PERAN PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DI BALI
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Cultural Health Psychology, 135-144
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
PERAN PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DI BALI
Ayu Ratih Wulandari dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Masa remaja diketahui sebagai masa yang penting dalam pembentukan konsep diri. Namun tidak semua remaja dapat melewati fase tersebut dalam lingkup keluarga. Remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki latar belakang yang mengharuskan untuk tinggal di panti asuhan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran penerimaan diri dan dukungan sosial terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan melalui peran penerimaan diri dan dukungan sosial. Subjek penelitian ini adalah remaja yang tinggal di panti asuhan yang berjumlah 98 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan two stage cluster sampling. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan (R) sebesar 0.703 (F=46.318; p<0,05), yang memiliki arti bahwa penerimaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan terhadap konsep diri. Koefisien determinasi sebesar 0.494, memiliki arti bahwa sumbangan efektif penerimaan diri dan dukungan sosial dalam menjelaskan varian konsep diri sebanyak 49,4%, dan dari nilai beta terstandarisasi didapatkan bahwa penerimaan diri lebih berperan terhadap konsep diri dengan nilai sebesar 0,506 daripada dukungan sosial sebesar 0,278. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat peran yang signifikan dari penerimaan diri dan dukungan sosial terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali.
Kata kunci: penerimaan diri, dukungan sosial, konsep diri, remaja di panti asuhan.
Abstract
Adolescence is known as an important period in the formation of self-concept. However, not all adolescents can pass through these phases in the family circle. Adolescents who live in orphanages have certain background which could affect the formation of self-concept. This study aims to determine the role of self-acceptance and social support against self-concept of adolescents living in an orphanage in Bali. This study is expected to provide benefits in the formation of self-concept of adolescents living in the orphanage through the role of self-acceptance and social support. The subjects were 98 adolescents who lived in the orphanage. The sampling technique used a two stage cluster sampling. The results of multiple regression analysis showed (R) of 0.703 (F = 46 318; p < 0.05), which means that self-acceptance and social support jointly contribute to the self concept. The coefficient of determination was 0.494, meaning that effective contribution of self-acceptance and social support in explaining the variant of selfconcept as much as 49.4%, and from the value of standardized beta was found that self-acceptance is more a role of self-concept with a value of 0.506 instead of 0.278 social support. It concluded that the role of self acceptance and social support were significantly important against self-concept adolescents living in an orphanage in Bali.
Keywords: Self acceptance, Social Support, Adolescents living in an orphanage.
LATAR BELAKANG
Setiap individu dalam hidupnya mengalami berbagai macam perubahan dan proses penting dalam tumbuh kembangnya, begitu juga dengan remaja. Masa remaja merupakan salah satu fase bagi individu, dimana individu mengalami masa transisi. Masa transisi yang dimaksud yaitu perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana terdapat upaya untuk beradaptasi dengan perubahan di dalam diri yang sedang terjadi di fase remaja (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Remaja (adolescene) mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Menurut Hall (dalam Santrock, 2007) masa remaja adalah masa badai dan stres yaitu masa yang penuh pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati, berbagai pikiran, perasaan, dan tindakan yang berubah-ubah. Monks, Knoers & Haditono (2002) membagi masa remaja menjadi tiga bagian yaitu masa remaja awal pada usia 12-15 tahun, remaja pertengahan pada usia 15-18 tahun, remaja akhir pada usia 18-21 tahun
Adanya berbagai perubahan fisik dan pergolakan emosi, tak jarang membuat remaja mengalami berbagai permasalahan dalam menjalani aktivitasnya dan hal ini memperjelas kondisi remaja yang cenderung mengalami ledakan emosi secara tiba-tiba (Papalia, dkk., 2009). Permasalahan yang dialami remaja yang dapat mempengaruhi perkembangan tak hanya datang dari dalam diri remaja tetapi juga dari faktor di luar diri remaja seperti keluarga dan lingkungan sekitar. Sumber masalah dari faktor keluarga yaitu orangtua yang bercerai, kondisi ekonomi keluarga yang rendah, sehingga fungsi dari sebuah keluarga yang memberikan perlindungan, kasih sayang, perhatian, bimbingan dan pengasuhan bagi remaja tidak berjalan sebagaimana mestinya. Remaja yang kehilangan orangtua, terpisah dari orangtuanya atau menghadapi masalah ekonomi akan membuat remaja diasuh oleh anggota keluarga lain, atau juga dititipkan pada suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Panti asuhan menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak telantar dengan memberikan pelayanan pengganti fisik, mental, dan sosial pada anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang memadai bagi perkembangan kepribadiannya.
Remaja yang tinggal di panti asuhan harus mematuhi peraturan yang ada dan mungkin berbeda dengan peraturan di rumah. Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap beberapa remaja yang tinggal di salah satu panti asuhan di Badung, ditemukan adanya perasaan sedih dan mengisolasi diri di dalam kamar serta dibutuhkannya dukungan dan penerimaan dari lingkungan untuk bisa menyesuaikan diri dan bersikap lebih positif. Setiap panti asuhan memiliki pengasuh yang
merupakan pengganti orangtua untuk mengawasi dan memperhatikan kebutuhan para penghuni panti. Laporan Departemen Sosial RI tahun 2008 menyatakan bahwa panti asuhan kurang dalam memberikan pengasuhan dan semua terfokus untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak kurang dipertimbangkan (Sudrajat, 2008). Selain itu persoalan yang dihadapi para remaja yang tinggal di panti berupa pandangan negatif, cemooh sebagai “anak panti” yang dapat menyebabkan adanya penolakan dari teman-temannya. Berdasarkan Survei Kesehatan Global berbasis sekolah pada tahun 2007 didapatkan hasil sekitar 40 persen murid berusia 13-15 tahun mengalami kekerasan berupa bullying, dan anak-anak yang termasuk disini adalah anak yang berasal dari suatu institusi berupa panti asuhan, pusat rehabilitasi dan asrama (Herlinda, 2015).
