Konflik Kerja Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Yang Dimoderasi Komitmen Organisasi Pada Karyawan Bali
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Cultural Health Psychology, 105-116
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN:2354 5607
Konflik Kerja Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Yang Dimoderasi Komitmen Organisasi Pada Karyawan Bali
Ni Made Adelia Surya Anjani dan Nicholas Simarmata Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Banyaknya tuntutan peran yang dijalani masyarakat Bali yang bekerja sebagai karyawan. Hal ini membuat karyawan Bali mengalami tekanan dan kebingungan menghadapi tanggung jawab pada setiap peran. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik kerja keluarga.Konflik kerja keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang keluarga atau pekerjaan, yang secara mutual saling mempengaruhi satu sama lain (Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik tersebut akan mendorong konflik pekerjaan, yang berpotensi mengurangi kepuasan kerja karyawan (Aini dalam Susanto, 2010). Hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja dapat semakin kuat ketika melibatkan komitmen organisasi di dalam hubungan kedua hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konflik kerja keluarga terhadap kepuasan kerja yang dimoderasi komitmen organisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Responden dalam penelitian ini yaitu 150 karyawan Bali dengan karakteristik telah berkeluarga, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, memiliki atau belum memiliki anak, berpendidikan minimal Sekolah Menengah Atas/Kejuruan, memiliki masa kerja minimal 1 tahun, berusia minimal 20 tahun, dan memiliki status kepegawaian tetap. Skor reliabilitas skala konflik kerja keluarga sebesar 0,876, skor reliabilitas pada skala kepuasan kerjasebesar 0,864 dan skor reliabilitas skala komitmen organisasi sebesar 0,924.Data konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja berdistribusi normal dan linier. Dari hasil analisis regresi dengan variabel moderasi yang menggunakan uji sub kelompok menunjukan bahwa komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja (F hitung (1,066) < F tabel (3,10)).
Kata Kunci: Konflik Kerja Keluarga, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Karyawan Bali
Abstract
Many demands of role that already undertaken by Balinese people who work as employees, makes the employees work under pressure and confuse facing the responsibility on each role. This situation can lead them to work family conflict. A form of interrole conflict in which the role pressures from the work and family domains are mutually incompatible in some respect (Greenhaus & Beutell, 1985). The conflict will push the work conflict, which has the potential to reduce the level of job satisfaction. However, the relationship between work family conflict with job satisfaction can be stronger when it involves the organizational commitment in both cases. Therefore, this study aims to see the relationship between work family conflict with job satisfaction, and examine the relationship between work family conflict on job satisfaction and organizational commitment as moderator.
This is a correlation quantitative method. Respondents involves this study are 150 Balinese employees who have family, minimum at high school degree, have been working for 1 year in their company, minimum age 20 years, and has status as a permanent employee. Reliability scores for work family conflict scale is 0,876, reliability scores for job satisfaction scale is 0,864, and reliability scores for organizational commitment is 0,924. Data distribution has shown normal and linear distribution. The result of moderator variable regression analysis by sub-group method shows that organizational commitment doesn’t moderate the effects of work family conflict to job satisfaction on Balinese employees (F count value (1,066) < F table value (3,10)).
Keywords: Work Family Conflict, Job Satisfaction, Organizational Commitment, Balinese Employees
LATAR BELAKANG
Bali merupakan daerah yang sangat unik dan kaya dengan adat istiadat budaya, sehingga Bali sangat dikenal di mancanegara (Pramana, 2014). Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Bali untuk menikmati alam dan budaya Bali yang beragam. Pada era globalisasi saat ini, sebagian besar masyarakat Bali masih memegang adat-istiadat yang bersumber kepada ajaran Agama Hindu. Yang dimaksud masyarakat Bali yaitu warga yang bersuku Bali dan beragama Hindu. Sistem kemasyarakatan di Bali mewajibkan kepada seseorang yang telah berumah tangga dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah desa adat untuk terlibat dalam kegiatan adat dan agama. Apabila masyarakat Bali tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut maka akan dikenakan sanksi sosial seperti dikucilkan, tidak diajak bergaul, tidak diberikan bantuan saat memerlukan bantuan masyarakat lainnya, dan denda (Surpha, 2012). Sanksi yang didapat apabila masyarakat Bali tidak melakukan kewajiban diatas terbilang cukup berat, sehingga hal tersebut membuat masyarakat Bali merasa terpaksa untuk ikut serta dalam kegiatan adat dan agama itu. Konsekuensi tersebut dapat saja menjadi beban bagi masyarakat Bali ketika bekerja di perusahaannya karena kegiatan adat dan agama menyita banyak waktu. Hal ini tampak dalam artikel pada surat kabar lokal Bali yang memberitakan bahwa masyarakat bukan takut untuk membayar denda akibat sanksi yang diterima apabila tidak dapat menghadiri kegiatan adat dan agama melainkan karena jumlah berapa kali masyarakat telah terkena denda (http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/1/12/bd1.htm). Hal tersebut tentu memberikan dampak terhadap pekerjaan yaitu terganggunya ritme atau urusan kerja formal di kantor. Keadaan tersebut membuat masyarakat Bali kebingungan kegiatan manakah yang harus didahulukan dan menjadi prioritas. Permasalahan yang dialami oleh masyarakat Bali tersebut tercantum pada berita online lokal bahwa begitu padatnya kesibukan kegiatan adat dan agama telah membuat masyarakat Bali yang bekerja sebagai karyawan tidak bisa fokus untuk bekerja secara maksimal di tempat kerja karena kegiatan adat dan agama membutuhkan waktu tersendiri sehingga dapat mengganggu urusan pekerjaan (http://balebengong.net/kabar-anyar/2011/06/03/dilema-menjadi-warga-desa-adat.html). Kehidupan pekerjaan dan kehidupan keluarga masyarakat Bali merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pengalaman sehari-hari dalam pelaksanaan peran pekerjaan dan keluarga akan berdampak pada individu yang bekerja di luar rumah sekaligus terlibat dalam kehidupan berkeluarga (Dewi, 2012). Kebingunganantara kewajiban sebagai masyarakat Bali dan sebagai karyawan sebuah perusahaan akan menimbulkan konflik kerja keluarga pada masyarakat Bali.
Konflik kerja keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang
keluarga atau pekerjaan, yang saling mempengaruhi satu sama lain (Greenhaus & Beutell, 1985). Menurut Parrewe & Hochwart (dalam Lathifah, 2008), munculnya konflik kerja keluarga disebabkan oleh adanya benturan antara value similiarity dengan value congruence. Value similiarity adalah tingkat kesepakatan diantara anggota keluarga mengenai nilai-nilai yang ada dalam keluarga tersebut, sedangkan value congruence merupakan sejumlah nilai-nilai yang disepakati antara karyawan dengan organisasi. Konflik antar peran merupakan konflik yang muncul karena seseorang memainkan banyak peran sekaligus dan setiap peran yang dimainkan memiliki harapan yang bertentangan serta tanggungjawab yang berbeda satu sama lain (Gibson dkk dalam Kesumaningsari, 2014).Perbedaan konflik peran tersebut terjadi karena bedanya peran atau tugas yang dijalankan individu dalam masyarakat (Aycan, 2008).
