Studi Dampak Ekonomi dan Sosial PLTS Sebagai Listrik Pedesaan Terhadap Masyarakat Desa Ban Kubu Karangasem
on
A-010
Prosiding Conference on Smart-Green Technology in Electrical and Information Systems
Bali, 14-15 November 2013
Studi Dampak Ekonomi dan Sosial PLTS Sebagai Listrik Pedesaan Terhadap Masyarakat Desa Ban Kubu Karangasem
I M ADITYA NUGRAHA, I A D GIRIANTARI, I N SATYA KUMARA Program Studi Magister Teknik Elektro, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana Jl. Panglima Besar Sudirman Denpasar, Bali
Email: [email protected]
Abstrak—Pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi listrik di Desa Ban, bekerja secara stand alone dalam bentuk Solar Home System (SHS), dimana 65,83% SHS tidak dapat beroperasi sehingga berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Kelanjutan dari itu, maka dilakukan penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 62 responden, yang dipilih secara purposive sampling. 62 responden terdiri dari 31 responden dengan SHS berfungsi, dan 31 responden dengan SHS tidak berfungsi untuk menjawab kuesioner. Data hasil kuesioner yang diperoleh dianalisis dengan uji beda nonparametrik dengan uji Mann-Whitney.
Hasil analisis dengan uji Mann-Whitney, menunjukan perbedaan yang bermakna antara responden dengan SHS masih berfungsi dengan responden dengan SHS tidak berfungsi dalam kehidupan ekonomi dan sosial, dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, penggunaan PLTS sebagai listrik pedesaan berdampak terhadap kehidupan masyarakat, dengan adanya peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Desa Ban, Kubu, Karangasem.
Kata kunci—Energi listrik terbarukan, PLTS/SHS, dampak ekonomi, dampak sosial
-
I. PENDAHULUAN
Potensi energi surya Indonesia sebesar 4,8 kWh/m2, menyebabkan Indonesia berpotensi untuk memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik [1]. Hal ini memungkinkan penyediaan energi listrik untuk daerah-daerah terpencil yang belum dijangkau aliran listrik, melalui sistem photovoltaic dengan cara PLTS terpusat atau SHS.
Di Bali, pemanfaatan PLTS dapat ditemukan di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Dari 15 Dusun yang terdapat di Desa Ban, Dusun Cegi dan Dusun Pengalusan, mendapat bantuan PLTS sebanyak 120 unit dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. PLTS ini bekerja secara stand alone, dengan sistem SHS. Setiap unit SHS terdiri dari sebuah panel surya 50 Wp, tiga buah titik lampu, baterai 70Ah, dan Box Control Unit.
Berdasarkan studi lapangan awal, penggunaan SHS sangat bermanfaat dan membantu masyarakat di malam hari terutama pelajar dan ibu-ibu yang memiliki anak kecil, serta membantu warga Dusun Cegi yang merupakan dusun paling atas di Desa Ban yang sebelumnya mengandalkan penerangan dari lampu minyak. Selain bermanfaat karena dapat mengurangi
penggunaan minyak tanah dan solar sebagai bahan bakar lampu penerangan, penggunaan SHS lebih aman, mudah digunakan, dan memiliki kualitas penerangan yang lebih baik untuk kegiatan di malam hari. Energi listrik yang dihasilkan SHS, juga memberikan masyarakat sarana hiburan, pendidikan, dan informasi dengan adanya TV, radio, dan handphone.
Pada saat ini, 65,83% SHS tidak dapat beroperasi karena rusaknya beberapa komponen, seperti panel surya, fitting dan aki. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem SHS dan cara memperbaiki SHS, menyebabkan SHS yang tidak berfungsi pada akhirnya didiamkan begitu saja, dan masyarakat lebih memilih kembali menggunakan lampu minyak sebagai sumber penerangan. Dengan tidak berfungsinya SHS berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari ketrampilan anyaman, seperti membuat sokasi, tampeh, wakul, dan kukusan dalam kegiatan di malam hari.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini dibahas mengenai dampak ekonomi dan sosial penggunaan PLTS sebagai listrik pedesaan terhadap masyarakat desa. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dilakukan analisis dengan mencari hubungan dari beberapa aspek, yaitu teknis, ekonomi dan sosial, dengan menggunakan metode observasi, kuesioner dan wawancara. Aspek sosial yang dibahas meliputi pendidikan, kesehatan, keamanan, hiburan, dan keagamaan.
