KEPRIBADIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERINTEGRITAS BERDASARKAN TEORI EYSENCK
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Umum, 74-87
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
KEPRIBADIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERINTEGRITAS BERDASARKAN
TEORI EYSENCK
Ariesta Handoko Pratama dan Supriyadi
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Negara Indonesia termasuk sebagai salah satu negara terkorup di dunia (Ditkumham Bappenas, 2012).Munculnya perilaku-perilaku korupsi dikalangan pelayanan publik ini ditengarai karena para pejabat atau pegawai negeri sipil gagal untuk menekan hasrat pribadi, gagal bekerja sesuai dengan nilai-nilai moral, dan gagal memenuhi nilai-nilai yang dibutuhkan masyarakat dalam menerima pelayanan publik (Rahardian & Budi, 2012).Hal tersebut dikarenakan integritas pada pegawai negeri berkualitas buruk.Perilaku korupsi merupakan refleksi kepribadian seseorang dan integritas merujuk pada kualitas karakter kepribadian seseorang (Nucci dan Narvaes dalam Putra, 2010), maka aspek yang diduga menentukan integritas pada individu adalah aspek kepribadian.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode analisis One Way ANOVA dan korelasi Rank Spearman, teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu multistage random sampling, responden dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di instansi pemerintahan Provinsi Bali dengan jumlah 380 PNS. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Eysenck Personality Inventory (EPI-A) sebanyak 60 aitem dan skala integritas PNS sebanyak 21 aitem.Koefisien reliabilitas EPI-A sebesar 0.776 dan koefisien reliabilitas skala integritas PNS sebesar 0.779.
Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai F test sebesar 4.358 dengan probabilitas sebesar 0,006 (p<0,01), sehingga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan integritas PNS pada Pegawai Negeri Sipil antar tipe kepribadian dari teori Eysenck. Disamping itu juga terdapat korelasi antara aspek activity (p<0.01), sociability (p<0.05), reflectiveness (p<0.01), responsibility (p<0.01), dan self esteem (p<0.01) dengan integritas PNS. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepribadian memiliki pengaruh dalam menentukan tingkat integritas seseorang pegawai negeri sipil.
Kata kunci : Kepribadian Eysenck, Integritas, Pegawai Negeri Sipil
Abstract
Corruption in government institution has been known by the public and Indonesia becomes one of the most corrupt countries in the world (Ditkumham Bappenas, 2012). Corruption among public service is caused by leaders or civil servants, who fail to suppress their personal desires, fail to work accordance with moral values, and fail to meet up the expected value needed by the public during their services in work field (Rahardian & Budi, 2012). It happened because integrity of the civil servants was poor. Corruption is a reflection of the personality and integrity refers to the quality of a person's personality traits (Nucci and Narvaes in Putra, 2010). Accordingly, personality is being expected as the aspect that determines integrity of individual.
This research is quantitative study through two analysis methods; they are One Way ANOVA and Rank Spearman correlation. The sampling method used is multistage random sampling. Respondents involved 380 government civil servants in Bali. Data was collecting through Eysenck Personality Inventory (EPI-A) (α=0.776) that consist of 60 items and civil servants integrity scale (α=0.779) that consist of 21 items.
The result was found the probability coefficient is 0.006 (p<0.01), it show there differences of civil servants integrity between type of personality of Eysenck's Theory. Side that, the result show there correlations between traits of personality, that is activity (p<0.01), sociability (p<0.05), reflectiveness (p<0.01), responsibility (p<0.01), and self esteem (p<0.01) with civil servants integrity. It can be concluded that the traits of personality influence in determine quality of civil servants integrity.
Keywords: Eysenck’s Theory of Personality, Integrity, Civil Servant
LATAR BELAKANG
Dalam beberapa tahun terakhir, berita-berita tentang pengungkapan kasus korupsi di lembaga-lembaga pemerintah Republik Indonesia baik di pusat atau di berbagai daerah menjadi sorotan utama dan banyak mendominasi headline media massa. Pengungkapan kasus-kasus korupsi tersebut menandakan bahwa pemerintah semakin kritis dan serius dalam memberantas korupsi. Disamping itu, tidak hanya pemerintah tetapi masyarakat juga kini semakin kritis dan peduli terhadap perilaku korupsi. Hal ini dibuktikan dari banyaknya lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang concern pada isu anti korupsi (Pryhantoro, 2011). Walaupun demikian harapan masyarakat justru semakin berkurang dikarenakan pengusutan terhadap berbagai dugaan kasus korupsi tersebut (misalnya, BLBI, Century, Bulog) tidak tuntas atau tidak jelas hasilnya (Pryhantoro, 2011).
Berbagai kasus korupsi tersebut tidak hanya melibatkan politikus dan pejabat pemerintahan, tetapi juga menyentuh seluruh tingkat pelayanan publik, baik pelayanan publik tingkat nasional, provinsi, atau kota/ kabupaten (Rahardian & Budi, 2012). Oleh karena itu, korupsi menyebabkan buruknya pelayanan publik di instansi pemerintahan. Buruknya pelayanan publik ini sudah dikenal masyarakat, sehingga negara Indonesia termasuk sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Hal ini dibuktikan dari hasil survey Transparency International pada tahun 2011, yang menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia ada pada peringkat ke-100 dari 183 negara dengan nilai 3,0 dari skala 1 terkorup sampai dengan 10 yang paling bebas korupsi (Ditkumham Bappenas, 2012). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi.
Salah satu provinsi di Indonesia yang sedang menunjukkan peningkatan kasus korupsi adalah Bali. Menurut Rachman Datjong, kepala Perwakilan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Bali mengatakan tren lima tahun terakhir kasus korupsi di Bali terus menunjukkan peningkatan (Balipost, 2010). Salah satu yang menyumbangkan kasus-kasus korupsi di Bali tersebut adalah berasal dari pelayanan publik (Balipost, 2010). Korupsi yang marak terjadi tersebut melibatkan sejumlah pejabat dan pegawai negeri sipil di instansi-instansi pelayanan publik di Bali.
Menurut Jasin (dalam Rahardian dan Budi, 2012) bahwa kurangnya transparansi dari sisi waktu, prosedur dan biaya, serta tingginya perilaku koruptif merupakan kondisi riil yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini dalam pelaksanaan pelayanan publik. Jika dipahami secara mendalam bahwa prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi persoalan yang esensial dalam penyelenggaraan negara demokrasi (Pryhantoro, 2011). Prinsip transparansi sendiri adalah sebagai salah satu pilar penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan
pemerintahan yang bersih (clean governance) (Pryhantoro, 2011), sehingga ketiadaan transparansi dalam perancangan kebijakan dan praktik pelayanan publik mengakibatkan prinsip akuntabilitas tidak berkembang sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, ketidakmampuan menjaga kedua prinsip ini bisa jadi merupakan wujud kegagalan fungsi negara.
Menurut Pryhantoro (2011) peluang-peluang terjadinya praktik korupsi sering disebabkan oleh prosedur pelayanan publik yang panjang dan rumit, sehingga cenderung menciptakan biaya peluang (opportunity cost) yang tinggi bagi pengguna. Hal ini menjadikan para pengguna terdorong mencari cara mudah untuk menyiasati prosedur pelayanan publik yang sulit. Sebagai konsekuensinya publik mencari jalan pintas mengatasi kesulitan tersebut dengan cara-cara diluar prosedur resmi. Dari sini maka bertemulah dua kepentingan yaitu masyarakat yang terdorong mencari cara mudah dengan keinginan dari oknum-oknum pegawai birokrat untuk memperoleh keuntungan melalui penggunaan kekuasaan, yakni dengan cara mempersulit prosedur. Maka terjadilah praktik suap dalam hampir semua birokrasi pelayanan publik. Oleh karena itu, jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka akan menciptakan persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik di Indonesia semakin buruk (Kumorotomo, 2007). Disisi lain munculnya perilaku-perilaku korupsi dikalangan pelayanan publik ini ditengarai karena para pejabat atau pegawai negeri sipil gagal untuk menekan hasrat pribadi, gagal bekerja sesuai dengan nilai-nilai moral, dan gagal memenuhi nilai-nilai yang dibutuhkan masyarakat dalam menerima pelayanan publik (Rahardian & Budi, 2012). Nilai-nilai tersebut dikatakan sebagai nilai integritas (Elliot, 2007). Integritas sendiri merupakan suatu prinsip perilaku yang dilandasi oleh unsur jujur, bijaksana, akuntabilitas, komitmen, dan konsistensi dari moral seseorang (Paine, 1994). Oleh karena itu, di dalam konteks pemerintahan integritas dapat dihubungkan dengan komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bebas dari praktik korupsi (Wisesa, 2011).