Hasil penelitian yang dilakukan Kristianti (2013) menunjukkan adanya stres pada remaja yang tinggal di panti asuhan yang menyebabkan remaja berperilaku mudah tersinggung, mencari-cari perhatian dari pengurus panti dengan cara berkelahi dengan teman sebayanya, tidak sabar dalam menghadapi gangguan yang ada atau yang sedang dikerjakan, sulit untuk bersikap santai dalam kesehariannya, melampiaskan amarah atau emosi kepada orang terdekat, dan bertengkar dengan teman. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gandaputra (2009) tentang gambaran selfesteem remaja yang tinggal dipanti asuhan menunjukkan sebagian besar remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki self-esteem atau keberhargaan terhadap diri yang rendah. Remaja panti yang memiliki self-esteem rendah ditunjukkan memiliki motivasi berprestasi yang rendah, kurang memiliki kemauan untuk mengatasi hambatan dalam usaha mencapai prestasi, dan melakukan pelanggaran terhadap aturan panti. Beberapa data tersebut menyimpulkan bahwa karakteristik remaja yang tingal di panti asuhan adalah mandiri karena adanya tuntutan untuk mengikuti peraturan, kurang optimal mendapat perhatian dan kasih sayang baik dari pengasuh maupun keluarga, memiliki masalah ekonomi, dan berisiko mengalami stres serta berperilaku negatif.
Pada masa remaja adalah masa yang penting dalam pembentukan konsep diri sehingga kurangnya pemenuhan akan kebutuhan emosional, serta masalah yang dihadapi oleh remaja panti dapat mempengaruhi kondisi psikis, serta berpengaruh terhadap proses pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan. Konsep diri merupakan suatu tugas utama individu di masa remaja. Mengacu pada pendapat Erikson (dalam Papalia dkk., 2009), bahwa tugas utama dari masa remaja adalah menghadapi “krisis” dari identitas. Usaha remaja untuk memahami diri sendiri merupakan proses penting bagi pembentukan konsep diri yang merupakan dasar bagi cara-cara mengatasi tantangan hidup di masa dewasa.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus (Agustiani, 2009). Fitts (dalam Agustiani, 2009) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek yang penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Tingkah laku individu yang ditampilkan di lingkungan berpengaruh kuat terhadap konsep diri, karena dengan mengetahui konsep diri akan lebih mudah untuk meramalkan dan memahami perilaku individu.
Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang diri. Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan (Agustiani, 2009). Pengalaman-pengalaman hasil interaksi dengan lingkungan kemudian akan dicerna, dievaluasi yang kemudian menghasilkan proses pengenalan diri. Proses pengenalan diri secara menyeluruh menghasilkan konsep diri pada diri seseorang (Puspasari, 2007). Konsep diri ada dalam bentuk konsep diri yang positif dan negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki perasaan positif di dalam diri terkait identitas diri yang lebih baik serta mengevaluasi diri dengan lebih positif. Sebaliknya konsep diri yang rendah atau negatif pada seseorang akan memunculkan persepsi negatif yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri dan cenderung berperilaku negatif (Puspasari, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pattimahu (2010) menunjukkan untuk mendapatkan konsep diri yang positif pada anak panti asuhan, lingkungan di sekitar panti haruslah memberikan penerimaan dan kehangatan bagi anak sehingga anak memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya. Penelitian Assahhra (2012) menunjukkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi konsep diri positif selain adanya penerimaan dan kehangatan dari lingkungan, yaitu adanya faktor sosial dan proses belajar dimana individu harus dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungan panti asuhan maupun di luar seperti sekolah dan menggunakan pengalaman sebagai suatu pembelajaran yang membuat individu berpikir lebih positif. Pengembangan konsep diri yang baik ini penting bagi tiap individu, karena dengan konsep diri yang baik akan memunculkan perilaku sesuai dengan konsep diri yang dibangun (Agustiani, 2009).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri yaitu dukungan sosial yang didapat baik dari keluarga dan lingkungan sosial (Assahhra, 2012; Suryadin, 2014; Nauly & Sihombing, 2012; Durado, Tololiu, & Pangemanan, 2013). Hasil penelitian Joseph (dalam Hurlock, 1980), menunjukkan bahwa sebagian besar remaja ingin memiliki seseorang yang dapat dipercaya, dapat diajak bicara, dan dapat diandalkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari lingkungan sangat penting
bagi perkembangan diri remaja. Menurut Sarafino (2011), dukungan yang diterima oleh individu dari orang lain dapat disebut dengan dukungan sosial.
Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Hasil penelitian Tarmidi (2010) menyebutkan bahwa dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental. Dukungan sosial juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu tanpa mengharapkan imbalan. Haber (2010) mendefinisikan dukungan sosial sebagai bentuk perhatian, membantu dan menghargai, yang diterima individu dari orang lain. Dukungan sosial ini memiliki beberapa komponen berupa pemberian empati yang dapat memberikan rasa nyaman dan dicintai, lalu pemberian bantuan material secara langsung dan memberikan saran atau feedback yang dapat membantu individu menyelesaikan atau mengatasi masalah yang dihadapi (Haber, 2010).
Remaja panti asuhan yang mendapatkan dukungan sosial membuat remaja menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan panti, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi baik di panti asuhan atau di lingkungan. Remaja panti juga dapat melakukan evaluasi, dan mengembangkan konsep diri yang baik pada dirinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nauly & Sihombing (2012) menyatakan dukungan sosial bermanfaat bagi individu yang sedang menghadapi tekanan dalam menjalani hidup. Hal serupa dinyatakan Durado, dkk (2013) menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang tua dan keluarga sangat berarti dalam memberikan perhatian dan mengarahkan remaja kepada persepsi yang positif terhadap diri sehingga remaja dapat membangun konsep diri yang positif.
