Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3 No. 1, 35-44


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

STUDI KORELASI PERILAKU ADAPTIF DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA UNDERACHIEVER DI BALI

Tiara Carina dan Supriyadi

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]

Abstrak

Pendidikan adalah suatu usaha yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana untuk mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan (Wahyuningsih, 2004). Terdapat beberapa hambatan di dalam pendidikan, salah satunya adalah beberapa siswa mengalami kesulitan belajar. Anak yang memiliki intelegensi di atas rata-rata namun menunjukkan prestasi rendah di sekolah disebut dengan underachiever. Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar yang dapat dilihat dari perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan (Winkle, 1997). Menurut Suryabrata (1998) serta Shertzer dan Stone (dalam Winkle, 1997), terdapat faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor psikologis yang dikaji dalam penelitian ini adalah perilaku adaptif dan kecerdasan emosional.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi berganda. Subjek dalam penelitian ini adalah 47 siswa underachiever (n laki-laki = 24; n perempuan = 23) yang berusia 11-15 tahun. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan Skala Perilaku Adaptif (rxx = 0.983), Skala Kecerdasan Emosional (rxx = 0.870), dan jumlah nilai rapor semester ganjil.

Melalui uji hipotesis dengan teknik regresi berganda ditemukan koefisien korelasi sebesar 0.857, koefisien regresi sebesar 0.735, koefisien signifikansi regresi sebesar 0.000, dan koefisien signifikansi variabel independen sebesar 0.000 dan 0.043. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku adaptif dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar secara signifikan berkorelasi secara kausal, perilaku adaptif dan kecerdasan emosional mempengaruhi prestasi belajar sebesar 73.5%.

Kata kunci: perilaku adaptif, kecerdasan emosional, prestasi belajar, underachiever

Abstract

Education is an effort that deliberately, regularly runs and plans to modify or develop behavior which the environment wish for (Wahyuningsih, 2004). There are several problem in education, which is some students have learning difficulties. Student with above average level of intelligence but low achieving at school is called by underachiever. Academic achievement is result of learning processes that shown from the changes on knowledge and comprehension, value, attitude, and skill (Winkle, 1997). According to Suryabrata, Shertzer, and Stone (in Winkle, 1997), there are some psychological factors that influence academic achievement. Psychological factors that were studied in this research are adaptive behavior and emotional intelligence.

This research is quantitative study using double regression technique. Subjects of this research are 47 underachiever students (n boys = 24; n girls = 23) who their age are between 11 to 15 year old. The sampling method is random cluster sampling. The data collection method uses Adaptive Behavior Scale (rxx = 0.983), Emotional Intelligence Scale (rxx = 0.870), and study report in odd semester.

From hypothesis test with double regression technique, it is found that the correlational coefficient is 0.857, the regression coefficient is 0.735, the significant coefficient of the regression is 0.000, and the significant coefficient of independent variables are both 0.000 and 0.043. It shows that there is significant causal correlation between adaptive behavior and emotional intelligence with academic achievement, the adaptive behavior and emotional intelligence influences academic achievement as 73.5%.

Keywords:  adaptive behavior, emotional intelligence, academic achievement, underachiever

LATAR BELAKANG

Remaja adalah tahap perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun hingga 21 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2006). Pada masa remaja terjadi perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Menurut Piaget, perubahan kognitif yang terjadi adalah transisi dari tahap operasional konkrit ke tahap operasional formal. Pemikiran pada tahap operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran pada tahap operasional konkrit. Tahap operasional formal berlangsung pada usia 11 sampai 15 tahun (Santrock, 2007). Pada usia tersebut, individu sedang mendapatkan pendidikan formal di sekolah dasar akhir atau sekolah menengah pertama.

Pendidikan adalah suatu usaha yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana untuk mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan (Wahyuningsih, 2004). Pendidikan merupakan pilar yang penting bagi suatu negara dimana tujuannya adalah mencerdaskan rakyat Indonesia. Melalui pendidikan terbentuk generasi penerus yang diharapkan bangsa. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Terdapat beberapa hambatan di dalam pendidikan menengah, salah satunya adalah beberapa siswa sekolah dasar mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar (learning disability) merupakan kumpulan gangguan yang manifestasinya bervariasi, berupa kesulitan dalam memperoleh dan menggunakan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, berpikir, dan berhitung. Prevalensi jumlah anak dengan kesulitan belajar terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebuah penelitian di Semarang mengungkapkan bahwa sebanyak 11,4% anak usia sekolah mengalami kesulitan belajar (Abdurrahman dalam Prasetya & Setyadi, 2011). Berdasarkan penelitian tindakan kelas, diketahui hanya 10% siswa yang mampu menyerap materi pelajaran sampai 85% hingga 95%, 15% mampu menyerap 65% hingga 85%, dan sisanya yaitu sekitar 75% siswa hanya mampu menyerap 50% materi pembelajaran (Syabirin dalam Prasetya & Setyadi, 2011).

