PIRAMIDA Vol. XIII No. 2 : 108 - 117

ISSN : 1907-3275

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP KEPUTUSAN PEREMPUAN MENIKAH MUDA DI INDONESIA

Ni Putu Vita Febriyanti1

Made Heny Urmila Dewi2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: vitafebri17@yahoo.com/ telp:+6287862261259

ABSTRAK

Tingginya tingkat fertilitas dipengaruhi oleh rendahnya usia kawin pertama. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional, sehingga diperlukan upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Fertilitas dapat dikendalikan dengan cara memperhatikan faktor usia ibu saat pertama kali menikah. Faktor penyebab rendahnya usia kawin pertama dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, dorongan orang tua, kemauan sendiri, Marriage By Accident, teknologi serta lingkungan pergaulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia serta variabel apa yang dominan mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda di Indonesia.

Sampel dalam penelitian ini adalah penduduk perempuan dengan rentang usia 10 sampai 21 tahun di Indonesia sebanyak 7.130 orang, dengan metode probability sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Binary Logistic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 83,98 persen. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif signifikan terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 0,0379, variabel status pekerjaan berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 1,0970 dan variabel daerah tempat tinggal berpengaruh negatif signifikan terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 0,7506. Faktor dominan yang mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda di Indonesia adalah variabel status pekerjaan. Menekan tingginya tingkat fertilitas dengan meningkatkan usia kawin pertama pada perempuan, serta dapat dilakukan dengan cara memperbaiki fasilitas pendidikan, mengembangkan ekonomi kreatif untuk perempuan yang tidak berpendidikan tinggi agar dapat bekerja serta perbaikan sarana prasarana umum di pedesaan seperti pelayanan kesehatan.

Kata kunci: tingkat fertilitas, pernikahan usia muda, kondisi sosial ekonomi

ABSTRACT

The high level of fertility is affected by the low age of first marriage. Relatively high population growth is a burden to national development, so that the necessary efforts to reduce the rate of population growth. Fertility can be controlled in a way to take into account maternal age at first marriage. Factors causing low age at first marriage is influenced by the level of education, employment status, area of residence, encouragement of parents, of their own accord, Marriage By Accident, technological and social environment. The purpose of this study was to analyze how the variables influence the poverty level, education level, employment status and area of residence against the decision of young married women in Indonesia and what variables dominant influence decisions of young married women in Indonesia.

The sample in this research is that married female population age range of 10 to 21 years in Indonesia as many as 7,130 people, with a probability sampling method. Data analysis technique used in this research is Binary Logistic. The results showed that the variables of education level, employment status and area of residence significantly influence the decision of young married women in Indonesia amounted to 83.98 percent. Variable levels of education significant negative effect on the decision of young married women in Indonesia amounted to 0.0379, employment status variables significant positive effect on the decision of young married women in Indonesia amounted to 1.0970 and the variable area of residence significant negative effect on the decision of

young married women in Indonesia at 0.7506. As well as the dominant factor influencing the decision of young married women in Indonesia is variable employment status. Hitting the high level of fertility with increasing age at first marriage for women can be done by improving educational facilities, develop the creative economy for women who are not educated in order to work well as a general improvement in rural infrastructure such as healthcare.

Keywords: fertility rate, marriage early age, socio-economic conditions

PENDAHULUAN

Menurut Ida Bagus Mantra (2003:167), kelahiran (fertilitas) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibedakan atas faktor demografi maupun faktor non demografi. Faktor demografi seperti struktur atau komposisi umur, status perkawinan, umur kawin pertama, dan proporsi penduduk yang kawin. Faktor non demografi seperti keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan industrialisasi. Faktor-faktor tersebut diatas dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelahiran.

Indikator utama dalam upaya pengendalian penduduk adalah tingkat kelahiran. Pengendalian jumlah penduduk bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan penduduk dengan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat terwujud peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan usia kawin pertama merupakan salah satu upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk.

Rendahnya usia perkawinan pertama secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat fertilitas. Jika semakin rendah usia pernikahan pertama maka semakin panjang masa reproduksi, sehingga dapat menaikkan tingkat fertilitas. Sebaliknya jika semakin tinggi usia pernikahan pertama maka semakin pendek masa reproduksi, sehingga dapat menurunkan tingkat fertilitas. Upaya penundaan usia kawin pertama merupakan salah satu upaya menurunkan tingkat fertilitas. Selain itu kondisi ekonomi, sosial dan budaya juga dapat menjadi penentu tinggi rendahnya usia pernikahan pertama.