-
II. KAJIAN PUSTAKA
-
A. PLTS
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit yang mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada panel surya yang terdiri dari sel-sel photovoltaik. Sel-sel ini terdiri dari lapisan-lapisan tipis dari silikon (Si) murni dan bahan semi konduktor lainnya [6]. PLTS memanfaatkan energi surya langsung untuk menghasilkan listrik DC yang kemudian dapat diubah menjadi listrik AC apabila diperlukan, dengan bantuan inverter.
Pemanfaatan energi surya sebagai pembangkit listrik, umumnya terdiri dari beberapa komponen, yaitu panel surya, charge controller, baterai, kabel dan inverter jika diperlukan [2][11].
SHS merupakan salah satu bentuk aplikasi dari PLTS. Pemanfaatan tenaga matahari untuk pembangkitan energi listrik ini sudah dilakukan sejak awal tahun 80-an dan masih terbatas pada sistem berdaya kecil. Sistem ini biasanya memiliki kapasitas antara 25-50 Wp, sehingga kemampuannya dalam mencatu peralatan dengan beban yang besar sangat terbatas [8]. Sistem ini terdiri dari panel surya, baterai, charge controller, dan tiga buah titik lampu.
SHS umumnya digunakan oleh masyarakat pedesaan yang belum dijangkau dengan jaringan listrik PLN. Penduduk desa menggunakan SHS sebagai lampu penerangan untuk menggantikan lampu tradisional yang berbahan bakar minyak tanah atau solar. Pemanfaatan SHS ini tentu sangat bermanfaat karena dapat mengurangi penggunaan minyak tanah dan solar, mengurangi emisi karbon, lebih aman, lebih mudah, dan memiliki kualitas penerangan yang lebih baik untuk aktivitas di malam hari, seperti belajar dan kegiatan produktif lainnya [3][7][8]. Dengan adanya SHS juga memungkinkan masyarakat untuk menikmati peralatan elektronik, seperti radio dan TV sebagai sarana hiburan, pendidikan, dan informasi.
Berdasarkan data tahun 2009, jumlah kapasitas PLTS/SHS telah mencapai 13,5 MWp [4]. Namun, perkembangan pemasangan SHS di Indonesia ini terbilang cukup lambat karena masih sangat tergantung dari program pemerintah, sehingga hingga saat ini total kapasitas daya terpasangnya dalam bauran energi nasional masih sangat kecil. Akan tetapi dengan adanya rencana pemerintah tentang diversifikasi energi nasional, maka PV memiliki prospek yang sangat bagus di masa mendatang untuk mendukung energi mix yang akan dicapai pada tahun 2025.
-
B. Listrik Pedesaan
Pembangunan listrik pedesaan merupakan penugasan pemerintah untuk memberikan listrik kepada masyarakat pedesaan. Kebijakan yang diambil oleh Direktorat Jendral Ketenagalistrikan (DJK) dan PLN dalam pembangunan listrik desa adalah untuk memenuhi rasio elektrifikasi 80% dan desa berlistrik 98,9% di tahun 2014. Pembangunan ini sesuai dengan RPJM Departemen ESDM 2010-2014, yaitu melistriki desa baru maupun lama yang sebagian dari dusun tersebut belum berlistrik, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta dimungkinkan untuk pengadaan hybrid PLTS dan hybrid PLTB yang sistemnya terhubung dengan grid PLN.
Secara umum tujuan dari pelistrikan daerah pedesaan, merupakan usaha dalam memberikan listrik kepada desa-desa, terutama untuk negara berkembang. Dapat disusun beberapa faktor penting dalam pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut [6][9][10]:
-
1) Penggunaan listrik untuk tujuan produktif (ekonomi)
Fokus pelistrikan desa pada umumnya diletakan pada usaha-usaha untuk membangkitkan atau meningkatkan kegiatan-kegiatan produktif masyarakat. Penggunaan listrik bisa untuk melakukan kegiatan seperti pompa irigasi, industri pedesaan, bengkel kecil, peralatan pertanian, fasilitas pendingan, dll.
Peningkatan kegiatan produktif ini pada akhirnya akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan, produksi pertanian,
dan jasa-jasa lainnya, sehingga bisa meningkatkan pendapatan penduduk.
-
2) Manfaat sosial
Program misi sosial dimaksudkan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, menjaga kelangsungan dalam upaya perluasan akses pelayanan listrik pada wilayah yang belum terjangkau listrik, dan mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejateraan rakyat pedesaan.