Anak dengan kesulitan belajar memiliki inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Pada kenyataannya anak dengan kesulitan belajar memiliki prestasi akademik yang rendah. Anak-anak tersebut memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya (Suryani, 2010). Anak yang memiliki intelegensi di atas rata-rata namun menunjukkan prestasi rendah di sekolah disebut dengan underachiever. Menurut Pringle (1970) underachiever adalah siswa yang memiliki IQ 120 atau di atasnya yang memiliki kesulitan pendidikan dan

perilaku. Shaw dan McCuen (1960) mendefinisikan underachiever sebagai siswa yang potensinya berada pada bagian dari 25% di atas berdasarkan Tes Kemampuan Umum (IQ di atas 110) yang memperoleh IPK di bawah rata-rata. Menurut Ziv, underachiever adalah siswa dengan IQ tinggi yang mempunyai prestasi rendah di sekolahnya (Ziv, Rimon, & Doni, 1977).

Indonesia memiliki prevalensi sekitar 35% siswa uunderachiever (Sofia, 2013). Peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap 53 siswa sekolah dasar dan hasilnya menunjukkan terdapat 21% siswa memiliki potensi kecerdasan tinggi namun menunjukkan prestasi yang rendah di suatu sekolah di Provinsi Bali (Carina, 2014). Persentase tersebut merupakan angka yang tinggi, karena jika 21% siswa underachiever mampu menunjukkan prestasi yang sesuai dengan potensinya maka tujuan dari pendidikan akan tercapai, yaitu terbentuk generasi penerus yang dapat diandalkan bangsa.

Underachiever adalah individu yang kurang motivasi. Underachiever secara konsisten tidak menunjukkan usaha, bahkan cenderung bekerja jauh di bawah potensinya. Underachiever menampilkan masalah tidak hanya pada bidang akademiknya, underachiever juga menunjukkan masalah secara sosial, emosi, dan kemampuan adaptasi atau life skills. Pada dasarnya underachiever memiliki kemampuan intelektual untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. Pada kenyataannya, underachiever tidak memiliki kemampuan menuntaskan pekerjaan, tidak berfungsi secara mandiri, dan tidak berproduksi dalam waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan informasi dari guru, underachiever sering menampakkan dirinya sebagai yang malas, tidak tertarik dalam belajar, bosan, dan tidak patuh.

Ada beberapa karakteristik siswa underachiever, diantaranya yaitu memiliki IQ yang tinggi, memiliki kebiasaan kerja yang buruk, ketidakmampuan berkonsentrasi, kurang usaha dalam menjalankan tugas, minat yang kuat terhadap suatu bidang tertentu, sehingga melupakan akademiknya, pekerjaaannya sering tidak selesai, harga dirinya rendah, menampilkan frustrasi emosional, bersikap negatif terhadap diri sendiri dan orang lain, serta tidak perhatian terhadap tugas yang sedang dihadapi. Menurut Dwipayanti (dalam Wahab, 2005) underachiever adalah siswa yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) tinggi namun berprestasi rendah di sekolahnya.

Menurut Purwodarminto (dalam Ratnawati dan Sinambela, 1996) prestasi adalah sesuatu yang berhasil kita capai. Prestasi belajar adalah kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki individu dalam satu atau lebih area belajar (Webster’s New International Dictionary dalam Liana, 2013). Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar yang dapat dilihat dari perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan

(Winkle, 1997). Tujuan pengajaran tercapai jika individu memiliki prestasi belajar yang baik. Para siswa mempunyai indikasi berpengetahuan yang baik dengan prestasi yang tinggi (Hamdu & Agustina, 2011). Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil belajar siswa dalam waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam bukti laporan yang disebut rapor.

Prestasi belajar merupakan hal yang kompleks yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Suryabrata (1998) dan Shertzer dan Stone (dalam Winkle, 1997), faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari faktor lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor internal merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu yang terbagi lagi menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis merupakan faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yang terdiri atas kesehatan badan dan pancaindera. Faktor psikologis yang dapat memengaruhi prestasi belajar pada siswa underachiever yang akan diteliti pada penelitian ini adalah perilaku adaptif dan kecerdasan emosional.

