WORK-LIFE BALANCE DAN INTENSI TURNOVER PADA PEKERJA WANITA BALI DI DESA ADAT SADING, MANGUPURA, BADUNG
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Cultural Health Psychology, 8-20
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
WORK-LIFE BALANCE DAN INTENSI TURNOVER PADA PEKERJA WANITA BALI DI DESA ADAT SADING, MANGUPURA, BADUNG
Stepani Kartika Bintang dan Dewi Puri Astiti
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Survei yang dilakukan oleh perusahaan Randstad tahun 2012 menunjukkan bahwa pekerja wanita mengutamakan terciptanya work-life balance, dibandingkan laki-laki yang terfokus pada peluang kemajuan karir. Pekerja wanita yang menjalankan multi peran dalam kehidupan, tidak jarang mengalami kondisi imbalance. Kondisi imbalance dapat memicu timbulnya indikasi turnover, tidak terkecuali pada pekerja wanita Bali yang juga menjadi krama banjar istri di lingkungan desa adat. Keadaan turnover memiliki dampak yang merugikan pada perusahaan dan pekerja (Abasi & Hollman, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan work-life balance terhadap intensi turnover yang dialami oleh pekerja wanita Bali di Desa Adat Sading. Sampel diambil berdasarkan tenik simple random sampling. Terdapat 206 subjek yang mengisi dua skala yaitu skala work-life balance dan skala intensi turnover. Analisis regresi sederhana dan analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara work-life balance dengan intensi turnover. Sumbangan efektif variabel work-life balance terhadap intensi turnover adalah sebesar 6,4%, sedangkan sebesar 93,6 % dipengaruh oleh faktor lain selain work-life balance. Adanya faktor-faktor yang menganggu work-life balance, sehingga memicu kondisi imbalance membuat subjek menciptakan problem solving. Lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat membuat pekerja wanita untuk melakukan manajemen waktu dan lebih melibatkan keluarga dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Kata kunci: work-life balance, intensi turnover, imbalance, pekerja wanita Bali, Desa Adat Sading
Abstract
A survey was held by US company, Randstad in 2012 showed that women worker reached a work-life balance, refers to man worker who were focus to reached the career goal. Women worker who take multiple role in their life, mostly had imbalance condition as a result. This condition will be trigger of turnover in women worker, even in Balinesse women worker who called Krama Banjar Istri too in their hometown village. The turnover condition can bring susceptible condition for the company from the cost recruitment effectiveness, the other side the employee will get lose out with re-adaptation from the new job of them (Abasi & Hollman, 2008). This research want to explain correlation between work-life balance and turnover intensity to describe how much impact of work-life balance to turnover intensity which done by Balinesse women worker in Sading village. This research involved by 206 subjects filled two scales which are work-life balance scale and turnover intention scale, both of it used simple random sampling method. The analysis used simple regression and descriptive analysis method. The result showed that significant negative correlation between work-life balance with turnover intensity. Effective contribution of worklife balance variable to turnover intention is 6.4%, while 93.6% of influenced by other factors. The factors that interfere work-life balance, thus triggering create imbalance conditions makes the subject decided the problem solving. Furthermore, the recommendation for the women worker shoud be perform time management wisely and involve the other member of the family to do homework.
Key word: work-life balance, turnover intention, Balinesse women worker, imbalance, Sading village.
LATAR BELAKANG
Tingginya jumlah wanita yang bekerja yang telah menikah dan memiliki anak membuktikan bahwa wanita tidak merasa berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari pendapatan suami saja (Susanto, 2010). Hal ini sejalan dengan fenomena semakin meningkatnya tingkat partisipasi kerja dan peran pekerja wanita dalam bidang ekonomi (Dhamayanti, 2006).
Pernyataan serupa juga disampaikan Sumartias (2012) bahwa peningkatan partisipasi kerja wanita akan terus terjadi, dapat dilihat dari jumlah populasi pekerja di Indonesia sebanyak 104,87 juta jiwa dan sebanyak 39,8 juta jiwa adalah pekerja wanita. Data dari BPS (2012) juga menunjukkan partisipasi pekerja wanita mencapai 43 juta orang, dari 112 juta pekerja Indonesia.
Meningkatnya jumlah pekerja wanita, akan dikuti dengan terciptanya tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi para wanita pekerja yang juga berperan sebagai ibu rumah tangga. Pekerja wanita yang memiliki anak, berkewajiban untuk mengasuh anak dan mengurus keperluan rumah tangga, sehingga memiliki kompleksitas peran dibandingkan pekerja wanita yang tidak memiliki anak. Tuntutan pekerjaan dan keluarga yang tercipta perlu dibarengi dengan tanggung jawab karena tidak jarang bila peran harus dijalankan bersamaan akan menimbulkan ketegangan dan konflik (Puspitawati, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Saskara, Pudjiharjo, Maskie dan Suman (2012) menyatakan bahwa konflik peran telah terjadi pada wanita Bali yang bekerja. Bagi seorang pekerja wanita Bali, memiliki kewajiban dalam menjalani multi peran sebagai istri, ibu, pekerja dan menjadi anggota banjar adat di lingkungan tempat tinggal yang biasa disebut krama banjar istri. Menurut Sirta (2004), budaya dan adat-istiadat di Bali mewajibkan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan adat dan agama. Kegiatan adat dan agama kemudian dituangkan dalam awig-awig dan disepakati bersama oleh krama banjar.
Informasi data awal dari Bendesa adat Sading juga menyampaikan keadaan yang terjadi pula di lingkungan Desa Adat Sading, bahwa krama banjar wajib berperan aktif di lingkungan desa. Krama banjar wajib mengikuti setiap kegiatan adat sesuai dengan ketentuan awig-awig yang berlaku, tidak terkecuali krama banjar istri yang bekerja. Selain faktor adat istiadat, faktor sosial dan ekonomi dari lingkungan kerja juga mempengaruhi sikap dalam menentukan pilihan mengorbankan pekerjaan demi melaksanakan kegiatan domestik seperti rumah tangga dan adat. Para pekerja wanita di Desa Adat Sading yang mengorbankan kegiatan domestik demi pekerjaan akan dikenai sanksi sosial maupun material yang biasa disebut dosa.
Para pekerja wanita yang tinggal di Desa Adat Sading merupakan bagian dari masyarakat Kota Mangupura di Kabupaten Badung. Desa Adat Sading memiliki 13 banjar adat yang awig-awig desanya belum pernah direvisi dari awal ditetapkan sampai saat ini. Salah satu awig-awig yang masih dipertahankan tapi dirasa memberatkan bagi pekerja wanita adalah awig-awig melelod. Para pekerja wanita merasa terbebani karena proses pelaksanaan melelod yang sering berbenturan dengan jam kerja. Dibandingkan dengan krama Desa Adat Sempidi dan Mengwi yang telah menghapuskan awig-awig melelod, krama Desa Adat Sading masih mempertahankan awig-awig melelod.
Berdasarkan data awal dari sembilan Klian Dinas pada 13 banjar di Desa Adat Sading, dapat diketahui mata pencaharian para krama banjar istri. Adapun mata pencaharian para krama banjar istri yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil berjumlah 135 orang, bekerja sebagai buruh sebanyak 335 orang, sebagai wiraswasta sebanyak 325 orang, yang hanya sebagai ibu rumah tangga berjumlah 300 orang, dan jumlah terbanyak adalah pegawai swasta yaitu 349 orang.
Berdasarkan informasi dari Klian Dinas, para pekerja wanita di Desa Adat Sading mayoritas yang bekerja sebagai pegawai swasta, yang cenderung absen dari kegiatan adat. Tidak jarang juga para pekerja wanita meminta bantuan orang lain sebagai pengganti dalam kegiatan adat, akibat harus bekerja. Namun, dari tiga pekerja wanita yang telah diwawancara menyatakan telah berupaya menyeimbangkan semua tanggung jawab baik di lingkungan keluarga, pekerjaan di kantor, dan lingkungan banjar adat.
Keadaan ini sesuai dengan survei yang dilakukan oleh perusahaan AS, Randstad tahun 2012 pada 150.000 pekerjanya yang tersebar di 29 negara. Berdasarkan hasil survei terlihat perbedaan yang signifikan antara pekerja pria dan wanita dalam mencari pekerjaan. Meskipun gaji dan tunjangan menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan, tapi ada hal lain yang membuat pria dan wanita menentukan karir ideal. Survei mengungkapkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja merupakan perhatian utama bagi perempuan, sedangkan laki-laki lebih terfokus pada peluang kemajuan karir (Tempo, 2013).