Penting bagi remaja untuk merasa diterima oleh lingkungan dan menerima diri atas apa yang ada pada dirinya, dan penerimaan diri merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri pada remaja (Agustiani, 2009; Oktaviani, 2004; Calhoun dan Acocella, 1990 dalam Handayani, 1998). Individu yang mampu menerima diri menjadi lebih sadar terhadap diri dan lebih realistis, sehingga individu mampu memfokuskan energinya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif dalam arti individu dapat membangun konsep diri yang positif.
Hurlock (1980) mengungkapkan penerimaan diri merupakan suatu tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan karakteristik pribadi dan mau hidup dengan karakteristik tersebut. Dengan penerimaan diri (selfacceptance), individu dapat menghargai segala kelebihan dan kekurangan yang ada di dalam dirinya. Individu yang
memiliki self-acceptance memandang kelemahan atau kekurangan diri sebagai hal yang wajar dan dimiliki setiap individu, karena individu yang memiliki self-acceptance akan bisa berpikir positif tentang dirinya bahwa setiap individu memiliki kelemahan atau kekurangan dan hal tersebut tidak akan menjadi penghambat individu untuk mengaktualisasikan diri (Heriyadi, 2013). Penerimaan diri yang baik pada individu, membuatnya mampu mengembangkan diri, mampu untuk berinteraksi dengan orang lain, dan menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain tanpa merasa terganggu atas kelemahan yang dimiliki, karena individu berpikir bahwa semua orang itu mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Hasil penelitian yang dilakukan Oktaviana (2004) mengungkapkan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan dengan konsep diri remaja putri, dimana semakin tinggi remaja putri mampu menerima perubahan dalam tubuhnya semakin tinggi pula konsep diri remaja. Hal ini sesuai dengan pandangan Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan sosialnya. Penerimaan diri sangat berhubungan erat dengan konsep diri karena penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep diri dan kepribadian yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai dengan realita (Heriyadi, 2013). Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri yaitu penerimaan diri (Agustiani, 2009; Oktaviani, 2004; Calhoun dan Acocella, 1990; dalam Handayani, 1998) dan dukungan sosial (Assahhra, 2012; Suryadin, 2014; Nauly & Sihombing, 2012; Durado, dkk 2013). Masa remaja merupakan masa pembentukan konsep diri, sehingga dibutuhkan proses penerimaan diri dan adanya dukungan sosial dari lingkungan untuk membantu remaja mencapai konsep diri yang positif. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan ditinjau dari penerimaan diri dan dukungan sosial, apakah terdapat hubungan antara penerimaan diri dan dukungan sosial terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan.
METODE
Variabel dan Definisi Operasonal
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu penerimaan diri dan dukungan sosial serta variabel terikat pada penelitian ini adalah konsep diri. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
-
1. Konsep diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.
Konsep diri diukur dengan skala konsep diri yang disusun berdasarkan aspek-aspek konsep diri, yang dikemukakan oleh Fitts (dalam Agustiani, 2009). Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi (positif) taraf konsep diri subjek.
-
2. Penerimaan diri
Penerimaan diri merupakan kondisi dimana individu menghargai segala kelebihan dan kekurangannya, mengikuti standar yang dibuat sendiri untuk menjalani hidupnya, dan memiliki sikap positif dalam diri.
Penerimaan diri di ukur dengan skala penerimaan diri yang disusun berdasarakan aspek-aspek dari penerimaan diri yang dikemukakan oleh Sheerer (1949). Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi taraf penerimaan diri subjek.
-
3. Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya yang membuat individu merasa bahwa dirinya dihormati, dihargai dan dicintai.
Dukungan sosial ini diukur dengan skala dukungan sosial yang disusun berdasarakan aspek-aspek dari dukungan sosial yang dikemukakan oleh Haber (2010). Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi taraf dukungan sosial subjek.
Responden
Populasi penelitian ini adalah remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Karakteristik populasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu remaja yang tinggal di panti asuhan dengan rentang usia 12-21 tahun yang mengacu pada tokoh Monks, dkk. (2002).
Teknik sampling yang digunakan adalah two stage cluster yaitu teknik pengambilan sampel dengan dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan pemilihan primary sampling unit (psu) dari total primary sampling unit (psu) yaitu memilih satu dari wilayah kabupaten-kabupaten yang ada di Bali. Pada tahap kedua dilakukan pemilihan unit elementer dari unit elementer yang ada dalam primary sampling unit (psu) yang terpilih pada pengambilan tahap pertama, dalam hal ini unit elementer yang dimaksud adalah panti asuhan yang terdapat di wilayah primary sampling unit (psu) yang terpilih (Nazir, 1988). Pada penelitian ini jumlah untuk ukuran sampel yang akan digunakan adalah minimal 60.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Singaraja dengan panti asuhan terpilih berjumlah tiga. Ketiga panti asuhan didapatkan melalui hasil pengacakan two stage cluster
sampling. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 29 Mei sampai 5 Juni 2016
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan skala. Pernyataan dalam skala dikelompokkan menjadi item-item favorable dan unfavorable, dimana pernyataan favorable merupakan pernyataan yang mendukung dan unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga skala yaitu skala penerimaan diri, skala dukungan sosial, dan skala konsep diri.