Integritas erat kaitannya dengan komitmen pemerintah negara Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih (clean governance). Oleh karena itu, pemerintah negara Indonesia terus melakukan standarisasi integritas nasional untuk menciptakan pemerintahan yang bebas dari praktik korupsi. Hasil survey integritas sektor publik pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada instansi pusat, vertikal dan pemda menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai dari Indeks Integritas Nasional adalah 6,37 dengan rata-rata integritas instansi pusat 6,86, instansi vertikal 6,34 dan pemda 6,32, namun disamping itu masih terdapat sebanyak 18 instansi atau pemda yang nilai integritasnya masih dibawah rata-rata nasional (KPK, 2012). Oleh karena itu, hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak instansi pemerintah yang berpotensi terhadap kasus-kasus korupsi.
Tingginya tingkat korupsi yang terjadi, tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran individunya atau pegawai sebagai aktor utama yang menjalankan roda pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pelayanan publik di Indonesia dijalankan oleh pegawai negeri sipil. Hal ini berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, yang menjelaskan bahwa pegawai negeri sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dengan demikian, dalam menjalankan tugasnya seorang pegawai negeri sipil dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena integritas merupakan suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2012) bahwa integritas itu sendiri merupakan salah satu indikator dalam melihat perilaku korup. Dengan demikian, untuk mengurangi perilaku korupsi di Indonesia maka integritas harus ditanamkan dan ditingkatkan pada setiap warga negara Indonesia khususnya pegawai negeri sipil yang menjalankan pelayanan publik. Hal ini dikarenakan seorang pegawai negeri sipil yang memiliki integritas tinggi akan lebih mampu mempertahankan independensinya dari pada yang memiliki integritas rendah (Lavin, 1976).
Pegawai negeri sipil didalam menjalankan tugasnya dituntut untuk memiliki kualitas integritas yang baik. Integritas pada pegawai negeri disebut integritas PNS yaitu prinsip sikap dan perilaku pegawai negeri sipil yang dilandasi oleh unsur jujur, berani bijaksana dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Permentan, 2008). Menurut peraturan pemerintah No 46 tahun 2011, yang dimaksud dengan “integritas” adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi. Oleh karena itu, integritas disajikan sebagai sesuatu yang ideal dalam diri manusia sebagai karakter yang penuh kebajikan, dan kecenderungan memiliki sikap moral yang positif.
Menurut Rahardian dan Budi (2012) hubungan antara integritas dengan kecenderungan perilaku korupsi dapat ditelaah melalui konflik antara komitmen dengan hasrat pribadi. Komitmen sendiri merupakan unsur integritas yang berupaya untuk memegang teguh kebenaran. Oleh karena itu, integritas hanya muncul ketika terjadi konflik antara hasrat pribadi dan komitmen, yang dimana hal ini juga dipengaruhi oleh dinamika kepribadian seseorang. Hal yang senada juga disampaikan oleh Nucci dan Narvaes (dalam Putra, 2010) bahwa perilaku korupsi merupakan refleksi kepribadian seseorang dan integritas merujuk pada kualitas karakter kepribadian seseorang. Dengan demikian, aspek yang diduga
menentukan integritas pada individu adalah aspek kepribadian. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa ada sifat kepribadian tertentu yang berkorelasi terhadap integritas, sehingga hal ini dapat dijadikan dasar untuk melihat tingkat integritas melalui tipe kepribadian seseorang (Mayana & Lina, 2008).
Dalam kasus korupsi, jelas bahwa perbuatan menyalahgunakan wewenang bisa saja terjadi karena individu tersebut sudah memiliki kecenderungan sifat untuk berbuat curang atau kontraproduktif. Hal ini berhubungan dengan sifat-sifat yang ada pada tipe kepribadian tertentu yang sering ditunjukkan melalui perilaku yang ditampilkan. Oleh karena itu, peran kepribadian sangat besar dalam menentukan integritas seseorang. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki integritas akan menampilkan kejujuran dalam perilakunya, apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diyakininya, meskipun tidak ada orang yang mengawasinya.
Berbagai definisi mengenai kepribadian terus berkembang karena tidak adanya satu teori tunggal yang dapat menjelaskan secara akurat. Menurut Eysenck (dalam Dewi, 2007) kepribadian adalah gabungan dari fungsi secara nyata atau fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan dari lingkungan. Eysenck (dalam Dewi, 2007) merumuskan konsepsi secara kompleks dalam teori kepribadiannya dengan mengkombinasikan dimensi kepribadian, yaitu : tipe kepribadian (extravert -introvert) dan emotionality (stable-unstable), dimana dimensi kepribadian tersebut dapat menjelaskan sifat integritas pada seseorang. Tipe kepribadian yang dirumuskan oleh Eysenck (dalam Dewi, 2007) merupakan gabungan antara dimensi kepribadian extravert-introvert dan emotionality (stable-unstable) yang membentuk 4 tipe kepribadian yaitu extravert-stable, extravert-unstable, introvert-stable, dan introvertunstable. Masing-masing tipe kepribadian tersebut memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga sifat-sifat yang berbeda ini dapat menentukan bagaimana seseorang mengambil keputusan untuk bersikap dan berperilaku.
Dalam perannya sebagai pelayan publik seorang pegawai negeri sipil khususnya yang langsung memberikan pelayanan pada masyarakat hendaknya dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi sehingga tetap patuh terhadap peraturan dan menjaga kode etik yang terkait profesionalisme. Untuk itu, penting dalam memahami sifat-sifat kepribadian untuk memahami model kepribadian yang berintegritas. Berdasarkan uraian diatas dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian seorang Pegawai Negeri Sipil berkaitan erat dengan integritas PNS dalam kaitan profesionalisme di tempat kerja. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Kepribadian Pegawai Negeri Sipil yang Berintegritas Berdasarkan Teori Eysenck”. Maka, dengan mengetahui tipe kerpibadian seseorang dapat diperkirakan tingkat integritas seseorang, karena setiap tipe kepribadian memiliki komponen sifat yang berbeda-beda,
sehingga hal ini akan memengaruhi perbedaan tingkatan integritas diantara masing-masing tipe kepribadian.
METODE
Variabel dan definisi operasional
Identifikasi variabel yang terdapat dalam sebuah penelitian berfungsi untuk menentukan alat pengumpulan data dan teknik analisis yang digunakan. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ilmiah terdapat beberapa macam variabel seperti variabel bebas, variabel tergantung, variabel anteseden, variabel ekstra, variabel komponen, variabel moderat, variabel pengganggu, variabel kontinyu, dan variabel deskrit (Sulistyo & Basuki, 2006). Dari berbagai macam variabel yang ada, peneliti hanya mengambil dua variabel saja yaitu ; variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel tergantung, sedangkan variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).Maka dari itu penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu tipe kepribadian dari teori Eysenck dan variabel tergantung pada penelitian ini adalah integritas PNS.
Definisi operasional tipe kepribadian dari teori Eysenck adalah sekumpulan dimensi-dimensi primer dari kepribadian yang dirumuskan oleh H.J. Eysenck yang diklafikasikan menurut sifat-sifat yang dapat diselidiki dan diuji kebenarannya mengenai perilaku unik individu. Dalam penelitian ini yaitu seberapa sering skor yang ditunjukkan oleh pegawai negeri sipil terhadap kelompok aitem yang sesuai dengan tipe kepribadian introvert stable, introvert unstable, extravert stable dan extravert unstable.
Definisi operasional integritas pegawai negeri sipil (PNS) dalam penelitian ini adalah sikap dan perilaku seorang pegawai negeri sipil yang taat pada aturan atau tata tertib, selalu berkomitmen terhadap pelayanan publik, bekerja sesuai dengan etika profesional, responsif terhadap publik, penuh rasa tanggung jawab, dan selalu jujur secara obyektivitas yang sering ditunjukkan di lingkungan kerjanya.
Responden
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai negeri
sipil (PNS) yang termasuk dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di provinsi Bali yang berjumlah 6.550 orang (BPS Provinsi Bali, 2013). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tergabung dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) adalah pegawai negeri yang memiliki tugas pokok yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat atau pelayanan publik secara langsung.