Masyarakat Bali yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan lebih rentan mengalami konflik kerja keluarga karena kewajiban dari setiap peran yang dijalankan berbeda-beda dan membutuhkan waktu tersendiri (Khan dalam Ahmad, 2008). Selain menjadi karyawan dari suatu perusahaan, masyarakat Bali juga menjalankan peran sebagai ayah dan suami, atau sebagai ibu dan istri di rumah. Ditambah, sebagian besar masyarakat Bali tinggal serumah atau satu lingkungan bersama keluarga besar (extended family). Extended family terdiri dari ayah, ibu, mertua, saudara ipar, saudara kandung, kakek, dan nenek. Individu yang tinggal bersama extended family akan memiliki kewajiban, tanggung jawab, dan peran yang lebih kompleks dibanding dengan individu yang hanya tinggal bersama keluarga inti (nuclear family). Konflik peran muncul karena masing-masing peran memiliki harapan yang berbeda sesuai dengan peran yang dijalankan. Dalam keluarga, individu diharapkan dapat menjadi suami atau ayah dan istri atau ibu yang baik bagi keluarga. Keluarga besar membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan keluarga kecil sehingga konflik kerja keluarga yang dialami lebih tinggi (Cartwright dalam Oktorina & Mula, 2010).
Masyarakat Bali diharapkan menjadi masyarakat yang baik dengan melakukan kewajiban sebagai warga yang baik di lingkungannya dan memiliki kewajiban sebagai karyawan yang harus mematuhi peraturan perusahaan dan menunjukkan kinerja yang maksimal ketika di kantor. Penelitian ini bermaksud ingin mengkaji dilema yang dialami oleh karyawan Bali terkait dengan urusan rumah tangga dan pekerjaan. Secara spesifik, urusan rumah tangga terdiri dari 2 hal, yaitu urusan keluarga dan masyarakat. Urusan masyarakat terbagi menjadi 2 hal lagi, yaitu urusan adat dan agama.
Literatur yang mengkaji mengenai konflik kerja keluarga pada umumnya menyoroti permasalahan yang dialami oleh karyawan perempuan seperti penelitian yang dilakukan oleh Noor (2004) dimana penelitiannya mengkaji
mengenai karyawan perempuan berusia antara 22 tahun sampai 55 tahun yang bekerja dan memiliki anak. Penelitian yang dilakukan Noor (2004) berfokus pada permasalahan yang dihadapi perempuan saat harus mengasuh anak dan bekerja. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat keduanya, baik laki-laki maupun perempuan.
Perempuan Bali yang bekerja di sektor formal seringkali dihadapkan dengan konflik antar peran yang disebabkan oleh kompleksitas peran kehidupan yang dimiliki (Sunasri dalam Kesumaningsari, 2014). Perempuan Bali yang bekerja di sektor formal dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk menyelesaikan pekerjaannya di tempat kerja dengan baik tanpa mengabaikan kewajiban sebagai perempuan Bali yang secara kultural begitu kompleks (Kesumaningsari, 2014). Pada laki-laki Bali, mereka saat ini berperan menjadi ayah yang bekerja dan merasa memiliki kewajiban rumah tangga yang lebih besar dibandingkan kewajiban dalam pekerjaannya (Allen dkk dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014). Ayah (laki-laki) menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawat anak-anak dibandingkan pada saat beberapa tahun yang lalu (Bianchi dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014). Selain berperan sebagai pencari nafkah, laki-laki juga harus menjadi ayah yang baik (Winslow dalam Shreffler Shreffler, Meadows & Davis, 2014). Karena berusaha untuk memenuhi kedua peran tersebut, maka konflik kerja keluarga yang dialami oleh laki-laki meningkat (Nomagochi dan Townsend dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014). Pernyataan diatas mengungkapkan bahwa perempuan dan laki-laki yang bekerja dapat mengalami konflik kerja keluarga, dan belum banyak penelitian yang mengkaji konflik kerja keluarga pada perempuan dan laki-laki bersuku Bali.
Konflik kerja keluarga memberikan pengaruh terhadap kondisi psikologis maupun fisik individu, dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena memicu ketidakhadiran individu yang bersangkutan dan berkurangnya produktivitas (Cooper & William dalam Mansor, Yusof, & Badrul, 2014). Selain itu, konflik kerja keluarga juga menyebabkan efek negatif bagi individu maupun keluarga yaitu kesehatan dan well-being yang buruk (Allen dkk dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014), rendahnya kualitas pernikahan (Matthews dkk dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014), perilaku dan emosi negatif (Frone dalam Shreffler, Meadows & Davis, 2014).
Konflik kerja keluarga berhubungan secara positif terhadap konflik pekerjaan, yang berarti bahwa konflik keluarga akan mendorong konflik pekerjaan, yang berpotensi mengurangi tingkat Kepuasan kerja (Aini dalam Susanto, 2010). Huffman dkk (dalam Laksmi, 2012) menemukan bahwa 70% pekerja mengaku tidak puas terhadap pekerjaannya karena adanya konflik dalam keseimbangan antara karir dan keluarga. Hal ini relevan dengan yang disampaikan oleh Frone dkk (dalam Dhamayanti, 2006)
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah konflik keluarga pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan. Dari sekian faktor-faktor tersebut, peneliti memilih salah satu diantaranya untuk diteliti hubungannya lebih lanjut dengan kepuasan kerja, yaitu konflik kerja keluarga.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins & Judge, 2012). Kepuasan kerja merupakan salah satu ukuran dari kualitas kehidupan dalam organisasi (Dhamayanti, 2006). Individu mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi apabila individu memiliki sikap dan perasaan yang positif terhadap pekerjaannya, sebaliknya individu yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya memiliki sikap dan perasaan yang negatif terhadap pekerjaannya (Levy dalam Soeharto, 2010). Beberapa penelitian melaporkan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kepuasan di berbagai aspek kehidupan. Karyawan yang memiliki sikap dan perasaan positif terhadap pekerjaannya akan mempunyai perasaan yang positif terhadap kehidupan pribadi dan keluarga (Schultz & Schultz dalam Soeharto, 2010). Selain itu, karyawan yang puas terhadap pekerjaannya biasanya lebih menyukai situasi kerjanya (Husnawati, 2006). Karyawan yang bekerja dan merasakan kepuasan dalam pekerjaan maka akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan dan meraih hasil yang maksimal (Sridarta, 2012).
Dari paparan diatas peneliti berasumsi bahwa karyawan yang mengalami konflik kerja keluarga yang tinggi akan mengalami kepuasan kerja yang rendah. Asumsinya adalah terdapat hubungan negatif antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja. Hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja dapat semakin kuat ketika melibatkan komitmen organisasi di dalam hubungan kedua hal tersebut.
Komitmen organisasi mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya (Wibowo, 2013). Komitmen organisasi mencakup suatu perasaan dalam keterlibatan pekerjaan, kesetiaan, dan kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi menunjukkan tingkat keberpihakan seorang karyawan terhadap perusahaan (Eaton dkk &Prapti dkk dalam Husnawati, 2006). Karyawan yang memiliki komitmen organisasi tinggi yaitu karyawan yang memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi, memiliki kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi (Mowday dkk dalam Husnawati, 2006). Hal itu menunjukkan bahwa organisasi memiliki peranan penting dalam meningkatkan komitmen individual, yaitu dengan
memastikan para individu termotivasi dan puas dengan pekerjaan mereka (Aamodt dalam Nida, 2013). Menurut Allen & Meyer (dalam Meyer dkk, 2002), Komitmen organisasi terdiri dari 2 tipe yaitu affective commitment dan continuance commitment. Affective commitment mengacu pada kelekatan individu secara emosional, identifikasi, keterlibatan individu pada organisasi. Continuance commitment mengacu pada keterikatan individu untuk terus bergabung dengan organisasi karena pertimbangan untung rugi.