-
1. Skala Penerimaan Diri
Pengukuran penerimaan diri diukur menggunakan skala yang dibuat oleh Utami (2013). Skala penerimaan diri ini berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Sheerer (1949) yaitu perasaan sederajat, bertanggung jawab, orientasi keluar diri, percaya kemampuan diri, berpendirian, menyadari keterbatasan, menerima sifat kemanusiaan yang diukur menggunakan skala likert.. Pilihan jawaban untuk setiap item dapat dilihat pada tabel 1.
-
2. Skala Dukungan Sosial
Pengukuran dukungan sosial menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti yang akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Skala dukungan sosial berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh Haber (2010) yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informational yang diukur menggunakan skala likert. Pilihan jawaban untuk setiap item dapat dilihat pada tabel 1.
-
3. Skala Konsep Diri
Pengukuran konsep diri menggunakan skala yang dibuat oleh Putra (2014). Skala konsep diri berdasarkan aspek-aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts (dalam Agustiani, 2009) yaitu faktor internal yang terdiri dari diri identitas, diri pelaku, diri penerimaan/penilai, lalu faktor eksternal yang terdiri dari diri fisik, diri etik-moral, diri keluarga, diri sosial, diri pribadi yang diukur menggunakan skala likert. Pilihan jawaban untuk setiap item dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel L
Pilihan Jawaban dan Skor Pada Skala
Pilihan Jawaban |
Skor Item Favorable |
Skor Item Unfaxorable |
Sangat Setuju (SS) |
4 |
1 |
Setuju(S) |
3 |
2 |
Tidak Setuju (TS) |
2 |
3 |
Sangat Tidak Setuju (STS) |
1 |
4 |
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengeliminasi item yang memmiliki nilai korelasi skor total kurang dari 0,25. Uji reliabilitas pada penelitian ini dengan menggunakan Cronbach Alph,dan alat ukur dikatakan reliabel apabila skor reliabilitasnya lebih besar dari pada 0,60.
Hasil uji validitas pada skala penerimaan diri menunjukkan nilai koefisien korelasi item total berkisar antara 0.273 sampai 0.691, dan hasil uji reliabilitas skala penerimaan diri menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah 0.891. Uji validitas pada skala dukungan sosial menunjukkan nilai berkisar antara 0.315 sampai 0.709, dan hasil uji reliabilitas skala dukungan sosial menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah 0.869. Uji validitas pada skala konsep diri menunjukkan nilai berkisar antara 0.260 sampai 0.707 dan hasil uji reliabilitas skala konsep diri menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien Alpha (α) adalah 0.894.
Teknik Analisis Data
Pengujian hipotesis dilakukan setelah melewati syarat-syarat uji asumsi yaitu normalitas, linearitas, dan multikolinearitas. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, data bisa dikatakan berdistribusi normal bila nilai p>0,05 (Santoso, 2003). Uji linearitas pada penelitian ini menggunakan compare mean, lalu melihat nilai test of linaerity bila p<0.05 maka dapat dinyatakan hubungan dua variabel tersebut linier. Uji multikolinieritas adalah uji untuk variabel bebas, dimana korelasi antar variabel bebas dilihat. Menurut Ghozali (2011), model regresi yang baik yaitu bila tidak terjadi multikolinearitas dan untuk melihat keadaan multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai tolerance ≥ 0.10 dan nilai VIF ≤ 10 maka dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas. Uji hipotesis pada penelitian menggunakan teknik analisis regresi berganda. Regresi ganda adalah analisis yang dilakukan terhadap satu variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas (Yudiatmaja, 2013). Untuk mengetahui suatu analisis regresi memiliki pengaruh dapat dilihat dari nilai signifikansi yaitu p<0.05 (Santoso, 2003)
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data karakteristik subjek didapatkan bahwa total subjek berjumlah 98 orang. Mayoritas subjek berusia 16 sampai 18 tahun dengan persentase sebesar 57,1%, subjek mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 51%, tingkat pendidikan subjek mayoritas SMA atau
Sederajat (SMK) dengan persentase sebesar 53,1%., dan mayoritas subjek beragama hindu dengan persentase sebesar 87%.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi data penelitian yaitu variabel penerimaan diri, dukungan sosial dan konsep diri dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabcl 2
Deskiipsi Statsistik Penelitian
Variabel |
N |
Mean Teoritis |
Mean Empiris |
Std. Deviasi Teoritis |
Std. | ||
Deviasi Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris | |||||
Penerimaan Diri |
98 |
75 |
99.9 |
15 |
7.057 |
30-120 |
82-117 |
Dukungan sosial |
98 |
40 |
52.08 |
8 |
4.805 |
16-64 |
43-64 |
Konsep diri |
98 |
67.5 |
87.86 |
13.5 |
8.479 |
27-108 |
65-108 |
Dari hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 2 dapat dijelaskan makna-makna nilai yang dipaparkan sebagai berikut:
-
a. Penerimaan diri
Hasil deskripsi statistik pada tabel 2 menunjukkan bahwa variabel penerimaan diri memiliki mean empiris yang lebih besar dari mean teoritis (mean empiris > mean teoritis), sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki penerimaan diri yang tinggi. Kategorisasi penerimaan diri dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.
Tabel 3.
Katesorisasi Penerimaan diri
Rentang Nilai |
Kategorisasi |
Jumlah |
Persentase |
0-515 |
Sangat rendah |
0 |
0% |
53-67,5 |
Rendah |
0 |
0% |
68 - 82,5 |
Sedang |
1 |
1% |
83-97,5 |
Tinsgi |
37 |
38% |
98 - 120 |
Sangat Tinggi |
60 |
61% |
Jumlah. |
98 |
100% |
Dari hasil kategorisasi penerimaan diri didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas subjek memiliki penerimaan diri yang sangat tinggi, yang dapat diartikan bahwa subjek dapat menerima dan menghargai kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam diri.
