Jurnal Psikologi Udayana

2023, Vol.10, No.2, 354-362


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

DOI: 10.24843/JPU/2023.v10.i02.p04

Ketidakpuasan terhadap Tubuh dan Indeks Masa Tubuh sebagai Prediktor terhadap Perilaku Makan Intuitif Remaja

L. M. Karisma Sukmayanti Suarya1, Aria Saloka Immanuel2, Muhammad Anjar Gagahriyanto3

1,2,3

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

karismasukmayanti@unud.ac.id

Abstrak

Idealnya perilaku makan dalam keseharian individu dapat memberikan dampak sehat secara fisik maupun psikososial. Namun, terkadang individu berperilaku makan semata-mata dilakukan karena ketidaknyamanan kondisi psikologis dan sosial, ataupun sebaliknya, perilaku makan yang berdampak pada kondisi fisik dan psikososial yang kurang sehat. Perilaku makan intuitif menjadi salah satu alternatif perilaku makan yang lebih adaptif karena lebih mengandalkan sinyal fisiologis rasa lapar dan rasa kenyang, untuk makan maupun menghentikan aktivitas makan. Agar individu dapat intuitif dalam berperilaku makan dibutuhkan faktor-faktor tertentu. Faktor yang dipertimbangkan dalam perilaku makan remaja adalah ketidakpuasan terhadap tubuh dan indeks massa tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ketidakpuasan terhadap tubuh dan indeks massa tubuh terhadap perilaku makan intuitif pada remaja. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Perilaku Makan Intuitif, Skala Ketidakpuasan terhadap Tubuh, dan pengukuran indeks massa tubuh dengan rumus IMT (Indeks Massa Tubuh) = Kg/M2. Penelitian ini dilakukan pada remaja dengan rentang usia 13 tahun hingga 18 tahun sebanyak 135 orang. Reliabilitas Skala Perilaku Makan Intuitif adalah 0,625, dan reliabilitas dimensi kognitif, afektif, serta perilaku pada Skala Ketidakpuasan terhadap Tubuh berkisar antara 0,689-0,835. Hasil uji regresi berganda menunjukkan model prediksi ketidakpuasan terhadap tubuh F(4,130)=5,205, p<0,05, yang mengindikasikan bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh dan indeks massa tubuh secara bersama-sama berperan terhadap perilaku makan intuitif, meskipun kemudian ditemukan bahwa hanya dimensi perilaku dari ketidakpuasan terhadap tubuh (beta=-0,391, p<0,05) yang secara signifikan memprediksi perilaku makan intuitif jika dibandingkan dengan prediktor lainnya dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil tersebut, patut dipertimbangkan faktor ketidakpuasan terhadap tubuh yang lebih rendah guna membantu perilaku makan remaja yang lebih intuitif sehingga diperolehnya kondisi fisik dan psikososial yang lebih sejahtera.

Kata kunci: indeks massa tubuh, ketidakpuasan terhadap tubuh, perilaku makan intuitif, remaja

Abstract

Ideally, eating behavior should be beneficial for individuals’ physical and psychosocial well-being. However, individuals sometimes exhibit eating behavior that is motivated by psychological and social discomforts, or vice versa, where eating behavior causes unhealthy conditions. In this study, intuitive eating behavior could be one of the alternatives for a more adaptive way of eating because it relies on the physiological cues of hunger and satiety for the individuals to eat or stop eating. There are some known factors for individuals to eat intuitively, such as body dissatisfaction and body mass index. This study aims to investigate the role of body dissatisfaction and body mass index in adolescents’ intuitive eating behavior. There were two instruments employed in this study, namely the Intuitive Eating Behavior Scale and Body Dissatisfaction Scale, and measuring body mass index with the formula BMI = Kg/M2. This research was conducted on 135 teenagers aged 13 to 18 years. Reliability for the Intuitive Eating Behavior Scale was 0.625, while the cognitive, affective, and behavioral dimensions of Body Dissatisfaction Scale were ranging from 0.689-0.835. The multiple regression analysis showed a predictive model of body dissatisfaction [F(4,130)=5.205, p<0.05], which indicates that body dissatisfaction and body mass index simultaneously affect intuitive eating behavior, although it was later found that only the behavior dimension of body dissatisfaction (beta=-0,391, p<0,05) that could significantly predict intuitive eating behavior compared to the other predictors in this study. Therefore, it is recommended that the behavioral aspect of body dissatisfaction should be considered as an important factor in adolescents’ intuitive eating behavior in order to achieve a better physical and psychosocial well-being.

Keywords: body mass index, body dissatisfaction, intuitive eating behavior, adolescents

LATAR BELAKANG

Salah satu masa perkembangan individu yang erat kaitannya dengan fenomena perilaku makan adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana individu mengalami perubahan fisiologis, psikologis, dan sosial. Perubahan fisiologis seperti pertumbuhan tinggi badan, berat badan, kematangan seksual dan perubahan hormonal yang berperan terhadap tendensi sekuler di masa pubertas. Sedangkan dimensi-dimensi psikologis dan sosial yang mengalami perubahan adalah kematangan secara kognitif, sosial, dan emosional (Papalia, Olds, Feldman, 2011). Perubahan kondisi fisiologis, kognitif, dan sosioemosional yang dialami remaja di masanya, menjadi salah satu faktor mengapa remaja menjadi lebih memperhatikan tubuhnya (Santrock, 2013).