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja yang dimoderasi komitmen organisasi.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
ariabel bebas penelitian ini adalah konflik kerja keluarga, variabel terikat dari penelitian ini adalah kepuasan kerja, dan variabel moderator dari penelitian ini adalah komitmen organisasi. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Konflik Kerja Keluarga
Konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang keluarga atau pekerjaan, yang secara mutual saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap peran yang dijalankan mempunyai harapan yang bertentangan serta tanggungjawab yang berbeda satu sama lain.
-
2. Kepuasan Kerja
Sikap umum dan persepsi karyawan terhadap pekerjaannya, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima karyawan dan jumlah yang karyawan yakini seharusnya karyawan terima dan juga mengenai seberapa baiknya tempat kerja karyawan menyediakan berbagai hal yang dipandang penting bagi karyawan.
-
3. Komitmen Organisasi
Loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana karyawan mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan karyawan bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka sendiri sebagai kontribusi terhadap kesejahteraan organisasi.
Responden
Populasi pada penelitian ini adalah karyawan Bali di Bali, dengan karakteristik antara lain sudah berkeluarga, memiliki anak dan tidak memiliki anak, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, memiliki masa kerja minimal 1 tahun, memiliki pendidikan terakhir minimal Sekolah Menengah Atas/Kejuruan, berusia minimal 20 tahun dan berstatus kepegawaian tetap.
Dalam pengambilan subjek penelitian, penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Cluster random sampling adalah pengambilan sampel dengan melakukan
randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual (Azwar, 2013). Total jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 90.
Tempat penelitian
Setelah dilakukan randomisasi tempat penelitian, maka didapatkan Denpasar sebagai tempat dilakukannya penelitian. Pengambilan sampel dilakukan di 4 perusahaan swasta di Denpasar.
Alat Ukur
Pengukuran konflik kerja Kkeluarga menggunakan skala yang dimodifikasi dari Kesumaningsari (2014) berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Greenhaus & Beutell (1985), yang terdiri dari time-based conflict, strainbased conflict dan behaviour-based conflict. Uji validitas skala konflik kerja keluarga dilakukan dengan menggunakan validitas isi dan melihat nilai corrected item-total dalam SPSS 16.0 for windows, danpengukuran reliabilitas menggunakan nilai cronbach alpha yang diperoleh dengan bantuan SPSS 16.0 for windows. Skala konflik kerja keluarga terdiri 18 aitem dan setelah dilakukan analisis, tidak ada aitem yang gugur dengan koefisien korelasi total bergerak dari 0,271 hingga 0,674 dan reliabilitas sebesar 0,876.
Pengukuran kepuasan kerjamenggunakan skala yang dimodifikasi dari Simarmata (2005) berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Lianda (2003), yang terdiri dari pekerjaan, gaji, promosi, supervisi, rekan kerja, fasilitas dan kondisi kerja. Uji validitas skala kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan validitas isi dan melihat nilai corrected itemtotal dalam SPSS 16.0 for windows, danpengukuran reliabilitas menggunakan nilai cronbach alpha yang diperoleh dengan bantuan SPSS 16.0 for windows. Dari pengujian terhadap 28 aitem pada skala kepuasan kerja diperoleh koefisien korelasi aitem total yang bergerak dari 0,265 hingga 0,629. Terdapat 5 aitem yang gugur dari 28 aitem, sehingga aitem yang sahih sebanyak 16 aitem. Reliabilitas skala kepuasan kerjasebesar 0,864.
Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala yang dimodifikasi dari Oktarini (2013) yang terdiri dari dua model yaitu affective commitment dan continuance commitment. Uji validitas skala komitmen organisasi dilakukan dengan menggunakan validitas isi dan melihat nilai corrected item-total dalam SPSS 16.0 for windows. Pengukuran reliabilitas skala komitmen organisasi dalam penelitian ini menggunakan pengukuran reliabilitas skor komposit dengan formula Mosier, yaitu sebagai berikut:
∑wj2 Sj3 - Zwj2 Sj2 ru∙
-
1«= 1 — -----------------------
ZWj2 ¾2 ÷ 2 (Zw i wk Sj sk rjk )
Keterangan:
Wj = Bobot relatif komponen j
Wk = Bobot relatif komponen k
Sj = Deviasi standar komponen j
Sk = Deviasi standar komponen k
Rjj’ = Koefisien reliabilitas tiap komponen
rjk = Koefiesien korelasi antara dua komponen yang
berbeda
Skala komitmen organisasi terdiri dari 16 aitem. Setelah dilakukan analisis tidak ada aitem yang gugur pada skala ini dengan koefisien korelasi total bergerak dari 0,497 hingga 0,759. Berdasarkan hasil analisis didapat reliabilitas skala komitmen organisasi dengan model affective commitment sebesar 0,837 dan reliabilitas skala komitmen organisasi model continuance commitment reliabilitas sebesar 0,924. Hasil reliabilitas skala komitmen organisasi sebesar 0,924.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis statistik yang digunakan untuk dapat menguji hipotesis yang ada dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis regresi dengan variabel moderasi sub kelompok. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0 : Komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja pada karyawan Bali Ha : Komitmen organisasi memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja pada karyawan Bali. Sebelum peneliti melakukan analisis regresi dengan variabel moderasi sub kelompok maka harus melakukan uji asumsi terhadap data penelitian dengan cara melakukan uji normalitas dan uji linieritas terlebih dahulu.
Uji normalitas yang digunakan adalah dengan uji kolmogorov-Smirnov. Suatu data dikatakan normal apabila hasil probabilitas lebih besar dari 0,05. Uji linieritas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier dengan membandingkan nilai c2 hitung dengan c2 tabel. Apabila nilai c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel (c2 hitung < c2 tabel) maka dapat dikatakan bahwa data linier.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Pada penelitian ini, subjek penelitian adalah karyawan Bali berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berusia minimal 20 tahun, memiliki tingkat pendidikan minimal Sekolah Menengah, bekerja di perusahaan swasta yang berjumlah 90 orang.
a. Karakteristik Berdasarkan Usia
τuxii
Detlcnpu ⅛Mb⅜<⅛ Ber⅛⅛aιfau L⅛________________________________________________________
Irekncnw
<C⅛≡r1 Pawwux
Vilui 50-TOtiilUi S M∙l
Jt-JOjIitaIi________________Ml______________________JJJS__________
TI-JOtltau U Jl l’»
J IWiuiu1I s s1ι,>
Totil Wl W1
Berdasarkan tabel di atas, dari keseluruhan subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang berusia antara 20 sampai 30 tahun sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 8,9%, subjek yang berusia antara 31 sampai 40 tahun sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 33,3%, subjek yang berusia antara 41 sampai 50 tahun sebanyak 46 orang dengan persentase 51,1%, dan subjek yang berusia antara 51-60 tahun sebanyak 6 orang dengan persentase 6,7%.
b.Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.