Studi lain yang dilakukan oleh Puspitawati (2009) pada ibu-ibu pekerja di Bogor menyatakan bahwa mayoritas subjek melakukan keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan keluarga. Bila keseimbangan kehidupan kerja tidak dilakukan, maka akan menimbulkan konflik peran. Hasil dari penelitian Puspitawati (2009) menyatakan adanya hubungan negatif antara strategi memprioritaskan kepentingan pekerjaan daripada kepentingan keluarga terhadap penurunan tingkat kesejahteraan keluarga.
Penelitian Puspitawati (2009) dan survei perusahaan Randstand (Tempo, 2013) mendukung pernyataan bahwa pekerja wanita lebih memilih pekerjaan yang dapat
menciptakan work-life balance, daripada tunjangan yang besar. Berdasarkan studi awal pada bulan Oktober 2013, diperoleh informasi dari tiga pekerja wanita di Desa Adat Sading yang bekerja sebagai pegawai swasta menemui masalah dalam membagi waktu antara bekerja dan kegiatan adat. Pekerja wanita di Desa Sading menyatakan kesulitan dalam mengatur waktu bila dalam waktu yang bersamaan harus menghadiri kegiatan adat, sementara masih terikat jam kerja di kantor. Bila dihadapkan dalam situasi seperti ini mayoritas pekerja wanita lebih memilih ijin atau absen dari kantor dan mengutamakan kegiatan adat. Pekerja wanita menyatakan awalnya pihak perusahaan memaklumi bila harus ijin atau absen dari kantor tapi tidak jarang atasan juga memberikan teguran karena sering absen. Tiga pekerja wanita yang juga krama banjar istri di Desa Adat Sading menyatakan lebih mengutamakan kegiatan adat dibandingkan dengan pekerjaan di kantor. Hal ini disebabkan oleh karena sebagai krama banjar, para pekerja wanita terikat dengan awig-awig dan bila tidak mengikuti kegiatan adat akan dikenai dosa. Pekerja wanita di Desa Adat Sading menyatakan tidak masalah membayar dosa berupa uang, dibandingkan menanggung rasa malu bila dinilai tidak berpartisipasi dalam kegiatan adat.
Menurut Parkes dan Langford (2008), individu yang ingin mencapai work-life balance dalam menjalankan peran harus memiliki ikatan dengan menjaga keseimbangan tangung jawab pada pekerjaan, keluarga, diri sendiri serta dalam kehidupan sosial diluar keluarga dan pekerjaan. Individu yang ingin mencapai work-life balance juga harus dapat memenuhi tiga aspek work-life balance seperti yang disampaikan oleh Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) yaitu, time balance, involvement balance dan satisfaction balance.
Salah satu gangguan yang dialami oleh para pekerja wanita adalah berkaitan dengan waktu kerja yang panjang dan tingginya intensitas kegiatan adat yang harus dijalani. Para pekerja wanita di Desa Adat Sading juga menyatakan memiliki jam kerja yang tidak fleksibel karena selama jam kerja tidak leluasa bila ijin dari kantor untuk melaksanakan kegiatan adat. Para pekerja wanita merasa tidak mampu lagi bekerja dengan jam kerja yang panjang, sehingga cenderung memilih mencari pekerjaan dengan waktu yang lebih fleksibel. Hal ini sesuai dengan penelitian Hill, Hawkins, Ferris dan Weitzman (2001) yang menyatakan bahwa fleksibilitas jam kerja sangat dianjurkan karena bermanfaat untuk mencapai work-life balance pada karyawan dan menciptakan komitmen kerja pada perusahaan. Grzywacz dan Carlson (2007) bahkan menyatakan bahwa work-life balance dapat mengurangi kecenderungan untuk mengundurkan diri dan mengurangi tingkat absen.
Di sisi lain, bila keseimbangan peran tidak dapat tercipta akan menimbulkan kondisi imbalance yang mempengaruhi ketegangan pada setiap tanggung jawab yang
akan dijalankan. Imbalance merupakan ketidakmampuan seseorang dalam mencapai work-life balance yang menyebabkan timbulnya tingkat stres yang tinggi, mengurangi kualitas hidup dan mengurangi efektifitas kerja (Kofodimos dalam Greenhaus, Collins & Shaw, 2003). Para pekerja wanita di Desa Adat Sading bahkan menyampaikan sering mengalami ketidakseimbangan peran yang dijalankan. Kondisi para pekerja ini sesuai dengan pendapat Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) bahwa kondisi imbalance tercipta karena individu tidak mampu menyeimbangkan waktu dan keterlibatan dalam menjalankan peran.
Namun, para pekerja wanita di Desa Adat Sading selalu berusaha untuk menyeimbangkan peran agar dapat memenuhi tuntutan lingkungan. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Heider (1958) bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk menyeimbangkan relasi antara kehidupan pribadi dengan objek-objek pada lingkungan disekitarnya, bilamana ketidakseimbangan muncul maka individu akan termotivasi untuk mengembalikan relasi pada keadaan seimbang. Para pekerja wanita di Desa Adat Sading telah berupaya dalam mengatasi kondisi imbalance dengan melakukan problem solving. Namun, problem solving yang dilakukan tidak sepenuhnya dapat mengatasi kondisi imbalance. Meskipun telah melakukan upaya problem solving, kondisi imbalance terjadi pada tiga pekerja wanita di Desa adat Sading yang telah memiliki keinginan untuk segera mengundurkan diri dari tempat bekerja dan akan mencari pekerjaan lain
Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa ketiga pekerja wanita memiliki kecenderungan intensi turnover yang berkaitan dengan kehidupan pekerjaan. Menurut Abasi, Hollman dan Hayes (2008) terjadinya turnover dapat merugikan perusahaan baik dari segi biaya mulai dari perekrutan hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai, sedangkan kerugian bagi pekerja yaitu harus kembali beradaptasi pada lingkungan kerja yang baru.
Menurut Hartono (2002), intensi turnover adalah kadar atau intensitas dari keinginan pekerja untuk keluar dari perusahaan. Penyebab utama para pekerja wanita di Desa Adat Sading untuk intensi turnover adalah karena sering terjadinya benturan waktu kerja dengan waktu adat. Benturan waktu terjadi karena pekerja wanita memiliki jam kerja yang panjang dan sering ijin atau absen dari kantor. Pekerja wanita kemudian akhirnya memutuskan akan mencari pekerjaan yang memberikan waktu fleksibel atau menawarkan pekerjaan part time.
Pernyataan pekerja wanita di Desa Adat Sading akan mencari pekerjaan yang menyediakan waktu fleksibel mendukung hasil survei yang dilakukan oleh perusahaan AS, Randstad pada tahun 2012. Hasil survei menyatakan 40% perempuan yang disurvei percaya bahwa fleksibilitas kerja adalah faktor yang paling penting. Namun hanya 26% pria
yang mengganggap fleksibilitas kerja adalah faktor yang penting.
Sebagai individu dengan multi peran dan memiliki tuntutan beragam yang harus terpenuhi, para pekerja wanita berupaya menyeimbangkan semua tanggung jawab pada lingkungan keluarga, pekerjaan, dan banjar adat. Namun, pada kenyataannya tidak semua tuntutan peran dapat diseimbangkan dan justru menimbulkan konflik, sehingga menimbulkan kondisi imbalance. Para pekerja wanita di Desa Adat Sading lebih memilih mengorbankan pekerjaan dan mengutamakan menjalankan adat memicu timbulnya intensi turnover. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan worklife balance terhadap intensi turnover dan seberapa besar work-life balance dapat menjelaskan intensi turnover yang dialami pada wanita pekerja di Desa Adat Sading, Mangupura, Badung.
METODE
Hipotesis Penelitian
-
1. Hipotesis nol (Ho): Tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara work-life balance dengan intensi turnover pada pekerja wanita Bali di Desa Adat Sading, Mangupura, Badung.
-
2. Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara work-life balance dengan intensi turnover pada pekerja wanita Bali di Desa Adat Sading, Mangupura, Badung.