Remaja memperhatikan tubuhnya bisa dengan berbagai cara, salah satunya melalui perilaku makan sehari-hari. Fenomena perilaku makan pada remaja dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja menunjukkan perilaku makan tidak baik yang meliputi makan tidak teratur 3 kali sehari, melewatkan waktu sarapan, tidak mengonsumsi makanan pokok, kurang makan buah-buahan, dan lebih suka makan camilan sebesar 83,01%, dibandingkan perilaku makan yang baik sebesar 16,98% (Sumartini & Ningrum, 2022). Hal ini diperkuat oleh penjelasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa dialaminya gizi yang kurang pada remaja karena cenderung mengejar bentuk tubuh ideal dengan perilaku diet yang tidak tepat (Yuningsih, 2023). Uraian mengenai gambaran perilaku makan remaja tersebut menunjukkan bahwa masih adanya perilaku makan remaja yang cenderung tidak sehat, termasuk kecenderungan remaja yang berperilaku makan dengan tujuan untuk penampilan semata seperti agar nampak lebih kurus.

Upaya yang umum dilakukan oleh remaja agar nampak lebih kurus adalah diet. Perilaku diet oleh remaja untuk menurunkan berat badan, yang semata-mata karena alasan agar penampilan lebih menarik dan bukan karena alasan kesehatan, dapat mengarah pada perilaku makan yang cenderung tidak sehat. Hal ini dikarenakan perilaku diet yang cenderung tidak sehat, salah satunya seperti pembatasan makan dapat menimbulkan konsekuensi seperti penurunan berat badan yang kurang efektif, rendahnya kesejahteraan psikologis, perasaan kesepian, meningkatnya pengalaman diejek tentang berat badan, dan peningkatan gejala gangguan makan (Appleton, McGowan, 2006; Sinton, Goldschmidt, Aspen, Hurst, 2011; Snoek, Van Strien, Janssens, Engels, 2008).

Berdasarkan uraian mengenai kecenderungan dampak negatif yang ditimbulkan pada aspek psikososial dari perilaku diet, maka penting adanya pendekatan perilaku makan yang berdampak baik secara fisiologis maupun secara psikososial. Perilaku makan yang sehat atau baik merupakan adanya keterhubungan yang selaras antara kebutuhan tubuh individu, makanan, pikiran, yang terbebas dari suatu keterpaksaan, obsesi, dan aturan-aturan yang kaku. Pendekatan perilaku makan yang dimaksud adalah perilaku makan intuitif. Perilaku makan intuitif merupakan pendekatan perilaku makan yang cenderung lebih adaptif karena mengandalkan sinyal internal tubuh terkait isyarat lapar dan isyarat kenyang dalam menentukan kapan dan jumlah yang harus dimakan, adanya izin tanpa syarat untuk makan saat muncul isyarat lapar serta makanan yang ingin dimakan, serta makan bukan karena alasan emosional (CookCottone, Tribole, & Tylka, 2013). Ketika individu berperilaku makan secara intuitif yakni mampu mengandalkan sinyal rasa lapar dan sinyal rasa kenyang dari tubuh, mencerminkan adanya kesadaran, keselarasan dalam diri individu terhadap sensasi atau sinyal yang diberikan tubuh, hingga dapat memandu individu dalam berperilaku makan (Bernard, 2011; Cook-Cottone, Tribole, & Tylka, 2013).

Lebih lanjut Cook-Cottone, Tribole, & Tylka (2013) menjelaskan bahwa perilaku makan intuitif sebagai pendekatan perilaku makan yang fleksibel, mengandalkan kesadaran diri individu dan penyesuaian yang tidak menghakimi. Terpeliharanya keselarasan dalam diri individu terjadi dengan dikembangkan dan dipeliharanya koneksi dan daya tanggap terhadap sinyal rasa lapar dan rasa kenyang yang diberikan tubuh, serta penyelarasan antara pikiran dan tubuh. Penyelarasan antara pikiran dan tubuh dilakukan melalui merasakan, menghormati, menghargai tubuh dengan menyadari kebutuhan tubuh, yang kemudian individu terlibat secara teratur dalam perilaku dan aktivitas adaptif dalam memenuhi kebutuhan tubuh. Hazard, Telke, Simone, Anderson, Larson, Neumark-Sztainer (2020) menemukan bahwa secara longitudinal perilaku makan intuitif dapat memprediksi kondisi psikologis yang lebih baik dan perilaku yang lebih sehat. Lebih lanjut hasil penelitian lainnya menemukan bahwa individu dengan perilaku makan yang lebih intuitif menunjukkan kondisi fisiologis seperti tingkat HDL yang cenderung tinggi, IMT yang lebih rendah, dan kadar mineral dalam darah yang lebih tinggi, profil lipid darah yang lebih baik, tingkat risiko kardiovaskular yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan individu yang cenderung kurang intuitif dalam berperilaku makan (Dyke & Drinkwater, 2013; Hawks, Madanat, Hawks, Harris, 2005).

Adanya attunement adalah mendengarkan dan merespon sensasi tubuh secara tepat pada diri individu ketika berperilaku makan secara intuitif. Kemampuan individu untuk “mendengarkan” sensasi tubuh disebut sebagai kesadaran interoseptif yang merupakan persepsi terhadap sensasi tubuh yang berupa detak jantung, rasa kenyang, pernafasan, kondisi kandung kemih, serta sensasi sistem saraf otonom terkait perasaan atau emosi yang dialami (dalam Cook-Cottone, Tribole, & Tylka, 2013). Ketika kondisi tersebut dikembangkan dan dipelihara, maka individu semakin ahli atau memahami tubuhnya sendiri. Sebaliknya, kesadaran interoseptif akan semakin melemah dan individu makin kurang memahami tubuhnya sendiri apabila individu mengesampingkan apa yang sesungguhnya dialami oleh tubuhnya. Hal ini dapat terjadi ketika individu menekankan hal di luar dirinya, seperti bagaimana aturan-aturan yang kaku mengenai makan sehat maupun terfokus pada berat badan (dalam Cook-Cottone, Tribole, & Tylka, 2013).