KiUiiktMiMil1 JUtijok Mdasartamjetιis kohιuuιι dapat <lιlιluιr padu Ubol Mikut mi TiMJ
E*4mnl SifliJok BOKii-Mtot knit Krt∣ιιun
________________JwKtlNBiB________Ftt⅛α⅛i'i⅝w.∣____________Pcnrntw______
Vnbd Tm Wg 4«
PtienqnMii 43 46. T’»
⅛l rMl IW%
Berdasarkan tabel di atas, dari keseluruhan jumlah subjek dapat dilihat bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, dimana perempuan berjumlah 48 orang dengan presentase sebesar 53,3% sedangkan laki-laki berjumlah 42 orang dengan presentase sebesar 46,7%. c.Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anak
Karakteristik berdasarkan jumlah anak dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TuMJ
Dettzlpii Stilijct Rrι.UvΛkj∣∣ Iiuiikili Aιι∙k
JtkrfciIiAJiik FirkiKiiMiOfiiiie i PatcntaK
Vjftd Bdiuii Inciiiiliki nπk T 7Λ%
Jmirih nmk 1 25 27.5*»
_______________Knjiftnmk 2____________________V__________________<1.1%______ hniiibiimk ?2<% JvulAh Amk 4 3 3,3*»
TiHrf 90 100%
Berdasarkan tabel di atas, dari keseluruhan subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang belum memiliki anak sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 7,8%, subjek yang memiliki 1 anak sebanyak 25 orang dengan persentase sebesar 27,8%, subjek yang memiliki 2 anak sebanyak 37 orang dengan persentase sebesar 41,1%, subjek yang memiliki 3 anak sebanyak 18 orang dengan persentase sebesar 20%, dan subjek yang memiliki 4 anak sebanyak 3 orang dengan presentase 3,3%.
d.Karakteristik Berdasarkan Lama Bekerja
Karakteristik berdasarkan lama bekerja dapat dilihat pada tabel berikut ini.
IHhU.
Γk∙Lι∣' I . i . .∣uφ⅝⅛9∣⅝⅜a!∣ - -
LumBrkaiN FrrkaHaMiOraui Fertcntar
1∣-J0 Ulrai TS18,0%
31-Ul UtMl I∏%
Berdasarkan tabel di atas, dari keseluruhan subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang bekerja antara 1 sampai 10 tahun sebanyak 43 orang dengan persentase sebesar 47,8%, subjek yang bekerja antara 11 sampai 20 tahun sebanyak 35 orang dengan persentase sebesar 38,9%, subjek yang bekerja antara 21 sampai 30 tahun sebanyak 11 orang dengan persentase 12,2%, dan subjek yang bekerja antara 31-40 tahun sebanyak 1 orang dengan persentase 1,1%.
e.Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Karakteristik berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
IlLtS'
IX--LbipM Wicl BcrsfasfttLau Pcahshkm
Vabil |
Pnkhibkju Sckiilaii McnngMti |
FiekiiexiU 1 DiaKrJ 1 |
ReBentae 41 1% |
Dtpluiiu |
10 |
IlJS | |
si |
-IO |
4M¾ JJS | |
Tutnl |
Itt |
Berdasarkan tabel di atas, dari keseluruhan subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang memiliki tingkat pendidikan sekolah menengah sebanyak 37 orang dengan persentase 41,1%, subjek yang memiliki tingkat pendidikan diploma sebanyak 10 orang dengan persentase 11,1%, subjek yang memiliki tingkat pendidikan S1 sebanyak 40 orang dengan persentase 44,4%, dan subjek yang memiliki tingkat pendidikan S2 sebanyak 3 orang dengan persentase 3,3%.
Deskripsi Penelitian Data
τ<M4
lX4jψM CfctM ⅛∣dl∣l)ll
VteUtcl N Mm Mcte SD SD
Tomhu EiMfiiA TcuiU∣∣ Lnfiuii XMtt XkUx
KxmflikKcri'K*imp* “» μ J⅛R7 * ∙ M' 31 't
KqwuiiKcni W ∣7j ⅛75 115 L?y5 ^q ⅞g
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa pada skala konflik kerja keluarga mean empiris sebesar 38,97 lebih kecil dibandingkan dengan mean teoritis sebesar 45 yang artinya subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat konflik kerja keluarga yang rendah. Hasil yang berbeda didapat pada skala kepuasan kerja dimana mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis, mean empiris skala kepuasan kerja sebesar 67,5 dan mean teoritis skala kepuasan kerja sebesar 57,5 yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi.
Uji Asumsi
TM.-
Ujl ⅝mttto⅛ AflMlB J⅛⅛M⅝w⅝∣' -⅛∣>⅛W IK-S1___________________________________________ ________________________________K∣t⅜iflι⅛ Kajt KduiIIia_______________KcpmuaKapi ⅜⅝⅝>iηι Sqniifcaiii O⅜l ¼W
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji kolmogorov-Smirnov (K-S), nilai signifikansi konflik kerja keluarga sebesar 0,722 dan nilai signifikan kepuasan kerja sebesar 0,308 yang artinya nilai signifikansi lebih besar 0,05 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada skala
konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja berdistribusi normal.
libel!
JtUHjilJttgfll!___________________________________________________________________
Sk-Icl k k Sqtivc Muvred k ⅛paκ Sxl Ennr of Ac Lmuiuic
I ∣QΓ IMD >911 T743aM9β
a PteStiMb IGMiftMtt. Kuifll Ksvi JCttlMiftaS
L Liqcdal V aruMr l⅛ut∙nla⅛Md Rewimi
Cj Iutunf. " lι∣∙Rij
-
- I OiS-LI1IXMII
-
- 0.000
CiLstiel ∙IB.14>
Setelah mendapatkan nilai C2 hitung, peneliti selanjutnya membandingkan dengan C2 tabel. Hasil C2 hitung adalah 0,000 sedangkan C2 tabel 113,145. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai C2 hitung < C2 tabel, sehingga dapat dikatakan data bersifat linier.
Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis dalam peelitian ini dilakukan dengan analisis regresi dengan variabel moderasi sub kelompok. Metode sub-kelompok menghasilkan F hitung yang dibandingkan dengan F tabel. Apabila F hitung lebih besar dibandingkan dengan F tabel (F hitung > F tabel) maka, variabel moderator dapat dikatakan memoderasi hubungan hubungan kausal antara variabel bebas dengan variabel terikat. Nilai F hitung didapat melalui rumus sebagai berikut:
1 . (SSRT-SSRG)∕K
F hitung = ——-----lt∙
SSRG∕(n1+n2-2k
Keterangan:
SSRT = Sum Of Square Residual Total SSRG = Sum Of Square Residual Group
k = Jumlah Variabel
n1 = Jumlah Data Group 1
n2 = Jumlah Data Group 2
TttbttIQ
Mnui EkMiuya Suu⅛u10π Ltdlht K∣.∙πllιt Kaji Kelnttpa ⅛n Kcpianui Kap
XlAld SlikilMiiy
MoM_______K_______RSψmt______AiVaMaJk-StpiMc________⅜¾ ECTrvuOhfEMiBgg
I BE ISf-”44
.1 PreiUtof- ICcttCttUl KciitbLKcritKdJUijJ
Mnn ol Sziurt*.