Sampel adalah bagian atau unit-unit dari populasi yang karakteristik atau ciri-cirinya benar-benar diselidiki (Nasution, 2003). Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan metode multistage random sampling. Multistage random sampling adalah teknik pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih cabang berdasarkan lokasi atau wilayah yang dijadikan sampel (Sugiarto, 2001). Multistage random sampling dilakukan dengan cara memilih secara acak 1 dari 9 wilayah kabupaten di provinsi Bali yang akan menjadi tempat pengambilan sampel. Adapun kesembilan kabupaten yang akan diacak tersebut adalah Denpasar, Tabanan, Badung, Singaraja, Gianyar, Jembrana, Klungkung, Karangasem dan Bangli, lalu terpilih satu kabupaten yang akan mewakili tempat pengambilan sampel. Setelah terpilih satu kabupaten maka peneliti melakukan acak sederhana terhadap tingkat kecamatan dalam kabupaten tersebut hingga mendapat satu kecamatan yang akan menjadi tempat pengambilan sampel.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali tahun 2013, jumlah PNS di Provinsi Bali berjumlah 6.550 orang. Besaran sampel representatif yang dipergunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan perhitungan representatif sampel menggunakan formula Higgins, Kleinbaum & Miller (1985), didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 121 orang sampel.
Tempat penelitian
Peneliti memilih instansi pemerintahan yang berada di dalam kecamatan Denpasar Barat yaitu Dinas Pendapatan Prov. Bali, Dinas BKD Prov. Bali, Dinas Tenaga Kerja Prov. Bali, Dinas Imigrasi Prov. Bali, Dinas Kesbangpol Prov. Bali, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Bali, Dinas Pendidikan Prov. Bali, Dinas Catatan Sipil Kota Denpasar.
Alat ukur
Pada pengukuran variabel bebas, peneliti menggunakan kuisoner kepribadian Eysenck (Eysenck Personality Inventory) yang telah dimodifikasi oleh Urusan Reproduksi dan Distribusi Alat-alat Tes Psikologi (URDAT) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (Dewi, 2007). Dalam alat ukur ini peneliti juga melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.Kebutuhan yang
dimaksud merupakan penambahan aitem agar komposisi aitem dalam setiap aspek proporsional dan revisi dari segi bahasa.
Alat ukur ini sebelumnya memiliki 57 aitem pertanyaan, namun peneliti menambahkan aitem tersebut sehingga menjadi 107 aitem pernyataan. Hal ini dilakukan untuk memperjelas indikator aspek dalam alat ukur tersebut.Dalam melakukan tugas ini subjek diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan dengan mencantumkan tanda lingkaran (O) di lajur pilihan “YA” atau “TIDAK”.Subjek diminta untuk mengerjakan secepat mungkin dengan menuliskan reaksi pertama muncul pada dirinya setelah selesai membaca pernyataan.Pada instruksi dijelaskan pula bahwa semua jawaban yang diberikan subjek adalah benar, tidak ada yang salah, karena pertanyaan yang diberikan bukan bermaksud mengukur kecakapan atau inteligensi melainkan untuk mengetahui pikiran, perasaan atau perilaku subjek yang sebenar-benarnya.Jadi jawaban yang diharapkan disini adalah jawaban yang sejujurnya dari subjek penelitian.Penilaian terhadap skala pengukuran kepribadian Eysenck dengan ketentuan penilaian jawaban YA untuk pertanyaan favorable adalah diberikan skor 1, pertanyaan unfavorable diberikan skor 0.Namun, penilaian untuk jawaban TIDAK untuk pertanyaan favorable diberikan skor 0, dan untuk pertanyaan unfavorable adalah 1.
Pengukuran terhadap terhadap variabel tergantung dalam penelitian ini, yaitu integritas pegawai negeri sipil dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti.Kuesioner terdiri dari 42 pernyataan yang harus dijawab oleh subjek. Dalam kuesioner ini, subjek akan menjawab dengan memberikan tanda lingkaran (O) pada salah satu dari 4 pilihan jawaban yaitu “SS” atau sangat setuju, “S” atau setuju, “TS” atau tidak setuju, dan “STS” atau sangat tidak setuju.
Penilaian tiap aitem untuk skala integritas menggunakan metode pendekatan pengukuran dengan Skala Likert (modifikasi 4 opsi).Hal ini didasarkan pada jawaban subjek yang memiliki dua jenis pernyataan, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Penilaian untuk aitem favorable, pilihan jawaban “sangat setuju” memperoleh nilai 4, pilihan jawaban “setuju” memperoleh nilai 3, pilihan jawaban “tidak setuju” memperoleh nilai 2, dan pilihan “sangat tidak setuju” memperoleh nilai 1, sedangkan untuk aitem unfavorable, pilihan jawaban “sangat setuju” memperoleh nilai 1, pilihan jawaban “setuju” memperoleh nilai 2, pilihan jawaban “tidak setuju” memperoleh nilai 3, dan pilihan “sangat tidak setuju” memperoleh nilai 4.
Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian pada tiap-tiap instansi pemerintahan yang menjadi sasaran penelitian. Setelah surat
permohonan ijin diterima, peneliti akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu pada tiap-tiap kepala instansi pemerintahan untuk mempermudah pendekatan kepada calon subjek. Peneliti mengenalkan diri terlebih dahulu, menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta meminta kesediaan kepada siswa untuk menjadi subjek. Metode pengambilan data adalah menggunakan kuisoner skala kepribadian (EPI-A) dan kuisoner skala integritas PNS.
Teknik analisis data
Validitas adalah nilai indeks yang menunjukkan ketepatan, kesesuaian atau kecocokan penilaian. Maksudnya apakah benar-benar mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai. Jadi, suatu tes dikatakan valid apabila test itu benar-benar mengukur apa yang hendak diukur (Ancok, 1989). Adapun jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (Content Validity), yaitu validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi bahan yang diajarkan atau aspek-aspek variabel yang akan diteliti (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2009). Pengukuran validitas isi dalam penelitian ini menggunakan 2 cara, yaitu ; professional judgement dengan penelaah yang dilakukan oleh ahli yang berkompeten di bidang bersangkutan, dan dengan menguji korelasi aitem total dengan metode internal konsistensi. Aitem-aitem dianggap valid apabila memiliki koefisien korelasi minimal 0.3 (Azwar, 2003).
Metode professional judgement dilakukan dengan cara memberikan rancangan kuisoner (blue-print) penelitian kepada dosen pembimbing, dosen terkait penelitian, dan rekan-rekan sesama peneliti. Tujuan dilakukannya metode professional judgement adalah untuk memperoleh pendapat dari profesional yang dianggap memahami materi.Pendapat tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan validitas isi instrumen penelitian, apakah aitem pernyataan dalam instrumen sudah cukup baik atau masih perlu disempurnakan lagi (Suryabrata, 2006).
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan, yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten (Ancok, 1989). Bila suatu alat ukur dapat dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dikatakan reliabel. Reliabilitas hasil ukur yang diperoleh melalui skala dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan reliabilitas Formula Alpha berdasarkan pendekatan konsistensi internal (internal consistency) dengan single trial administration, yang dirumuskan oleh Cronbach (Azwar, 2003), dengan bantuan program komputer Statistical for Social Science (SPSS) versi 20. Hasil pengujian dapat dilihat melalui angka koefisien reliabilitas alpha.Azwar (2003) menyebutkan bahwa suatu alat
ukur dikatakan cukup reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0.6.Semakin besar koefisien reliabilitas alpha menunjukkan semakin kecil kesalahan pengukuran, dan semakin reliabel alat ukur tersebut.Semakin kecil koefisien reliabilitas alpha menunjukkan semakin besar kesalahan pengukuran dan semakin tidak reliabel alat ukur tersebut.
Reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan teknik perhitungan reliabilitas skor komposit.Uji reliabilitas skor komposit merupakan pengujian reliabilitas alat ukur yang didasarkan atas atribut alat ukur yang komposisinya dibentuk oleh beberapa komponen-komponen atau subskala yang berbeda (Azwar, 2012).Hal ini dilakukan peneliti karena skala terdiri dari beberapa komponen yang berbeda.Oleh karena itu, untuk memperoleh satu koefisien reliabilitas bagi skor skala yang berasal dari komponen, peneliti menggunakan formula Mosier (Azwar, 2010).
Uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji homogenitas dan uji linearitas.Uji asumsi dilakukan sebagai syarat sebelumnya melanjutkan ke analisis parametrik.
Uji normalitas dilakukan untuk melihat penyimpangan frekuensi observasi distribusi gejala yang diteliti dari frekuensi teoritik kurva normal, atau untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran skor variabel. Uji normalitas sebaran data penelitian akan menggunakan teknik Kolmogorov–Smirnov Goodness of Fit Test dengan program Statistical for Social Science (SPSS) versi 20. Jika hasil analisis uji normalitas memperoleh nilai (p>0.05) itu menandakan data yang diperoleh berdistribusi normal (Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2009).
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Uji normalitas pada penelitian ini dengan menggunakan uji Levene test pada perhitungan dengan program Statistical for Social Science (SPSS) versi 20. Jika signifikansi yang diperoleh (p>0.05) maka variansi setiap sampel sama (homogen) (Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2009).
Uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel dalam penelitian mempunyai hubungan yang linear secara signifikan. Dalam penelitian ini pengujian dengan menggunakan program Statistical for Social Science (SPSS) versi 20, yaitu compare means menunjukkan seberapa jauh model penelitian menyimpang dari model linier. Menurut Nurgiyantoro, Gunawan, Marzuki (2009), uji linearitas dilakukan dengan menghitung nilai F. Apabila nilai F yang diperoleh lebih kecil daripada P 0.05 (p < 0.05), maka model regresi dapat dinyatakan linear.
Uji analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh sehingga didapatkan suatu kesimpulan (Azwar, 2010). Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis statistik dan untuk menganalisis data penelitian yang telah diperoleh menggunakan analisis One Way ANOVA untuk hipotesis mayor dan uji analisis regresi berganda untuk hipotesis minor.
Uji hipotesis mayor yang dilakukan peneliti pada penelitian ini adalah uji statistik One Way ANOVA, yaitu teknik statistik yang dipergunakan untuk menguji signifikansi perbedaan rata-rata hitung yang mencakup satu klasifikasi atau satu variabel independen (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2009).
Uji hipotesis minor yang dilakukan peneliti pada penelitian ini adalah uji statistik regresi berganda.Regresi berganda digunakan untuk tujuan mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dan untuk memprediksi nilai dari variabel tergantung apabila nilai variabel bebas mengalami kenaikan atau penurunan (Santoso, 2003). Uji statistik yang digunakan dalam permasalahan yang diteliti adalah analisa regresi 14 prediktor (anareg 14 prediktor) dengan bantuan Statistical for Social Science (SPSS) versi 20. Anareg 14 prediktor adalah suatu teknik statistik parametrik yang digunakan untuk menguji pertautan 14 buah prediktor (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10, X11, X12, X13, dan X14) dengan variabel kriterium (Y). Tepatnya fungsi regresi dapat ditinjau melalui goodness of fit yang secara statistik diukur dari nilai statistik F, nilai t, dan nilai koefisien determinasi (R2) (Ghozali, 2012).
Uji hipotesis minor akan dilakukan secara nonparametrik jika syarat uji asumsi tidak terpenuhi. Uji Nonparametrik merupakan analisis data statistik yang tidak memerlukan syarat uji asumsi data penelitian (Santoso, 2003). Analisis korelasi nonparametrik yang akan dilakukan jika syarat uji asumsi tidak terpenuhi adalah korelasi tata jenjang Spearman (Rank Spearman Correlation). Korelasi tata jenjang dipergunakan untuk mengkorelasikan antara dua kelompok data yang menunjukkan urutan jenjang, atau merupakan data yang berskala ordinal (Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2009).Apabila nilai probabilitas jauh di bawah 0.05 (p<0.05) maka Ho ditolak yang artinya koefisien korelasi signifikan atau variabel independen memiliki hubungan terhadap variabel dependen.
HASIL PENELITIAN
Uji kesahihan memperoleh hasil bahwa masing-masing komponen (aspek) dalam skala EPI-A memiliki koefisien korelasi item dari 0.300 – 0.863.Dari 107 item, terdapat 47 item gugur dan menyisakan 60 item sahih. Dari hasil pengujian reliabilitas skor komposit dengan formula Mosier menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas skor komposit sebesar 0.776, dapat disimpulkan bahwa nilai sebesar 77.6 % ini menunjukkan bahwa skala EPI-A reliabel dan alat ukur ini cukup dapat dipercaya untuk mengukur
aspek-aspek dalam kepribadian. Uji kesahihan pada skala integritas PNS menunjukkan koefisien korelasi item dari 0.310 – 0.802. Dari 42 item, terdapat 21 item gugur dan menyisakan 21 item sahih. Dari hasil pengujian reliabilitas skala diperoleh koefisien alfa (α) sebesar 0.779, yang dapat disimpulkan bahwa nilai sebesar 77.9 % ini menunjukkan bahwa skala integritas PNS reliabel dan alat ukur ini cukup dapat dipercaya untuk mengukur aspek-aspek dalam integritas.
Sebelum melakukan uji analisis data maka dilakukan uji asumsi statistik parametrik. Hasil uji asumsi normalitas data menunjukkan bahwa pada N sampel sebanyak 380, variabel dalam penelitian mempunyai data berdistribusi normal berdasarkan nilai kolmogorov-smirnov pada Integritas PNS, dengan p= 0.052 (p>0.05). Pada N sampel sebanyak 128 (dengan N sel sebanyak 32 perkelompok), variabel dalam penelitian mempunyai data berdistribusi normal berdasarkan nilai kolmogorov-smirnov pada Integritas PNS, dengan p= 0.381 (p>0.05).
Tabel 1. UjiNoniialitas Sebaran Data Integritas PNS
N Sampel |
Koliiiogorov-Siiiiriiov |
P |
3 SO |
1.351 |
0.052 |
128 |
0.908 |
0.381 |
Sedangkan hasil uji normalitas pada aspek dalam dimensi kepribadian menunjukkan bahwa seluruh aspek dalam dimensi kepribadian mempunyai data yang berdistribusi tidak normal dikarenakan p=0.000 (p<0.05).
Tabel 2. Uji Noniialitas Data Aspek dalam Dimensi Kepribadian
Aspek |
Koliiiogorov-Smirnov |
P |
Activitv |
5.977 |
0.000 |
Sociability |
4.253 |
0.000 |
Risk taking |
5.838 |
0.000 |
Iiiipiilsiveiiess |
7.142 |
0.000 |
Expresiveiiess |
5.413 |
0.000 |
Reflectiveness |
4.252 |
0.000 |
Responsibility' |
4.715 |
0.000 |
Self esteem |
3.177 |
0.000 |
Happiness |
5.853 |
0.000 |
Anxietv |
3.352 |
0.000 |
Obsessiveness |
9.016 |
0.000 |
Aiitononiv |
4.344 |
0.000 |
Hypoclioniiriasys |
5.917 |
0.000 |
Guilt |
5.522 |
0.000 |
Uji homogenitas pada penelitian ini dengan menggunakan uji Levene Test pada perhitungan dengan Statistical for Social Science (SPSS) versi 20. Pada N sampel sebanyak 380 nilai Levene Statistic menunjukkan angka 2.330 dengan signifikansi (p=0.074). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data memiliki variansi yang sama
(homogen). Pada N sampel sebanyak 128 (dengan N sel sebanyak 32 perkelompok) nilai Levene Statistic menunjukkan angka 2.088 dengan signifikansi (p=0.105). Oleh karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data memiliki variansi yang sama (homogen).
Tabel 3. Uji Homogenitas Data Integritas PNS
N Sanrpel |
Levene Statistic |
P |
380 |
2.330 |
0.074 |
128 |
2.088 |
0.105 |
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel dalam penelitian mempunyai hubungan yang linear secara signifikan. Dalam penelitian ini pengujian dengan menggunakan program Statistical for Social Science (SPSS) versi 20, yaitu compare means menunjukkan seberapa jauh model penelitian menyimpang dari model linier. Uji linearitas menunjukkan bahwa terdapat 5 aspek yaitu activity, sociability, reflectiveness, responsibility, dan self esteem yang memiliki hubungan linear dengan variabel integritas PNS karena nilai p<0.05. Sedangkan terdapat 9 aspek yaitu risk taking, impulsiveness, ekspresiveness, happiness, anxiety, obsessiveness, autonomy, hypochondriasys, dan guilt yang memiliki hubungan tidak linear dengan variabel integritas PNS karena p>0.05.
Tabel 4. Uji Linearitas Data Aspek dalam Dimensi Kepribadian dengan Integritas PNS
Aspek |
F |
P |
Activity |
12.880 |
0.000 |
Sociability |
4.570 |
0.033 |
Risk taking |
0.038 |
0.846 |
Iinpulsiveness |
2.285 |
0.132 |
Expresiveness |
0.249 |
0.618 |
Reflectiveness |
9.663 |
0.002 |
Responsibility |
19.022 |
0.000 |
Selfesteem |
7.899 |
0.005 |
Happiness |
0.110 |
0.740 |
Anxiety |
0.039 |
0.843 |
Obsessiveness |
1.659 |
0.843 |
Autononiv |
0.368 |
0.174 |
HvpocIi o Htlriasys |
1.018 |
0.314 |
Guilt |
0.089 |
0.766 |
Peneliti menggunakan analisis One Way ANOVA untuk melakukan pengujian hipotesis mayor. Pada uji ANOVA dengan N sampel sebanyak 380 menunjukkan nilai F test 3.323 dengan signifikansi (p=0.020), hal tersebut menunjukkan bahwa (p<0.05), dan ini berarti Ho ditolak, dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan integritas pada pegawai negeri sipil antar tipe kepribadian dari teori Eysenck. Dapat dikatakan bahwa rata-rata Integritas PNS pada keempat tipe kepribadian tersebut memang berbeda secara signifikan.