Variabel dan Definisi Operasional
Definisi operasional work-life balance adalah kemampuan individu pada keadaan yang terikat, namun mampu menyeimbangkan peran untuk memenuhi tanggung jawab terhadap pekerjaan, tanggung jawab dalam keluarga, tanggung jawab pribadi serta dalam kehidupan sosial diluar keluarga dan pekerjaan. Work-life balance diukur menggunakan skala dengan bentuk skala Likert dan angket terbuka yang dibuat oleh peneliti. Skala work-life balance tersusun dari tiga aspek yaitu, time balance, involvement balance dan satisfaction balance.
Definisi operasional intensi turnover adalah keinginan ataupun pemikiran seseorang untuk keluar dari perusahaan atas kehendak sendiri yang nampak dari ketertarikan mencari alternatif pekerjaan lain dan dorongan keluar dari perusahaan. Tingkat intensi turnover mengarah pada terjadinya turnover dapat dikur dengan skala intensi turnover yang terdiri dari dua aspek yaitu, dorongan untuk meninggalkan perusahaan dan dorongan tertarik untuk
mencari pekerjaan lain sementara masih tergabung dalam perusahaan. Intensi turnover akan diukur menggunakan skala dengan bentuk skala Likert yang dibuat oleh peneliti.
Responden Penelitian
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah wanita yang bekerja sebagi pegawai swasta sekaligus menjadi krama banjar istri dan berdomisili di Desa Adat Sading. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja sebagai pegawai swasta, memiliki anak, menjadi krama banjar istri dan berdomisili di Desa Adat Sading. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 349 orang dan jumlah sampel minimal yang harus terpenuhi dalam penelitian ini sebanyak 186 orang. Perhitungan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dengan taraf kesalahan 5%.
Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode probabilitas sampling yaitu probability sampling, yang dikenal pula dengan nama random sampling, karena setiap anggota populasi berpeluang untuk terpilih menjadi sampel. Penelitian ini menggunakan random sampling berjenis simple random sampling, dengan populasi yang homogen sehingga memungkinkan sampel diambil langsung dari populasinya secara acak dalam ukuran yang telah ditentukan (Purwanto, 2010). Sampel dipilih melalui proses pengundian. Berdasarkan hasil pengundian, terpilihlah 186 pekerja wanita Bali yang bekerja sebagai pegawai swasta sekaligus sebagai krama banjar istri yang berdomisili di Desa Adat Sading.
Tempat Penelitian
Wilayah yang terpilih sebagai tempat penelitian yaitu Desa Adat Sading. Pemilihan Desa Adat Sading sebagi tempat penelitian karena Desa Adat Sading memiliki 13 banjar adat yang awig-awig desanya belum pernah direvisi dari awal ditetapkan sampai saat ini. Salah satu awig-awig yang masih dipertahankan tetapi dirasa memberatkan bagi pekerja wanita adalah awig-awig melelod. Para pekerja wanita merasa terbebani karena proses pelaksanaan melelod yang sering berbenturan dengan jam kerja. Dibandingkan dengan krama Desa Adat Sempidi dan Mengwi yang telah menghapuskan awig-awig melelod, krama Desa Adat Sading masih mempertahankan awig-awig melelod.
Alat Ukur Pengumpulan Data
Pada pengukuran variabel bebas, peneliti menggunakan skala work-life balance yang dikembangkan
berdasarkan tiga aspek work-life balance dari Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) yaitu, time balance, involvement balance dan satisfaction balance. Sistem penilaian yang digunakan untuk mengungkap work-life balance dengan menggunakan skala Likert yang dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Nilai masing-masing jawaban pada skala work-life balance sebagai aitem favorabel yaitu sangat setuju (SS) bernilai empat, setuju (S) bernilai tiga, tidak setuju (TS) bernilai dua, dan sangat tidak setuju (STS) bernilai satu. Aitem unfavorabel yaitu sangat setuju (SS) bernilai satu, setuju (S) bernilai dua, tidak setuju (TS) bernilai tiga, dan sangat tidak setuju (STS) bernilai 4 empat.
Pada pengukuran variabel tergantung, peneliti menggunakan skala intensi turnover yang dikembangkan berdasarkan dua aspek intensi turnover dari Suwandi dan Indriantoro, (1999) yaitu, dorongan untuk meninggalkan perusahaan dan dorongan tertarik untuk mencari pekerjaan lain sementara masih tergabung dalam perusahaan. Sistem penilaian yang digunakan untuk mengungkap intensi turnover dengan menggunakan skala Likert yang dimodifikasi menjadi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Nilai masing-masing jawaban pada skala intensi turnover pada aitem favorabel sangat setuju (SS) bernilai empat, setuju (S) bernilai tiga, tidak setuju (TS) bernilai dua dan sangat tidak setuju (STS) bernilai satu. Aitem unfavorabel yaitu sangat setuju (SS) bernilai satu, setuju (S) bernilai dua, tidak setuju (TS) bernilai tiga, dan sangat tidak setuju (STS) bernilai empat.
Pada penelitian ini juga dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap skala pengukuran work-life balance dan skala pengukuran intensi turnover. Uji validitas yang diuji dilakukan pada instrumen dalam penelitian ini adalah validitas isi, validitas muka dan validitas konstruk. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgement mengenai relevansi aitem (Azwar, 2012). Validitas muka adalah validitas yang dilihat dari format penampilan suatu alat ukur. Menurut Azwar (2010) apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap atribut yang hendak diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi. Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoretik yang hendak diukur (Azwar, 2010). Uji korelasi aitem dianggap valid apabila aitem-aitem memiliki nilai korelasi ≥0,30 (Azwar, 2010), uji validitas dilakukan dengan metode konsistensi internal dengan menggunakan item-total correlation dengan bantuan SPSS 15.0 for windows.
Pengukuran reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan metode single trial administration atau prosedur yang hanya memerlukan satu kali pemberian tes pada subjek penelitian. Reliabilitas hasil ukur yang diperoleh melalui skala dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan reliabilitas Formula Alpha berdasarkan pendekatan konsistensi internal yang dirumuskan oleh Cronbach (Azwar, 2010). Semakin besar koefisien reliabilitas Alpha menunjukkan semakin kecil kesalahan pengukuran, sehingga semakin reliabel alat ukur tersebut. Semakin kecil koefisien reliabilitas alpha menunjukkan semakin besar kesalahan pengukuran dan semakin tidak reliabel alat ukur tersebut. Aitem-aitem dalam penelitian ini dikatakan memiliki reliabilitas tinggi jika memiliki koefisien > 0,60 (Azwar, 2010).
Hasil professional judgement yang peneliti dapatkan dari dua dosen psikologi untuk skala work-life balance, dari 64 aitem menghasilkan 52 aitem diterima, 12 aitem diterima dengan perubahan. Pada skala intensi turnover, dari 60 aitem terdapat 49 aitem diterima, 11 aitem diterima dengan perubahan. Dilakukan juga uji melalui validitas muka untuk menguji bahasa yang dilakukan dengan mengujicobakan skala kepada salah satu subjek yang menjadi sampel penelitian. Berdasarkan hasil uji coba, subjek tidak menemui kesulitan dalam mengerjakan skala work-life balance. Pada uji coba skala intensi turnover hasil uji coba, menunjukkan subjek tidak paham dengan kata “job fair” pada aitem no 7 dan 8. Peneliti kemudian mengubah kata “job fair” menjadi “bursa kerja”. Berdasarkan hal ini maka skala yang dibuat oleh peneliti memang dapat dipahami oleh krama banjar istri sekaligus pekerja wanita.
Hasil uji kesahihan aitem pada skala work-life balance melalui pengujian korelasi corrected aitem total correlation diperoleh koefisien korelasi aitem total yang bernilai -0,041 hingga 0,787. Terdapat 36 aitem yang gugur dari 64 aitem yang diuji. Jumlah aitem yang sahih atau valid pada skala work-life balance sejumlah 28 aitem. Setelah aitem-aitem yang memiliki validitas rendah digugurkan, maka validitas aitem meningkat yaitu dari 0,352 hingga 0,792. Pada skala intensi turnover yang juga melalui pengujian korelasi corrected aitem total correlation diperoleh koefisien korelasi aitem total yang bernilai dari -0,036 hingga 0,733. Terdapat 30 aitem yang gugur dari 60 aitem yang diuji. Jumlah aitem yang sahih atau valid pada skala intensi turnover sejumlah 30 aitem. Setelah aitem-aitem yang memiliki validitas rendah digugurkan, maka validitas aitem meningkat yaitu dari 0,400 hingga 0,781.