Perilaku adaptif merupakan suatu tingkat dimana individu mampu berperilaku sesuai standar kebebasan personal dan standar dalam merespon lingkungan seperti yang diharapkan oleh kelompok budaya dan usia tertentu (Sattler, 1992). Perilaku adaptif merupakan performansi tipikal seseorang dalam aktivitasnya sehari-hari yang memerlukan kecakapan sosial dan personal (Markusic, 2012). Menurut Rahayu (2010), perilaku adaptif adalah kemampuan seseorang untuk mampu menyesuaikan diri dengan norma atau standar yang berlaku di lingkungannya. Jika seseorang mampu berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungannya, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mempunyai perilaku adaptif yang baik. Tidak semua orang mampu berperilaku secara adaptif karena perilaku adaptif dipengaruhi oleh lingkungan, intelegensi, kecerdasan emosi dan dukungan sosial.

Istilah perilaku adaptif telah lama digunakan oleh Binet pada tahun 1909 dan Doll pada tahun 1953 (Keller, 1988). Skala yang dirancang untuk menilai perilaku adaptif adalah Vineland Social Maturity Scale yang dikembangkan pada tahun 1930-an oleh direktur Vineland Training School, Edgar Doll. Doll menciptakan bentuk catatan baku yang dirancang untuk menilai tingkat perkembangan seseorang baik dalam mengamati kebutuhan praktisnya maupun dalam menerima tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku adaptif dapat diukur dengan menggunakan skala perilaku adaptif yang meliputi aspek communication, occupation, self direction, socialization, dan locomotion. Perilaku adaptif dalam lingkungan sekolah merupakan kemampuan untuk menerapkan keterampilan belajar di kelas

(Hardman, Drew, & Egan, 1987). Siswa yang tidak mampu menerapkan keterampilan belajar di kelas akan memiliki prestasi belajar yang kurang.

Faktor kedua yang memengaruhi prestasi belajar yang akan diteliti adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri serta memahami emosi orang lain, ketika seseorang berhubungan dengan diri sendiri maupun ketika berhubungan dengan orang lain (Tumurdhi, 2003). Kecerdasan emosional mencakup kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati, menunda perasaan, memberi motivasi diri sendiri, membaca isyarat sosial orang lain, dan menangani naik turunnya kehidupan (Gottman, 1998). Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosional adalah kemampuan individu mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.

Individu yang memiliki kesadaran diri mempunyai kepekaan yang lebih tinggi akan perasaan individu yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan masalah-masalah pribadi. Pengelolaan emosi mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, dan akibat-akibat yang mucul karena gagalnya mengelola emosi-emosi dasar. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Individu yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengungkapkan apa yang orang lain inginkan. Keterampilan sosial merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi.

Individu yang memiliki IQ tinggi namun kecerdasan emosional rendah cenderung terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, dan cenderung putus asa jika mengalami stress. Sebaliknya, kecerdasan emosional yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami istri yang harmonis, dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (LeDoux dalam Goleman, 2001).

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Browing dan Herbert pada tahun 1974 (dalam Rochyadi, 2005), menunjukkan terdapat hubungan positif antara perilaku adaptif dengan intelegensi. Semakin tinggi perkembangan fungsi intelektual seorang anak, semakin tinggi pula kemampuan perilaku adaptifnya. Penelitian yang dilakukan oleh Chicagobased group CASEL, the Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (dalam Thomas, 2007) menunjukkan ketika guru mengajarkan kemampuan emosi dan sosial seperti

cara mengatur emosi, empati, saling menyayangi, dan bekerjasama, siswa menunjukkan peningkatan dalam iklim sosial di kelas dan prestasi belajar.

Goleman (2001) dalam bukunya menyatakan bahwa IQ hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, 80% sisanya diisi oleh kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional. Hasil penelitian Wahyuningsih (2004) mendukung pernyataan tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Penelitian lainnya menunjukkan adanya kesuksesan akademis ketika sekolah memiliki sistem yang jelas dalam mempromosikan pentingnya kemampuan emosi dan sosial siswa (Elias, Wang, Weissberg, Zins, & Walberg, 1997).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa perilaku adaptif dan kecerdasan emosional berhubungan dengan prestasi belajar. Underachiever menampilkan masalah tidak hanya pada bidang akademiknya, anak-anak tersebut juga menunjukkan masalah secara sosial, emosi, dan kemampuan adaptasi atau life skills. Underachiever juga menunjukkan prestasi yang rendah di dalam pembelajaran. Maka dari itu, melalui penelitian ini ingin dibuktikan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku adaptif dan dan kecerdasan emosional dan prestasi belajar pada siswa underachiever.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi ilmu psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai hubungan perilaku adaptif dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa underachiever. Penelitian ini juga diharapkan dapat membuat sekolah dan pemerintah mempertimbangkan pembelajaran perilaku adaptif dan kecerdasan emosional agar masuk ke kurikulum sekolah serta mengarahkan orangtua untuk berpartisipasi dalam mengajarkan perilaku adaptif dan kecerdasan emosional kepada anak agar prestasi belajar meningkat.