Tabel 5. Mean, Standar Deviasi kelompok tipe kepribadian (N=380)
Tipe Kepribadian |
N |
Mean |
Standar Deviasi |
Extravert- Unstable |
87 |
63.01 |
4.440 |
Introvert-UnstabIe |
165 |
63.78 |
4.574 |
Extravert-Stable |
32 |
64.44 |
5.736 |
Introvert-Stable |
96 |
65.18 |
5.252 |
Total |
380 |
Peneliti menyadari bahwa jumlah (N) kelompok tidak merata, sehingga penilaian diteruskan dengan melihat Mean Harmonic. Melalui komputasi Statistical for Social Science (SPSS) versi 20 maka menunjukkan peringatan bahwa secara statistik sampel kelompok diantara setiap tipe kepribadian tidak sama (unequal) sehingga perhitungan statistik tidak sepenuhnya akurat. Oleh karena itu, terkait kebutuhan akurasi analisis data statistik peneliti menyeimbangkan (N) sampel kelompok agar mendapatkan perhitungan statistik yang lebih akurat.
Tabel 6. Tiikey HSD (Homogenous Subsets)
Tipe Kepribadian |
N - |
Subsetfor alpha = .05 | |
2 |
1 | ||
Extravert-Unstable |
87 |
63.01 | |
Introvert- Unstable |
165 |
63.78 |
63.78 |
Extravert-Stable |
32 |
64.44 |
64.44 |
Introvert-Stable |
96 |
65.18 | |
Sig. |
.317 |
.332 |
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Hamionic Mean Sample Size = 67.543.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Pemerataan (N) sampel pada masing-masing kelompok didasari dengan melihat jumlah (N) sampel kelompok yang terkecil, dalam hal ini adalah pada kelompok Extravert-Stable yaitu 32 orang. Berikutnya kelompok kepribadian lainnya dipilih masing-masing 32 subjek perkelompok tipe kepribadian secara acak sistematis. Pemilihan acak sistematis dilakukan dengan cara memilih secara berurutan yang disesuaikan dengan interval jumlah sampel dalam kelompok dibagi 32.
Tabel 7. Meanj Standar Deviasi kelompok tipe kepribadian (N=128)
Tipe Kepribadian |
N |
Mean |
Standar Deviasi |
Extravert-Unstable |
32 |
60.88 |
3.900 |
Introvert- Unstable |
32 |
64.50 |
5.736 |
Extravert-Stable |
32 |
64.44 |
5.736 |
Introvert-Stable |
32 |
65.81 |
7.123 |
Total |
128 |
Pada uji ANOVA dengan N sampel sebanyak 128 menunjukkan nilai F test 4.358 dengan signifikansi (p=0.006), hal tersebut menunjukkan bahwa (p<0.01), dan ini berarti menyatakan bahwa Ho ditolak, dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan integritas pada pegawai negeri sipil antar tipe kepribadian dari teori Eysenck. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rata-rata Integritas PNS pada keempat tipe kepribadian tersebut memang berbeda secara signifikan.
Hasil pengujian kemudian dilanjutkan pada Post Hoc Test, yaitu pengujian untuk melihat perbedaan antar kelompok tipe kepribadian.Uji post hoc pertama pada tipe kepribadian Extravert-Stable dan Introvert-Stable menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p>0.05).Uji post hoc kedua pada tipe kepribadian Extravert-Stable dan Extravert-Unstable menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p>0.05). Demikian juga, pada uji post hoc ketiga pada tipe kepribadian Extravert-Stable dan Introvert-Unstable menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p>0.05). Uji post hoc keempat pada tipe kepribadian Extravert-Unstable dan Introvert-Stable menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p<0.01).Uji post hoc kelima pada tipe kepribadian Extravert-Unstable dan Introvert-Unstable menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p>0.05).Uji post hoc keenam pada tipe kepribadian IntrovertStable dan Introvert-Unstable menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian (p>0.05).
Tabel 8. Perliitinigan Statistik-PosZTTbc Test (Tukey HSD)
Kelompok Perbandingan |
Mean Difference |
P |
Extravert-Stable dau Introvert-Stable. |
-1.375 |
0.773 |
Extravert-Stable dan Extravert-Unstable. |
3.563 |
0.068 |
Extravert-Stable dan Introvert-Unstable |
-0.063 |
1.000 |
Extravert-Unstable dan Introvert-Stable |
4.938 |
0.004 |
Dalam pengujian hipotesis minor, variabel bebasnya adalah aspek-aspek dalam dimensi kepribadian yaitu activity, sociability, risk taking, impulsiveness, expresiveness, reflectiveness, responsibility, self esteem, happiness, anxiety, obsessiveness, autonomy, hypochondriasys, dan guilt. Dalam pengujian hipotesis minor dilakukan dengan analisis non parametrik melalui uji korelasi tata jenjang Spearman.Hal ini dilakukan karena uji syarat normalitas dan linearitas pada variabel bebas dan tergantung tidak tercapai.
Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa aspek-aspek kepribadian yang memiliki korelasi yang signifikan dengan integritas antara lain pada aspek activity (r=0.160 ; p<0.01) , aspek sociability (r=0.130 ; p<0.05), aspek reflectiveness (r=0.132 ; p<0.01), aspek responsibility (r=0.234 ; p<0.01), dan aspek self esteem (r=0.146 ; p<0.01). Hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aspek-aspek tersebut maka semakin tinggi integritas pada seorang PNS. Sedangkan aspek-aspek kepribadian yang tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan integritas antara lain pada aspek risk taking (r=0.005 ; p>0.05), aspek impulsiveness (r= -0.073 ; p>0.05), aspek expresiveness (r=0.005 ; p>0.05), aspek happiness (r=0.045 ; p>0.05), aspek anxiety (r=0.028 ; p>0.05), aspek obsessiveness (r=0.058 ; p>0.05), aspek
autonomy (r=0.053 ; p>0.05), aspek hypochondriasys (r= -0.062 ; p>0.05), dan aspek guilt (r= -0.040 ; p>0.05).
Tabel 9. Hasil Uji Korelasi Rank Spearnian Correlation terhadap Aspek dalam Dimensi Kepribadian dengan Integritas PNS
Aspek |
N Sampel |
Correlation Coefficient |
P (Sig- 2tailed) |
Activrtv |
380 |
** 0.160 |
0.002 |
Sociabilitv |
380 |
* 0.130 |
0.011 |
Risk taking |
380 |
0.005 |
0.923 |
Impulsiveness |
380 |
- 0.073 |
0.157 |
Expresiveness |
380 |
0.005 |
0.930 |
Reflectiveness |
380 |
** 0.132 |
0.010 |
Responsibility |
380 |
** 0.234 |
0.000 |
Self esteem |
380 |
*’ 0.146 |
0.004 |
Happiness |
380 |
0.045 |
0.385 |
Anxiety |
380 |
0.028 |
0.588 |
Obsessiveness |
380 |
0.058 |
0.262 |
Autonomy |
380 |
0.053 |
0.306 |
Hvpochondriasys |
380 |
- 0.062 |
0.225 |
Guilt |
380 |
- 0.040 |
0.432 |
= Korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed)
= Korelasi signifikan pada level 0.05 (2-tailed)
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis One Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan integritas PNS ditinjau dari tipe kepribadian Teori Eysenck (F=4.358 ; p<0.01). Dengan demikian, hipotesis mayor penelitian yang berbunyi “terdapat perbedaan integritas PNS pada Pegawai Negeri Sipil antar tipe kepribadian dari teori Eysenck” terbukti. Hal tersebut diperkuat dengan apa yang ditemukan oleh Ones (1993) bahwa berbagai dimensi kepribadian memengaruhi integritas didalam diri seseorang, sehingga diantara setiap kecenderungan tipe kepribadian memiliki integritas yang berbeda. Berdasarkan dengan teori yang dikemukakkan Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) menyebutkan bahwa orang yang memiliki kecenderungan sifat bijaksana, terpercaya, responsif, dan kepemimpinan berada pada tipe kepribadian yang memiliki kecenderungan tinggi pada trait responsibility, sociability, dan risk taking. Kecenderungan sifat-sifat tersebut sesuai dengan indikator dalam melihat integritas, khususnya pada seorang PNS yaitu kejujuran dalam memberikan pelayanan, prioritas terhadap profesi menjadi seorang PNS yang ditunjukkan dengan sikap responsif dalam memberikan pelayanan, sikap kebijaksanaan dalam bertugas yang ditunjukkan melalui sikap tegas terhadap pelayanan masyarakat (Lembaga Administrasi Negara Indonesia, 2009).