Irtbdll Haail Uji SijrutIkaiK Pteuueta Keuuit-UiiiJ K<αflιk Kajn Kctrcnaa Im Kquitaa Kctp
I M-USrIrtiKa
i ItttfMMlttiiiued SWtiAttsIieeil
C∣r⅜flΓι⅜ι⅛>f⅜________CcefEktciib
NfcXieI8 ⅝⅜t Emit Brtn i ⅛
I ICuiMttlII WMt GQV ∣14ft∣ IMt
________KMtnikKcrfrKefcntjtt______________-IW_______IT________-VS -V^ 900
TtMJl

Mold ∙ Mtoiivc
⅛WD ∙t∣ ‰VMfΓ<
Mrm Snri r
ClMtMrmwAf
TJbeI 16
Haul L']∣ HcptM K.αdιk Kerja Keburn ieι⅛adajι Keinxrau KetJa Jauuu K<.ιιιιtιι>nι ∣J∣.patura lψc CuVlTrtUAliv
CtMMtIIMMU
( ∙rmιlr*t√
• ^irtaadaidiecd i 'GCfiiciCillA
Sσ≡iπdiecd < Octficiriih
M∣κk∣ SfiuiOtSqicties df MhUi SqittiC F Sn
I RcircMKm⅛5⅛l I 7IMM IfrM7 W
Jtattial IW∏7 44 41 SRft
« Pτ*tiκwrv 'Cibimmbi KuihL Krvi Ktiuipa
u l⅛pcu⅛ιr V untir Kxχ<M>u. Krrp
c 5rl∙ct∏∣ OtJy -ι∙∙"> ⅛r Htiuti MaIiI < Inrnwatvrr Γrmttaraι'
TabtLr
Hλ<iI Uji SimfiktiM Pmntfta Kcanndbaaa Kbttlib Knjn Kdmiga ∙bιι KrjnatMii Kcryt AMgaii
CtMMtaiiUtc t IMiMiniittii
________________________________CwfflrMlC_______________________________
UnstiiMlerdiJBa SwιdαrdiJB6
I <∙cCFι.-∣πιl* CiK-Rkirnii
Model B SM Emv Beta I Sa^
1 ICcvntani)__________________________9⅞.⅛⅛_______S IUI________________ll¾⅞ ⅛⅜>
________KCttMiKtfjaKrIitttai______________-Wfr_______»5________-520 4W⅜ OW
t L*pmi<rr '∙ nuHc Kc∣uιasι Kxτ->
b S<icctuc cuiy ca∙o ba ιaiudι 5Sibci CiMiMtAMrr < -MM<nι*vπ■
Setelah melakukan uji regresi dengan ketiga variabel maka diperoleh hasil Sum Of Square Residual Total sebesar 5277,999. Pada analisis regresi yang dilakukan dengan menggunakan data komitmen organisasi model affective dengan n1 sebesar 44 diperoleh nilai Sum Of Square Residual (SSRG1) sebesar 3219,544. Analisis regresi yang dilakukan dengan menggunakan data komitmen organisasi model continuance dengan n2 sebesar 46 diperoleh nilai Sum Of Square Residual (SSRG2) sebesar 1930,737. Sum Of Square Residual Group (SSRG)merupakan hasil penjumlahan dari SSRG1 dengan SSRG2, sehingga dapat diperoleh hasil SSRG sebesar 5150,281 (3219,544+1930,737). Kemudian, nilai tersebut digunakan untuk menghitung nilai F hitung dengan rumus sebagai berikut:
, . (SSRT-SSRG)∕K FlutullS= SSRG/(„l+n2-2k
_ (52 77,999-5150,281)∕2 5150,281∕(44+46-4)
= 1,06632512
Nilai F tabel dapat diperoleh dengan melihat df1 dan df2. Dalam penelitian ini df1 adalah 2, df2 = n1+n2 – 2k sehingga diperoleh df2 sebesar 86. Dengan melihat df1 dan df2 pada tabel diperoleh F tabel sebesar 3,10. Maka dapat disimpulkan bahwa F hitung (1,06632512) < F tabel (3,10) sehingga dapat dikatakan bahwa variabel moderator tidak memoderasi hubungan kausal antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Dengan kata lain bahwa komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dengankepuasan kerja
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Hasil uji hipotesis penelitian ini adalah komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja. Hal tersebut berarti H0 penelitian ini diterima. Hasil tersebut dapat dilihat dari hasil analisis statistik yang didapat dengan menggunakan uji regresi dengan variabel moderasi.
H0 dalam penelitian ini yaitu komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja diterima. Artinya, komitmen organisasi sebagai variabel moderasi tidak berperan dalam hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja.
Hasil uji signifikansi garis regresi menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa garis regresi dapat dipercaya untuk meramalkan variabel tergantung yaitu kepuasan kerja. Koefisen regresi (B) bernilai negatif (B= -0,664) yang memiliki makna bahwa kedua variabel tersebut saling berkorelasi negatif atau berlawanan arah, artinya semakin tinggi konflik kerja keluarga maka kepuasan kerja akan semakin rendah, begitupun sebaliknya dimana semakin rendah konflik kerja keluarga maka kepuasan kerja akan semakin tinggi.
Nilai signifikansi pada uji signifikansi parameter individual yang menunjukkan angka sebesar 0,000 (p>0,05), memiliki arti bahwa variabel konflik kerja keluarga memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Begitu juga yang terlihat pada hasil uji signifikan parameter kemandirian menunjukkan hubungan yang signifikan (t=-3,757; p=0,000). Hal tersebut memiliki arti bahwa hubungan antara konflik kerja keluarga dan kepuasan kerja adalah hubungan yang kausal, karena hubungan yang terjadi bukanlah merupakan gejala random. Variabel bebas yaitu konflik kerja keluarga sebagai prediktor dan kepuasan kerja
sebagai kriterium. Hubungan ini merupakan hubungan yang sebab-akibat karena dapat diramalkan yaitu setiap adanya perubahan nilai dari variabel konflik kerja keluarga, maka akan terjadi perubahan pada variabel kepuasan kerja. Nilai koefisien korelasi (r) dalam penelitian adalah 0,372. Berdasarkan interpertasi koefisien korelasi Sugiyono (2012), dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi 0,372 berada pada kategori tingkat hubungan yang rendah. Tingkat hubungan yang rendah ini berada pada interval 0,20 – 0,399.
Penerimaan hipotesis ini menunjukkan bahwa konflik kerja keluarga yang dialami oleh karyawan Bali yang memiliki hubungan dengan kepuasan kerja tanpa perlu dimoderasi oleh komitmen organisasi di perusahaan tempat karyawan bekerja. karyawan Bali yang bekerja di sebuah perusahaan lebih rentan mengalami konflik kerja keluarga karena kewajiban dari setiap peran yang dijalankan berbeda-beda dan membutuhkan waktu tersendiri. Selain menjadi karyawan dari suatu perusahaan, karyawan Bali juga menjalankan peran sebagai masyarakat Bali yang memiliki tanggungjawab untuk terlibat dalam kegiatan adat dan agama (Surpha, 2012). Selain wajib untuk terlibat dalam kegiatan dan agama, karyawan Bali juga berperan sebagai ayah dan suami, atau ibu dan istri.