Peningkatan pandangan atau kesadaran terhadap penampilan tubuh, ketika individu memasuki masa remaja dapat terjadi karena dialaminya perubahan bentuk badan, peningkatan berat badan, dan kematangan seksual yang dialami individu ketika masa pubertas. Seperti yang telah disampaikan pada awal pendahuluan, kondisi yang dialami remaja ini disebabkan adanya perubahan biologis, kognitif, serta sosio emosional (Papalia, 2011; Santrock, 2013). Sayangnya, bila kondisi perubahan yang dialami individu remaja tersebut dibarengi dengan berkembangnya pemikiran atau keinginan untuk kurus, indeks massa tubuh, adanya perilaku kontrol berat badan, serta mengalami komentar negatif mengenai berat badan, maka dapat mengarahkan remaja pada kondisi ketidakpuasan terhadap tubuh.

Perilaku-perilaku individu yang mencerminkan adanya kondisi ketidakpuasan terhadap tubuh, cenderung mengarah pada perilaku-perilaku berisiko. Perilaku-perilaku berisiko yang dimaksud diantaranya seperti penggunaan produk yang kurang efektif bahkan merugikan, hingga upaya yang berisiko dalam penurunan berat badan, mengalami habit perilaku makan bermasalah termasuk perilaku diet, kebiasaan menimbang berat badan, menggunakan obat-obatan penurun berat badan, perilaku melaparkan diri, hingga merasa tertekan oleh informasi penurunan berat badan melalui media (Dion, dkk., 2015; Maniken, dkk., 2012; Al-Musaraf, dkk., 2022). Kondisi sebaliknya dapat dialami oleh individu. Apabila individu dengan kondisi keberfungsian emosional yang baik, citra tubuh positif, rendahnya gangguan makan, harga diri, serta kesejahteraan, berkontribusi erat terhadap perilaku makan intuitif (Bruce & Ricciardelli, 2015; Linardon, Tylka, Fuller-Tyszkiewicz, 2021). Dalam hal ini perilaku makan intuitif berimplikasi positif terhadap kondisi kesehatan psikologis dan kesehatan fisik seperti profil lipid darah yang lebih baik, tingkat risiko kardiovaskular yang lebih rendah, serta rendahnya indeks massa tubuh (Andrew, Tiggeman, & Clark, 2014; Dyke & Drinkwater, 2013).

Beberapa hasil penelitian lainnya menguatkan bahwa adanya hubungan yang berbanding terbalik antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan perilaku makan intuitif. Individu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi cenderung menunjukkan perilaku makan intuitif yang cenderung lebih rendah, dan sebaliknya, individu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih rendah cenderung menunjukkan perilaku makan yang lebih intuitif (Albajri & Naseeb, 2023; Atalay, dkk., 2020; Denny, dkk., 2013; Yilmaz & Arpa, 2021). Namun beberapa penelitian yang ditemukan di Indonesia terkait Indeks Massa Tubuh (IMT) berkaitan dengan perilaku makan yang kurang baik atau cenderung buruk (Dockendorff, Petrie, Greenleaf, Martin, 2012; Lupiana, Sutrio, Indriyani, 2022; Sasmi, Novayelinda, Woferst, 2023), ada pula yang menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) tidak berkaitan dengan perilaku makan (Nugroho, Mulyadi, Masi, 2016).

Berdasarkan penjelasan mengenai dampak-dampak positif dari perilaku makan intuitif terhadap kesehatan fisik maupun psikologis, yang mana dapat dipengaruhi dari puas atau tidaknya individu melalui persepsi terhadap penampilan tubuhnya. Selain itu, adanya hasil penelitian sebelumnya yang tidak konsisten antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan perilaku makan. Oleh karena itu, penting untuk diteliti lebih lanjut bagaimana peran ketidakpuasan terhadap tubuh dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap perilaku makan intuitif pada remaja. Semakin rendah ketidakpuasan remaja terhadap tubuhnya yang secara bersama-sama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang semakin rendah pula.maka kecenderungan perilaku makan intuitif remaja akan semakin meningkat.

METODE PENELITIAN

Variabel atau Konsep yang diteliti

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan perilaku makan intuitif sebagai variabel tergantung, ketidakpuasan terhadap tubuh dan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai variabel bebas. Perilaku makan intuitif adalah perilaku makan adaptif yang mengandalkan isyarat rasa lapar dan isyarat rasa kenyang dari tubuh, adanya izin tanpa syarat untuk makan saat muncul isyarat lapar serta makanan yang ingin dimakan, serta makan bukan karena alasan emosional, yang diukur dengan Skala Perilaku Makan Intuitif yang telah dikembangkan oleh Paramitha & Suarya (2018). Ketidakpuasan terhadap tubuh sebagai variabel bebas dalam penelitian ini dijelaskan sebagai gambaran bentuk tubuh individu yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri. Ketika adanya kesenjangan antara bentuk tubuh ideal dengan bentuk tubuh yang dimiliki, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman (Ogden, 2002). Individu yang merasa tidak puas terhadap tubuhnya, cenderung melakukan penilaian atau evaluasi subjektif yang negatif terhadap tubuh seperti bentuk tubuh, berat badan, perut, dan pinggul (Troisi, 2020). Ketidakpuasan terhadap tubuh pada subjek penelitian ini diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek perilaku. Selanjutnya, Indeks Massa Tubuh sebagai variabel bebas lainnya dalam penelitian ini adalah hubungan tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk menilai gambaran komposisi lemak secara umum, status gizi, maupun untuk mengklasifikasikan massa tubuh seseorang berdasarkan kategori tertentu (Kemenkes RI, 2019). Adapun kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan 2014 mengenai Pedoman Gizi Seimbang, yang terdiri dari lima (5) kategori yaitu sangat kurus (underweight), kurus, normal, gemuk (berat badan berlebih/overweight), dan obesitas. Perhitungan atau pengukuran IMT tersebut melalui rumus berikut: IMT = BB (kg) : TB2 (m) (Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Metode Sampling