Pada saat ini di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia, mengupayakan penurunan tingkat fertilitas. Tujuan pembangunan dari suatu negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Disamping menjadi objek pembangunan, penduduk juga berperan sebagai subjek pembangunan. Namun di sisi lain, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dianggap sebagai faktor penghambat dari pembangunan. Perkembangan jumlah penduduk tanpa disertai dengan kebijakan yang tepat dan memadai maka akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi. Bertambah besarnya jumlah penduduk memerlukan berbagai fasilitas pendukung sehingga membutuhkan

investasi dalam menciptakan sarana dan prasarana yang memadai seperti tempat tinggal, sarana pendidikan, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya. Tanpa kebijakan pengendalian penduduk yang tepat dan memadai, tentu saja hal tersebut akan menjadi hambatan bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya.

Tabel 1 menunjukkan data populasi penduduk di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2010 yang berjumlah sekitar 597 juta jiwa. Indonesia memegang jumlah populasi penduduk tertinggi dengan jumlah penduduk sebesar 235,5 juta jiwa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran, umur panjang, penurunan angka kematian, kurangnya pendidikan, pengaruh budaya serta imigrasi dan emigrasi. Hal ini dapat menyebabkan tingkat kemiskinan tinggi, tingkat pengangguran tinggi, lahan pemukiman dan bercocok tanam berkurang, semakin banyak polusi dan limbah rumah tangga maupun pabrik, perusahaan, industri peternakan dan lain sebagainya, tingkat kesehatan menurun, sulitnya ketersediaan pangan hingga angka kecukupan gizi memburuk.

Tabel 1 Jumlah Populasi Penduduk di Asia Tenggara yang dirangkum dalam World Population Data

Penduduk Pertengahan Tahun 2010

Kelahiran per 1000 penduduk

Kematian per 1000 penduduk

Tingkat kenaikan alami

Tingkat Kematian Bayi

Total Fer-tilitty Rate

Persentase penduduk menurut umur

Asia Tenggara

597

20

7

1.3

27

2.4

28     6

Brunei

0.4

16

3

1.3

7

1.7

27     3

Combodia

15.1

25

8

1.6

64

3.3

35     3

Indonesia

235.5

20

6

1.4

30

2.4

28     6

Laos

6.4

28

7

2.1

60

3.5

39    4

Malaysia

28.9

21

5

1.6

9

2.6

32     5

Myanmar

53.4

20

11

0.9

59

2.4

27     3

Pilipina

94

26

5

2.1

23

3.2

33     4

Singapura

5.1

10

4

0.6

2.2

1.2

18    9

Thailand

68.1

15

9

0.6

7

1.8

22     7

Timor Leste

1.2

41

10

3.1

44

5.7

45     3

Vietnam

88.9

17

5

1.2

15

2.1

25     8

Sumber: World Population Data Sheet, 2010

Solusi atau cara yang harus dilakukan agar dapat mengatasi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi adalah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Program KB ini diharapkan dapat membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga, sehingga dapat

mengurangi jumlah tingkat kelahiran. Selain itu juga dapat menunda masa perkawinan, penambahan dan penciptaan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesadaran pendidikan kependudukan, mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi, meningkatkan produksi sumber makanan.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan isteri yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan ikatan sakral antara seorang pria dan wanita yang diakui secara sosial dan hukum untuk membentuk keluarga. Perkawinan dimaksudkan untuk membina hubungan yang langgeng antara kedua pasangan, sehingga dalam menjalani perkawinan dibutuhkan kedewasaan dan tanggung jawab baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, peraturan undang undang mengatur batasan umur pernikahan. Batas usia dalam melangsungkan perkawinan dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan dibutuhkan kematangan psikologis.

Kenyataan lain yang terjadi di lapangan, masih banyak ditemui pernikahan yang dilakukan dibawah batasan usia anak atau disebut sebagai pernikahn usia anak. UU Nomor 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan apabila pihak pria telah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) dapat melakukan perkawinan apabila pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orang tua agar pernikahan dapat dilangsungkan.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada kenyataannya lebih dari 60 juta wanita di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun. Praktek ini telah diakui sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan telah turun menurun di seluruh dunia selama 20 tahun terakhir. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 bahwa perempuan umur 10-54 tahun sebesar 2,6 persen menikah dibawah usia 15 tahun dan sebesar 23,9 persen menikah pada umur 15 sampai 19 tahun. Angka kehamilan penduduk perempuan antara umur 10 sampai 54 tahun sebesar 2,68 persen terdapat kehamilan pada umur 15 tahun dan 1,97 persen terdapat kehamilan pada umur 15 sampai 19 tahun. Meskipun sangat kecil, apabila hal ini terus terjadi serta mengalami peningkatan maka tingkat fertilitas Indonesia akan mengalami peningkatan pula.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini yang sering ditemui di lingkungan masyarakat yaitu:

  • 1.    Faktor Ekonomi

Pernikahan usia muda dapat terjadi pada keluarga yang hidup digaris kemiskinan, sehingga untuk meringankan beban orang tuanya maka anak perempuannya dinikahkan dengan laki-laki dari keluarga yang dianggap mampu secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

  • 2.    Faktor Pendidikan

Pendidikan memegang peranan penting sebagai penentu kualitas sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan penggunaan indikator pendidikan dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penyebab dari adanya kecenderungan menikahkan anak yang masih dibawah umur adalah rendahnya tingkat pendidikan serta pengetahuan orang tua, anak serta masyarakat.

  • 3.    Faktor Pekerjaan

Status pekerjaan seseorang sebelum memutuskan untuk menikah adalah salah satu hal penting dalam pengambilan keputusan. Apabila seseorang tidak memiliki pendapataan atau perkerjaan maka kecenderungan mengambil keputusan untuk segera menikah, agar tidak menjadi beban dalam keluarga.

  • 4.    Faktor Daerah Tempat Tinggal

Tempat tinggal merupakan lokasi dimana seseorang bernaung. Daerah tempat tinggal ini juga dapat mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda. Daerah tempat tinggal dibagi menjadi dua yaitu daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih sempit dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan sehingga pengetahuan tentang buruknya pernikahan dini masih sangat minim. Masyarakat pedesaan juga masih cenderung memegang teguh adat istiadat daerahnya.

Dampak pernikahan usia muda lebih berdampak pada remaja putri dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan kaum perempuan yang akan melahirkan keturunan-keturunan baru. Dampak nyata dari pernikahan usia muda adalah terjadinya abortus atau keguguran karena secara fisiologis organ reproduksi (khususnya rahim) belum sempurna. Kehamilan yang tidak diharapkan serta belum siap secara fisik dan mental menyebabkan calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil, adanya kasih sayang yang tulus dan kuat sulit diharapkan, sehingga masa depan anak yang dilahirkan dapat terlantar dan calon ibu cenderung mengakhiri kehamilannya dengan cara aborsi.

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu : (1) Bagaimanakah pengaruh tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal terhadap keputusan perempuan untuk menikah

muda di Indonesia? (2) Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal terhadap keputusan perempuan untuk menikah muda di Indonesia; dan (2) untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia. Kegunaan penelitian ini yaitu secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori fertilitas yang telah ada dan mampu menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya serta diharapkan dapat memperdalam pengetahuan mengenai variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi keputusan perempuan menikah muda di Indonesia dan secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pemerintah atau instansi yang berkepentingan serta masyarakat terkait untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk dengan cara meningkatkan usia kawin pertama yang telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.

LANDASAN TEORI

Pernikahan usia muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan isteri pada usia yang masih muda atau remaja. Rendahnya usia kawin pertama adalah salah satu penyebab pernikahan usia muda. Masalah kependudukan yang perlu diberikan perhatian khusus, salah satunya adalah rendahnya usia kawin pertama, karena nantinya rendahnya usia kawin pertama dapat menimbulkan masalah baru dibidang kependudukan yang dapat menghambat pembangunan. Penduduk yang terlalu banyak dan kualitas penduduk tersebut rendah tidak dapat dijadikan sebagai modal pembangunan melainkan diposisikan sebagai beban pembangunan.

BKKBN menemukan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkawinan pertama pada perempuan, diantaranya adalah faktor sosial ekonomi, budaya dan faktor daerah tempat tinggal desa-kota. Alasan kemiskinan dapat melatarbelakangi orang tua menikahkan anaknya untuk mengurangi beban tanggungan dalam keluarga tersebut. Kecenderungan pernikahan usia muda terjadi pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena kurangnya akses pendidikan hingga terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan. Disamping faktor ekonomi, faktor pendidikan serta faktor tempat tinggal, faktor budaya setempat juga berpengaruh terhadap rendahnya usia perkawinan pertama pada perempuan.