Konflik kerja keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang keluarga atau pekerjaan, yang secara mutual saling mempengaruhi satu sama lain (Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik terjadi karena tidak memungkinkan bagi individu bisa fokus untuk memenuhi semua harapan dari peran di tempat bekerja dan di keluarga karena setiap peran membutuhkan waktu, energi dan komitmen tersendiri (Khan dalam Ahmad, 2008). Karyawan Bali yang mengalami konflik kerja keluarga tidak bisa fokus untuk memenuhi kewajiban atau tuntutan pada setiap bidang yaitu keluarga, pekerjaan dan terlibat dalam kegiatan adat dan agama pada saat bersamaan. Konflik kerja keluarga juga dapat dikaji dengan social identity theory, dimana social identity theory berpendapat bahwa individu mengklasifikasikan diri dalam berbagai kategori sosial yang menentukan identitas dan peran yang individu pegang dalam lingkungan sosial (Ahmad, 2008). Merujuk social identity theory, karyawan Bali mengklasifikasikan dirinya dalam beberapa kategori sosial yang menentukan identitasnya. Karyawan Bali dapat dilihat sebagai seorang pasangan atau orangtua yang baik, masyarakat yang baik, atau karyawan yang baik. Masing-masing peran ini dapat memberikan penilaian yang berbeda pada setiap individu. Beberapa individu akan melihat menjadi karyawan yang baik dihargai sebagai penilaian yang paling penting dari identitas mereka, sementara yang lain mungkin menganggap menjadi orangtua yang baik lebih penting dibandingkan peran yang lainnya. Konflik kerja keluarga yang dialami oleh Karyawan Bali ini
akan mempengaruhi beberapa aspek psikologis dalam bidang pekerjaan, salah satunya adalah kepuasan kerja.
Berdasarkan hasil deskripsi data pada variabel konflik kerja keluarga diperoleh mean empiris sebesar 38,97 dan mean teoritis sebesar 45. Artinya, rata-rata tingkat konflik kerja keluarga pada karyawan Bali di Denpasar tergolong rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan Bali mengalami tekanan akibat konflik yang dialami dalam bidang keluarga dan pekerjaan yang rendah. Menurut asumsi peneliti, tingkat konflik kerja keluarga yang rendah pada karyawan Bali terjadi karena di Bali kebanyakan keluarga masih menganut budaya kolektif yang tercermin dari pasangan yang sudah menikah dan memiliki anak masih banyak yang tinggal bersama orangtua atau keluarga besar, sehingga individu yang mengalami konflik dalam ruang lingkup keluarga di rumah mendapatkan dukungan dari orangtua atau anggota keluarga lainnya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Perdana & Nurtjahjanti (2014) bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap konflik kerja keluarga. Dukungan sosial keluarga yang diberikan akan membuat individu mampu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang menyebabkan konflik kerja keluarga sehingga dapat mencegah konflik tersebut menjadi meningkat.
Hasil uji hipotesis penelitian ini yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja tanpa dimoderasi komitmen organisasi. Artinya, konflik kerja keluarga berhubungan dengan kepuasan kerja tanpa melibatkan variabel moderator. Konflik kerja keluarga berhubungan dengan kepuasan kerja sejalan dengan hasil dari penelitian Ahmad (1996). Begitu juga hasil dari penelitian Adams, King & King (1996) yang menunjukkan hasil yang serupa. Kepuasan kerja merupakan hal penting bagi kehidupan individu yang bekerja. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh salah satunya konflik kerja keluarga. Sikap dan perasaan yang negatif terhadap pekerjaan merupakan akibat dari konflik kerja keluarga yang dialami oleh karyawan (Kim dkk dalam Soeharto, 2010). Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh individu, yaitu waktu yang dipergunakan untuk pekerjaan seringkali berakibat terbatasnya waktu untuk keluarga, ketegangan dalam suatu peran yang akhirnya mempengaruhi kinerja peran yang lain, kesulitan perubahan perilaku dari peran satu ke peran yang lain menyebabkan seseorang mempunyai sikap dan perasaan negatif terhadap pekerjaannya (Parasuraman & Simmers, 2001). Sebaliknya, individu yang dapat menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga akan merasa puas dengan beberapa aspek kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan, gaji, promosi, hubungan dengan atasan dan rekan kerja (Schultz dkk dalam Soeharto, 2010).
Pada variabel kepuasan kerja diperoleh mean empiris sebesar 67,5 dan mean teoritis sebesar 57,5. Artinya, rata-rata tingkat kepuasan kerja pada karyawan Bali tergolong tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan Bali memiliki
persepsi yang baik terhadap aspek-aspek dalam pekerjaannya dan puas terhadap fasilitas yang diberikan perusahaan.
Hasil kategorisasi komitmen organisasi diperoleh hasil 44 orang karyawan (29,33%) dengan komitmen tipe affective, 46 orang karyawan (30,67%) dengan komitmen tipe continuance, dan 60 orang karyawan (40%) yang tidak terklasifikasikan.
Hasil deskripsi data demografi menunjukkan bahwa jumlah karyawan Bali dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 48 orang (53,3%), dan jumlah karyawan Bali dengan jenis kelamin laki-laki 42 orang (46,7%). Berdasarkan hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat konflik kerja keluarga pada karyawan Bali dengan jenis kelamin perempuan dan karyawan Bali dengan jenis kelamin laki-laki. Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Frone, Russel, & Cooper (1992) yaitu tidak ada perbedaan dalam penembusan batasan keluarga maupun pekerjaan antara laki-laki dan perempuan.
Hasil deskripsi data demografi subjek berdasarkan jumlah anak menunjukkan bahwa jumlah karyawan Bali yang belum memiliki anak sebanyak 8 orang (5,3%), subjek yang memiliki 1 anak sebanyak 25 orang (27,8%), subjek yang memiliki 2 anak sebanyak 37 orang (41,1%), subjek yang memiliki 3 anak sebanyak 18 orang (20%), dan subjek yang memiliki 4 anak sebanyak 3 orang (3,3%). Setelah dilakukan analisis tambahan, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan konflik kerja keluarga berdasarkan jumlah anak.
Hasil deskripsi data demografi subjek berdasarkan usia menunjukkan bahwa subjek yang berusia antara 20 sampai 30 tahun sebanyak 8 orang (8,9%), subjek yang berusia antara 31 sampai 40 tahun sebanyak 30 orang (33,3%), subjek yang berusia antara 41 sampai 50 tahun sebanyak 46 orang (51,1%), dan subjek yang berusia antara 51-60 tahun sebanyak 6 (6,7%). Setelah dilakukan analisis tambahan, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan kerja pada karyawan Bali berdasarkan usia.
Selanjutnya, hasil deskripsi data demografi subjek berdasarkan lama bekerja menunjukkan bahwa jumlah karyawan Bali yang bekerja antara 1 sampai 10 tahun sebanyak 43 orang (47,8%), subjek yang bekerja antara 11 sampai 20 tahun sebanyak 35 orang (38,9%), subjek yang bekerja antara 21 sampai 30 tahun sebanyak 11 orang (12,2%), dan subjek yang bekerja antara 31-40 tahun sebanyak 1 orang dengan (1,1%). Setelah dilakukan analisis tambahan, diketahui bahwa tida terdapat perbedaan tingkat kepuasan kerja pada karyawan Bali berdasarkan lama bekerja.
Tidak adanya perbedaan konflik kerja keluarga berdasarkan jumlah anak dan jenis kelamin dapat terjadi karena seseorang yang sudah menikah dan bekerja sebagai karyawan akan rentan mengalami konflik yang sama tanpa memandang jenis kelamin dan jumlah anak yang dimiliki.