Metode pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan convenience sampling dan ukuran sampel sebesar 135 orang remaja.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 135 orang remaja usia 13 hingga 18 tahun, berjenis kelamin laki-laki sejumlah 44 orang dan berjenis kelamin perempuan sejumlah 91 orang.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah Skala Perilaku Makan Intuitif dan Skala Ketidakpuasan terhadap Tubuh. Skala Perilaku Makan Intuitif digunakan dari skala Perilaku Makan Intuitif yang telah dikembangkan Paramitha & Suarya (2018), yang kemudian diujicoba kembali dan memperoleh koefisien reliabilitas Cronbach’s alpha sebesar 0,625. Meskipun tidak tergolong tinggi, Ursachi dkk. (2015) menyebutkan bahwa koefisien reliabilitas yang berada di angka 0,6-0,7 secara umum masih dapat diterima. Skala Perilaku Makan Intuitif terdiri dari 20 aitem pertanyaan dengan empat pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Salah satu contoh aitem dari Skala Perilaku Makan Intuitif adalah: Saya membatasi porsi makan meskipun saya masih merasa lapar. Sementara itu, Skala Ketidakpuasan Terhadap Tubuh dikembangkan dari konsep ketidakpuasan terhadap tubuh oleh Banfield & McCabe (2002) dan Ogden (2002) yang meliputi dimensi kognitif, afektif, dan perilaku. Secara berurutan, ketiga dimensi tersebut menghasilkan reliabilitas sebesar 0,787, 0,835, dan 0,689. Berikut adalah salah satu contoh aitem dari masing-masing dimensi kognitif, afektif, dan perilaku secara berurutan: Secara umum, saya tidak memiliki fisik yang menarik; Saya merasa tertekan dengan kondisi fisik saya; Saya melakukan diet ketat agar berat badan saya ideal. Selanjutnya, IMT subjek penelitian ini dihitung berdasarkan data berat badan dan tinggi badan yang dituliskan pada data diri, dengan rumus IMT = BB / TB2 (kg/m2) (Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan menempatkan total skor dari masing-masing dimensi dari ketidakpuasan terhadap tubuh dan total skor indeks massa tubuh sebagai variabel prediktor dan total skor perilaku makan intuitif sebagai variabel kriteria. Seluruh skor diubah menjadi skor standar (z-score) mengingat variabel indeks massa tubuh berada pada jenis data rasio, sedangkan variabel ketidakpuasan tubuh dan variabel perilaku makan intuitif berada pada jenis data interval. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 26 untuk sistem operasi Windows.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Data Penelitian

  • a.       Perilaku Makan Intuitif

Deskripsi data perilaku makan intuitif (M=55,04, SD=5,82, Xmax=75, Xmin=35) dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat perilaku makan intuitif yang tergolong sedang.

Tabel 3. Deskripsi data perilaku makan intuitif

Kategorisasi

Luas Interval

Frekuensi

Rendah

X < 40

2

Sedang

40 < X < 60

110

Tinggi

60 < X

23

  • b.    Ketidakpuasan terhadap Tubuh

Adapun analisis deskriptif untuk variabel ketidakpuasan terhadap tubuh terbagi menurut dimensinya. Deskripsi data dimensi kognitif dari ketidakpuasan terhadap tubuh (M=9,91, SD=2,73, Xmax=16, Xmin=4) dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh dari segi kognitif yang tergolong sedang.

Tabel 4. Deskripsi data dimensi kognitif dari ketidakpuasan terhadap tubuh

Kategorisasi

Luas Interval

Frekuensi

Rendah

X < 8

21

Sedang

8 < X < 12

77

Tinggi

12 < X

37

Deskripsi data dimensi afektif dari ketidakpuasan terhadap tubuh (M=8,58, SD=2,56, Xmax=16, Xmin=4) dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh dari segi afektif yang tergolong sedang.

Tabel 5. Deskripsi data dimensi afektif dari ketidakpuasan terhadap tubuh

Kategorisasi                              Luas Interval

Frekuensi

Rendah                             X < 8

Sedang                            8 < X < 12

Tinggi                                12 < X

43

72

20

Deskripsi data dimensi perilaku dari ketidakpuasan terhadap tubuh (M=3,76, SD=1,47, Xmax=8, Xmin=2) dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh dari segi perilaku yang tergolong sedang.

Tabel 6. Deskripsi data dimensi perilaku ketidakpuasan terhadap tubuh

Kategorisasi

Luas Interval

Frekuensi

Rendah

X < 4

55

Sedang

4 < X < 6

64

Tinggi

6 < X

16

c.      Indeks Massa Tubuh

Deskripsi data indeks masa tubuh ((M=21,1, SD=3,67, Xmax=32,87, Xmin=13,54) dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki indeks massa tubuh yang tergolong normal sejumlah 81 orang. Kategori tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan 2014 mengenai Pedoman Gizi Seimbang.