Teori keputusan menurut beberapa para ahli dapat

disimpulkan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan masalah yang diambil melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai cara pemecahan suatu masalah. Pada umumnya ketika berbicara tentang kemiskinan maka materi adalah hal pertama yang terlintas. Berdasarkan konsep tersebut, ketidakmampuan dalam memenuhi standar kebutuhan pokok dapat dikategorikan seseorang tersebut miskin. Kemiskinan merupakan rendahnya pendapatan per kapita dan lebarnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Salah satu anggapan sederhana yang terbilang paling sesuai mengenai penduduk miskin adalah mereka yang pada umumnya bertempat tinggal di daerah pedesaan dengan bertani serta kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional sebagai mata pencaharian pokok (Todaro, 2000:200).

Tingkat pendidikan adalah kondisi dimana jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal. Bagi seorang individu, pendidikan adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki karena dengan pendidikan individu akan semakin berkembang. Pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia, melalui pendidikan manusia dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan mereka yang akan berpengaruh positif terhadap lingkungan di sekitarnya.

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan (BPS, 2016). Status pekerjaan dalam penelitian ini adalah bekerja atau tidak bekerjanya seorang perempuan sebelum menikah. Status pekerjaan seorang perempuan nantinya akan mempengaruhi keputusan untuk menikah muda atau tidak. Perempuan yang bekerja sebagian besar memiliki kemandirian sehingga usia kawin pertamanya akan tinggi.

Tempat tinggal adalah dimana seseorang bernaung dibawah atap rumah. Tempat tinggal biasanya berwujud bangunan. Daerah tempat tinggal dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah tempat tinggal di pedesaan dan daerah tempat tinggal di perkotaan. Yang membedakan daerah pedesaan dan perkotaan adalah jumlah persebaran penduduk, mata pencaharian penduduk serta kemudahan mengakses sarana prasarana kesehatan, pendidikan dan tempat umum lainnya.

Kemiskinan dapat menghambat kesejahteraan dalam masyarakat Hal ini berpengaruh terhadap keputusan perempuan untuk menikah muda. Semakin tinggi tingkat kemiskinan dalam keluarganya maka pemenuhan kebutuhan akan semakin sulit, sehingga dorongan dari orangtua agar anak perempuannya segera dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu secara ekonomi untuk meringankan beban keluarga. Tingginya

tingkat pendidikan perempuan berpengaruh pada pola pikir dan kemampuan dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan maka akan mengurangi laju pertumbuhan penduduk dan menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Status pekerjaan seorang perempuan sebelum menikah mempengaruhi keputusan perempuan tersebut untuk menikah muda atau tidak. Sebagian besar perempuan yang menikah muda berpenghasilan kecil atau bahkan tidak memiliki penghasilan. Daerah tempat tinggal dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah pedesaan dan perkotaan. Daerah tempat tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan memiliki pengaruh terhadap keputusan perempuan untuk menikah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan atau kemudahan mengakses sarana prasarana umum. Sarana dan prasarana umum di daerah perkotaan lebih baik daripada di daerah pedesaan.

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut, yaitu tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal diduga berpengaruh signifikan terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia dan variabel yang diduga dominan dalam keputusan perempuan menikah muda di Indonesia adalah status pekerjaan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif, karena berdasarkan pada data kuantitatif yang berbentuk asosiatif, yaitu suatu penelitian yang meneliti pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya atau mengetahui hubungan antar variabel atau lebih (Sugiyono, 2014:55). Berkaitan dengan penelitian ini hubungan yang dikupas adalah hubungan antar beberapa variabel seperti pengaruh tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan,status pekerjaan, dan daerah tempat tinggal terhadap keputusan menikah muda di Indonesia dengan menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2014. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik. Berikut merupakan model penelitian:

Keputusan Perempuan Menikah Muda

Y

Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah salah satu Negara di kawasan Asia Tenggara yaitu di Indonesia. Indonesia dipilih menjadi lokasi penelitian dikarenakan tingkat fertilitas di Indonesia masih relatif tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Population Data Sheet pada tahun 2010 populasi penduduk di Indonesia menempati posisi pertama di kawasan Asia Tenggara. Salah satu faktor tingginya tingkat fertilitas di Indonesia disebabkan oleh rendahnya usia kawin pertama pada perempuan.

Objek Penelitian

Objek atau variabel penelitian adalah salah satu objek yang sudah ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari sehingga memperoleh suatu informasi dari hal tersebut yang nantinya dapat ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:58). Peneliti memfokuskan objek penelitian ini yaitu pada keputusan perempuan menikah muda dengan beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu diantaranya tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal.

Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Terikat (dependen variable) dalam penelitian ini adalah keputusan perempuan menikah muda (Y). Dan variabel bebas (independen variable) dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan (X1), tingkat pendidikan (X2), status pekerjaan (X3) dan daerah tempat tinggal (X4).