-
b. Dukungan sosial
Hasil deskripsi statistik pada tabel 2 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial memiliki mean empiris yang lebih besar daripada mean teoritis (mean empiris > mean teoritis), sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki dukungan sosial yang tinggi. Kategorisasi dukungan sosial dapat dilihat pada tabel 4.
TabeU
Kateeorisasi Dukungan Sosial
Rentang Nilai |
Kategorisasi |
Jumlah |
Persentase |
0-28 |
Sangat rendah |
0 |
0% |
29-36 |
Rendah |
0 |
0% |
37-44 |
Sedang |
8 |
8% |
44-52 |
Tinggi |
47 |
48% |
52-64 |
Sangat Tinggi |
43 |
44% |
Jumlah |
98 |
100% |
Dari hasil kategorisasi dukungan sosial didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas subjek memiliki dukungan sosial yang tinggi, yaitu sebanyak 48%.
-
c. Konsep diri
Hasil deskripsi statistik pada tabel 2 menunjukkan bahwa variabel konsep diri memiliki mean empiris yang lebih besar daripada mean teoritis (mean empiris > mean teoritis), sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki konsep diri yang tinggi. Kategorisasi variabel konsep diri dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5.
Kategorisasi Konsep Diri
Rentang Nilai |
Kategorisasi |
Jumlah |
Persentase |
0 - 47,25 |
Sangat rendah |
0 |
0% |
48-60,75 |
Rendah |
0 |
0% |
61 - 74,25 |
Sedang |
5 |
5% |
75 - 87,75 |
Tinggi |
40 |
41% |
88-108 |
Sangat Tinggi |
53 |
54% |
Jumlah |
98 |
100% |
Dari hasil kategorisasi konsep diri didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas subjek memiliki konsep diri yang sangat tinggi, yang dapat diartikan bahwa subjek memiliki gambaran yang positif tentang dirinya.
Uji Asumsi
Uji Asumsi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu :
-
a. Uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data variabel bebas dan variabel tergantung berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel penerimaan diri berdistribusi normal, karena memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.544 dengan signifikansi 0,928 (p>0.05). Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial berdistribusi normal, karena memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.952 dengan signifikansi 0.325 (p>0.05). Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel konsep diri berdistribusi normal, karena memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.556 dengan signifikansi sebesar 0.917 (p>0.05).
-
b. Uji linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan yang linear antara variabel yang bebas dengan variabel tergantung. Hasil uji linearitas data penelitian dapat disimpulkan bahwa terhadap hubungan yang linear antara variabel konsep diri
dengan variabel penerimaan diri (0,000<0.05) serta variabel konsep diri dengan variabel dukungan sosial (0,000<0.05).
-
c. Uji multikolinearitas.
Hasil dari uji multikolinearitas menunjukkan bahwa antara variabel bebas yaitu penerimaan diri dan dukungan sosial memiliki nilai tolerance sebesar 0.677 dan nilai VIF sebesar 1.477, sehingga didapat kesimpulan bahwa variabel bebas pada metode regresi pada penelitian ini dianggap baik karena tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Hipotesis
Analisis data untuk menguji hipotesis mayor penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil uji regresi ganda data penelitian dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Uji Regresi Berganda Penerimaan diri dan Dukungan sosial Terhadap Konsep diri
R.
R Square Adjusted R Square
0.703
0.494
0.483
Std. Error of The Estimate 6.096
Hasil uji regresi berganda tabel 6 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.494, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri dan dukungan sosial bersama-sama berperan terhadap konsep diri sebanyak 49,4% dan 50,6% ditentukan oleh variabel lain tidak diteliti.
Tabel 7.
Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F
Regression |
Sum of Squares 3442.838 |
Df 2 |
Mean Square 1721.419 |
F 46.318 |
Sig-.000a |
Residua! |
3530.713 |
95 |
37 165 | ||
Total |
6973.551 |
97 |
Berdasarkan nilai F hitung sebesar 46.318 dan signifikansinya sebesar 0.000 (p<0.05), dengan demikian model regresi pada penelitian ini dapat dipakai untuk memprediksi konsep diri. Kesimpulan yang didapat yaitu penerimaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama dapat meramalkan tinggin rendahnya konsep diri.
Tabel8
Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Konsep Diri
Model _ (Constant) |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients | |||
B 1.354 |
Std. Error 9.031 |
Beta |
T .150 |
Sig. .881 | |
Penerimaan diri |
.608 |
.107 |
.506 |
5.703 |
.000 |
Dukungan sosial |
.491 |
.157 |
.278 |
3.136 |
.002 |
Hasil uji regresi berganda pada tabel 8 menunjukkan bahwa nilai beta terstandarisasi penerimaan diri lebih berperan terhadap konsep diri dengan nilai sebesar 0,506 daripada dukungan sosial sebesar 0,278. Penerimaan diri memiliki nilai t sebesar 5.703 dan signifikansi 0.000 (p<0.05), sehingga penerimaan diri secara mandiri berperan secara signifikan
terhadap konsep diri. Dukungan sosial memiliki nilai t sebesar 3.136 dan signifikansi sebesar 0.002 (p<0.05), sehingga dukungan sosial secara mandiri berperan pula secara signifikan terhadap konsep diri.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penerimaan diri dan dukungan sosial dapat diyakini mempunyai hubungan yang fungsional (sebab-akibat) dengan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan.
Analisis Tambahan
Analisis yang digunakan pada uji tambahan ini adalah analisis independent t-test, karena peneliti ingin mengetahui perbedaan konsep diri dilihat dari rentang usia pada subjek penelitian yaitu usia 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19-21 tahun. Independent t-test bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan rata-rata (mean) antara dua populasi dengan melihat rata-rata dua sampelnya (Santoso, 2005). Menurut Roscoe (dalam Sugiyono, 2013), dikatakan bahwa untuk pengujian dengan kategori, jumlah sampel pada tiap kategori minimal adalah 30, dan rentang usia 19-21 tahun dieliminasi karena hanya berjumlah 3 orang. sehingga hanya kategori usia 13-15 tahun, serta 16-18 tahun yang digunakan dalam pengujian menggunakan independent t-test.