Skala work-life balance dalam penelitian ini memiliki nilai Alpha (α) 0,824. Setelah aitem-aitem yang tidak valid digugurkan maka nilai alpha (α) menjadi sebesar 0,911, nilai ini menunjukkan bahwa skala mampu mencerminkan 91,1 % variasi yang terjadi pada skor murni sampel yang bersangkutan sehingga dapat digunakan. Nilai alpha (α)
sebesar 0,911menggambarkan bahwa skala work-life balance mempunyai daya keterandalan yang memuaskan, sehingga skala ini dapat digunakan untuk mengukur atribut work-life balance. Skala intensi turnover dalam penelitian ini memiliki nilai alpha (α) 0,813. Setelah aitem-aitem yang tidak valid digugurkan nilai alpha (α) menjadi sebesar 0,944. Nilai ini menunjukkan bahwa skala mampu mencerminkan 94,4 % variasi yang terjadi pada skor murni sampel yang bersangkutan sehingga dapat digunakan. Nilai alpha (α) sebesar 0,944 menggambarkan bahwa skala intensi turnover mempunyai daya keterandalan yang memuaskan, sehingga skala ini dapat digunakan untuk mengukur atribut intensi turnover.
Metode Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2013) metode pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah skala Likert dan angket terbuka.
Teknik Analisis Data
Penelitian yang digunakan adalah studi korelasional dengan metode analisis regresi sederhana. Menurut Santoso (2005) regresi sederhana adalah suatu teknik regresi apabila terdapat satu variabel bebas untuk memprediksi variabel tergantung. Analisis regresi sederhana dapat meramalkan keadaan nilai variabel tergantung yang dinaikkan atau turunkan berpengaruh terhadap variabel bebas (Sugiyono, 2012). Regresi sederhana dilakukan untuk melihat hubungan konstribusi work-life balance dengan intensi turnover. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program bantu SPSS 15 for windows. Studi korelasi harus melalui uji asumsi yang harus dipenuhi berupa uji normalitas dan uji linieritas.
Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan uji distribusi normal menggunakan uji statistik non-parametrik SPSS 15 for windows dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Selanjutnya dapat diketahui sampel yang digunakan peneliti yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Persebaran data normal atau tidak normal dalam penelitian ini, dapat dilihat dari nilai probabilitas. Jika hasil yang diperoleh adalah nilai p > 0,05 maka data berdistribusi normal, sedangkan jika p < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Santoso, 2005).
Penelitian ini juga melalui uji linearitas yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel worklife balance dan intensi turnover bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis dari variabel bebas dan variabel tergantung. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila nilai probabilitasnya
kurang dari 0,05, sementara hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linear apabila nilai probabilitasnya lebih dari 0,05 (Santoso, 2005). Uji linearitas data penelitian menggunakan bantuan teknik Test for Linearity Compare Means pada taraf signifikansi 5%.
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Menurut Sugiyono (2012), apabila nilai signifikansi probabilitas kurang dari 0,05, maka variabel bebas dan variabel tergantung memiliki hubungan yang signifikan dan apabila nilai signifikansi probabilitas lebih dari 0,05, maka variabel bebas dan variabel tergantung tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini juga berarti, jika nilai p pada hasil analisis ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, namun apabila nilai p pada hasil analisis ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Isu etika yang juga diperhatikan dalam penelitian ini mengacu kepada kode etik yang berlaku, yaitu pemberikan informed concent kepada para subjek sebagai pernyataan kesediaan menjadi subjek pada penelitian.
HASIL PENELITIAN
Setelah melaksanakan uji coba terhadap skala penelitian, dilanjutkan dengan melakukan proses pengambilan sampel yaitu dengan cara mengundi secara acak. Kertas yang bertuliskan nama-nama subjek penelitian dilipat, kemudian diambil secara acak sebanyak 220 nama subjek. Nama-nama yang telah terpilih kemudian didata lalu dikelompokkan ke dalam 13 lingkungan banjar adat untuk memudahkan dalam proses pengumpulan data. Pelaksanaan pengumpulan data menggunakan dua skala yaitu skala work-life balance sebayak 28 aitem, skala intensi turnover sebanyak 30 aitem dan angket dengan pertanyaan terbuka.
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 6 April 2014 sampai dengan 20 April 2014 pada 13 Banjar Adat di Desa Adat Sading, yaitu Banjar Puseh, Banjar Pengalasan, Banjar Jeroan, Banjar Sengguan, Banjar Pasekan, Banjar Pekandelan Dauhan, Banjar Pekandelan Danginan, Banjar Karangsuwung, Banjar Negara Kaja, Banjar Negara Kelod, Banjar Ujung Sari, Banjar Madia Sari, dan Banjar Negari.
Penyebaran skala dilakukan setelah mendapat ijin dari Klian Adat dan Klian Dinas di Desa Adat Sading. Skala dibagikan kepada 220 subjek saat acara rapat krama banjar istri, kegiatan latihan menari ibu-ibu PKK, latihan sekaa santhi, ngayah adat di banjar dan saat langsung berkunjung ke rumah subjek. Skala yang memenuhi kriteria sebanyak 206 dan terdapat 14 skala yang tidak memenuhi syarat. Skala yang memenuhi kriteria kemudian diurutkan, diskoring lalu dianalisis. Kendala yang dihadapi saat melaksanakan penelitian adalah banyaknya skala yang tidak kembali, sehingga total subjek yang memenuhi syarat dalam penelitian
ini sebanyak 206 orang. Tabel 1, tabel 2 dan tabel 3 akan merangkum mengenai karakteristik subjek penelitian ini.
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Lapangan Pekerjaan | ||
Lapanean Pekeijaan |
Frekuensi (Orang) |
Presentase |
Travel |
10 |
4.85% |
Rumah Sakit Swasta |
10 |
4.85% |
Hotel |
32 |
15,53% |
Restauran |
24 |
11.65% |
Bank |
14 |
6.79% |
Apotek |
6 |
2,91% |
Sekolah Swasta |
13 |
6.31% |
Perusahaan Otomotif |
31 |
15. 04% |
Perusahaan Textil |
20 |
9,7% |
Perusahaan Retail |
14 |
6.79% |
Perusahaan Import |
5 |
2,42% |
Perusahaan Percetakan |
3 |
1.45 % |
Perusahan-perusahaan Lain |
23 |
11.16% |
Tabd 2.
Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan ITsia, Jumlah Anak, Lama Kerja, Jenis ___________________ Pekerja dan Jam Kerja Pasangan_______ι_______________
Karakteristik |
Katesori |
Frekuensi (orang) |
Persentase (%) |
Usia |
21-24 tahun |
2 |
0.97% |
25-44 tahun |
176 |
85.43 % | |
45 - 50 tahun |
28 |
13.59 % | |
Jinnlah anak |
Jiunlah Anak 1 |
6 |
2.91 % |
Jumlah Anak 2 |
130 |
63.11 % | |
Jiunlah Anak 3 |
65 |
31,55 % | |
Jiunlah Anak 4 |
5 |
2.42% | |
Lama keri a |
1-5 tahun |
56 |
27.18 % |
6-10 tahun |
62 |
30.09 % | |
11-15 tahun |
42 |
20.38 % | |
16-20 tahun |
31 |
15.04% | |
21-26 tahun |
15 |
7.28% | |
Jenis pekerja |
Pekerja reguler |
121 |
58.73% |
Pekerja non-reguler |
85 |
41.26% | |
Jam kerja pasangan |
0 jam |
42 |
20.38% |
6-7 jam |
7 |
3,39% | |
Sjam |
129 |
62.62% | |
>8 jam |
19 |
9.22% | |
Tidak menentu |
9 |
4.36% | |
Tabel 3. | |||
Deskripsi Subjek Penelitian |
Berdasarkau Akthitas | ||
Aktivitas |
Wakm |
Frekuensi (orang) |
Persentase |
8 j am |
147 |
71.35% | |
Bekerja |
> 8 jam |
45 |
21,84% |
Tidur |
< 8 jam |
109 |
52.91% |
8 j am |
89 |
43,20% | |
0 j am |
24 |
11.65% | |
Pribadi |
1 j am |
76 |
36.89% |
2 j am |
67 |
32.52% | |
>2 jam |
39 |
18.93% | |
Pekerjaan Rumah |
0 j am |
8 |
3.88% |
Ijam |
25 |
12.13% | |
2 jam |
57 |
27.66% | |
3 jam |
58 |
28,15% | |
Ojam |
39 |
18.93% | |
Keterlibatan dengan Keluarsa 1 jam |
29 |
14.07% | |
2 jam |
50 |
24.27% | |
Berbelanja kebutuhan sehari- 0 jam |
16 |
7.76% | |
Iiaii |
30 menit |
169 |
82.03% |
Ojam |
5 |
2.42% | |
Membuat Banten |
Ijam |
23 |
11.16% |
2 jam |
47 |
22.81% | |
3 jam |
72 |
34.95% | |
Menyama braya dengan 3 jam ill 3 jam keluarga besar . - >3 jam |
41 52 113 |
19.90% 25,24% 54,85% | |
<4 jam |
55 |
26.69% | |
Mebanjar Adat |
4 jam >4 jam |
50 101 |
24.27% 49.02% |
Pada penelitian ini, peneliti melakukan dua kategorisasi skor skala penelitian, yaitu kategorisasi dari skala work-life balance dan kategorisasi skala intensi turnover.