METODE

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas adalah variabel yang diduga memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan variabel dependen (Sugiyono, 2013). Variabel tergantung adalah variabel yang diduga dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013).Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah prestasi belajar, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku adaptif dan kecerdasan emosional. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

  • 1.    Perilaku adaptif adalah kemampuan sosial dan personal seseorang untuk menyesuaikan diri dengan norma atau standar

yang berlaku di lingkungannya. Perilaku adaptif dapat diukur dengan menggunakan skala perilaku adaptif yang meliputi aspek communication, occupation, self direction, socialization, dan locomotion.

  • 2.    Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri serta memahami emosi orang lain, ketika seseorang berhubungan dengan diri sendiri maupun ketika berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan skala kecerdasan emosional yang meliputi aspek kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.

  • 3.    Prestasi belajar adalah penilaian hasil belajar siswa dalam waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam bukti laporan yang disebut rapor.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah pertama di Bali yang merupakan underachiever, yaitu siswa dengan intelegensi yang berada pada grade above average dan memiliki nilai rapor di bawah rata-rata kelasnya. Siswa yang dipilih menjadi subjek memiliki kriteria berjenis kelamin baik laki-laki dan perempuan yang berada pada tahap perkembangan operasional formal yaitu usia 11-15 tahun.

Teknik pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel acak berdasarkan kelompoknya (Azwar, 2003). Pada penelitian ini dipilih secara acak sekolah yang akan dijadikan sampel dari sekolah-sekolah menengah pertama di Provinsi Bali. Jumlah sampel yang diambil dihitung berdasarkan banyaknya variabel penelitian. Pada analisis regresi, jumlah minimal yang diharapkan untuk setiap variabel penelitian adalah sebanyak 15 sampel sehingga jumlah sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian ini adalah 45 orang (Field, 2009). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 47 orang.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah menengah pertama di Bali, yaitu SMP Negeri 3 Denpasar pada bulan April 2015.

Alat ukur

Perilaku adaptif diukur dengan menggunakan skala perilaku adaptif yang dimodifikasi dari Vineland Social Maturity Scale (VSMS) versi wawancara. Skala perilaku adaptif diuji validitasnya dengan menggunakan metode Equal Appearing Interval yang terdiri dari 21 item dengan indeks Q dibawah 4. Item dikatakan valid apabila memiliki Q value di bawah 4 (Azwar, 2013). Alat ukur dikatakan reliabel jika

pengukuran menghasilkan hasil yang konsisten walaupun diukur berkali-kali (Riduwan & Sunarto, 2009). Reliabilitas skala perilaku adaptif dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Ebel dalam Azwar, 2010).

2       2

ss — se r xx =------- SSz

ΣT2 (∑Q2

71—1

τ,2 ∑fi=   ΣΓ2 . (∑t)2

se2  n k nk

(n i)(k ~ i)

Dari hasil perhitungan, diperoleh skor reliabilitas skala perilaku adaptif sebesar 0.983. Hal ini menunjukkan bahwa 98.3% data pengukuran menunjukkan skor murni dengan kata lain skala perilaku adaptif dapat mengukur atribut yang bersangkutan.

Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan skala kecerdasan emosional yang dimodifikasi dari penelitian Rustika (2014). Uji validitas skala kecerdasan emosional dilakukan dengan metode korelasi item total dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment pada program SPSS. Skala kecerdasan emosional terdiri dari 26 item dengan koefisien korelasi item dengan total skor bergerak dari 0.263 hingga 0.590. Uji reliabilitas skala kecerdasan emosional dilakukan dengan metode single trial administration dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha pada program SPSS. Reliabilitas skala kecerdasan emosional menunjukkan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0.870. Hal ini menunjukkan bahwa 87% data pengukuran menunjukkan skor murni dengan kata lain skala kecerdasan emosional dapat mengukur atribut yang bersangkutan.

Prestasi belajar diukur dengan menggunakan jumlah nilai rapor siswa pada semester ganjil. Peneliti melakukan scanning siswa underachiever dengan membandingkan nilai rapor siswa semester ganjil dengan hasil tes IQ yang dilaksanakan di awal masuk sekolah. Tes IQ yang dilakukan merupakan tes IQ klasikal. Diperoleh 47 siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Denpasar yang merupakan underachiever. Peneliti memberi penjelasan mengenai tata cara pengisian biodata dan skala. Peneliti memberikan skala kecerdasan emosional untuk diisi oleh masing-masing siswa kemudian dilanjutkan dengan wawancara skala perilaku adaptif.