Tabel 8.
Hasil Uji Independent Sample t-test
Levene's Test for Equality OfVariances |
t-test for Equality of Means | ||||
F Sig. |
T |
df |
Sig. (2-tailed) | ||
Konsep Diri |
Equal variances assumed |
2.627 0.108 |
-1.229 |
93 |
0.222 |
Equal variances not assumed |
-1.288 |
92.073 |
0.201 |
Pada tabel 8 menunjukkan nilai F pada kolom leneve’s test untuk variabel konsep diri adalah 2,627 dengan signifikansi sebesar 0,108 memiliki arti bahwa probabilitas 0,108 lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varians benar-benar identik. Kemudian nilai t hitung untuk konsep diri pada baris equal variances assumed (diasumsikan kedua varians identik) sebesar -1,229 dengan signifikansi sebesar 0,222 (p>0,05) memiliki arti bahwa rata-rata konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah sama.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, didapatkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan mampu mengembangkan konsep diri dikarenakan terdapat peran yang signifikan dari penerimaan diri dan dukungan sosial, sehingga hipotesis mayor dari penelitian ini diterima. Peran yang signifikan dari penerimaan diri dan dukungan sosial terhadap konsep diri dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Koefisien determinasi pada penelitian ini memiliki nilai sebesar 0.494, yang memiliki arti bahwa penerimaan diri
dan dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 49,4% terhadap perkembangan konsep diri. Kesimpulan yang didapat adalah penerimaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama menentukan 49,4% taraf konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan, dan sisanya sebesar 50,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.
Remaja panti asuhan dengan penerimaan diri dan dukungan sosial yang tinggi dari lingkungan memengaruhi dirinya dalam mengembangkan konsep diri, karena gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan (Agustiani, 2009). Remaja panti yang memiliki penerimaan diri yang tinggi dapat lebih realistis menerima segala bentuk kekurangan maupun kelebihan di dalam diri dan dalam hal ini termasuk keadaan remaja panti yang harus tinggal di dalam panti asuhan (Bernard, 2013). Remaja panti yang mendapat dukungan sosial yang tinggi membuat individu lebih mampu menyesuaikan diri lebih baik terhadap kondisi menekan yang sedang dihadapi dan mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan atau mengatasi suatu permasalahan (Taylor, 1995).
Hasil analisis regresi berganda dari penerimaan diri menunjukkan nilai t sebesar 5.703 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05), memiliki arti bahwa penerimaan diri secara mandiri memiliki peran yang signifikan terhadap konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Peran tersebut memiliki arti bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang tinggi menyadari dan menerima segala bentuk kekurangan maupun kelebihan yang ada di dalam dirinya dan menyadari bahwa hal tersebut juga dimiliki oleh individu lain, sehingga dengan penerimaan diri remaja panti dapat melakukan evaluasi yang lebih baik terhadap diri baik kekurangan dan kelebihan dalam melakukan pembentukan konsep diri. Penerimaan diri yang dimiliki oleh remaja panti membuat remaja panti merasa sederajat dengan individu lain, menghargai perbedaan tiap individu, menikmati segala aktivitas yang dilakukan dan mempercayai kemampuan yang dimilikinya untuk dapat bertindak berdasarkan penilaian terbaik dalam menyelesaikan permasalahan (Matthew, 1993).
Hasil analisis regresi berganda pada dukungan sosial menunjukkan nilai t sebesar 3,136 dengan signifikansi 0,002 memiliki arti bahwa dukungan sosial berperan secara signifikan terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Peran tersebut memiliki arti bahwa remaja panti dengan dukungan sosial yang tinggi mendapatkan dukungan yang berarti dari lingkungan sosial berupa teman dan pengasuh yang membuat remaja panti merasa di cintai, diperhatikan, berharga dan merupakan bagian dari kelompok atau lingkungan sekitarnya (Sarafino, 2011). Individu dengan dukungan sosial yang tinggi mampu untuk menyesuaikan diri dan menghadapi berbagai persoalan lebih baik (Taylor, 1995).
Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Durado, Tololiu, & Pangemanan (2013) bahwa peran serta dukungan yang diberikan oleh keluarga sangatlah berarti dalam memberikan perhatian dan mengarahkan remaja pada persepsi yang positif terhadap diri sendiri.
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa konsep diri memiliki mean teoritis sebesar 67,5 dan mean empiris sebesar 87,86. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan bahwa remaja panti memiliki konsep diri yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf konsep diri sangat tinggi memiliki persentase sebesar 54%. Sangat tingginya taraf konsep diri dipengaruhi oleh berbagai aspek di dalam diri remaja seperti penampilan diri, serta pengalaman yang didapat dari interaksi dengan lingkungan seperti interaksi dengan teman sebaya dan hubungan dengan keluarga (Hurlock, 1980). Penampilan diri memiliki tujuan untuk memberikan kesan daya tarik fisik. Daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian, sehingga ketika individu menerima dan memiliki penampilan diri yang menarik hal tersebut memberikan pengalaman yang menyenangkan dan akan berpengaruh dalam proses pembentukan konsep diri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rina Oktaviana (2004) bahwa ketika remaja menerima perubahan fisik di masa remaja dan merasa puas dengan penampilannya hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan konsep dirinya.