Hasil hipotesis mayor tersebut didukung oleh hasil uji statistik Tukey HSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan integritas PNS yang signifikan diantara tipe kepribadian extravert-unstable dengan introvert-stable (p<0.01) dengan rata-rata perbedaan (mean difference) sebesar - 4.938. Perbedaan rata-rata yang signifikan tersebut juga dapat dilihat dari tabel deskripsi mean skor integritas PNS diantara kedua tipe kepribadian, yaitu pada tipe kepribadian extravert-stable
memiliki rata-rata skor integritas PNS sebesar 60.88 dan tipe kepribadian introvert-stable yang memiliki rata-rata skor integritas PNS sebesar 65.81. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian introvert-stable memiliki integritas PNS yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan tipe kepribadian extravert-unstable. Hasil tersebut diperkuat dari temuan Ones (1993) yang menemukan bahwa skor integritas tinggi berada pada profil individu yang memiliki kecenderungan rendah pada dimensi extraversion, tinggi pada dimensi agreeableness, tinggi pada dimensi conscientiousness. tinggi pada dimensi emotional stability, dan tinggi pada dimensi openness. Demikian juga jika mengacu pada teori Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert-stable memiliki sifat-sifat tenang, menguasai diri, dapat dipercaya, terkontrol, damai, bijaksana, berhati-hati. Oleh karena itu, sifat-sifat tersebut membentuk karakter integritas yang baik atau dalam penelitian dengan skor integritas PNS yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan sifat dasar integritas yaitu kejujuran, dapat dipercaya, sifat kehati-hatian, konsistensi, kestabilan sikap dan kestabilan emosional dalam diri seseorag (Casillas, Robbins, McKinniss, Poslethwaite & Oh, 2009).
Disamping itu tipe kepribadian extravert-unstable memiliki integritas yang paling rendah diantara tipe kepribadian lainnya dalam teori Eysenck, hal tersebut dikarenakan individu dengan kecenderungan tipe kepribadian extravert-unstable memiliki sifat-sifat agresif, berubah-ubah (tidak konsisten), impulsif, aktif, mudah tersinggung, tidak tenang (emosional tak stabil) serta kurang dapat dipercaya. Dengan demikian, sifat-sifat di dalam tipe kepribadian extravert-unstable berlawanan atau kontradiktif dengan sifat dasar integritas yang dikemukakan oleh Casillas, Robbins, McKinniss, Poslethwaite & Oh (2009) yaitu konsistensi, kestabilan sikap dan emosi, sifat kehati-hatian dan dapat dipercaya, serta khususnya dalam sifat dasar integritas PNS yaitu kejujuran, konsistensi, ketegasan, kedisiplinan, cinta pada profesi dan prioritas profesi (Lembaga Administrasi Negara Indonesia, 2009).
Pada tipe kepribadian extravert-stable dengan introvert-stable tidak menunjukkan ada perbedaan integritas PNS yang signifikan (p>0.05). Hal ini disebabkan karena tipe kepribadian extravert-stable memiliki sifat stabilitas emosional yang sama dengan tipe kepribadian introvert-stable. Hal tersebut sejalan dengan temuan Sackett dan Wanek (1996) bahwa integritas dipengaruhi dari stabilitas emosional seseorang. Dengan demikian, kedua tipe kepribadian tersebut memiliki kecenderungan dimensi yang sama yaitu kecenderungan emosional stabil. Menurut teori Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) dikatakan bahwa individu dengan emosional yang stabil memiliki sifat optimis, kebahagiaan emosional, bersifat tenang, dan merasa dirinya berharga serta berguna bagi orang lain. Dengan demikian,
sifat-sifat kestabilan emosional tersebut akan membuat individu khususnya seorang pegawai negeri sipil memiliki sifat percaya diri untuk bersikap tegas dan bahagia secara psikologis terhadap profesinya sebagai pegawai negeri sipil (Lembaga Administrasi Negara Indonesia, 2009).
Pada tipe kepribadian extravert-stable dengan extravert-unstable tidak memiliki perbedaan integritas PNS yang signifikan (p>0.05). Hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian tersebut berada pada kontinum dimensi yang berdekatan, yaitu dimensi extravert (Eysenck dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ). Walaupun diantara kedua tipe kepribadian tersebut tidak memiliki perbedaan integritas PNS yang signifikan, namun dapat dilihat bahwa rata-rata integritas PNS pada tipe kepribadian Extravert-Stable lebih tinggi (mean difference = 3.563) dibandingkan dengan tipe kepribadian extravert-unstable. Hal tersebut diindikasikan bahwa stabilitas emosional memiliki pengaruh terhadap integritas PNS. Hal ini diperkuat dengan temuan Sackett dan Wanek (1996) bahwa integritas dipengaruhi dari stabilitas emosional seseorang.
Pada tipe kepribadian extravert-stable dengan introvert-unstable tidak memiliki perbedaan integritas PNS yang signifikan (p>0.05). Hal tersebut dikarenakan pada tipe kepribadian extravert-stable memiliki sifat dasar integritas yang dipengaruhi oleh stabilitas emosional, yang pada khususnya didalam tipe kepribadian ini adalah emosional stabil (Ones, 1993). Sedangkan di dalam tipe kepribadian introvert-unstable juga memiliki sifat dasar integritas yaitu kecenderungan rendah pada extraversion (Ones, 1993). Oleh karena itu, kedua tipe kepribadian tersebut memiliki integritas yang hampir sama (equal) yang ditunjukkan pada perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar - 0.063.
Pada tipe kepribadian extravert-unstable dengan introvert-unstable tidak memiliki perbedaan integritas PNS yang signifikan (p>0.05). Hal tersebut diindikasikan karena kedua tipe kepribadian tersebut berada pada kontinum dimensi yang berdekatan, yaitu dimensi emotionality (Eysenck dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ). Namun, disamping itu dapat dilihat bahwa tipe kepribadian introvert-unstable memiliki integritas yang lebih tinggi (mean difference = -3.625 ) dibandingkan dengan tipe kepribadian extravertunstable. Hal tersebut diindikasikan karena terdapat perbedaan diantara dimensi extravert-introvert, hal ini diperkuat oleh temuan Ones (1993) yang menyatakan bahwa integritas tinggi berada pada profil individu yang memiliki kecenderungan rendah pada dimensi extraversion. Sesuai juga dengan apa yang dikatakan Eysenck (dalam Dewi, 2007) bahwa individu dengan kecenderungan dimensi kepribadian introvert memiliki sifat (trait) responsibility (tanggung jawab) yang lebih tinggi dibandingkan dimensi kepribadian extravert. Oleh karena itu, trait responsibility tersebut merupakan sifat dasar dari integritas yaitu bertanggung jawab terhadap peraturan (disiplin), percaya pada kata hati, serius dan dapat
dipercaya (Eysenck dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ). Sedangkan pada tipe kepribadian introvert-stable dengan introvert-unstable tidak terdapat perbedaan pada integritas PNS yang signifikan (p>0.05). Hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian tersebut berada pada kontinum dimensi yang berdekatan, yaitu pada dimensi introvert (Eysenck dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ). Sejalan dengan temuan Ones (1993) yang mengkaji dengan teori The Big Five Personality bahwa integritas yang tinggi ada pada individu dengan profil kepribadian rendah pada dimensi extraversion.
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor, ditemukan bahwa 5 dari 14 aspek didalam dimensi kepribadian memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS. Aspek yang pertama adalah activity memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS (r=0.160 ; p<0.01). Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang positif, maka semakin tinggi aktivitas yang dijalankan seseorang, semakin tinggi integritasnya. Akan tetapi hubungan aspek activity dengan integritas PNS memiliki tingkat hubungan yang lemah karena koefisien korelasi berada dalam kisaran 0.200 – 0.399 (Riduwan & Sunarto, 2010). Pada teorinya Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) menjelaskan bahwa individu dengan trait activity yang tinggi akan menunjukkan perilaku yang energik, aktif dalam bergerak kearah positif, bergerak ke satu kegiatan ke giatan lainnya. Oleh karena itu, hal ini sejalan dengan aspek utama dari integritas PNS, dimana semakin PNS tersebut memiliki banyak kegiatan (high activity) yang dihubungkan dengan tindakan dalam lingkup pekerjaannya, mengaktualisasikan pekerjaannya dengan cara-cara yang inovatif sehingga mempermudah dalam PNS tersebut bekerja (Lembaga Administrasi Negara Indonesia, 2009). Disamping itu, banyaknya pekerjaan yang dilakukan merupakan salah satu bentuk loyalitas terhadap instansi pemerintahan. Loyalitas tersebut dikatakan sebagai salah satu bentukan dari integritas (Wisesa, 2011).