Teknik Analisis Data

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ha: Ada hubungan antara perilaku adaptif dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa underachiever.

  • 2.    Ho: Tidak ada hubungan antara perilaku adaptif dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa underachiever.

Untuk mengetahui hipotesis pada penelitian ini ditolak atau diterima, perlu dilakukan uji signifikansi. Uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan pada penelitian yang memiliki satu variabel tergantung dan lebih dari satu variabel bebas. Analisis ini berfungsi untuk mengetahui seberapa besar sumbangan efektif masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung, yaitu untuk meramalkan skor variabel tergantung dari skor variabel bebas (Santoso, 2003). Analisis dilakukan dengan bantuan program SPSS.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji linearitas dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test, uji multikolinearitas dengan menggunakan Collinearity Diagnostics, serta uji heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji Park.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah ketiga variabel memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2005). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada program SPSS. Jika signifikansi diatas 0,05 artinya distribusi data pada penelitian ini normal.

Uji linearitas bertujuan untuk melihat bagaimana bentuk hubungan variabel independen dan dependen (Ghozali, 2005). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test pada program SPSS. Estimasi dengan uji ini bertujuan untuk mendapatkan nilai c2 hitung. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan c2 tabel. Dimana c2 hitung dapat dihitung melalui rumus berikut (Engle dalam Ghozali, 2005).

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2005). Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan Collinearity Diagnostics pada program SPSS. Jika besar nilai tolerance masing-masing variabel independen berada diatas 0.1 serta nilai VIF masing-masing variabel independen berada dibawah 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam penelitian.

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah homoskesdatisitas, yaitu variance

dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap (Ghozali, 2005). Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan metode Uji Park pada program SPSS. Jika koefisien parameter pada variabel independen tidak signifikan secara statistik, maka dapat disimpulkan pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah 47 siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Denpasar yang merupakan underachiever. Komposisi subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1.

Komposisi Jenis Kelamin

Jeuis Kelamiu

Jiiinlah

Persentase

Laki-laki

24

51.06%

Peiempiiaii

23

48.94%

Total

47

100%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat 24 siswa berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 51.06% dan 23 siswa berjenis kelamin perempuan dengan persentase 48.94%. Dapat disimpulkan siswa yang menjadi subjek dalam penelitian seimbang berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 2.

Komposisi Usia

Usia

Jumlah

Persentase

12

15

31.91%

13

31

65.96%

14

1

2.13%

Total

47

100%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat 15 siswa yang berusia 12 tahun dengan persentase 31.91%, 31 siswa yang berusia 13 tahun dengan persentase 65.96%, dan 1 siswa yang berusia 14 tahun dengan persentase 2.13%. Dapat disimpulkan bahwa siswa underachiever yang menjadi subjek penelitian berada pada usia 12, 13 dan 14 tahun yaitu berada pada tahap perkembangan operasional formal (Santrock, 2007).

Uji Asumsi Penelitian

Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.

Hasil Uji Noriiialitas

Variabel

Asvmp. Sig. (2-tailed)

Kecerdasan emosional

0.87'

Perilaku adaptif

0.200

Prestasi belajar

0.630

Berdasarkan  tabel

diatas  variabel  kecerdasan

emosional, perilaku adaptif, dan prestasi belajar memiliki

signifikansi sebesar 0.877, 0.200, dan 0.630 (>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa data ketiga variabel dalam penelitian ini berdistribusi normal.

Tabel 4.

Ha⅞il Uji Linearitas dengan Lagt ange Multiplier Test__ Model R R Adjusted R Std. Error

Sqtmre Square of the

__________________________________________Estimate 1            .017a       .000          -.045   1.03446981

Hasil tampilan output menunjukkan R2 sebesar 0.000 dengan jumlah n 47, maka besarnya nilai c2 hitung adalah 0. Nilai ini dibandingkan dengan c2 tabel dengan df=40 dan tingkat signifikansi 0.05 didapat nilai c2 tabel 55.7585. oleh karena c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa model yang benar adalah model linear.

label 5.

HasilUji Multikoliiiearitas

Variabel

Tolerance

VTl

Kecerdasan emosional

0.518

1.931

Peiilaku adaptif

0.518

1.931

Berdasarkan tabel diatas variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif memiliki nilai tolerance masing-masing sebesar 0.518 (>0.1) serta nilai VIF masing-masing sebesar 1.931 (<10). Hal ini menunjukkan tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam penelitian ini.

Tabel 12.

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T

Sig.

B

Std.