Manfaat sosial ini pada umumnya berpengaruh secara jangka panjang, antara lain seperti, peningkatan kesempatan membaca dan belajar, peningkatan taraf kesehatan rakyat, bahkan dengan adanya tenaga listrik mempunyai pengaruh yang baik terhadap hasil-hasil keluarga berencana, karena pada waktu malam hari dapat diisi dengan kegiatan sosial, serta memudahkan dan mempercepat masyarakat pedesaan memperoleh informasi dari media elektronik dan media komunikasi lainnya. Dilaporkan, dari hasil penelitian bahwa dengan adanya penerangan listrik pada umumnya dapat meningkatkan keamanan, sehingga masyarakat merasa terjamin keamanannya [3]. Hal-hal tersebut, secara keseluruhan akan meningkatkan percaya diri masyarakat yang pada gilirannya dalam jangka panjang akan membuka jalan kepada pengembangan berbagai bakat yang ada untuk inovasi dan kewirausahaan [8][5][12].
Dengan adanya energi listrik atau dengan mempergunakan energi listrik pada pedesaan, bila dipergunakan sebaiknya, tepat, layanan tenaga listrik dapat diandalkan, terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat, maka dapat memecah lingkaran setan kemelaratan pada masyarakat.
Pelistrikan suatu desa tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan harus disertai dengan persiapan yang baik. Jika tidak maka akan dapat menimbulkan beberapa persoalan, seperti penggangguran dan perilaku konsumtif masyarakat. Hal ini tentu kedepannya akan berdampak negatif terhadap masyarakat. Oleh karena itu, usaha listrik masuk desa perlu dilakukan dengan persiapan yang baik.
Aspek kepemilikan dan pengetahuan terhadap teknologi juga tidak bisa lepas dari perhatian. Karena dengan adanya rasa kepemilikan maka masyarakat akan lebih merasa memiliki, menjaga, dan merawat teknologi tersebut. Begitu juga dengan adanya pengetahuan terhadap teknologi, dimana akan dapat membekali dan membantu masyarakat untuk mengetahui bagaimana peralatan itu bekerja dan memperbaiki jika terjadi kerusakan. Dengan didasari rasa ini, maka sistem dapat dipergunakan lebih lama dan secara tidak langsung dapat mengurangi penggunaan BBM sebagai sumber bahan bakar lampu tradisonal.
-
III. METODE PENELITIAN
Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil jawaban kuesioner dan wawancara terhadap 62 responden pada Dusun Cegi dan Dusun Pengalusan. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling.
Setelah hasil jawaban kuesioner terkumpul ditabulasikan, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan
mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Untuk menghitungnya digunakan rumus Person Product Moment. Pengujian reliabiltas dilakukan dengan koefisien korelasi Alpha Cronbach. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Kelanjutan dari itu, untuk mengetahui dampak ekonomi dan sosial PLTS terhadap masyarakat dianalisis dengan mencari dan mengetahui hubungan antara variabel dengan uji komparatif. Uji komparatif yang dilakukan merupakan uji komparatif dari dua kelompok tidak berpasangan, karena berasal dari dua kelompok data yang berbeda, yaitu, 31 responden dengan SHS masih berfungsi dan 31 responden dengan SHS tidak berfungsi. Uji hipotesis komparatif dilakukan dengan uji Mann-Whitney (uji nonparametrik). Dari hasil pengujian ini akan mendapatkan nilai p (nilai probabilitas). Hasil analisis dari uji komparatif selanjutnya digunakan untuk menguji hipotesis dan menarik kesimpulan hubungan antar variabel atau untuk menyatakan ada tidaknya hubungan antara variabel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
-
A. Karakteristik Responden
TABEL I. KARAKTERISTIK RESPONDEN (NUMERIK)
Varibel |
Rerata |
Median |
SB |
Rentangan |
Umur (Tahun) |
42,5 |
37,5 |
15,11 |
20- 84 |
Energi Listrik (Wh/hari) |
100,44 |
90 |
146,64 |
10- 990 |
SB = Simpang Baku
TABEL II. KARAKTERISTIK RESPONDEN (KATEGORIK)
Varibel |
Jumlah |
% |