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas tersebut diperoleh melalui penggunaan instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian dengan menggunakan studi kuantitatif mengolah sedemikian rupa hal-hal yang membuat bias, misalnya seperti akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi (Danim, 2002:35).

Berdasarkan sumber data penelitian, penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian, selain itu peneliti menggunakan data yang diperoleh dari internet (Sugiyono, 2005:62). Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2014, BPS, BKKBN serta Lembaga atau Instansi yang terkait dalam penelitian ini.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan usia 10 sampai 21 tahun di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 15.900 orang. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel probability sampling yaitu seluruh perempuan yang berumur 10 sampai 21 tahun di Indonesia yang telah menikah pada data Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2014 yang berjumlah 7.130 orang.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi logistik. Regresi logistik dapat digunakan untuk memodelkan hubungan antara dua kategori (binary) variable hasil (variabel terikat) dan dua atau lebih variabel penjelas (variabel bebas) (Yamin dkk, 2011:95).

Binary Logistic

Model regresi logistik yang digunakan yaitu regresi logistik dengan dua katagori atau Binary Logistic Regression Model pada variabel terikat dengan bantuan program Stata. Secara matematis model Binary Logistic dapat ditulis sebagai berikut:

PM = f(X1,X2,X3)……………………………....………......(2)

dimana:

PM : keputusan perempuan untuk menikah muda (1=menikah muda, 0=tidak menikah muda)

X1 : tingkat kemiskinan

X2 : tingkat pendidikan

X3 : jumlah tanggungan keluarga

Secara ekometrika Binary Logistic dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut (Ghozali, 2006:270):

Li = Ln!!!. = β! + β1X1 + β!X! + β^μi.................(1)

dimana:

Li   : keputusan perempuan untuk menikah muda

β0   : intersep

β1β2β3 : parameter

X1   : tingkat kemiskinan

X2   : tingkat pendidikan

X3   : status pekerjaan

  • X4  : daerah tempat tinggal

Pengujian Model Fit

  • 1)    Pengujian kesesuaian model (goodness-of fit) dan Prediction

Untuk menilai kelayakan model dengan alat analisis Binary Logistic Regresion adalah:

  • (1)    Hosmer and Lemeshow’s

Hosmes and Lemeshow’s digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan model

Hipotesis untuk menilai model fit adalah :

H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data yang diamati

H1 : Ada perbedaan model dengan data yang diamati

Nilai Hosmer and Lemeshow’s bila signifikan atau lebih signifikan atau lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan model dikatakan tidak fit. Sebaliknya jika signifikan lebih besar dari 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak yang berarti data sama dengan model atau model dikatakan fit (Ghozali, 2006:79).

Uji Variabel Dominan

Uji variabel dominan dilakukan untuk melihat variabel bebas mana yang paling dominan berpengaruh terhadap variabel terikat. Variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat dapat dilihat melalui koefisien Beta Standardized. Variabel bebas paling dominan berpengaruh jika koefisiennya lebih tinggi dibandingkan dengan variabel bebas lainnya tanpa melihat tanda positif ataupun negatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Regresi Logistik dan Interpretasi

Tabel 2 Hasil Regresi Logistik Faktor Sosial Ekonomi dan Demografi Terhadap Keputusan Perempuan Menikah Muda di Indonesia

Pernikahan dini

Coef.

Std. Err.

z

P>|z|

[95% Conf. Interval]

Kemiskinan

0.06166

0.04126

1.49

0.135

-0.0192

0.1425

Pendidikan

-0.0379

0.01146

-3.31

0.001

-0.0604

-0.0155

Status Pekerjaan

1.0970

0.07504

14.62

0.000

0.9499

1.2441

Tempat Tinggal

-0.7506

0.06712

-11.18

0.000

-0.8822

-0.6190

-cons

-1.303

0.1473083

-8.85

0.000

-1.5920

-1.0146

Sumber: Data Diolah, 2017

Keterangan:

Tingkat signifikan pada α = 5%,

Tabel 2 menjelaskan pengaruh keputusan perempuan menikah muda di Indonesia Terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka probabilitas keputusan perempuan menikah muda akan menurun sebesar 3,79 persen Peran pendidikan sangatlah penting dalam proses pengambilan keputusan Pendidikan berpengaruh pada sikap perempuan terhadap kesehatannya Rendahnya pendidikan menyebabkan kurang pedulinya perempuan terhadap kesehatan Perempuan tidak mengenal bahaya yang dapat terjadi akibat pernikahan usia muda, sehingga ada sarana prasarana yang memadai pun tidak dapat digunakan dengan baik karena kurangnya pengetahuan perempuan Maka dari, itu perempuan yang memiliki pendidikan yang tinggi, memiliki wawasan dan pergaulan yang luas serta memiliki pikiran yang terbuka Pendidikan yang lebih tinggi akan menghasilkan anak-anak yang lebih berkualitas