Skala work-life balance dan kategorisasi skala intensi turnover dalam penelitian ini dikategorisasikan ke dalam lima golongan. Tujuan dari penggolongan ini adalah untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012). Kategorisasi skala work-life balance dapat dilihat pada tabel 4, dan kategorisasi skala intensi turnover dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4. Kategorisasi Subjek pada Skala Wark-Life Balance | ||||
Vanabel |
Rentang Nilai |
Kategori |
Subjek |
Persentase |
Work-life |
X≤49 |
Sangat Rendah |
26 orang |
12,6% |
balance |
49 < X ≤ 63 |
Rendah |
83 orang |
40,4% |
63 < X < 77 |
Sedang |
73 orang |
35.4% | |
77<X≤91 |
T inggi |
20 orang |
9,7% | |
91 <X |
Sangat Thiggi |
4 orang |
1.9% | |
Jumlah |
206 orang |
100 % | ||
TabeI 5. | ||||
Kategorisasi Subjek pada Skala Iuteusi Turnover | ||||
Variabel |
Rentang Nilai |
Kategori |
Subjek Persentase | |
Intensi |
X <52,5 |
Sangat Rendah |
1 orang |
0.5% |
Turnover |
52.5 <X< 67.5 |
Rendah |
20 orang |
9.7% |
67.5<X< 82.5 |
Sedang |
61 orang |
29.6% | |
82.5 < X < 97,5 |
Tinggi |
91 orang |
44.2% | |
97,5 < X |
Sangat Tinggi |
33 orang |
16% | |
Jumlah |
206 orang |
100 % |
Analisis kategorisasi pada skala work-life balance menunjukkan bahwa subjek yang termasuk dalam kategori sangat rendah terdapat 26 orang, dan kategori sangat tinggi sejumlah empat orang. Mayoritas subjek berada pada kategori rendah (83 orang). Analisis kategorisasi pada skala intensi turnover menunjukkan bahwa subjek yang termasuk dalam kategori sangat tinggi berjumlah 33 orang dan mayoritas subjek berada pada kategori tinggi (91 orang).
Uji asumsi pertama yang harus terpenuhi dalam penelitian ini adalah uji normalitas. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dengan tingkat signifikan ≥0,05. Sebaran data pada variabel work-life balance memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,162 dan variabel intensi turnover memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,082. Probabilitas variabel work-life balance dan variabel intensi turnover di atas 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada variabel variabel dikembangkan berdasarkan berdistribusi normal.
Uji asumsi kedua yang harus terpenuhi dalam penelitian ini adalah uji linieritas. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan Compare Means dengan menggunakan program SPSS 15.0 for windows, dengan taraf signifikansi 5%. Hasil pengujian linieritas menunjukkan bahwa hubungan work-life balance dengan intensi turnover adalah linier, karena memiliki probabilitas (p) sebesar 0,000 atau memiliki taraf signifikansi untuk linieritas lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara variabel work-life balance dengan intensi turnover telah menunjukkan adanya garis lurus. Berdasarkan uji normalitas dan uji linieritas yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
data penelitian bersifat normal dan linier sehingga analisis regresi sederhana dapat dilanjutkan.
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu ekor (one-tailed) dengan program SPSS 15.0 for windows. Berdasarkan hasil SPSS 15.0 for windows, didapatkan nilai probabilitas (p) pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,000 (p < 0,05). Probabilitas yang jauh lebih kecil dari 0,05 ini terlihat pada tabel 20 yang menunjukkan bahwa model regresi bisa dipakai untuk memprediksi intensi turnover atau garis regresi dapat dipercaya untuk meramalkan kontribusi variabel bebas work-life balance.
Tabel 6.
Hasil Uji Signifikausi __________________________ANOVAtbi__________________________ Suni of
Model________________________Squares_____df Mean Square_____F_______Sig.
1 Regression 1985.639 1 1985.639 13.994 0.000(a)
Residual 28946.793 204 141.896
_________________ Total 3093 2.43 2 205 ___________________________________ a Predictors: (Constant). Work-life Balance b Dependent Vanable: Intensi Turover
Tabel 7 menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel bebas secara individual dalam menjelaskan variasi variabel tergantung. Arah hubungan antara work-life balance dengan intensi turnover dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (B). Pada tabel 7, nilai koefisien regresi bertanda negatif (B= -0,243) berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang berkebalikan (Sugiyono, 2013). Semakin rendah tingkat work-life balance, maka tingkat intensi turnover akan semakin tinggi begitu pula sebaliknya, apabila semakin tinggi tingkat work-life balance, maka tingkat intensi turnover akan semakin rendah.
Nilai probabilitas (p) pada taraf signifikansi 5 % yang terdapat pada tabel 7 menunjukkan parameter individual sebesar 0,000 (p < 0,01), yang berarti work-life balance memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi turnover, dan gejala work-life balance yang berhubungan dengan gejala intensi turnover merupakan suatu gejala kausal. Hubungan ini diyakini sebagai gejala kausal karena dapat diramalkan apabila terjadi kenaikan satu nilai pada variabel work-life balance, maka nilai intensi turnover akan turun sebanyak 0,243.
Tabel 7.
Hasil Uji Siguifikan Parameter Individual ___________Coefficients (a)_________________
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients Beta |
t |
Sig. | ||
B |
Std. Error | |||||
1 |
(Constant) WORK-LIFE BALANCE |
101,939 -0.243 |
4,574 0.065 |
-0.253 |
22,286 -3.41 |
0.000 0.000 |
a Dependent Variable: Intensi Turover
Pada tabel 8 dapat diketahui sumbangan variabel bebas terhadap variabel tergantung melalui analisis regresi yang diperoleh dari koefisien determinasi (R2) dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi (r = 0,253) sehingga didapatkan hasil R2 sebesar 0,064. Berdasarkan koefisien determinasi sebesar 0,064, diperoleh sumbangan efektif dari variabel work-life balance terhadap variabel intensi turnover sebesar 6,4%.
Tabel S.
Hasil Besarnya Sumbangan EfektifVariabel Bebas Terhadap Variabel Tergantuug
Model Sununary (b)
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
1 |
0.253(a) |
0.064 |
0,060 |
11.912 |
a Predictors: (Constant), Work-life Balance b Dependent Vanable: Litensi Tiirover
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis data tambahan untuk mengetahui faktor-faktor yang menganggu terciptanya keadaan work-life balance pada subjek yang bersumber dari kehidupan pribadi, pekerjaan, keluarga dan sosial. Berdasarkan hasil analisis sumber faktor penganggu work-life balance pada kehidupan pribadi subjek mayoritas karena permasalahan pribadi seperti, kurang mampu mengatur waktu dan keterbatasan ekonomi. Mayoritas subjek juga merasakan faktor yang menganggu work-life balance pada kehidupan pekerjaan adalah permasalahan dengan rekan kerja. Tidak hanya merasakan gangguan work-life balance dari kehidupan pribadi dan pekerjaan tetapi juga dari kehidupan sosial subjek yang mayoritas karena benturan antara waktu adat dengan waktu kerja.