Jenis Kelamin | ||
Laki-Laki |
56 |
90,3 |
Perempuan |
6 |
9,7 |
Tingkat Pendidikan | ||
Tidak Sekolah |
38 |
61,3 |
SD |
18 |
29 |
SMP |
2 |
3,2 |
SMA |
4 |
6,5 |
Banjar | ||
Cegi |
23 |
37,1 |
Pengalusan |
39 |
62,9 |
Pekerjaan | ||
Guru |
1 |
1,6 |
Pedagang |
1 |
1,6 |
Pegawai |
4 |
6,5 |
Penganyam |
5 |
8,1 |
Petani/Peternak |
50 |
80,6 |
Tukang |
1 |
1,6 |
Penghasilan Per Bulan | ||
< Rp. 500 Ribu |
54 |
87,1 |
Rp. 500 Ribu – Rp. 1 Juta |
6 |
9,7 |
Rp. 1 Juta – Rp. 2 Juta |
2 |
3,2 |
Penggunaan BBM | ||
< 0,5 Liter |
6 |
9,7 |
≥ 0,5 Liter – 1 Liter |
2 |
3,2 |
≥ 1 Liter – 2 Liter |
17 |
27,4 |
≥ 2 Liter – 5 Liter |
20 |
32,3 |
> 5 Liter |
17 |
27,4 |
Total |
62 |
100 |
Rerata umur responden adalah 37,5 tahun, berkisar dari 20 tahun sampai dengan 84 tahun. Rerata umur ini berada dalam rentang umur yang masih produktif, dimana subjek dapat melakukan aktivitas fisik dengan optimal, seperti bertani, berternak, dan membuat anyaman.
-
C. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Hasil dari uji validitas didapatkan dari korelasi antara jumlah skor variabel dengan skor total. Hasil koefisien korelasi variabel (r hitung) menujukan nilai di atas 0,3 (r kritis), maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel merupakan kontruksi yang valid. Sedangkan dari hasil analisis untuk menentukan validitas setiap butir pertanyaan, didapatkan bahwa dari 29 butir pertanyaan, pertanyaan nomor 2 dan nomor 3 tidak valid, karena korelasi butir terhadap skor total kurang dari 0,3 (r2 = 0,02 dan r3 = 0,278), sehingga skor pertanyaan nomor 2 dan nomor 3 tidak dimasukan dalam uji komparatif. Butir pertanyaan nomor 2 adalah pertanyaan mengenai pengetahuan tentang kelistrikan sistem PLTS dan butir pertanyaan nomor 3 adalah kemampuan responden untuk memperbaiki PLTS jika mengalami kerusakan.
Hasil reliabilitas data dengan uji korelasi Alpha Crombach menunjukan nilai korelasi sebesar 0,988. Hasil reliabilitas ini menunjukan bahwa data yang terkumpul reliabel.
-
D. Hubungan Responden Terhadap Penggunaan SHS
Tabel III adalah hasil uji beda skor penggunaan SHS pada responden dengan SHS berfungsi dengan responden dengan SHS tidak berfungsi. Hasil ini menunjukan perbedaan yang bermakna (p < 0,05), dengan nilai p < 0,001. Ini menunjukan penggunaan SHS pada responden dengan SHS berfungsi dapat memenuhi kebutuhan energi listrik setiap hari dan mengetahui cara perawatan komponen-komponen SHS dibandingkan dengan responden dengan SHS tidak berfungsi.
TABEL III. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN SHS
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
7 (4–9) |
6,90±1,56 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
3 (2– 11) |
3,39±1,76 |
-
E. Hubungan Responden Terhadap Penggunaan SHS di
Kehidupan Ekonomi
Hasil uji Mann-Whitney terhadap penggunaan SHS dalam kehidupan ekonomi pada responden dengan SHS berfungsi dengan responden dengan SHS tidak berfungsi dapat dilihat pada Tabel IV.
TABEL IV. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN SHS DALAM KEHIDUPAN EKONOMI
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
19 (13–22) |
18,55±2,29 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
6 (4–9) |
5,80±1,68 |
Hasil uji beda skor penggunaan SHS pada responden dengan SHS berfungsi dengan responden dengan SHS tidak berfungsi menunjukan perbedaan yang bermakna (p < 0,05), dengan nilai p < 0,001. Ini menunjukan penggunaan SHS dalam kehidupan ekonomi pada respoden dengan SHS berfungsi dapat memberikan peningkatan jumlah lapangan pekerjaan dan jasa dibandingkan dengan SHS pada masyarakat yang tidak berfungsi. Hasil ini juga menunjukan bahwa responden dengan SHS yang masih berfungsi dapat meningkatkan jumlah hasil industri dan keterampilan tangan, serta dapat mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakar lampu penerangan/sentir.