Tabel 5. Deskripsi data indeks massa tubuh

Kategorisasi

Luas Interval

Frekuensi

Sangat Kurus

X < 17,0

15

Kurus

17,0 < X < 18,5

21

Normal

18,5 < X < 25,0

81

Gemuk

25,0 < X < 27,0

7

Obesitas

27,0 < X

11

Hasil Analisis Regresi Berganda

Adapun analisis regresi berganda menunjukkan model prediksi yang signifikan [F(4,130) = 5,205, p<0,05]. Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa dua dari tiga dimensi ketidakpuasan terhadap tubuh tidak dapat memprediksi perilaku makan intuitif, antara lain dimensi kognitif (beta=0,110, SE=0,150, p=0,465) dan dimensi afektif (beta=-0,140, SE=0,150, p=0,350). Adapun indeks massa tubuh juga tidak ditemukan sebagai prediktor yang signifikan (beta=0,114, SE=0,099, p=0,252). Dengan demikian, hanya dimensi perilaku dari ketidakpuasan terhadap tubuh saja yang diketahui mampu memprediksi perilaku makan intuitif secara signifikan (beta=-0,391, SE=0,100, p<0,05).

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri dimensi-dimensi ketidakpuasan terhadap tubuh, indeks massa tubuh, dan implikasinya terhadap perilaku makan intuitif pada remaja. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang dilakukan, diketahui bahwa indeks massa tubuh beserta dimensi kognitif dan afektif dari ketidakpuasan terhadap tubuh tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku makan intuitif. Sementara itu, dimensi perilaku dari ketidakpuasan terhadap tubuh ditemukan berpengaruh secara signifikan dan memiliki nilai koefisien beta yang bersifat negatif. Artinya, peningkatan perilaku-perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap tubuh dapat memprediksi penurunan pada perilaku makan intuitif. Begitu pula sebaliknya, penurunan perilaku-perilaku terkait ketidakpuasan terhadap tubuh dapat memprediksi peningkatan pada perilaku makan intuitif.

Ketidakpuasan terhadap tubuh, atau juga dikenal sebagai citra tubuh yang negatif, merupakan pemikiran dan perasaan negatif yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya (Grogan, 2017). Grogan (2017) menjelaskan bahwa ketidakpuasan tersebut dapat muncul karena adanya kesenjangan antara tubuh ideal dan persepsi mengenai tubuh. Adanya ketidakpuasan tersebut dapat dialami oleh siapapun, termasuk para remaja yang justru memiliki kerentanan untuk mengalaminya (Voelker, 2015). Voelker (2015) menjelaskan bahwa para remaja, baik perempuan maupun laki-laki, yang memandang bahwa perubahan pada tubuhnya tidak sejalan dengan standar di masyarakat, cenderung mengembangkan citra tubuh yang negatif. Dalam konteks penelitian ini, ketidakpuasan terhadap tubuh juga meliputi aspek perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan itu sendiri, yaitu upaya-upaya menurunkan berat badan (Banfield & McCabe, 2002; Ogden, 2002).

Berkaitan dengan aspek tersebut, penelitian ini menemukan bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh yang dicerminkan dalam bentuk perilaku turut berpengaruh secara negatif pada perilaku makan intuitif remaja. Artinya, upaya-upaya menurunkan berat badan yang dilakukan oleh remaja memprediksi penurunan perilaku makan intuitif. Temuan tersebut sejalan dengan beberapa studi terdahulu, antara lain Babbott dkk. (2023) yang menemukan bahwa perilaku makan intuitif berhubungan secara positif terhadap apresiasi terhadap tubuh, namun berhubungan negatif dengan ketidakpuasan terhadap tubuh. Studi literatur yang dilakukan oleh Bruce dan Ricciardelli (2016) juga menyebutkan bahwa berbagai penelitian sebelumnya memperoleh temuan yang serupa, yaitu apresiasi terhadap tubuh, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap tubuh, memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku makan intuitif.

Adapun temuan bahwa dimensi kognitif dan afektif tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku makan intuitif, sedangkan dimensi perilaku memiliki pengaruh yang signifikan, juga dapat dikatakan sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyoroti adanya ketidakselarasan antara pemikiran dan perilaku individu berkaitan dengan sikapnya terhadap tubuh dan makanan (Faw dkk., 2020). Faw dkk. (2020) menjelaskan bahwa kontradiksi antara pemikiran dan perilaku tersebut banyak ditemukan pada subjek penelitiannya. Beberapa contoh kontradiksi tersebut antara lain: keyakinan bahwa setiap orang tampak cantik dengan caranya masing-masing, namun menilai tubuhnya secara negatif; mengaku bahwa tidak ada aturan makan khusus yang diterapkan, namun

mempraktikkan batasan-batasan tertentu; hingga merasa bahwa dirinya makan secara bebas, namun menyatakan bahwa kebebasan tersebut berlaku selama dirinya tidak mengalami kenaikan berat badan, sehingga perlu melakukan kompensasi, seperti berolahraga dan melakukan diet (Faw dkk., 2020).