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri memiliki mean teoritis sebesar 75 dan mean empiris sebesar 99,90. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali memiliki penerimaan diri yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf penerimaan diri sedang memiliki persentase sebesar 1%, subjek dengan taraf penerimaan diri yang tinggi memiliki persentase sebesar 38%, dan taraf penerimaan diri sangat tinggi sebesar 61%. Sangat tingginya taraf persentase penerimaan diri dipengaruhi oleh adanya program dari panti asuhan yang mampu membuat remaja panti mengenal diri, dan menerima segala kekurangan dan kelebihan di dalam diri. Selain itu sangat tingginya taraf persentase penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh konsep diri yang stabil, tidak adanya hambatan dalam pergaulan, serta tingkat aktivitas yaitu ketika individu melakukan berbagai hal untuk orang lain, individu mendapatkan ketenangan serta kepercayaan diri (Hurlock, dalam Rocio, 1971). Remaja panti dengan konsep diri yang stabil (positif) memandang dan menghargai dirinya lebih baik, dan hal ini dapat direfleksikan dengan menjalin dan menjaga hubungan pertemanan dengan orang lain. Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risnawati, 2014)
mengemukakan bahwa konsep diri yang positif adalah peneriman yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan dan tidak egois, sehingga individu dapat memahami dan menerima sejumlah fakta tentang diri sendiri baik yang merupakan kekuarangan maupun kelebihan. Hal ini serupa diutarakan oleh Dyah Naila Husniati (2009) dalam hasil penelitiannya bahwa konsep diri yang stabil (positif) membuat anak jalanan memiliki penerimaan diri yang lebih baik.
Pada deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki mean teoritis sebesar 40 dan mean empiris sebesar 52,08. Mean empiris yang didapat lebih besar dari mean teoritis (mean empiris>mean teoritis) sehingga membuktikan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali memiliki dukungan sosial yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi data menunjukkan subjek dengan taraf dukungan sosial yang sedang memiliki persentase sebesar 8%, subjek dengan taraf dukungan sosial yang tinggi sebesar 48%, dan taraf dukungan sosial sangat tinggi sebesar 44%.
Tingginya taraf dukungan sosial yang dimiliki remaja yang tinggal di panti asuhan dipengaruhi oleh adanya dukungan yang diberikan dari lingkungan sekitar, yaitu teman dan pengasuh yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang, memberikan solusi dan masukan dalam memecahkan masalah. Individu dengan dukungan sosial yang tinggi lebih mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap kondisi menekan yang sedang dihadapi dan mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan atau mengatasi suatu permasalahan. Hal ini karena adanya dukungan berupa informasi, saran ataupun alternatif solusi yang diberikan oleh orang terdekat yang bisa dijadikan referensi ketika individu mengahadapi suatu masalah (Taylor, 1995).
Hal serupa juga diutarakan oleh Fani Kumalasari dan Latifah Nur Ahyani (2012) dalam penelitiannya bahwa dukungan sosial mempengaruhi penyesuaian diri remaja yang tinggal di panti asuhan. Masing-masing dukungan sosial yang diterima memiliki manfaat bagi si penerima nantinya, sehingga dapat membantu remaja panti dalam mengatasi masalahnya yaitu mengurangi stres, kecemasan atau berbagai tekanan lainnya. Apabila remaja di panti asuhan mendapat cukup banyak dukungan sosial dari lingkungannya baik dari pengasuh maupun teman-teman di panti asuhan dalam bentuk apapun akan membuatnya mampu mengembangkan kepribadian yang sehat dan memiliki pandangan positif.
Berdasarkan hasil uji independent sample t-test dapat dilihat nilai signifikansi sebesar 0,222 lebih besar dari 0,05 (p>0,05) memiliki arti bahwa rata-rata konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah sama atau tidak terdapat perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan ditinjau dari kelompok usia 13-18 tahun. Tidak adanya perbedaan konsep
diri dari segi usia dapat disebabkan karena remaja panti telah mengalami kematangan, dimana kematangan ini umumnya merujuk pada cara berpikir dan bertindak secara dewasa. Remaja yang telah mengalami kematangan diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, dan hal ini berpengaruh dalam mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan baik (Hurlock, 1980). Hal serupa juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Indra Kamara Pattimahu (2012) bahwa panti asuhan yang memiliki kualitas yang baik seperti pemenuhan kebutuhan baik dari segi fisik maupun psikologis, memberikan kesempatan anak asuh untuk melanjutkan sekolah hingga SMA atau sederajat dan adanya bimbingan rohani menyebabkan hubungan antara pengasuh dan anak asuh terjalin dengan baik. Hubungan yang terjalin baik menyebabkan anak akan memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungan dimana ia berada dan persepsi ini akan mempengaruhi anak dalam membentuk konsep diri yang positif.
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu penerimaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Penerimaan diri secara mandiri memiliki peran yang signifikan dalam menjelaskan taraf konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Dukungan sosial secara mandiri memiliki peran yang signifikan dalam menjelaskan taraf konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Kedua variabel independen tersebut diyakini mempunyai hubungan fungsional dengan konsep diri. Konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali sebagian besar tergolong sangat tinggi. Penerimaan diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali sebagian besar tergolong sangat tinggi. Dukungan sosial pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali sebagian besar tergolong tinggi. Tidak terdapat perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan ditinjau dari kelompok usia 13-18 tahun.
Saran bagi remaja panti yaitu agar tetap dapat mempertahankan penerimaan diri dan dukungan sosial yang tinggi dengan cara bersikap realistis, menerima kelebihan dan kekurangan, dan menjalin hubungan yang bail dengan lingkungan sekitar. Bagi pihak panti asuhan agar tetap mempertahankan program yang dapat membantu remaja panti mengenal diri, dan belajar tanggung jawab. Bagi orangtua yang memiliki anak yang sedang memasuki masa remaja dapat dipertimbngkan untuk memahami, mengarahkan remaja untuk dapat menerima diri dan memberikan dukungan dalam membentuk konsep diri yang positif..