Error

Beta

1      (Constan

t)

2.151

1.773

1.213

.232

toteq

-.024

.032

-.145

-.733

.467

totap

-.015

.014

-.213

-IOSO

.286

Berdasarkan tabel diatas koefisien beta kedua variabel independen menunjukkan hasil yang tidak signifikan (>0.05). Hal ini menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji asumsi diperoleh bahwa sebaran data variabel pada penelitian ini berdistribusi normal, variabel independen dan dependen memiliki hubungan linear, serta tidak terjadi multikolinearitas maupun heteroskedastisitas. Data pada penelitian ini dapat dilanjutkan ke uji hipotesis yaitu uji regresi.

Uji Hipotesis Penelitian

Tabel 6.

Signifikansi data penelitian

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1      Regression

130.570

2

65.285

60.988

.000a

Residual

47.100

44

1.070

Total

177.670

46

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.000 (<0.05). hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif diyakini dapat memprediksi variabel prestasi belajar.

Tabel 7.

Siuiibaiiean Efektif Variabel Penelitian

Model

R

R Square

Adjusted R Squa re

Std. Error of the Estimate

1

.S57a

.735

.723

1.03463

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai R sebesar 0.857. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara variabel prestasi belajar dengan variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif. Berdasarkan tabel diperoleh juga nilai R square sebesar 0.735. Hal ini menunjukkan sumbangan efektif dari variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif terhadap variabel prestasi belajar yaitu sebesar 73.5%.

Tabel 8.

Konstanta Variabel Iiidgpcndeii dalam Rιunu⅛ Regiesi

Model

Unstaudardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1 (Constant)

48.968

1.922

25.473

.000

Kecerdasan emosional

.223

.035

.686

6.358

.000

Perilaku adaptif

.031

.015

.225

2.085

.043

Berdasarkan tabel diatas, koefisien signifikansi variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif adalah sebesar 0.000 dan 0.043. Kedua koefisien tersebut menunjukkan skor dibawah 0.05 yang memiliki arti bahwa variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif memiliki hubungan kausal dengan variabel prestasi belajar (Ghozali, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar secara signifikan dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan perilaku adaptif. Berdasarkan tabel diatas ditemukan pula bahwa skor prestasi belajar dapat diramalkan melalui rumus berikut.

Pada rumus tersebut, Y menjelaskan skor prestasi belajar, x1 menjelaskan skor kecerdasan emosional, dan x2 menjelaskan skor perilaku adaptif.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji hipotesis melalui uji regresi berganda, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku adaptif dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa underachiever. Pada hasil analisis diperoleh nilai R sebesar 0.857. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara variabel prestasi belajar dengan variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif. Berdasarkan hasil analisis diperoleh juga nilai R square sebesar 0.735. Hal ini menunjukkan sumbangan efektif dari

variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif terhadap variabel prestasi belajar yaitu sebesar 73.5%. Sisanya, yaitu sebesar 26.5% merupakan sumbangan variabel lain yang dapat menjelaskan prestasi belajar.

Signifikansi variabel independen yang berada dibawah 0.05 juga merupakan temuan yang penting dalam penelitian ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif memiliki hubungan kausal dengan variabel prestasi belajar, dengan kata lain prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kecerdasan emosional yang dimilikinya dan perilaku adaptif yang ditunjukkannya.

Underachiever adalah siswa dengan intelegensi tinggi yang mempunyai prestasi rendah di sekolahnya (Ziv, Rimon, & Doni, 1977). Masalah pasa siswa underachiever bukan terletak pada potensinya melainkan pada sikapnya. Goleman (2001) dalam bukunya menyatakan bahwa IQ hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang. Prestasi belajar yang rendah pada siswa underachiever bukan disebabkan oleh potensi, namun karena faktor lain yang berhubungan dengan sikap mereka.

Dalam penelitian ini, prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Winkle, 1997). Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis yang memengaruhi prestasi belajar termasuk didalamnya adalah perilaku adaptif dan kecerdasan emosional. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa skor prestasi belajar dapat diramalkan melalui skor perilaku adaptif dan skor kecerdasan emosional. Dapat dikatakan bahwa rendahnya kemampuan siswa untuk menunjukkan perilaku adaptif serta kurang mampunya siswa dalam meregulasi emosi berkontribusi sebagai penyebab rendahnya prestasi belajar siswa underachiever.

Perilaku adaptif menunjukkan tingkatan individu berperilaku sesuai dengan standar usia tertentu. Semakin tinggi skor perilaku adaptif, maka semakin mampu individu berperilaku sesuai dengan standar usianya. Pada usia sekolah, keterampilan belajar di sekolah merupakan wujud nyata dari perilaku adaptif. Siswa yang memiliki skor perilaku adaptif yang tinggi akan memiliki keterampilan belajar yang baik sehingga memiliki prestasi belajar yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Jirikowic, Olson, dan Kartin (2008) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku adaptif dan prestasi akademik. Penelitian longitudinal oleh diSibio (dalam Tan, Reich, Hart, Thuma, & Grigorenko, 2012) juga mendukung hasil penelitian ini dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat sumbangan dari perilaku adaptif dalam menjelaskan prestasi belajar.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu mengatur kehidupan emosinya. Semakin tinggi skor kecerdasan emosional, maka semakin mampu individu mengatasi emosinya pada keadaan-keadaan yang menekan.