Aspek kedua yang memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS adalah aspek sociability (r=0.130 ; p<0.05). Hubungan yang terjadi merupakan bentuk hubungan yang positif, maka semakin tinggi sociability semakin tinggi integritasnya. Hasil temuan tersebut sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Gough (1990) bahwa individu yang memiliki sociability yang tinggi dapat diprediksi sebagai seorang yang teguh, dapat dipercaya, bertanggung jawab, memiliki motivasi untuk bekerja secara penuh performa, patuh dan tidak cenderung menjadi oportunis atau manipulatif. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) bahwa orang yang memiliki sociability yang tinggi lebih intens dalam berinteraksi dengan orang lain, dalam hal ini kaitannya pada pegawai negeri sipil yang sering memberikan informasi atau pelayanan kepada masyarakat secara terbuka lebih dipercaya oleh publik. Hal tersebut
dikarenakan PNS yang sering memberikan sosialisasi pelayanan publik dapat dikatakan sebagai individu yang menggunakan performanya secara penuh untuk mengabdi terhadap pekerjaannya atau dikatakan mencintai profesinya dan memprioritaskan profesinya sebagai pelayan publik.
Aspek ketiga yang memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS adalah aspek reflectiveness (r=0.132 ; p<0.01). Hubungan yang terjadi merupakan bentuk hubungan yang positif, maka semakin individu tersebut memiliki sifat reflektif diri semakin tinggi integritasnya. Hubungan tersebut dikarenakan individu yang memiliki sifat reflektif diri yang tinggi sering melakukan introspeksi diri berkaitan dengan dirinya, prinsip-prinsip yang ada pada diri (Eysenck dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ). Dikatakan bahwa introspeksi diri menjadi salah satu cara kontrol impuls diri dengan berpikir sebelum bertindak dengan menerapkan berbagai ide-ide untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Hal tersebut sejalan dengan temuan Sackett dan Wanek (1996) bahwa integritas dipengaruhi oleh sifat conscientiousness. Dimana sifat tersebut didasari atas kontrol impuls yang memfasilitasi pengerjaan tugas dan juga perilaku goal-oriented seperti berpikir sebelum bertindak, mengikuti norma dan aturan, terorganisasi, serta memprioritaskan tugas (Costa & McCrae, 1992; John, 1990).
Aspek keempat yang memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS adalah aspek responsibility (r=0.234 ; p<0.01). Hubungan yang terjadi merupakan bentuk hubungan yang positif, maka semakin individu tersebut memiliki sifat tanggung jawab (responsibility) yang tinggi semakin tinggi pula integritasnya. Hasil temuan tersebut dengan sejalan apa yang ditemukan oleh McAllister (1988) bahwa tingginya sifat responsibility pada seseorang maka semakin tinggi perhatian orang tersebut pada suatu tugas, atau dapat disimpulkan individu tersebut bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diemban. Kaitannya dengan teori yang dikemukakkan oleh Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) bahwa trait responsibility yang tinggi menandakan seseorang tersebut percaya pada kata hati, serius dalam menjalankan tugas dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, sifat ini dapat dikatakan sebagai sifat utama dalam menentukan integritas PNS dikarenakan sifat ini memiliki sifat yang sama dengan integritas PNS yaitu kejujuran, kedisiplinan, dan konsistensi dalam mengemban profesinya sebagai pelayan publik.
Aspek terakhir yang memiliki hubungan yang signifikan dengan integritas PNS adalah aspek self esteem (r=0.146 ; p<0.01). Hubungan yang terjadi merupakan bentuk hubungan yang positif dimana semakin tinggi kepercayaan diri seorang PNS maka semakin tinggi integritas PNS nya. Hasil tersebut menurut teori Eysenck (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010 ) bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yakin akan kemampuannya mengerjakan suatu
tugas atau meyakini dirinya berguna bagi masyarakat. Dengan demikian, ketika seseorang individu memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka individu tersebut akan memiliki keyakinan untuk bekerja dengan lebih baik, penuh prestasi dan memiliki prinsip atau nilai-nilai yang dianutnya selaras dengan tindakannya. Hal ini yang dikatakan Lembaga Administrasi Negara Indonesia (2009) sebagai konsistensi terhadap tindakan dan ketegasan dalam mengambil keputusan, hal tersebut didasari atas kepercayaan diri dalam mengambil keputusan secara tegas dan konsisten dalam keputusan tersebut.
Hasil dari uji hipotesis minor tersebut mendukung hasil uji hipotesis mayor yang menemukan perbedaan integritas PNS diantara setiap tipe kepribadian. Dengan demikian, perbedaan integritas PNS pada pegawai negeri sipil itu ditentukan oleh tipe kepribadiannya, dan trait yang memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan integritas yaitu trait activity, sociability, reflectiveness, responsibility, dan self esteem. Disamping itu trait lainnya yang tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) adalah trait risk taking, impulsiveness, expresiveness, happiness, anxiety, obsessiveness, autonomy, hypochondriasys, dan guilt. Secara teoretis Mayer, Davis dan Schoorman (1995) menerangkan bahwa integritas berada dalam klasifikasi teori sistem, dimana konteks integritas yang dibangun apakah berada pada kerangka individu, sosial atau organisasi. Oleh karena itu, klasifikasi teori sistem tersebut diduga memengaruhi ketepatan penyusunan alat ukur penelitian.
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdapat perbedaan integritas PNS pada Pegawai Negeri Sipil antar tipe kepribadian dari teori Eysenck, hal tersebut menandakan bahwa masing-masing tipe kepribadian memiliki tingkatan integritas PNS atau kualitas integritas PNS yang berbeda pada pegawai negeri sipil. Perbedaan tersebut tampak nyata antara tipe kepribadian extravert-unstable dengan introvert-stable. Tipe kepribadian introvert-stable memiliki rata-rata skor integritas PNS paling tinggi dan tipe kepribadian extravert-unstable memiliki rata-rata skor integritas PNS paling rendah diantara tipe kepribadian lainnya dalam teori Eysenck. Hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian introvert-stable memiliki sifat-sifat tenang, menguasai diri, dapat dipercaya, terkontrol, damai, bijaksana, berhati-hati. Dengan demikian, sifat-sifat tersebut membentuk karakter integritas yang baik atau dalam penelitian dengan skor integritas PNS yang tinggi. Sedangkan tipe kepribadian extravert-unstable memiliki integritas yang paling rendah diantara tipe kepribadian lainnya dalam teori Eysenck, hal tersebut dikarenakan individu dengan kecenderungan tipe kepribadian extravert-unstable memiliki sifat-sifat agresif, berubah-ubah (tidak konsisten), impulsif, aktif, mudah tersinggung, tidak tenang (emosional tak stabil) serta kurang dapat dipercaya. Dengan demikian, sifat-sifat di
dalam tipe kepribadian extravert-unstable berlawanan atau kontradiktif dengan sifat dasar integritas yaitu konsistensi, kestabilan sikap dan emosi, sifat kehati-hatian dan dapat dipercaya, serta khususnya dalam sifat dasar integritas PNS yaitu kejujuran, konsistensi, ketegasan, kedisiplinan, cinta pada profesi dan prioritas profesi. Sedangkan dari penelitian ini juga ditemukan hubungan yang signifikan antara 5 aspek dalam dimensi kepribadian dengan integritas PNS. Aspek tersebut adalah aspek activity, sociability, reflectiveness, responsibility, dan self esteem . Hubungan yang terjadi merupakan hubungan positif, maka semakin tinggi skor pegawai negeri sipil pada aspek tersebut semakin baik pula kualitas Integritas PNS. Disisi lain hubungan yang terjadi adalah hubungan yang lemah, dikarenakan secara statistik tidak terjadi konsistensi posisi seseorang dalam kelompok relatif terhadap mean empirik pada variabel A (setiap aspek) dan variabel B (integritas PNS) (Santoso, 2010). Walaupun demikian, hasil hipotesis minor tersebut mendukung hasil uji hipotesis mayor yang menemukan perbedaan integritas PNS diantara setiap tipe kepribadian. Oleh karena itu, perbedaan integritas pada pegawai negeri sipil itu ditentukan oleh tipe kepribadiannya, dan trait yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan integritas yaitu trait activity, sociability, reflectiveness, responsibility, dan self esteem. Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat dasar kepribadian tersebut sesuai dengan indikator dalam melihat integritas khususnya pada seorang PNS yaitu kejujuran dalam memberikan pelayanan, prioritas terhadap profesi menjadi seorang PNS yang ditunjukkan dengan sikap responsif dalam memberikan pelayanan, sikap kebijaksanaan dalam bertugas yang ditunjukkan melalui sikap tegas terhadap pelayanan masyarakat, tanggung jawab, serta konsistensi dalam bertindak.
