beberapa saran diberikan berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, saran diberikan kepada lembaga-lembaga kesehatan agar meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat supaya lebih terdorong untuk melakukan pengobatan dan pemeriksaan ke layanan kesehatan. Mengkolaborasikan pengobatan medis dan juga tradisional agar masyarakat bisa mempertimbangkan penggunaan pengobatan medis, ataupun mengkombinasikan pengobatan medis dan juga tradisional.
Kepada responden penelitian juga diberikan saran untuk mempertimbangkan pengobatan medis sebagai pilihan kedua setelah pengobatan tradisional, agar dapat dijadikan solusi alternatif ketika mengalami sakit. Melakukan cek rutin ketika mengalami gejala-gejala yang tidak wajar, dan menyeimbangkan antara penggunaan pengobatan tradisional dan juga pengobatan medis.
Saran juga diberikan kepada penelitian berikutnya yaitu dapat menggunakan pendekatan lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, menggunakan responden penelitian yang lebih banyak, serta memperluas kajian penelitian dan juga menggunakan lebih banyak referensi penelitian. Menggunakan lokasi penelitian yang berbeda karena faktor demografi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi health seeking behavior.
DAFTAR PUSTAKA
Alland, A. J. (1970). Adaptation in cultural evolution: An approach to medical anthropology. New York: Columbia University Press.
Andualem, M., Kebede, G., & Kumie, A. (2013). Information needs and seeking behaviour among health professionals working at public hospital and health centre in Bahir Dar, Ethiopia. BMC Health Service Research , 13, 534-543.
Ardani, I. (2013). Eksistensi dukun dalam era dokter spesialis. Jurnal Kajian Sastra dan Budaya , 1(2), 28-33.
Asmara, Y. (2015, Maret 5). Fieldnotes preeliminary study 01. (S. D. Krisna, Interviewer)
Bali, B. P. (n.d.). Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Retrieved Juni Kamis, 2015, from bali.bps.go.id: http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=606011&od =41&id=41
Bayat, F., Shojaeezadeh, D., Baikpour, M., Heshmat, R., Baikpour, M., & Hosseini, M. (2013). The effects of education based on extended health belief model in type 2 diabetic patients: a randomized controlled trial. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders, 12(45), 1-6.
Chibwana, A. I., Mathanga, D. P., Chinkumba, J., & Jr, C. H. (2009). Socio-cultural predictors of health-seeking behaviour for febrile under-five children in Mwanza-Neno district, Malawi. Malaria Journal , 8, 219-227.
Dermawan, R. (2013). Peran battra dalam pengobatan tradisional pada komunitas Dayak Agabag di Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan. eJournal Sosiologi Konsentrasi , 1(4), 50-61.
Dewi, A. (2015, Maret 9). Fieldnotes preeliminary study 02. (S. D. Krisna, Interviewer)
Dominic, R. A., Y.N., S., & Nayak, M. G. (2013). Health seeking behaviour of rural adults. Nitte University Jurnal of Health Service , 3(3), 77-82.
Dwijayanti, Y. R., & Herdiana, I. (2011). Perilaku seksual anak jalanan ditinjau dengan teori health belief model (HBM). INSAN, 13(2), 129-137.
Ersin, F., & Bahar, Z. (2011). Effect of health belief model and health promotion model on breast cancer early diagnosis behavior: a systematic review. Asian Pasific Journal of Cancer Prevention , 12, 2555-2562.
Esterberg, Kristin G. (2002). Qualitative methods in social research. New York: McGrow Hill.
Fibriana, A. I. (2013). Keikutsertaan pelanggan wanita pekerja seks dalam voluntary counseling and testing (VCT). Jurnal Kesehatan Masyarakat , 8(2), 161-165.
Foster, G. M., & Anderson, B. G. (2011). Antropologi kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Garces, I. C., Scarinci, I. C., & Lynda, H. (2006). An examination of sociocultural factors associated with health and health care seeking among latina immigrants. Immigrant Health , 8, 377-385.
Glick, L. B. (1967). Medicine as an ethnographic category: The Gimi of the New Guinea highlands. Ethnology , 31-56.
Good, B. (1994). Medicine, rationality and experience: An
anthropological perspective. Cambridge: Cambridge
University Press.