Perbedaan keputusan perempuan menikah muda yang berstatus tidak bekerja lebih tinggi sebesar 10,97 persen dibandingkan responden yang berstatus bekerja Kondisi ini kemungkinan disebakan oleh sebagian besar perempuan yang putus sekolah tidak mendapatkan

tempat yang layak untuk bekerja karena keterbatasan tingkat pendidikan serta pengalaman. Kebiasaan di lingkungan juga dapat menjadi alasan lainnya, seperti misalnya keadaan lingkungan sekitar dengan adanya kebiasaan orang tua segera menikahkan anak gadisnya agar tidak menjadi perawan tua, selain itu juga untuk meringankan beban orang tua. Karena lebih baik menjadi janda muda daripada anaknya menjadi perawan tua.

Sementara itu, perempuan yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki kecenderungan menikah muda lebih rendah 7,50 persen dibandingkan dengan perempuan yang bertempat tinggal di pedesaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak meratanya pengembangan sumber daya manusia di daerah pedesaan. Sarana dan prasarana di pedesaan terbatas, kurangnya akses pendidikan, kesehatan, teknologi dan lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan daerah pedesaan mengalami ketertinggalan. Tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan perempuan sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak sehingga orang tua lebih memilih untuk menikahkan anaknya daripada menambah beban hidup keluarga. Perempuan yang bertempat tinggal di pedesaan cenderung tidak memiliki pilihan terutama dalam proses pengambilan keputusan, sehingga mengakibatkan lebih tingginya perempuan yang menikah muda di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Pengujian Model Fit

Untuk menilai kelayakan model digunakan Goodness of Fit dan Prediction yaitu:

  • 1)    Hosmer and Lemeshow’s

Tabel 3 Logistic model for early marriage, Goodness-of-fit test (Table collapsed on quantiles of estimated probabilities

Number of observations = 71307,130

Number of group4

Hosmer-Lemeshow (2)24.57

Prob >                                           0.0000

Sumber: Data diolah, 2017

Uji chi-square Hosmer and Lemeshow’s digunakan untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi suatu data. Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh nilai chi-square sebesar 24,57 yang nilainya lebih besar dibandingkan level of significant sebesar 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. Jadi, model regresi logistik yang digunakan telah dapat menjelaskan data dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

  • 2)    Prediction

Tabel 4 Logistic model for mba, Prediction

Classified Menikah Muda (D) Tidak Menikah Muda (~D) Total

+              11

4

15

-              1,138

5,977

7,115

Total            1,149

5,981

7,130

Classified + if predicted Pr(D)

>= 0.5

True D defined as mba != 0

Sensitivity

Pr( +| D)

0.96%

Specificity

Pr( -|~D)

99.93%

Positive predictive value

Pr( D| +)

73.33%

Negative predictive value

Pr(~D| -)

84.01%

False + rate for true ~D

Pr( +|~D)

0.07%

False - rate for true D

Pr( -|D)

99.04%

False + rate for classified +

Pr(~D| +)

26.67%

False - rate for classified -

Pr( D| -)

15.99%

Correctly classified

83.98%

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa Correctly classified sebesar 83,98 persen, hal ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan dengan variabel tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal sebesar 83,98 persen adalah benar/tepat.

Uji Variabel Dominan

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa variabel dengan nilai Standardized Coefficient Beta tertinggi adalah status pekerjaan. Hal ini berarti bahwa variabel yang paling mendominasi pengaruhnya terhadap keputusan perempuan menikah muda adalah variabel status pekerjaan. Pada penelitian ini variabel status pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan yang berarti jika seseorang berstatus tidak bekerja maka keputusan untuk menikah muda akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang bekerja.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

  • 1)    Hasil analisis penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa variabel tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal berpengaruh sebesar 83,98 persen sisanya 16,02 persen dipengaruhi faktor lain diluar model penelitian. Misalnya seperti faktor teknologi, faktor kemauan sendiri, faktor Marriage By Accident dan masih banyak faktor-faktor lainnya.

  • 2)    Variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 3,79 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula usia kawin pertama pada perempuan. Variabel status pekerjaan berpengaruh positif terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 10,97 persen. Semakin

banyak perempuan yang tidak bekerja makan semakin banyak pula pernikahan usia muda. Dan variabel daerah tempat tinggal berpengaruh negatif terhadap keputusan perempuan menikah muda di Indonesia sebesar 7,50 persen sehingga perempuan yang menikah muda lebih tinggi berada di daerah pedesaan dibandingakan dengan daerah perkotaan.