Begitu juga pada variabel kepuasan kerja dimana hasil analisis menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kepuasan kerja berdasarkan usia dan lama bekerja karena persepsi karyawan terhadap aspek-aspek kepuasan kerja tidak tergantung pada usia dan lama bekerja melainkan pada pemenuhan aspek-aspek kepuasan kerja oleh perusahaan.
Analisis tambahan selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah hubungan antara time-based conflict, strain based conflict, dan behaviour-based conflict terhadap kepuasan kerja. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa time-based conflict dan behaviour-based conflict tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan kerja yaitu nilai probabilitas time-based conflict sebesar 0,774 (p>0,05) dan nilai probabilitas behaviour-based conflict sebesar 0,694 (p>0,05). Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh strain-based conflict, dimana nilai probabilitas strain-based conflict sebesar 0,001 (p<0,05). Artinya, strain-based conflict memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Ada bukti yang cukup bahwa stres kerja akibat konflik kerja keluarga dapat menghasilkan gejala negatif seperti ketegangan, kecemasan, kelelahan, depresi, apatis, dan mudah tersinggung (Brief dkk dalam Greenhaus & Beutell, 1985; Ivancevich dkk dalam Greenhaus & Beutell, 1985).
Strain-based terjadi ketika ketegangan di salah satu peran mempengaruhi performa individu dalam peran lainnya. Ketegangan yang terjadi saat menjalankan salah satu peran yang tidak sesuai membuat sulit untuk memenuhi tuntutan lain (Pleck dkk dalam Greenhaus & Beutell 1985). Sumber ketegangan dalam Konflik kerja keluarga berasal dari tempat bekerja dan keluarga. Ketegangan yang termasuk dalam sumber dari tempat bekerja antara lain ambiguitas peran di tempat bekerja; rendahnya dukungan dari atasan; tingkat perubahan lingkungan kerja; stres dalam berkomunikasi; konsentrasi yang diperlukan di tempat kerja; ketidaksesuaian individu dengan pekerjaan; kekecewaan karena harapan yang tidak terpenuhi akan menghasilkan kelelahan, ketegangan, kekhawatiran, atau frustrasi sehingga membuat individu sulit untuk mencapai kepuasan diluar bidang pekerjaan (Greenhaus & Beutell, 1985). Sedangkan, sumber dari berasal keluarga antara lain dukungan dari pasangan; perbedaan keyakinan dalam pengaturan peran keluarga; ketidaksetujuan suami bagi istri yang bekerja (Greenhaus & Beutell, 1985). Selanjutnya, sumber ketegangan tersebut akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
Sebaliknya, pada aspek behaviour-based conflict tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja karena kemungkinan karyawan Bali tidak merasa adanya tuntutan dalam pekerjaan yang membuat subjek harus berperilaku berbeda dengan di rumah (Perdana & Nurtjahjanti, 2014).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan Bali. Berdasarkan hasil kategorisasi data penelitian diketahui bahwa pada variabel konflik kerja keluarga, sebagian besar karyawan Bali berada pada kategori rendah dan pada variabel kepuasan kerja, sebagian besar karyawan Bali berada pada kategori tinggi. Karyawan Bali yang memiliki loyalitas dan sepakat terhadap tujuan perusahaan sebesar 29,33%, karyawan Bali yang tetap bekerja di perusahaannya karena pertimbangan untung rugi sebesar 30,67% dan karyawan Bali yang memiliki komitmen organisasi tidak terklasifikasi sebesar 40%.
Berdasarkan hasil yang didapat, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran kepada subjek penelitian ini yaitu karyawan Bali. Karyawan Bali sebaiknya tetap melakukan strategi yang dapat meminimalisir meningkatnya konflik kerja keluarga, misalnya dengan cara melakukan perencanaan kegiatan sehari-hari, menahan diri dari masalah, mencari dukungan sosial baik dari keluarga besar maupun dari teman-teman, mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi dalam bidang pekerjaan, melatih kemampuan berkomunikasi, dan tetap konsentrasi saat bekerja. Selain itu, karyawan Bali tetap dapat memahami dan mengelola kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan yang dihadapi terkait aspek-aspek dalam Kepuasan kerja sehingga tetap dapat menunjukkan kinerja yang baik di tempat kerja.
Peneliti juga ingin menyampaikan beberapa saran kepada pihak perusahaan yaitu antara lain perusahaan dapat memberikan layanan konseling bagi karyawan Bali yang mengalami konflik kerja keluarga sehingga karyawan Bali tetap mampu menyeimbangkan peran di tempat kerja dan peran di keluarga, perusahaan tetap konsisten untuk memastikan karyawan untuk bekerja pada jam kerja agar karyawan tidak perlu lembur sehingga konflik kerja keluarga yang dialami oleh karyawan tidak meningkat, perusahaan dapat memfasilitasi terpenuhinya aspek-aspek kepuasan kerja yang penting bagi karyawan, dan perusahaan kiranya dapat mempertimbangkan latar belakang budaya setempat dalam pembuatan dan pemberlakuan kebijakan perusahaan misalnya terkait hari cuti atau libur hari raya karyawan.
Terdapat beberapa saran bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian serupa yaitu antara lain peneliti selanjutnya dapat menambah jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dibandingkan jumlah sampel penelitian ini agar lebih representatif pada konteks populasi yang heterogen, peneliti selanjutnya dapat menentukan kriteria sampel penelitian yang dapat mendata tingkat kelekatan individu dengan budaya, sehingga peneliti dapat mendapat gambaran dari konflik kerja keluarga yang sebenarnya. Peneliti lain juga dapat mencari faktor-faktor lain yang dapat memoderasi
hubungan antara konflik kerja keluarga dengan kepuasan kerja. Peneliti lain dapat melakukan analisis data dengan metode lain yaitu dengan melakukan uji moderator yang lain yaitu dengan MRA (moderated regression analysis) karena dengan analisis ini peneliti lebih dapat mengontrol pengaruh dari variabel moderator.
DAFTAR PUSTAKA
Adams,G.A., King, L.A., & King, D.W. Relationships of job and family involvement, family social Support, and workfamily conflict with job and life satisfaction. Journal of Applied Psychology. 81(4), 411-420.
Ahmad, A. (1996). Associations of work-family conflict, job satisfaction, family satisfaction and life satisfaction: A study of married female secretaries. PertanikaJ Soc Sci & Hum. 4(2), 101-108
Ahmad, A. (2008). Direct and indirect effects of work-family conflict on job performance. The Journal of International Management Studies. 3(2).
Ahmad, A. (2008). Job, family and individual factors as predictors of work-family conflict. The Journal of Human Resource and Adult Learning. 4(1).
Akrida, S. (Juni 2011). Dilema menjadi warga desa adat. Bale Bengong. Diunduh dari http://balebengong.net/kabar-anyar/2011/06/03/dilema-menjadi-warga-desa-adat.html/tanggal 22 September 2015
Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance, and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology. 63(1), 118.
Aycan, Z. (2008). Cross-cultural perspective to work family conflict. In K. Korabik, D. S. Lero (EDS). Handbook of Work Family Conflict (pp. 359-371). London: Cambridge University Press.
Azwar, S. (2010). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Azwar, S. (2013).Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Devi, E.K.D. (2009). Analisis pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasional sebagai variabel intervening: Studi pada karyawan outsourcing PT Semeru Karya Buana Semarang.