Pada usia sekolah, belajar merupakan aktivitas yang mampu menekan siswa sehingga kemampuan mengatur emosi juga diperlukan dalam aktivitas belajar. Siswa yang memiliki skor kecerdasan emosional tinggi akan mampu mengatasi tekanan dalam aktivitas belajar sehingga memiliki prestasi belajar yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Budiarta, Suarni, dan Arcana (2014), bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hal yang sama ditemukan dalam penelitian Wahyuningsih (2004). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan pretasi belajar.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa kontribusi yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen hanya 73.5%. Terdapat 26.5% kontribusi faktor-faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain tersebut kemungkinan adalah faktor fisik seperti penyakit yang diderita siswa, faktor psikologis lainnya seperti motivasi belajar, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, serta faktor lingkungan masyarakat (Suryabrata, 1998).

Berdasarkan hasil analisis karakteristik subjek ditemukan bahwa terdapat 51.06% siswa berjenis kelamin laki-laki dan 48.94% siswa berjenis kelamin perempuan yang menjadi subjek penelitian. Hasil tersebut menunjukkan persentase yang seimbang antara siswa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil analisis karakteristik subjek juga menunjukkan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian berusia 12, 13 dan 14 tahun, usia tersebut merupakan tahap perkembangan operasional menurut Piaget (Santrock, 2007). Pada tahapan ini anak telah mampu berpikir secara abstrak, logis dan idealis. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis dalam penelitian ini dapat digeneralisasikan kepada siswa sekolah menengah pertama yang merupakan underachiever yang berada pada tahap operasional formal berjenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar pada siswa underachiever di Bali dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan perilaku adaptif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  • 1.    Terdapat hubungan yang kuat antara prestasi belajar dengan kecerdasan emosional dan perilaku adaptif pada siswa sekolah menengah pertama yang merupakan underachiever di Bali.

  • 2.    Semakin tinggi skor kecerdasan emosional dan perilaku adaptif maka semakin tinggi skor prestasi belajar. Skor prestasi belajar dapat diprediksi melalui skor kecerdasan emosional dan perilaku adaptif melalui rumus berikut:

Y = 48.968 + 0.223(x1) + 0.031(x2)

  • 3.    Kecerdasan emosional dan perilaku adaptif memberi sumbangan sebesar 73.5% dalam menjelaskan prestasi belajar.

  • 4.    Terdapat hubungan kausal antara variabel kecerdasan emosional dan perilaku adaptif dengan variabel prestasi belajar.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran kepada subjek penelitian yaitu siswa underachiever agar belajar melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan standar usianya serta meningkatkan kecerdasan emosional melalui belajar mengelola emosi diri sendiri dan empati terhadap orang lain. Ketika perilaku siswa tersebut adaptif dengan lingkungannya serta kecerdasan emosionalnya baik maka prestasi belajar siswa akan meningkat.

Menurut Desforges dan Abouchaar (2003) keterlibatan orangtua memiliki korelasi yang positif dengan pencapaian siswa, sehingga sangat penting agar orangtua mendampingi anak berkembang dengan baik agar mampu berperilaku sesuai standar usianya dan mampu mengatur kehidupan emosinya sehingga anak memiliki prestasi belajar yang tinggi. Peneliti juga menyampaikan saran bagi pemerintah agar menetapkan kurikulum yang mengajarkan perilaku adaptif dan kecerdasan emosional di sekolah agar prestasi siswa dapat meningkat.

Peneliti ingin menyampaikan beberapa saran kepada peneliti selanjutnya, yaitu agar memperbanyak jumlah subjek penelitian, tidak hanya dari satu sekolah namun dari berbagai sekolah menengah pertama di Bali. Peneliti juga ingin menyampaikan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian juga kepada siswa sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan mahasiswa, serta agar peneliti selanjutnya menggunakan tes individual dalam mengukur IQ siswa untuk menentukan siswa underachiever.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. (2003). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar. (2010). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiarta, I. W., Suarni, N. K., & Arcana, I. N. (2014). Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan kecerdasan intelektual dengan prestasi belajar IPA kelas V Desa Pengeragoan. e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Diunduh                                dari

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD tanggal 7 Desember 2013.