Berdasarkan simpulan di atas selanjutnya dikemu-kakan saran-saran sebagai berikut, pemerintah diharapkan untuk mengatasi faktor-faktor penyebab maraknya pernikahan dini terutama pada perempuan, yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan dan daerah tempat tinggal antara lain:

  • 1.    Pemerintah lebih giat mensosialisasikan dampak negatif pernikahan dini terutama bagi perempuan, seperti dapat menyebabkan kanker, infeksi pada kandungan, ketidaksiapan mental hingga kekerasan dalam rumah tangga;

  • 2.    Dari segi pendidikan, pemerintah diharapkan dapat meningkatakan sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah, perpustakaan, labolatorium, dan lain-lain, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

  • 3.    Pemerintah mampu memberdayakan perempuan yang berpendidikan rendah atau putus sekolah dengan mengembangkan ekonomi kreatif yaitu sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan kreativitas dengan mengandalkan ide SDM seperti misalnya dibidang fashion, kerajinan, kesenian serta kuliner;

  • 4.    Adanya dana bantuan untuk memperbaiki dan memperlengkap sarana prasarana umum di pedesaan seperti sarana kesehatan, sehingga masyarakat secara keseluruhan mendapat pelayanan dengan baik dan tidak adanya perbedaan fasilitas yang diberikan di daerah perkotaan maupun pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, Stephen A, Francis A Fagbamigbe, Titus O Okareh, Ganiyu O Lawa. 2012. Survival Analysis of Timing of First Marriage among Women of Reproductive age in Nigeria: Regional Differences. African Journal of Reproductive Health December 2012; 16(4): 95.

Adhim, Mohammad Fauzil. 2002. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani.

Anonym. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Kawin Pertama Wanita di Bali. Jurnal Policy Brieft BKKBN.

---------. 2014. Angka Kelahiran Total (TFR) Nasional. http:// www.bkkbn.go.id/ kependudukan/Pages/DataSurvey/ SDKI/Fertilitas/TRFR/Nasional.aspx. diunduh pada 15 November 2016. BKKBN..

_______. 2017. https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia# Geografi

Aghi, MB. A discussion paper : Early marriage in South Asia. Unicef, 2008.

Ahmed AU. (1986). Socioeconomic determinants of age at first marriage in Bangladesh. Journal of Biosciences: 1986 Jan; 18(1):35-42.

Alfiyah. 2010. Faktor-faktor Pernikahan   Dini,

(online),(http://alfiyah23.student.um .ac.id, di akses 27 November 2016).

Anom. 2000. Perkawinan Usia Dini Berisiko Tinggi Bagi Perempuan. Diakses dari http://www.Kompas.com. Pada tanggal 2 Desember 2016.

Ariyani, Lely, I. 2011. Pandangan Usia Ideal Menikah dan Preferensi Jumlah Anak pada Remaja Perkotaan dan Perdesaan di Jawa Timur (Analisis Data SDKI 2007). Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Aryanti, Hery. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Kawin Usia Dini di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Tesis. Universitas Udayana

Astuty, Siti Yuli. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda di Kalangan Remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Jurnal.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2005. Laporan Perkembangan Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi. 2015. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2016.

Bunners, A. A. 200. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Yayasan EssentiaMedica Andi.

Candraningrum, Dewi. dkk, “Takut akan Zina, Pendidikan Rendah, dan Kemiskinan: Status Anak Perempuan dalam Pernikahan Anak di Sukabumi Jawa Barat”, Jurnal Perempuan Pernikahan Anak: Status Anak Perempuan, Vol.21 No.1, Februari 2016, h.150.

Danim, Sudarwan. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dariyo, A. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT GrasindoAnggota Ikapi.

Davis, Kingsley dan Judith Blake. 1956. Sosial Structure and Fertility: AnAnalytic Framework. Economic Development and Cultural Change, 4 (3) :211-235

Desy Lailatul Fitria, Eva Alviawati, Karunia Puji Astuti. 2015. Faktor Penyebab Perkawinan Usia Muda di Desa Mawangi Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Jurnal. Universitas Lambung Mangkurat.

Dewi Utami, Ni Putu. 2016. Pengaruh Variabel Sosial Demografi Terhadap Keputusan Penduduk Lanjut Usia Memilih Bekerja Di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana.

Dwi Kartika, Ni Kadek. 2015. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Usia Kawin Pertama Wanita Di Kecamatan Bangli. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana.