Timbulnya gangguan dalam menciptakan work-life balance, mengarahkan subjek untuk melakukan problem solving pada lingkup kehidupan yang dirasa terganggu. Berdasarkan hasil kategorisasi, mayoritas subjek berada pada kategori intensi turnover yang tinggi (sebanyak 91 orang) dan kategori work-life balance yang rendah (sebanyak 83 orang). Hasil analisis menunjukkan dari 44 subjek yang berada pada kategori work-life balance yang rendah dan intensi turnover yang tinggi akan melakukan problem solving dengan intensi turnover sebanyak 27,27% bila mengalami gangguan dalam pekerjaan.
Selain gangguan yang dirasakan dari lingkungan kerja, terganggunya kehidupan sosial membuat mayoritas subjek juga melakukan problem solving dengan memilih mengutamakan kegiatan adat dan mengorbankan pekerjaan. Subjek yang mengalami gangguan dalam mencapai work-life balance dan membuat problem solving untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi tentunya tidak lepas dari keterlibatan keluarga. Namun berdasarkan hasil analisis kualitatif dapat diketahui bahwa mayoritas subjek tinggal dengan keluarga kecil dan keluarga tidak terlibat dalam membantu subjek dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis telah dapat dibuktikan bahwa hipotesis alternatif penelitian diterima yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan antara work-life balance dengan intensi turnover pada wanita pekerja di Desa Adat Sading. Melalui hasil analisis regresi sederhana diperoleh nilai koefisien regresi yang bertanda negatif dan probabilitas yang
dapat meramalkan hubungan antara work-life balance dengan intensi turnover.
Selain itu, nilai koefisien regresi yang berkorelasi negatif menujukkan bahwa bila terjadi peningkatan pada variabel work-life balance maka akan terjadi penurunan terhadap variabel intensi turnover, begitu pula sebaliknya jika terjadi penurunan terhadap variabel work-life balance maka terjadi peningkatan terhadap variabel intensi turnover. Hasil analisis statistik data penelitian menunjukkan bahwa variabel work-life balance memiliki nilai mean teoritis yang lebih besar dari mean empiris. Artinya rata-rata subjek memiliki tingkat work-life balance yang rendah. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa variabel intensi turnover memiliki nilai mean teoritis yang lebih kecil dari mean empiris. Artinya bahwa rata-rata subjek memiliki intensi turnover yang tinggi. Hal ini juga ditunjukkan dari mayoritas subjek berada pada kategori work-life balance rendah dan tingkat intensi turnover yang tinggi.kategori work-life balance rendah dan tingkat intensi turnover yang tinggi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malik, Gomez, Ahmad dan Saif (2010) serta Noor (2011) yang juga menemukan bahwa work-life balance memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi turnover dan korelasi yang ditunjukkan menggambarkan adanya hubungan yang negatif. Nilai probabilitas pada penelitian Malik, Gomez, Ahmad dan Saif (2010) menunjukkan angka 0,001 (p < 0,05) dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,134, sedangkan penelitian yang dilakukan Noor (2011) memiliki nilai koefisien korelasi sebesar -0,34 dan p < 0,05.
Hasil pengolahan data statistik memberi suatu kesimpulan bahwa work-life balance memiliki pengaruh terhadap intensi turnover, bila terjadi kenaikan satu nilai pada variabel work-life balance maka tingkat intensi turnover akan turun sebanyak 0,243. Variabel work-life balance juga dapat menjelaskan sumbangan terhadap variabel intensi turnover sebesar 6,4% yang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi sebesar 0,064. Artinya terdapat pengaruh faktor lain selain faktor work-life balance sebesar 93,6 %.
Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Noor (2011) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh faktor eksternal selain work-life balance yang dapat menimbulkan intensi turnover seperti komitmen kerja dan kepuasan kerja. Faktor-faktor eksternal selain variabel worklife balance yang dapat menimbulkan intensi turnover dapat mengarahkan terjadinya keadaan imbalance. Subjek pada penelitian ini mengalami keadaan imbalance yang menganggu work-life balance, mayoritas sumber gangguan work-life balance bersumber dari lingkungan pekerjaan dan sosial subjek. Menurut mayoritas subjek penelitian ini faktor-faktor yang dirasakan menganggu work-life balance yaitu kesulitan dalam mengatur waktu kerja dengan waktu adat, jam kerja
yang panjang, kesulitan dalam meminta ijin cuti dari atasan untuk kegiatan adat, dan konflik dengan rekan kerja.
Data demografi mengungkapkan kategorisasi usia subjek penelitian yang sebagian besar berada pada usia yang masih muda dalam berkarir, yaitu 25 hingga 44 tahun sebanyak 85,43%. Zunker (2002) menyampaikan bahwa pada tahapan karir life roles rainbow (15 hingga 24 tahun) individu memasuki tahap eksplorasi yaitu mengumpulkan informasi yang relevan dalam pengembangan kemampuan terkait pilihan tentatif jenis karir yang akan dipilih namun belum mencapai keputusan final. Tahap memulai (establishment) dalam berkarir dimulai pada usia 25 hingga 44 tahun yaitu memasuki tahap membangun keterampilan dan stabilisasi melalui pengalaman kerja dengan mencoba-coba. Hal ini diperkuat dari penelitian Gilmer (1966) yang menyatakan bahwa pekerja yang berusia muda memiliki tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi karena masih memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan. Pernyataan Gilmer sejalan dengan Mulyapradana (2012) yang menyatakan bahwa pekerja yang berusia muda memiliki keberanian untuk keluar dari perusahaan untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan harapan dan hal ini memicu tingginya intensi turnover.
Berdasarkan data demografi menjelaskan bahwa mayoritas subjek (58,73% orang) memiliki waktu kerja yang panjang selama delapan hingga 12 jam sehari. Berdasarkan hasil penelitian Hill, Hawkins, Ferris dan Weitzman (2001) yang menyatakan bahwa jam kerja yang panjang memiliki nilai yang kuat dan berkorelasi negatif terhadap work-life balance. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian ini, bahwa mayoritas subjek berada pada work-life balance yang rendah.
Selain memiliki waktu kerja yang panjang dari data demografi juga diperoleh informasi waktu yang diluangkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, yang terangkum pada tabel 3. Ramadhani (2013) bahkan menyatakan keseimbangan waktu yang dimiliki oleh pekerja menentukan jumlah waktu yang dialokasikan oleh pekerja pada pekerjaan maupun kehidupan pribadi dengan keluarga.
Selain itu, dukungan dari lingkungan keluarga juga memiliki hubungan dengan tingkat work-life balance (Ayuningtyas & Septarini, 2013). Masyarakat Bali yang cenderung bersifat kolektivis memudahkan terbentuknya keterikatan di lingkungan keluarga dan membentuk dukungan sosial, berupa bantuan dari sanak saudara, mertua dan suami dalam pengasuhan anak dan pengerjaan tugas rumah tangga secara langsung maupun dukungan yang diberikan secara emosional (Suyadnya, 2009). Mayoritas subjek penelitian ini yang sebagian besar tinggal dengan keluarga kecil tidak sepenuhnya dapat menyeimbangkan peran di lingkungan keluarga. Hal ini terjadi karena anggota keluarga tidak terlibat dalam membantu mengerjakan pekerjaan rumah, yang akhirnya semua pekerjaan rumah yang dapat dikerjakan oleh anggota keluarga dikerjakan sendiri oleh subjek. Subjek yang
mengerjakan pekerjaan rumah sendiri semakin mengarahkan pada terciptanya keadaan imbalance. Keadaan imbalance yang dirasakan mayoritas subjek penelitian ini karena keterbatasan waktu dalam menjalankan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Multi peran yang subjek jalani dengan keterbatasan waktu mengarahkan subjek pada kondisi imbalance, khususnya bila subjek tidak mampu melakukan manajemen waktu dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian mengenai relevansi berbagai dukungan terhadap kepuasan work-life balance yang dilakukan oleh Abendroth dan Dulk (2011), menunjukkan bahwa dukungan keluarga memiliki relevansi yang tinggi dengan work-life balance. Dukungan keluarga tersebut dapat berupa hubungan yang baik, sedikit konflik dan adanya keterlibatan keluarga mengenai tugas-tugas rumah tangga.
Berkaitan dengan lingkungan keluarga di Bali yang masih kental dengan sistem kekerabatan patrilinear, istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang memiliki tugas utama dalam pekerjaan domestik khususnya proses sosialisasi anak (Astiti, 1999). Hal ini sejalan dengan keadaan pekerja wanita yang pada umumnya selain harus bekerja juga berkewajiban mengasuh anak.