(Tesis tidak dipublikasikan). Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Dewi, I.G.A.M. (2012). Sopistikasi teori konflik pekerjaan-keluarga: Sebuah kajian kritis. Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 8(1), 14-25.
Dhamayanti, R. (2006). Pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita: Studi pada nusantara tour & travel kantor cabang dan kantor pusat Semarang. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. 3(2), 93.
Dhania, D.R. (2010). Pengaruh stres kerja, beban kerja terhadap kepuasan kerja. Universitas Muria Kudus. 1(1).
Eslami, J., & Gharakhani, D. (2012). Organizational commitment and job satisfaction. ARPN Journal of Science and Technology. 2(2).
Frone, M.R., Russell, M., & Cooper, M.L. (1992). Prevalence of work-family conflict: Are work and family boundaries asymmetrically permeable. Journal of Organizational Behavior. 13(7), 723-729
Ghozali. (2005). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit-UNDIP.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M.,&Donnelly J.H. (1996). Perilaku Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta
Greenhaus, J., & Beutell, N. (1985). Sources of conflict between work and family roles. The Academy of Management Review. 10(1), 76-88.
Husnawati, A. (2006). Analisis pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja karyawan dengan komitmen dan kepuasan kerja sebagai intervening variabel: Studi pada perum pegadaian kanwil VI Semarang). (Tesis tidak dipublikasikan. Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Kesumaningsari, N.P.A. (2014). Konflik kerja keluarga dan work engagement karyawati Bali pada bank di Bali. (Skripsi tidak dipublikasikan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
Kreitner, R., & Kinicki, A. Perilaku organisasi edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat
Lathifah, I. (2008). Konflik pekerjaan keluarga terhadap turnover intentions dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening (Studi empiris pada auditor kantor akuntan publik di Indonesia). (Tesis tidak dipublikasikan). Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Lianda, W.S. (2003), Studi Eksploratif Tentang Faktor-faktor Kepuasan Kerja (Sebuah Pengamatan pada Kelompok Karyawan PT Bank Danamon Indonesia Kantor Wilayah IV Makasar, Skripsi (tidak diterbitkan), Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Luthans, F. (2006). Perilaku organisasi edisi 10. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mansor, M., Yusof, K.N.K., & Badrul, N.S. (2014). Work family conflict and job satisfaction: The role of self efficacy as mediator. International Journal of Science and Technoledge. 2(6), 356-360.
Meyer, J.P., Stanley, D.J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). Affective, continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates, and consequences.Journal of Vocational Behavior. 61(1), 20–52.
Mowday, R.T., Steers,R.M., & Porter,L.W. (1979). The measurement of organizational commitment. Journal of Vocational Behavior. 14(1), 224-247.
Namasivayam, K., & Zhao, X. (2007). An investigation of the moderating effects of organizational commitment on the relationships between work–family conflict and job satisfaction among hospitality employees in India. Tourism Management. 28(1), 1212–1223.
Nida, D.A.D.T.P.P. (2013). Hubungan antara komitmen organisasi dan perilaku kewargaan organisasional pada fungsionaris partai Golkar. (Skripsi tidak dipublikasikan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
Noor, N.M. (2004). Work-family conflict, work- and family-role salience, and women's well-being. The Journal of Social Psychology. 144(4), 389-405.
Oktarini, K.R.D. (2013). Hubungan antara persepsi terhadap keadilan kompensasi dengan komitmen organisasi di hospitality industry. (Skripsi tidak dipublikasikan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
Oktorina, M., & Mula, I. (2010). Pengaruh konflik pekerjaan dan konflik keluarga terhadap kinerja dengan konflik pekerjaan keluarga sebagai intervening variabel (Studi pada dual career couple di Jabodetabek). Jurnal manajemen dan kewirausahaan. 12(2), 121-132.
Parasuraman, S., & Simmers, C.A. (2001). Type of employment, work-family conflict and well-being: A comparative study. Journal of Organizational Behavior. 22(5), 551-568.
Pramana, K.Y. (2014). Eksistensi otonomi desa pakraman pada masyarakat adat di Bali. (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.
Prawitasari, A.K., Purwanto,Y., & Yuwono, S. (2007). Hubungan work family conflict dengan kepuasan kerja pada karyawati berperan jenis kelamin androgini di PT. Tiga Putera Abadi Perkasa Cabang Purbalingga. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. 9(2), 1-13.
Perdana, M.R., & Nurtjahjanti, H. (2014). Hubungan antara
dukungan sosial keluarga dengan work-family conflict pada buruh wanita pabrik sarung tenun di Pekalongan. Universitas Diponegoro. 3(3)
Priawan, B. (1997). Kepuasan kerja ditinjau dari tingkat jabatan dan pusat pengendali. (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Purwanto. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif untuk psikologi dan pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins, S.P. (1998). Organizational Behavior: Concept,
Controversies, Applications (8th ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Robbins, S.P., & Judge,T.A. (2012). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S.P., & Coulter, M. (2010). Manajemen, edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Santoso, S. (2003). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
Sarwono, J. (2013). Statistik multivariat aplikasi untuk riset skripsi. Yogyakarta: Andi Offset
Setia, P. (Januari 2008). “Ngayah” Adat. Bali Post. Diunduh dari http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/1/12/bd1.htm/ tanggal 16 Januari 2015
Shreffler, K. M., Meadows, M. P., & Davis, K. D. (2014). Irefighting and fathering: work-family conflict, parenting stress, and satisfaction with parenting and child behavior. Fathering. 9(2), 169-188.
Simarmata, N. (2005). Hubungan antara kecerdasan emosional dan kepuasan kerja pada karyawan.(Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Soeharto, T.N.E.D, (2010). Konflik pekerjaan keluarga dengan kepuasan kerja: Metaanalisis. Jurnal Psikologi. 37(1), 189194.
Sridarta, Y. M. (2012). Pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja pada perawat dengan dukungan sosial sebagai variabel moderasi (Studi pada perawat rawat jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta). (Tesis tidak dipublikasikan). Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Sugiyono. (2013) Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Surpha, I.W. (2012). Seputar desa pakraman dan adat Bali. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Suryabrata, Sumadi. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafido Persada
Susanto. (2010). Analisis pengaruh konflik kerja keluarga terhadap kepuasan kerja pengusaha wanita di Kota Semarang. Aset. 12(1), 75-85.
Suseno, M.N., & Sugiyanto. (2010). Pengaruh dukungan sosial dan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi dengan mediator motivasi kerja. 37(1), 94 – 109
Sutrisno, E. 2009. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Kencana.
Tiffin, J. and McCormick, E.J. (1961), Industrial Psychology, Englewood Cliffs : Prentice-Hall, Inc.
Wexley, K.N., & Yuki, G.A. (2003). Perilaku organisasi dan
psikologi personalia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wibowo. (2013). Manajemen kinerja. Jakarta: Rajawali Pers
Wijono, S. (2010). Psikologi industri & organisasi dalam suatu bidang gerak psikologi sumber daya manusia. Jakarta: Kencana
Wirastono, A.S. (2004). Hubungan antara persepsi imbalan kerja dan kepuasan kerja karyawan. (skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Yudiaatmaja, F. (2013). Analisis regresi dengan menggunakan aplikasi komputer statistik SPSS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
116
Discussion and feedback