Untuk menjelaskan temuan-temuan tersebut, perlu dipahami bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh secara umum memiliki dampak yang negatif pada individu, baik secara fisik maupun psikologis (Rodgers, 2023). Dalam hal dampaknya terhadap perilaku makan, ketidakpuasan terhadap tubuh juga dinilai berkaitan erat dengan perilaku makan yang tidak sehat, seperti makan secara terbatas hingga emotional eating (Eck dkk., 2022). Perilaku tersebut diterapkan sebagai upaya untuk mencapai tubuh ideal yang salah satunya didorong oleh faktor sosial. Kapoor dkk. (2022) menyebutkan bahwa individu yang mengalami obesitas, mendapatkan tekanan dari lingkungan sosial, membandingkan diri dengan tokoh tertentu, dan berpartisipasi dalam kelompok olahraga yang kompetitif cenderung memiliki perilaku makan yang berisiko. Oleh karena itu, individu yang rentan mengalami ketidakpuasan terhadap tubuh memiliki kerentanan pula untuk mengembangkan perilaku makan yang tidak sehat.

Keterkaitan antara ketidakpuasan terhadap tubuh dan perilaku makan yang tidak sehat tersebut secara tidak langsung memberi gambaran mengapa ketidakpuasan terhadap tubuh juga memprediksi perilaku makan intuitif yang cenderung dianggap lebih sehat. Secara konseptual, perilaku makan yang tidak sehat, seperti membatasi konsumsi makanan, baik dari segi porsi maupun frekuensi, bertentangan dengan prinsip-prinsip perilaku makan intuitif yang menekankan adanya keselarasan dengan isyarat-isyarat yang dikirimkan oleh tubuh (Tylka dkk., 2019). Apabila individu merasa tidak puas terhadap tubuhnya, individu tersebut cenderung menerapkan pola makan yang berfokus untuk mengontrol atau mengubah kondisi tubuhnya, sehingga sulit bagi individu untuk merespons secara tepat isyarat dari rasa lapar dan rasa kenyang yang sesungguhnya dialami.

Konseptualisasi tersebut juga sejalan dengan pemaparan Keirns dan Hawkins (2019) mengenai individu yang tidak begitu khawatir akan bentuk atau massa tubuhnya. Keirns dan Hawkins (2019) menyebutkan bahwa individu tersebut berkemungkinan untuk mampu menyelaraskan diri dengan isyarat-isyarat internal dari tubuh, membedakan isyarat tersebut dengan kondisi emosional, serta mampu mengizinkan diri untuk makan secara bebas dan memilih apa yang akan dimakan. Sebagai tambahan, Andrew dkk. (2015) juga menjelaskan bahwa individu yang mengapresiasi tubuhnya mampu untuk menerima perubahan dan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh tubuh sehingga merasa tidak perlu untuk mengabaikan isyarat internal dari tubuhnya sendiri demi mengubah penampilan.

Sementara itu, penelitian ini menemukan bahwa indeks massa tubuh bukanlah prediktor yang signifikan untuk perilaku makan intuitif pada remaja. Temuan tersebut bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang secara umum menunjukkan adanya asosiasi antara indeks massa tubuh dan perilaku makan intuitif (Denny dkk., 2013; Cadena-Schlam & Lopez-Guimera, 2015). Augustus-Horvath dan Tylka (2011) menjelaskan bahwa individu dengan indeks massa tubuh yang tinggi cenderung mengabaikan isyarat fisiologis dari tubuh karena diet yang dijalani atau ketika mengalami stres. Meskipun penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa indeks massa tubuh sering dijadikan sebagai prediktor bagi perilaku makan intuitif, penelitian ini justru memberi penekanan bahwa indeks massa tubuh tidak dapat selalu dijadikan sebagai acuan.

Dalam penelitian ini, indeks massa tubuh tidak memprediksi perilaku makan intuitif sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya individu dengan indeks massa tubuh tertentu saja yang mampu menerapkan perilaku makan intuitif maupun tidak. Dengan kata lain, individu dengan indeks massa tubuh yang tergolong normal maupun tidak normal sama-sama dapat menerapkan maupun tidak menerapkan perilaku makan intuitif karena perilaku tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti ketidakpuasan terhadap tubuh sebagaimana telah dibuktikan dalam penelitian ini. Hal tersebut dikatakan demikian karena perilaku makan intuitif merupakan konsep multidimensional yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari biologis, psikologis, hingga sosial, termasuk juga sikap individu terhadap makanan dan tubuhnya sendiri (Tylka & Kroon Van Diest, 2013). Perlu diketahui bahwa indeks massa tubuh merupakan sebuah parameter mengenai kondisi fisik seseorang yang diperoleh hanya dengan menghitung perbandingan antara berat badan dengan kuadrat tinggi badan (Situmorang, 2015).

Secara garis besar, penelitian ini berkontribusi pada pemahaman mengenai pengaruh ketidakpuasan terhadap tubuh dan indeks massa tubuh terhadap perilaku makan intuitif pada remaja. Temuan yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari ketidakpuasan terhadap tubuh menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis dan behavioral dalam membentuk perilaku makan intuitif pada remaja. Sementara itu, tidak ditemukannya pengaruh yang signifikan dari indeks massa tubuh menunjukkan bahwa perilaku makan yang sehat pada remaja, dalam hal ini perilaku makan intuitif, melibatkan berbagai aspek yang lebih luas dan perlu ditelusuri secara lebih mendalam pada penelitian berikutnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi para remaja untuk meningkatkan citra tubuh yang positif dan memperoleh pengetahuan yang tepat mengenai perilaku seperti apa yang tepat untuk diterapkan berkaitan dengan persepsinya terhadap tubuh. Dengan demikian, para remaja diharapkan tidak terjebak dalam perilaku tidak puas terhadap tubuh, seperti melaksanakan diet ketat yang tidak sehat, sehingga mampu menerapkan perilaku makan yang lebih sehat, khususnya perilaku makan intuitif.