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, D. H. (2009). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.
Assahhra, M. F. (2012). Konsep Diri Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan (Studi Kasus). E-Journal Psikologi. 1-13. Diunduh dari http://publication.gunadarma.ac.id/ pada 29 Maret 2015.
Bernard, M. E. (2013). The Strenght of Self-acceptance. London: Springer Science+Business Media.
Durado, A. A., Tololiu, T. A., & Pangemanan, D. H. (2013). Hubungan Dukungan Orang Tua Dengan Konsep Diri Pada Remaja Di SMA Negeri 1 Manado. Ejournal Keperawatan, 1, Nomor 1, 1-8. Diunduh melalui
http://ejournal.unsrat.ac.id/ pada 19 Mei 2015.
Gandaputra, A. (2009) Gambaran Self Esteem Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi, 7(2), 52-70.
Ghufron, N. & Risnawita, R. (2014). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.
Haber, D. (2010). Health Promotion and Aging. New York: Springer Publishing Company.
Handayani, M. M. (1998). Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri. Jurnal Psikologi, No 2, 47 - 55. ISSN: 0215 - 8884
Heriyadi, A. (2013). Meningkatkan Penerimaan Diri (Self Acceptance) Siswa Kelas Viii Melalui Konseling Realita Di SMP Negeri 1 Bantarbolang Kabupaten Pemalang Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi Yang Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Bimbingan dan Konseling, Univesitas Negeri Semarang.
Herlinda, W. D. (2015). PBB: 40% Anak Indonesia Jadi Korban Bully Di Sekolah. Di unduh dari http:// www.bisnis.com pada 25 Juli 2016.
Hurlock, E. B. (1980). Development Psychology . Jakarta: Penerbit Erlangga.
Husniyati, D. N. (2009). Pengaruh Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri Anak Jalanan (Street Children) Di RPSA Kota Semarang. Naskah Tidak Dipublikasikan, Fakultas Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Kristianti. (2013). Stres Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal Online Psikologi, 01, 566-580. Diunduh dari http://ejournal.umm.ac.id pada 28 Maret 2015.
Kumalasari, F. & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur, 1(1), 21-31.
Matthews, D. W. (1993) Acceptance of Self and Others. North Carolina: North Calorina Cooperative Extension Service.
Meutia, N., & Sihombing, R. (2012). Hubungan dukungan-sosial yang diberikan isteri dengan konsep-diri. Psikologia-online, 7 nomor 1 , 41-47. Diunduh melalui http://jurnal.usu.ac.id/ pada 19 Mei 2015.
Monks, F. J., Knoers, A.M.P., & Haditono, Siti R. (2002). Psikologi Perkembangan . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Oktaviana, R. (2004). Hubungan Antara Penerimaan Diri Terhadap Ciri-Ciri Perkembangan Sekunder Dengan Konsep Diri Pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta. Jurnal PSYCHE, 1, nomor 2, 1-11.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Pattimahu, K. I. (2012). Perbedaan Konsep Diri Antara Remaja Yang Sejak Masa Akhir Kanak-Kanaknya Dibesarkan Di Panti Asuhan Dengan Remaja Yang Sejak Masa Akhir Kanak-Kanaknya Dibesarkan Di Rumah Bersama Keluarga. EJournal Psikologi.1-20. Diunduh melalui http://publication.gunadarma.ac.id/ pada 21 Mei 2015.
Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak. (2010). Jakarta: Menteri Sosial Republik Indonesia.
Putra. I. D. G. U. (2014) Hubungan Antara Perilaku Menolong Dengan Konsep Diri Pada Remaja Akhir Yang Menjadi Anggota Tim Bantuan Janar Duta Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Skripsi tidak dipublikasikan. Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar.
Puspasari, A. (2007). Seni Membangun Karakter Anak Mengukur Konsep diri Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Rocio, Reyes, & Kapunan. (1971). The Psycholgy of Adolescence. Manilla, Phillippines: Rex Printing Compani, Inc.
Santoso, S. (2003). Mengatasi Berbagai MAsalah Statistik dengan SPPS versi 11.5. jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock, J. W. (2007). Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi Kesebelas. Terjemahan: Benedictine Widyasinta. Jakarta : Erlangga.
Sarafino, E. P., & W., S. T. (2011). Health Psychology. United States of America: Michael Hitoshi/Photodisc/Getty Images, Inc.
Sheerer, E. T. (1949). An Analysis Of The Relationship Between Acceptance of and Respect For Self And Acceptance Of And Respect For Others In Ten Couseling Cases. Journal of Cousulting Psychology, 169-175.
Sudrajat, T. (2008). Kurangnya ''Pengasuhan'' di Panti Asuhan. Indonesia: Departemen Sosial RI. Di unduh dari http://www.kemensos.go.id 1 April 2015
Sugiyono. (2013). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, CV.
Suryadin, A. (2014). Hubungan Keharmonisan Keluarga Dan Dukungan Sosial Teman Dengan Konsep Diri Pada Siswamadrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta. Desertasi tidak dipublikasikan. Program Magister Psikologi, Universitas Muhammadyah, Surakarta. 1-15.
Tarmidi, R. A. (2010). Korelasi Antara Dukungan Sosial Orang Tua dan Self‐Directed Learning pada Siswa SMA. Jurnal Psikologi, 37, 216 – 223.
Taylor, S. E. (1995). Health Psychology. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Utami, N. M. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Penerimaan Diri Individu yang Mengalami Asma. Jurnal Psikologi Udayana, 1, 12-21.
Yudiatmaja, F. (2013). Analisis Regresi Dengan Menggunakan Aplikasi Komputer Statistik SPSS. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.
144
Discussion and feedback