Mayoritas para pekerja wanita memiliki pasangan yang bekerja selama delapan jam dan menurut Astiti (1999) penyerahan tugas dalam mendidik anak sebagian besar dikerjakan oleh para istri daripada suami walaupun keduanya sama-sama harus bekerja. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Guest (2002) bahwa pasangan suami istri yang bekerja dan memiliki anak cenderung lebih sering mengalami imbalance. Keadaan imbalance ini semakin ditambah lagi dengan keadaan subjek yang menjadi krama banjar istri, sehingga subjek memiliki kompleksitas peran yang harus dijalani.
Keadaan ini sejalan dengan penelitian Suyadnya (2009) yang menyebutkan bahwa sejak berstatus menikah, wanita Bali tidak hanya disibukkan oleh tugas dan tanggungjawabnya sebagai istri dan atau sebagai seorang ibu, namun juga disibukkan oleh tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Setelah berstatus menikah, secara otomatis wanita Bali memiliki status sebagai krama banjar istri di lingkungan tempatnya tinggal, sehingga memiliki tanggung jawab untuk mengikuti berbagai kegiatan adat yang dilakukan di desa adatnya sebagai wakil krama adat perempuan dari keluarganya. Artinya di ranah keluarga pekerja wanita Bali bertanggungjawab sebagai representatif perempuan dari keluarga untuk menghadiri berbagai kegiatan adat. Pekerja wanita Bali juga harus melakukan pekerjaan domestik selain menyeimbangkan pemenuhan peran di pekerjaan dan lingkungan adat.
Peran-peran yang dijalankan oleh pekerja wanita tidak jarang mengarah pada timbulnya konflik peran yang yang menimbulkan faktor penganggu work-life balance. Data tambahan menunjukkan faktor penganggu work-life balance
yaitu mayoritas subjek mengalami kesulitan bila dalam kondisi yang bersamaan harus memilih bekerja atau melakukan aktivitas adat dan akhirnya menciptakan kondisi imbalance.
Timbulnya kondisi imbalance membuat subjek melakukan problem solving untuk mengatasi permasalahan yang paling sering dialami pada lingkungan kerja dan sosial (adat dan nyama braya). Problem solving yang akan dilakukan oleh subjek bila kehidupan kerja terganggu yaitu dengan melakukan intensi turnover (27,27%), sedangkan bila kegiatan sosial terganggu subjek lebih mengutamakan menjalankan kegiatan adat dan tidak bekerja ke kantor (47,72%).
Setiap warga pasti melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan krama banjar, sehingga tradisi nyama braya terus dipertahankan. Bila seorang warga sedang menyelenggarakan kegiatan upacara adat maka krama adat akan membantu pelaksanaan kegiatan tersebut, begitu juga sebaliknya warga yang pernah dibantu oleh krama akan membantu krama yang lain bila sedang menyelenggarakan upacara keagamaan. Bila seorang krama jarang atau bahkan tidak pernah membantu krama lainnya padahal ia sedang menyelenggarakan upacara adat, maka krama lain tidak akan datang membantu. Hal inilah yang membuat mayoritas subjek lebih mengutamakan untuk mengikuti kegiatan adat daripada bekerja. Selain itu, subjek juga menghindari rasa malu akibat sanksi sosial yang akan diterimanya karena tidak mengikuti kegiatan adat. Sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Wulanyani dan Sudiajeng (2006) bahwa jika tidak menghadiri kegiatan adat warga akan dikenai sanksi sosial dan adat yang sulit dihindari.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara work-life balance dengan intensi turnover pada wanita pekerja di Desa Adat Sading namun korelasi hubungan yang dimiliki lemah. Sumbangan efektif yang dapat diberikan oleh variabel work-life balance terhadap intensi turnover adalah sebesar 6,4%, sedangkan terdapat pengaruh faktor lain selain faktor work-life balance sebesar 93,6 %. Hubungan antara variabel work-life balance dengan intensi turnover tergambarkan dari hasil regresi yang negatif bahwa mayoritas subjek berada pada kategori worklife balance yang rendah dan tingkat intensi turnover yang tinggi. Adanya pengaruh faktor eksternal yang berhubungan terhadap intensi turnover tidak hanya dari variabel work-life balance, sehingga pekerja wanita mengalami keadaan imbalance. Keadaan imbalance terlihat dari adanya faktor-faktor penganggu work-life balance yang menyebabkan worklife balance rendah bersumber dari lingkungan pekerjaan dan sosial seperti, kesulitan dalam mengatur waktu kerja dengan waktu berkegiatan adat dan kesulitan dalam meminta ijin cuti. Subjek juga melakukan problem solving bila mengalami gangguan work-life balance pada kehidupan kerja dan kehidupan sosial.
Saran praktis yang dapat dipertimbangkan berdasarkan hasil penelitian ini kepada pekerja wanita perlu melakukan manajemen waktu, melibatkan keluarga dalam pembagian tugas rumah tangga dan menyusun skala prioritas. Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan bila terjadi benturan waktu antara waktu kerja dengan waktu adat adalah dengan meminta bantuan keluarga atau meminta orang lain (di luar anggota keluarga) menggantikan dalam berkegiatan adat. Bila pekerja wanita memang harus mengikuti kegiatan adat yang tidak dapat digantikan, pekerja wanita dapat berupaya bertukar shift kerja dengan rekan kerja atau meminta ijin dari kantor.
Saran praktis kepada pihak perusahaan terhadap pekerja dapat dilakukan dengan perlakuan yang adil dalam memberikan ijin cuti, melakukan assessment dalam bentuk survei internal mengenai work-life balance dan intensi turnover dan melakukan langkah preventif dalam proses rekrutmen dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan cara subjek dalam melakukan manajemen waktu.
Saran praktis kepada tokoh adat yang akan melakukan kajian terhadap awig-awig yang sudah ada dengan warga agar menjadikan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam proses revisi. Saran bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan pengukuran work-life balance dengan aspek atau dimensi variabel yang berbeda dengan penelitian ini, sehingga akan mendukung berbagai teori baru yang bermunculan mengenai work-life balance dan intensi turnover. Peneliti selanjutnya juga dapat menyusun penelitian dengan studi komparatif untuk membandingkan bentuk worklife balance dan intensi turover berdasarkan data demografi subjek dan memilih subjek penelitian dengan karakteristik responden berbeda dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
__________. (2012). Monografi kelurahan Sading. Mangupura: Kelurahan Sading
__________. (2003). Undang-Undang Ketenaga Kerjaan. Diakses
pada 30 November 2013. Dari: http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf
__________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO Convention No.138 Concerning Minimum Age For Admission To Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja).
Abbasi, S.M., Hollman, K.W., & Hayes, R.D. (2008). BadBosses and how not to be one [Electronic version]. Information Management Journal, 42(1), 52-56
Abendroth, A.-K., & Dulk, L. D. (2011). Support for the work-life balance in Europe: the impact of state,workplace and family support on work-life balance satisfaction [Electronic version]. Journal of Work, Employment & Society.
Andini, R. (2006). Analisis pengaruh kepuasan gaji, kepuasan kerja, komitmen organisasional terhadap turnover intention (studi kasus pada rumah sakit Roemani Muhammadiyah Semarang) [Electronic version]. Tesis. Semarang : Program Studi Magister Managemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Anwar, P.M. (2005). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama
Arikunto, S. (2013). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arsana, G.K.G., Suci, N.K., Dhana, I.N., & Rupa, I.N. (1990). Tata kelakuan di lingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat setempat daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bali.
Astiti, T.I.P. (1999). Nilai Anak Dalam Kehidupan Keluarga Orang Bali. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Ayuningtyas, L., & Septarini, B.G. (2013). Hubungan family supportive supervision behaviors dengan work family balance pada wanita yang bekerja [Electronic version]. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 2 (1)
Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (BPS). (2012). Diakses pada 13 Oktober 2013. Dari:
http://www.bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=605001&od =5&id=5.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (BPS). (2013). Diakses pada 20 Mei 2014. Dari:
http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=605002&od=5&id =5
Boediono., & Koster, W. (2004). Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Buck, D.C. (2003). Managing Work-Life Balance: a Guide for Human Resources in Achieving Organizational and Individual Change. London: APD House.
DeMeulenaere, S., & Lietaer, B. (2003). Sustaining cultural vitality in a globalizing world: the balinese example [Electronic version]. International Journal of Social Economics, 30 (9).