Terlepas dari temuan yang telah diperoleh, desain cross-sectional yang diterapkan dalam penelitian ini tentunya menjadi batasan yang perlu diperhatikan. Hubungan signifikan yang ditemukan tetap tidak dapat diartikan sebagai hubungan sebab-akibat yang mutlak dan satu arah sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menerapkan metode lainnya. Penggunaan kuesioner yang dilaporkan secara mandiri oleh subjek penelitian juga dinilai dapat meningkatkan kemungkinan bias dan kepatutan sosial. Selain

itu, penelitian ini hanya menelusuri variabel ketidakpuasan terhadap tubuh, indeks massa tubuh, dan perilaku makan intuitif, sementara topik mengenai hal tersebut cenderung kompleks dan multidimensional. Namun, hal itu juga membuka ruang bagi penelitian di masa depan untuk menelusuri secara bersamaan variabel-variabel perilaku makan yang adaptif sekaligus maladaptif beserta prediktornya, seperti citra tubuh, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai dinamika yang terjadi.

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, perilaku-perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap tubuh ditemukan secara signifikan memiliki pengaruh yang negatif terhadap perilaku makan intuitif pada remaja. Artinya, peningkatan perilaku tidak puas terhadap tubuh mampu memprediksi penurunan perilaku makan intuitif. Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa indeks massa tubuh tidak dapat memprediksi perilaku makan intuitif sehingga bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa para remaja perlu menghindari upaya-upaya yang tidak sehat dalam mengontrol kondisi tubuhnya. Para remaja tersebut juga perlu memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai perilaku yang tepat dalam menyikapi kondisi tubuhnya tersebut. Selain itu, mengembangkan perilaku makan intuitif pada remaja juga tidak dapat berfokus pada indeks massa tubuh yang dimiliki oleh masing-masing individu, melainkan perlu didasarkan pada faktor-faktor yang lebih bersifat psikologis dan behavioral, seperti ketidakpuasan terhadap tubuh.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih diucapkan kepada seluruh remaja yang telah bersedia secara sukarela untuk terlibat dalam penelitian ini, serta pihak-pihak sekolah yang telah memberikan izin pelaksanaan sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih pula diucapkan kepada Saudara Aria Saloka Immanuel dan Muhammad Anjar Gagahriyanto yang telah berkontribusi terhadap proses penyelesaian manuskrip ini, dan pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungannya.

REFERENSI

Albajri, E., Naseeb, M. (2023). Sex differences in intuitive eating and its relationship with body mass index among adults ages 1840 years in Saudi Arabia: A cross sectional study. PubMed Central. https://doi.org/10.3389%2Ffnut.2023.1214480

Al-Musaraf, S., Rogoza, R., Mhanna, M., Soufia, M., Obeid, S., Hallit, S. (2022). Factors of body dissatisfaction among Lebanese adolescents: the indirect effect of self-esteem between mental health and body dissatisfaction. BMC Pediatrics. 22 (302). https://bmcpediatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12887-022-03373-4

Andrew, R., Tiggerman, M., & Levina, C. (2015). Predictors of intuitive eating in adolescent girls. Journal of Adolescent Health, 56(2), 209-214. http://dx.doi.org/10.1016/j.jadohealth.2014.09.005

Appleton, K., McGowan, L. (2006). The relationship between restrained eating and poor psychological health is moderated by pleasure normally associated with eating. PubMed. 7 (4). DOI:10.1016/j.eatbeh.2005.11.008

Atalay, S., Bas, M., Eren, B., Karaca, E., Bas, D. (2020). Intuitive eating, diet quality, body mass index, and abnormal eating: A cross-sectional study in Turkish women. Journal of Nutrition and Internal Medicine. 22   (4). DOI:

https://doi.org/10.23751/pn.v22i4.9773

Augustus-Horvath, C. L., & Tylka, T. L. (2011). The acceptance model of intuitive eating: A comparison of women in emerging adulthood, early adulthood, and middle adulthood. Journal of Counseling Psychology, 58(1),   110–125.

https://doi.org/10.1037/a0022129

Babbott, K. M., Cavadino, A., Brenton-Peters, J., Consedine, N. S., & Roberts, M. (2023). Outcomes of intuitive eating interventions:     A     systematic     review     and     meta-analysis.     Eating     Disorders,     31(1),     33-63.

https://doi.org/10.1080/10640266.2022.2030124

Bernard, J. (2011). Am i really hungry; 6th sense diet intuitive eating. CreateSpace Independent Publishing.

Bruce, L. J., & Ricciardelli, L. A. (2016). A systematic review of the psychosocial correlates of intuitive eating among adult women. Appetite, 96. https://doi.org/10.1016/j.appet.2015.10.012

Cadena-Schlam, L., & López-Guimerà, G. (2014). Intuitive eating: an emerging approach to eating behavior. Nutricion hospitalaria, 31(3), 995–1002. https://doi.org/10.3305/nh.2015.31.3.7980

Cook-Cottone, C. P., Tribole, E., Tylka, T. L. (2013). Healthy eating in school; evidence-based intervention to help kids thrive. DOI: 10.1037/14180-002.