-
F. Hubungan Responden Terhadap Penggunaan SHS di
Kehidupan Sosial
Penggunaan SHS dalam bidang sosial, didapatkan dari data yang terkumpul dari hasil skor kuesioner dan wawancara pada responden. Kehidupan dalam bidang sosial merupakan tanggapan responden mengenai tingkat kehidupan sosial mereka terhadap penggunaan PLTS, meliputi pendidikan, kesehatan, keamanan, hiburan, dan keagamaan. Penjabaran dari hubungan responden terhadap dimensi-dimensi tersebut dapat dilihat pada Tabel V, Tabel VI, Tabel VII, Tabel VIII, dan Tabel IX.
TABEL V. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN PLTS DALAM PENDIDIKAN
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
20 (12–24) |
19,61±2,36 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
9 (5 – 12) |
8,55±1,73 |
TABEL VI. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN PLTS DALAM KESEHATAN
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
19 (16–21) |
19,10±1,93 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
9 (6 – 14) |
9,26±2,14 |
TABEL VII. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN PLTS DALAM KEAMANAN
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
24 (20 – 27) |
23,26±1,63 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
11 (8–18) |
11,65±2,01 |
TABEL VIII. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN PLTS DALAM HIBURAN
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
24 (17–27) |
23,16±2,48 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
9 (5 – 19) |
9,39±2,93 |
TABEL IX. UJI MANN-WHITNEY PENGGUNAAN PLTS
DALAM KEAGAMAAN
Kelompok Responden |
Jumlah |
Median (minimum-maksimum) |
Rerata±SB |
p |
SHS Berfungsi |
31 |
14(9–17) |
13,77±1,65 |
<0,001 |
SHS Tidak Berfungsi |
31 |
6 (3–9) |
5,77±1,61 |
Berdasarkan dari hasil uji Mann-Whitney, menunjukan perbedaan yang bermakna (p < 0,05), dengan nilai p < 0,001. Hasil ini menunjukan adanya peningkatan pendidikan, kesehatan, keamanan, hiburan, dan keagamaan pada responden dengan SHS masih berfungsi dibandingkan dengan responden dengan SHS tidak berfungsi. Hasil ini menunjukan bahwa dari kehidupan sosial responden mengalami peningkatan dengan penggunaan SHS.
-
V. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan:
-
1) Penggunaan PLTS berdampak terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, yang dinilai dari adanya peningkatan ekonomi masyarakat.
-
2) Penggunaan PLTS berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat, yang dinilai dari adanya peningkatan dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, hiburan, dan keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
-
[1] Abdulkadir, A. 2011. Teknologi Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan: Seri Ketenagalistrikan Jidil 1. Bandung: ITB.
-
[2] Boxwell, M. 2009. Solar Electricity Handbook. UK : Code Green Publishing.
-
[3] Dulinger, B., Reinders, A. Toxopeus, M. 2010. Enviromental Benefits Of PV Powered Lighting Products For Rural Area In South East Asia : A Life Cycle Analysis With Geographic Allocation. Nehterlands: Dept. of Design, Production & Manage., Univ. of Twente, Enschede.
-
[4] EBTKE. 2011. Kapasitas Terpasang PLTS/SHS. Jakarta: Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi.
-
[5] Hutchinson, L. 2011. Solar Power. South Africa: Linkd Environmental Service.
-
[6] Kadir,A. 2010. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi, edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia.
-
[7] Khan, A.H., Khan, M.F., Mostofa, R. 2012. Solar PV As An Effective Alternative To Oil Based Lamp In The Rural Bangladesh. Bangladesh: EEE Dept., United Int. Univ., Dhaka.
-
[8] Kumara, I N. S. 2010. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Skala Rumah Tangga Urban dan Ketersediaannya di Indonesia, Vol: 9 No.1 hal 71. Bali: Universitas Udayana.
-
[9] RUPTL. 2011.Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2011 – 2020. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
-
[10] RUKN. 2012. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2012-2031. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
-
[11] Quaschning, V. 2005. Understanding Renewable Energy System. London: Earthscan Publications Ltd.
-
[12] Timilsina, G. R., Kurdgelashvili, L. Narbel, P. A. 2011. A Review of Solar Energy: Market, Economics and Policies. The World Bank Development Research Group Environment and Energy Team.
46
ISBN: 978-602-7776-72-2 © Universitas Udayana 2013
Discussion and feedback