Setelah melalui prosedur penelitian dan analisis data yang sesuai, dapat disimpulkan penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu mampu mengetahui perbedaan integritas PNS diantara tipe kepribadian dari teori Eysenck dan mampu mengetahui hubungan antara aspek dalam dimensi kepribadian dengan integritas PNS. Saran praktis yang dapat dipertimbangkan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu bagi instansi pemerintahan tingkat pusat dan PEMDA provinsi Bali, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan untuk meningkatkan integritas pada pegawai negeri sipil dengan memperhatikan tipe kepribadian yang diwaspadai memiliki indikasi integritas yang rendah, dengan cara memberikan pembinaan karakter, pelatihan atau pendidikan tentang prosedur pelayanan publik yang sesuai dengan dasar-dasar aspek integritas PNS yang sudah disusun oleh Lembaga Administrasi Negara Indonesia. Bagi pegawai negeri sipil kedepannya menjalankan tugas-tugas pokok pelayanan publik yang berlandaskan prinsip-prinsip integritas pegawai negeri sepil sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang baik
(good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance). Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hasil penelitian ini sebagai dasar untuk terus melakukan pendidikan antikorupsi di tingkat pelayanan publik khususnya ditingkat daerah untuk mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi di pelayanan publik tingkat daerah.
Saran bagi penelitian selanjutnya adalah memperbesar sampel agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan lebih luas dan dapat menggambarkan situasi dan kondisi pegawai negeri sipil. Meneliti variabel-variabel lain yang mungkin dapat memiliki hubungan dengan integritas PNS agar dapat lebih mengetahui apa saja yang menjadi pengaruh dasar sebagai pembentuk karakter integritas. Mengacu pada teori Mayer, Davis dan Schoorman (1995) yang menerangkan bahwa integritas berada dalam klasifikasi teori sistem, dimana konteks integritas yang dibangun apakah berada pada kerangka individu, sosial atau organisasi. Dengan demikian, untuk penelitian selanjutnya alat ukur kepribadian yang disusun itu mengacu pada indikator-indikator pada proyeksi pekerjaan, atau sebaliknya kerangka integritas penelitian ini mengacu pada nilai-nilai moral individu. Serta diharapkan pada penelitian selanjutnya lebih dapat menjelaskan kepribadian dan integritas PNS dengan metode analisis kuantitatif atau kualitatif yang lebih mendalam, sehingga tidak hanya akan mendapatkan gambaran integritas dari kepribadian namun juga akan mendapatkan model kepribadian yang berintegritas.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D. (1989). Teknik Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012).Penyusunan Skala Psikologi Edisi kedua. Yogjakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
BPS Provinsi Bali.(2013). Data Pegawai Negeri Provinsi Bali.Denpasar : BPS.
Casillas,A., Robbins,S., McKinniss,T., Postlethwaite, B & Oh, I S. (2009). Using Narrow Facets of an Integrity Test to Predict Safety: A test validation study. Garsington Road, Oxford : International Journal of Selection and Assessment.
Collins dan Schmidt (1993) Collins, J., & Schmidt, F. (1993). Personality, integrity and white collar crime: A construct validity study. Personnel Psychology, 46, 295311.
Costa, P.T. and McCrae, R.R. (1992) Revised NEO personality inventory (NEO-PI-R) and NEO five-factor inventory (NEO-FFI) professional manual. Odessa, FL: Psychological Assessment Resources.
Dewi, R. (2007). Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dai Eysenck Dengan Tingkah Laku Agresi Pada
Anak Jalanan Di Rpa Bina Sejahtera Indonesia, Bandung.
Ditkumham Bappenas. (2012). Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012- 025 Dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. Ditkumham Bappenas.
Elliot, J. (2007, November 18). Ethics and Trust in the Public Sector: Issues in Australia.
Eysenck, H.J., & Eysenck, S.B.G. (1975).Manual of the Eysenck Personality Questionnaire (adult and junior). London: Hodder & Stoughton.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Ed. 6.
Gregory, R.J. (2000). Psychological Testing : History, Principles and Applications. Boston: Allyn & Bacon.
Hadi, S. (1991).Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogjakarta: Andi.
Hall, C.S.G. Lindzey. (1985).Pengantar Psikologi Kepribadian, Non Psikoanalitik.
Higgins J.E, Kleinbaum A.P, & Miller P,. (1985). Design Methodology to Randomized Clinical Trial ; Family Health International North Caro'ina 27709 USA: Research Triangle Park.
John, O.P. (1990) The ‘‘big five’’ factor taxonomy: Dimensions of personality in the natural language and in questionnaires. In L.A. Pervin (Ed.), Handbook of personality: Theory and research (pp. 66–100). New York: Academic Press.
KPK. (2012). Strategi Nasional Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang (2012-2025) Dan Jangka Menengah (2012-2014).
Kumorotomo, W. (2007). Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan strategis Untuk Mewujudkan Good Governance Dalam Pelayanan Publik. Jurusan Administrasi Negara dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada,Jogjakarta.
Kuntjojo.(2009). Psikologi Kepribadian. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.
Lavin, D. (1976). Perception of the Independence of the Auditor.The Acounting Review.
Lembaga Administrasi Negara Indonesia.(2009). Integritas dan Komitmen. Jakarta: LAN.
Mayana,& Lina. (2008). Hubungan Antara Trait Kepribadian Berdasarkan Sixteen Personality Factor (16pf) Dengan Integritas Karyawan Pt Bank Xx Di Kantor Pusat.
Mayer,R.C., Davis,J.H., &Schoorman, F.D. (1995). An Integrative Model of Organizational Trust. Academy of Managemnt Review, Vol 20, pp 709-734.
McAllister LW. (1998). A Practical Guide to CPI interpretation. Palo Alto, CA: Consulting PSychologist Press.
McFall,L. (1987). Integrity, Ethics, pp 5-20.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia.(2008). Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
Nasution.(2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nucci & Narvaes (2008) Nucci, L.P., & Narvaez, D. (2008).Handbook of Moral and Character Education. New York: Routledge.
Nurgiyantoro, B., Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik Terapan : Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
Ones, D.S. (1993).The construct validity of integrity tests.Unpublished doctoral dissertation, University of Iowa.
Paine, L. S. (1994). Managing for Organizational Integrity.
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999.
Pervin,L A., Cervone,D., John,O P. (2004). Psikologi Kepribadian : Teori dan Penelitian, Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group .
Priyatno, D. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Pryhantoro, E. H. (2011). Capita Selecta : Sosiologi Korupsi. Surabaya: PT. Revka Petra Media.
Putra, M Ghazali. (2010) Membangun Peradaban Bangsa Dengan Pendidikan Berkarakter Moral.Surabaya : Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga.
Rahardian, R., & Budi, M. S. (2012). Hubungan antara Tingkat Integritas Moral dengan Kecenderungan Korupsi Pada Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Instansi Pelayanan Publik (Studi Kasus di Dinsosnaker Kabupaten Sidoarjo).Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, I.
Riduwan & Sunarto. (2010). Pengantar Statistika Untuk Penelitian: Pendidikan, Sosial, Komunikasi, Ekonomi, dan Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
Sackett, P.R. & Wanek, J.E. (1996).New developments in the use of measures of honesty, integrity, conscientiousness, dependability,
trustworthiness, and reliability for personnel selection. Personnel Psychology, 49, 787-829.
Santoso, A. (2010). Statatistik untuk Psikologi dari Blog menjadi Buku.Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma
Santoso, S. (2003).Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS Versi 11.5. Jakarta: PT. Elex Media komputindo.
Sugiarto.(2001). Teknik Sampling.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sugiyono.(2007). Statistika Untuk Penelitian.
Sugiyono, (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sulistyo & Basuki.(2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Suryabarata, S. (1993). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suryabrata, S. (2000)Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Suryabrata,S. (2006). Psikologi Kepribadian. Rajawali Pers.
Wanek JE, Sackett PR, Ones DS. (2003). Towards an Understanding of Integrity Test Similarities and
Differences: An item-level analysis of seven test. Personnel Psychology, 56, 873-894.
Wisesa.(2011). Integritas moral dalam konteks pengambilan keputusan etis.ITB Bandung.
Yuki, G.A & Van Fleet, D.D. (1992).Theory and Research on Leadership in Organizations. Handbook of Industrial & Organizational Psychology, Palo Alto : Consulting Psychology Press.
87
Discussion and feedback