Denny, K. N., Loth, K., Eisenberg, M. E., Neumark-Sztainer, D. Intuitive eating in young adults: Who is doing it, and how is it related to disordered eating behavior? Appetite. 60 (1), 13-19. doi:10.1016/j.appet.2012.09.029

Dion, J., Blackburn, M., Auclair, J., Laberge, L., Veilette, S., Graudeault, M., Vachon, P., Perron, M., Touchette, E. (2015). Development and aetiology of body dissatisfaction in adolescent girls and boys. International Journal of Adolescende and Youth. 20 (2): 151-166. https://doi.org/10.1080/02673843.2014.985320

Dyke, N. V., Drinkwater, E. J. (2013). Relationships between intuitive eating and health indicators. Public Health Nutrition. pg 110, https://doi.org/10.1017/S1368980013002139

Eck, K. M., Quick, V., & Byrd-Bredbenner, C. (2022). Body dissatisfaction, eating styles, weight-related behaviors, and health among young women in the United States. Nutrients, 14(18), 3876. https://doi.org/10.3390/nu14183876

Faw, M. H., Davidson, K., Hogan, L., & Thomas, K. (2020). Corumination, diet culture, intuitive eating, and body dissatisfaction among young adult women. Personal Relationships, 1-21. https://doi.org/10.1111/pere.12364

Grogan, S. (2017). Body image: Understanding body dissatisfaction in men, women and children (3rd edition). Routledge.

Goldschmidt, A. B., Aspen V., Hurst, K. T. (2012). Psychosocial correlates of shape and weight concerns in overweight preadolescents. NIH Public Access. 41 (1). doi:10.1007/s10964-011-9686-y

Kapoor, A., Upadhyay, M. K., & Saini, N. K. (2022). Relationship of eating behavior and self-esteem with body image perception and other factors among female college students of University of Delhi. Journal of Education and Health Promotion, 11, 80. https://doi.org/10.4103/Fjehp.jehp_855_21

Keirns, N. G., & Hawkins, M. A. W. (2019). The relationship between intuitive eating and body image is moderated by measured body mass index. Eating Behaviors, 33, 91-96. https://doi.org/10.1016/j.eatbeh.2019.04.004

Linardon, L., Tylka, T. L., Fuller-Tyszkiewicz, M. (2021). Intuitive eating and its psychological correlates: A meta analysis. International Journal of Eating Disorders. 54 (6).DOI:10.1002/eat.23509

Maniken, M., Puukko-Viertomies, L-R., Lindberg, N., Siimes, M. A., Aalberg, V. (2012). Body dissatisfaction and body mass in girls and boys transitioning from early to mid-adolescence: additional role of self-esteem and eating habits. BMC Psychiatry. 35. https://bmcpsychiatry.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-244X-12-35

Ogden, J. (2002). Psychology of eating: from healthy to disordered behavior. USA: The Blackwell Publishing.

Papalia, D.E., Olds, S. W., Feldman, R.D. (2008). Human development.

Paramitha, N. M. K., Suarya, L. M. K. (2018). Hubungan citra tubuh dan perilaku makan intuitif pada remaja putri di Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana. Jurnal Psikologi Udayana.5 (2). 360-369

Pedoman Gizi Seimbang. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. https://pergizi.org/pedoman-gizi-seimbang-2014-terbaru/

Rodgers, R. F., Laveway, K., Campos, P., & de Carvalho, P. H. B. (2023). Body image as a global mental health concern. Global Mental Health, 10, e9. https://doi.org/10.1017/gmh.2023.2

Santrock. (2013). Perkembangan masa hidup. Erlangga.

Situmorang, M. (2015). Penentuan Indeks Massa Tubuh (IMT) melalui pengukuran berat dan tinggi badan berbasis mikrokontrolerAT89S51 dan PC. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, 3(2), 102-110. http://dx.doi.org/10.23960%2Fjtaf.v3i2.1291

Snoek, H. M., Van Strien, T, Janssens, J. M.A.M, Engels, R. C. M. E. (2008). Restrained eating and BMI: a longitudinal study among adolescents. PubMed. 27 (6). 753-759. DOI:10.1037/0278-6133.27.6.753

Sumartini, E., Ningrum, A. (2022). Gambaran perilaku makan remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada. 6(1): 46-59. https://www.akperkerishusada.ac.id/akperker_ojs/index.php/akperkeris/article/view/65/57

Troisi, A. (2020). Body image and body dissatisfaction. Bariatric Psychology and Psychiatry. 10.1007/978-3-030-44834-9_4 .

Tylka, T. L., Calogero, R. M., Daníelsdóttir, S. (2019). Intuitive eating is connected to self-reported weight stability in community women and men. Eating Disorders, 1-9. https://doi.org/10.1080/10640266.2019.1580126

Tylka, T. L., & Kroon Van Diest, A. M. (2013). The Intuitive Eating Scale-2: Item refinement and psychometric evaluation with college women and men. Journal of Counseling Psychology, 60(1), 137-153. https://doi.org/10.1037/a0030893

Ursachi, G., Horodnic, I. A., Zait, A. (2015). How reliable are measurement scales? External factors with indirect influence on reliability estimators. Procedia Economics and Finance, 20, 679-686. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00123-9

Voelker, D. K., Reel, J. J., & Greenlear, C. (2015). Weight status and body image perceptions in adolescents: Current perspectives.

Adolescent Health, Medicine and Therapeutics, 6, 149-158. https://doi.org/10.2147/FAHMT.S68344

Yilmaz, H. O., Arpa, T. E. (2021). The relationship between body mass index and eating disorder risk and intuitive eating among young adults. International Journal of Nutrition Science. 6 (4). 180-188. DOI:10.30476/IJNS.2021.91438.1138

362