Gray, N. J., Klein, J. D., Noyce, P. R., Sesselber, T. S., & Cantrill, J. A. (2005). Health information-seeking behaviour in
adolescence: The place of internet. Social Science & Medicine , 60, 1467-1478.
Harian Kompas. (2011, Juli 25). Plus minus pengobatan alternatif. Retrieved April 20, 2015, from Health:
http://health.kompas.com/read/2011/07/25/10593894/Plus. Minus.Pengobatan.Alternatif
Hariyanti, T., Harsono, & Prabandari, Y. S. (2015). Health seeking behaviour pada pasien stroke. Jurnal Kedokteran Brawijaya , 8(3), 243-246.
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu psikologi. Jakarta: Salemba Hurmanika.
Ilongo, I. (2006). Tuberculosis health belief gaps of tuberculosis and suspected tuberculosis cases in New York City.
International Journal of Clinical and Health Psychology, 4(1), 69-90.
Kazarian, S.S., & Evans, D.R. (2001). Health psychology and
culture: Embracing the 21st century. San Diego: Academic Press.
Kleinman, A. (1980). Patients and healers in the context of culture: An explanatory of the borderland between anthropology, medicine, adn psychiatry. United States of America: University of California press, Ltd.
Lofland, John, & Lofland, Lyn H. (1984). Analyzing social settings : A guide to qualitative observation and analysis. Belmont, Cal: Wads Worth Publishing Company.
Matsumoto, D., & Juang, L. (2008). Culture and psychology; Fourth edition. Belmont: Thomson Wadsworth.
Miles, M. B., & Hubberman, A.M. (1984). Qualitative data analysis: A source book or new methods. Beverly Hills: Sage Publication.
Moleong, L. (2001). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. (2014). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murithii, M. K. (2013). The determinants of health-seeking behaviour in a Nairobi Slum, Kenya. European Scientific Journal , 9(8), 151-164.
Murphy, S., & Bennett, P. (2004). Lifespan, gender and cross-cultural perspectives in health psychology. London: Sage.
Nala, N. (2006). Aksara Bali dalam usada. Surabaya: PARAMITA.
Nala, N. (2000). Ayurveda ilmu kedokteran hindu I. Denpasar: PT. Upada Satra.
Nala, N. (1993). Usada Bali. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Nasution, S. (1988). Metode penelitian naturalistik kualitatif. Bandung: Tarsito.
Notoadmojo, S. (2014). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA
Ongunlesi, T. A., & Ongunlesi, F. B. (2012). Family socio
demographic factors and maternal bbstetric factor influencing appropriate health-care seeking behaviours for newborn jaundice in Sagamu, Nigeria. Matern Child Health , 16, 677-684.
Pool, R., & Geissler, W. (2005). Medical anthropology. Glasgow: Bell & Bain Ltd.
Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Rivers, W. (2003). Medicine, magis, and religion. London: Routledge.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology:
Biopsychosocial interactions. Danvers: Clearance Center Inc.
Shaikh, B. T., & Hatcher, J. (2004). Health seeking behaviour and health service utilization in Pakistan : Challenging the policy maker. Journal of Public Health , 27(1), 49-54.
Sloane, E. (2003). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Stone, G.C. (1979). Health and the health system: A historical interview and conceptual framework. San Francisco: Jossey-Bass.
Soetarno, R. 1994. Psikologi sosial. Yogyakarta: Kanisius
Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukarma, W. (2013, Mei 25). Sistem pengobatan Bali. Retrieved April 20, 2015, from Bali Puseh: http://sukarma-
puseh.blogspot.com/2013/05/usada_25.html
Suryadarma, I. G. (2005). Konsepsi kosmologi dalam pengobatan Usada Taru Pramana. Journal of Tropical Ethnobiology , 2(1), 65-87.
Tjokronegoro, A., Utama, H. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: FK UI.
Wang, S.-C. (2013). Western biomedicine and eastern therapeutics : An integrative strategy for personalized and preventive healthcare. Singapore: World Scientific Publishing
Company.
Wiersma, William. (1986). Research methods in education: An introduction. Massachusetts: Allyn and Bacon, Inc.
Yin, R. K. (2014). Studi kasus : Desain & metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yusuf, A. M. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan penelitian gabungan. Jakarta: PRENADA MEDIAN GROUP.
276
Discussion and feedback