Dhamayanti, R. (2006). Pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan terhadap
kepuasan kerja karyawan wanita studi pada Nusantara Tour & Travel Kantor Cabang dan Kantor Pusat Semarang [Electronic version]. Jurnal Studi Manajemen & Organisasi, 3(2), 93.
European Agency For Safety and Health at Work. (2005). Family Issues and Work-Life Balance. Diakses pada : 21 Oktober 201. Dari: http://osha.europa.eu
Fishbein & Ajzen. (1975). Belief, Attitude, Intentions And Behavior: An Introduction to Theory and Research. California: Addison-Wesley. Publishing Company, Inc
Greenhaus, J. H., Collins, K. M., & Shaw, J. (2003). The relation between work-family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior, 63, 510-531.
Gbadamosi, L., & Chinaka, N. J. (2011). Organizational politics, turnover intention and organizational commitments as predictors of employees’ efficiency and effectiveness in academia [Electronic version]. Proceedings of Informing Science & IT Education Conference.
Gilmer, V.H. (1966). Industrial Psychology. USA: McGraw Hill Book Company Inc.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis MultiVariate dengan Program SPSS (Edisi enam). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghony, M.D., & Almanshur, F. (2012). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Grawitch, M.J., Gottschalk, M., & Munz, D. C. (2006). The path to a healthy workplace: A critical review linking healthy workplace practices, employee well-being, and organizational improvements [Electronic version]. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 58, 129-147.
Guest, D. E. (2002). Perspectives on the study of work-life balance. Social Science Information, 41, 255-279.
Harnoto. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia (Ed. kedua). Jakarta: PT. Prehallindo.
Hasan, S. S. ul. (2012). Work life balance, stress, working hours, and productivity : a case study of fashion retailers in the UK [Electronic version]. 3(4).
Hayes, N. (2000). Doing Qualitative Analysis in Psychology. New York: Psychology Publisher.
Heider, F. (1958). The Psychology of Interpersonal Relations. New York: Wiley.
Hill, E. J., Hawkins, A. J., Ferris, M., & Weitzman, M. (2001). Finding an extra day a week: the positive influence of
perceived job flexibility on work and family life balance [Electronic version]. Family Relations, 50 (1), 49-54.
Juliani1, D., & Masruroh. (2013). Analisis pengaruh stress di tempat kerja, emotion dan kesejahteraan karyawan terhadap worklife balance karyawan di PT. Rukun Djaya Solindo [Electronic version]. Skripsi. Jakarta Barat: Universitas Bina Nusantara
Lazar, L., Osoian,C., & P. Ratiu. (2010). The role of work-life balance practices in order to improve organizational performance [Electronic version]. European Research Studies, 13 (1).
Leger-Hornby, T., & Bleed, R. (2006). Work and life: achieving a reasonable balance. Educause. Available electronically at www.educause.edu/cultivatingcareers
Lewison, J. (2006). The work-life balance sheet so far [Electronic version]. Journal of Accountancy, 202 (2).
Malik, M. I., Gomez , S. F., Ahmad, M., & Saif, M. I. (2010). Examining the relationship of work-life balance, job satisfaction and turnover in Pakistan [Electronic version]. OIDA International Journal of Sustainable Development, 2 (1), 27-33
Mariati. (2013). Pengaruh work-life balance & burnout terhadap kepuasan kerja [Electronic version]. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Moedy, D. M. R. (2013). Analisis work-life balance, keinginan untuk meninggalkan organisasi, kepenatan (burnout) dan kepuasan kerja pada dosen universitas atma jaya yogyakarta [Electronic version]. Skripsi. Yogyakarta: Pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya
Moleong, L.J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moore, F. (2007). Work-life balance: contrasting managers and workers in an MNC [Electronic version]. Emerald Group Publishing Limited, 29( 4).
Mulyapradana, A. (2012). Hubungan kebijakan pengembangan karir terhadap intensi turover karyawan di divisi marketing PT. Agromedia [Electronic version]. Tesis. Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi dan Kekhususan Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia.
Muhl, C.J. (2002). What is an employee? the answer depends on the federal law [Electronic version]. Monthly Labor Review, 311.
Mulyani, S., dkk. (2008). Modul Memahami Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran. Jakarta: Erlangga
Noor, K. M. (2011). Work-life balance and intention to leave among academics in malaysian public higher education institutions [Electronic version]. International Journal of Business and Social Science, 2 (11).
Ota, K. (2005). Rise in Earnings Inequality in Japan- A Sign of Bipolanzation? Diakses dari
http://www.esri.go.jp/jp/workshop/050914/050914Ota.pdf
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human Develompment (Eleventh Edition). New York: McGraw-Hill
Parkes, L. P., & Langford, P. H. (2008). Work-life balance or worklife alignment? a test of the importance of work-life balance for employee engagement and intention to stay in organisations [Electronic version]. Journal of Management & Organization, 14(3), 267-284.
Pudjiwati, S. (1997). Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta: CV Rajawali.
Purwanto. (2010). Metodelogi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Puspitawati, H. (2009). Pengaruh strategi penyeimbangan antara aktivitas pekerjaan dan keluarga terhadap kesejahteraan keluarga subjektif pada perempuan bekerja di Bogor: Analisis Structural Equation Modelling. Jur. Ilm. Kel. dan Kons, 2 (2)
Ramadhani, M. (2013). Analisis pengaruh keseimbangan kehidupan– kerja terhadap kesuksesan karier (studi pada karyawan PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia) [Electronic version]. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Robbins, S.P, & Judge, T. A. (2011). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Santoso, S. (2005). Mengatasi Berbagai Masalah Statistic dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: PT. Elex Media Komputido
Santoso, S., & Tjiptono, T. (2001). Statistik Parametrik. Jakarta: Elexmedia Komputindo
Saskara, I. A.N., Pudjihardjo, Maskie, G., & Suman, A. (2012). Tinjauan perspektif ekonomi dan nonekonomi perempuan bali yang bekerja di sektor publik: studi konflik peran. [Electronic version]. Jurnal Aplikasi Manajemen. 10 (3)
Schermerhorn, J. R., Hunt, J. G., & Osborn, R. N. (2005). Organization Behavior: 9th Edition. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Scholarious, D., & Marks, A. (2004). Work-life balance and the software workers [Electronic version]. Human Resource Management Journal, 1(4).
Singh, P, & Khanna, P. (2011). Work-life balance a tool for increased employee productivity and retention [Electronic version]. Lachoo Management Journal, 2 (2).
Sirtha, I.N. (2004). Bali Heritage Trust sebagai Lembaga Pelestarian Warisan Budaya Bali yang Berbasis Desa Adat.
Sumartias, S. (2012). Eksistensi Buruh Perempuan Di Era Globalisasi. Semarang: UNPAD.
Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Susanto. (2010). Analisis pengaruh konflik kerja-keluarga terhadap kepuasan kerja pengusaha wanita di Kota Semarang [Electronic version]. Aset, 12 (1), 75-85
Suwandi & Indriantoro, N. (1999). Model turnover Pasewark dan Strawser: studi empiris pada lingkungan akuntan public [Electronic version]. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 2 (2), 173-195.
Suyadnya, I.W. (2009). Perempuan Bali dan identitas : apakah mereka terjebak dalam tradisi, globalisasi atau keduanya? [Electronic version]. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 22 (2)
Sturges, J & Guest, D. (2004). Working to live or living to work? work-life balance early in the career [Electronic version]. Human Resource Management Journal, 1 (4), 5-16.
Sverko, B., Arambasic, L., & Galesic, M. (2002). Work-life balance among croatian employees: role time commitment, workhome interference, and well being [Electronic version]. Social Science Information, 4 (1), 281-301.
Tempo. Gender pengaruhi kriteria memilih kerja. Diakses pada 20 Oktober 201. Dari :
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/18/215497457/Ge nder-Pengaruhi-Kriteria-Memilih-Kerja
Umar, Husein. (2004). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta: Pustaka Pelajar
Wiratmadja, A. G.K. (1991). Wanita Hindu dalam Suatu Proyeksi. Bandung: Ganeca Exact
Wulanyani, S & Sudiajeng, L. (2006). Stres kerja akibat konflik peran pada wanita Bali. Anima Indonesian Psychologycal Journal. 21 (2), 192-195
Zunker, V.G. (2002). Career Counseling: Applied Concepts of Life Planning (6th ed.). Pacific Grove: Brooks/Cole.
20
Discussion and feedback