Carina, T. (2014). Gambaran faktor penyebab siswa sekolah dasar     underachiever.     Naskah     tidak

dipublikasikan, Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

Desforges, C., & Abouchaar, A. (2003). The impact of

parental involvement, parental support, and

family education on pupil achievments and adjustment: A literature review. Nottingham: Queen's Printer.

Elias, M.J., Wang, M.C., Weissberg, R .P., Zins, J.E., & Walberg, H.J. (1997). The other side of the report card: Student success depends on more than test scores. American School Boards Journal, 28–31.

Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. New York: Sage Publication Inc.

Ghozali, I. (2005). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Goleman, D. (2001). Emotional intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, J. (1998). Kiat-kiat mencerdaskan anak yang memiliki kecerdasan emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar IPA di sekolah dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1). 8186.

Hardman, M. C., Drew, C., & Egan, M. (1987). Human exceptionality: Society and school and family. Washington DC: Allyn and Bacon, Inc.

Jirikowic, T., Olson, H., & Kartin, D. (2008). Sensory

processing, school performance, and adaptive behavior of young school-age children with fetal alcohol spectrum disorders. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 28(2), 117-136.

Keller, H. R. (1988). Children's adaptive behavior: Measure and source generalizability. Journal of PSychoeducational Assesment, 371-389.

Liana, L. (2013). Pengukuran korelasi achievement motive, affiliation motive, dan power motive dengan kinerja mahasiswa menggunakan SPSS. Dinamika Teknik, 7(1), 26-45.

Makusic, M. (2012, Februari 14). The vineland adaptive behavior scale and special needs students. Diunduh                                dari

http://www.brighthubeducation.com/special-ed-law/13506-the-vineland-adaptive-behavior-scale/ tanggal 1 Desember 2013.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2006). A child's world: Infancy through adolescence. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Prasetya, D. D., & C.P., S. (2011). Pembelajaran Berbantuan Komputer untuk Anak Berkesulitan Belajar (Learning Disability) pada Usia Dini. Riset Kebijakan Pendidikan Anak di Indonesia. Tangerang: Lembaga Penelitian SMERU.

Pringle, K.  (1970). Able misfits: The educational and

behavioural difficulties. London: Longman.

Rahayu, E. (2010). Perilaku adaptif tunagrahita dewasa

ditinjau dari klasifikasi tunagrahita. Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.

Ratnawati, M., & Sinambela, F. (1996). Hubungan antara persepsi anak terhadap suasana keluarga, citra

diri, dan motif berprestasi dengan prestasi belajar pada siswa kelas V SD Ta'Miriyah Surabaya. Jurnal Anima, 9(42). 202-227.

Riduwan, & Sunarto. (2009). Pengantar statistika untuk penelitian pendidikan, sosial, Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Rochyadi, E. (2005). Pengembangan program pembelajaran individual bagi anak tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi.

Rustika, I. M. (2014). Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada remaja. Naskah tidak dipublikasikan, Program Doktor Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Santoso, S. (2005). Masalah statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Santrock, S. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sattler, J. M. (1992). Assesment of children. San Diego: Jerome M. Sattler Publisher, Inc.

Shaw, M., & McCuen, J. (1960). The onset of academic underachievement in bright children. Journal of Educational Psychology, 51(3). 103-109.

Sofia, E. Mengapa anak menjadi underachiever? Kompasiana. Diunduh                                dari

http://www.kompasiana.com/evysofia/mengapa-anak-menjadi-underachiever_552899d6f17e61cb678b45c7 tanggal 13 Desember 2013.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kombinasi (mixed method). Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, S. (1998). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suryani, Y. E. (2010). Kesulitan belajar. Magistra, 22(73). 3347.

Tan, M., Reich, J., Hart, L., Thuma, P., & Grigorenko, E. (2012). Examining the specific effects of context on adaptive behavior and achievment in a rural african community: Six case studies from rural areas of southern province, Zambia. Journal of Autism and Developmental Disorders, 44(2). 271-282.

Thomas. (2007). To increase student achievement should we focus on social skills? Diunduh dari http://www.openeducation.net/2007/12/26/to-increase-student-achievement-should-we-focus-on-social-skills/ tanggal 7 Desember 2013.

Turmudhi, A. M. (2003, Juni 10). Membalik paradigma pendidikan. Kedaulatan Rakyat.

Wahab, R. (2005). Anak berbakat berprestasi kurang (underachieving     gifted)     dan     strategi

penanganannya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Wahyuningsih, A. S. (2004). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU Lab School Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Persada Indonesia Y.A.I.

Winkle, W. (1997). Psikologi pendidikan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia.

Ziv, A., Rimon, J., & Doni, M. (1977). Parental Perception and Self Concept of Gifted and Average Underachiever. Perceptual and Motor Skills, 44(2). 563-568.

44