Erulkar, Annabel. 2013. Early Marriage, Marital Relations and Intimate Partner Violence in Ethiopia. Ethiopia Journal Vol 39 No 1.

Fadlyana, Eddy dan Shinta Larasaty. 2009. Pernikahan Usia Dini Dan Permasalahannya. Jurnal. Universitas Padjajaran.

Febiyanti, Risma. 2012. Analisis Pengaruh Umur, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja Dan Modal Sosial Terhadap Pendapatan Pekerja Perempuan Pada Sektor Informal Di Kota Denpasar. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grebemedhin, Samson and Mulugete Betre. 2009. Level and Differentials of Fertility in Awassa Town, Southem Ethiopia. African Journal of Reproductive Health Vol 13 No 1.

Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar (Terjemahan Sumarno Zain). Jakarta: Erlangga.

Guttmacher. 2005. Into A New World: Young Women’s Sexual and Reproductive Lives. Diakses melalui http:// www.agiusa.org/pubs/new_world_indo.html.

Haberland N et al., Early marriage and adolescent girls, YouthLens, Arlington, VA, USA: YouthNet, 2005, No. 15.

Hanggara, 2010. Studi Kasus Pengaruh Budaya Terhadap Maraknya Pernikahan Dini di Desa Gejugjati Pasuruan. Laporan Penelitian. Malang:Universitas Negeri Malang.

Haughton & Khandker. 2009. Handbook on Poverty and Inequality. Washington DC. Page 181.

Hendra Esmara. 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Hesty Mayasari, Wayan. 2015. Pengaruh Jumlah Beban Tanggungan Keluarga, Pendapatan Non Kerja Dan Kegiatan Adat Terhadap Alokasi Waktu Perempuan Di Sektor Publik. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana

ICDDR, B. Consequences of early marriage on female schooling in rural Bangladesh. Health and Science Bulletin. 2007; 5 (4).

Ijaiya, Gafar T, Usman A Raheem, Abdulwaheed O Olatinwo, Munir-Deen A Ijaiya, and Mukaila A Ijaiya. 2009. Estimating the Impact of Birth Controlon Fertility Ratein Sub-Saharan Africa. African Journal of ReproductiveHealth Vol 13 No 4 December 2009. P: 137–145.

International Center for Research on Women. New insights on preventing child marriage: a global analysis of factors and programs (April, 2007). http://www.icrw.org/ docs/2007-new-insightspreventing-child-marriage.pdf (accessed Jan 13, 2017).

Jin, Xiaoyi, Li, Shuzhuo, and Feldman, Marcus W. 2005. Marriage Form and Agr at First Marriage: A Comparative Study in Three Counties in Contemporary Rural China. Journal Proquest.

Jhonson, T., & Dye, J. 2005. Indicator of Marriage and Fertility in The United States From The American Community Survey: 2000 to 2003.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2003. Jakarta:Badan Litbangkes.

Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: AMP YKPN.

Konvensi Hak Anak, Pasal 28 dan 31, h.8-9, dalam BPS-Unicef, “Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia” (Jakarta: 2016), h.9.

Lawson, David W.; Mace, Ruth. 2010. Optimizing Modern Family Size Tradeoffs between Fertility and the Economic Costs of Reproduction. Hum Nat (2010) 21. P: 39–61.

Lloyd C, ed., Growing Up Global: Changing Transitions to Adulthood in Developing Countries, Washington, DC: National Academies Press, 2005

Mantra, Ida Bagoes. 2000. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

-----. 2003. Demografi Umum .Jakarta: Pustaka Raja.

Mangoenprasodjo, A. Setiono. (2004) Pengasuhan anak diera internet. Jogjakarta: Thinfresh.

Maryanti, D & Septikasari, M. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Teori Dan Praktikum. Yogyakarta:Nuha Medika.

Maryati, H., Alsa, A., & Rohmatun. 2007. Kaitan Kematangan Emosi Dengan Kesiapan Menghadapi Perkawinan Pada Wanita Dewasa Awal Di Kecamatan Semarang Barat. Jurnal Psikologi Proyeksi. Vol. 2. No.2. Hal 25-35.

Munir, Rozy. 1984. Teknik Demografi. Jakarta: Radar jaya offset

Mulyana Dan Ridwan. 2009. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia Menikah Muda Pada Wanita Dewasa Muda Di Kelurahan Mekarwangi Kota Bandung. Journal Kesehatan Kartika Syikes A. Yani.

Naibaho, Hotnatalia. 2010. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Pernikahan UsiaMuda (Studi Kasus Di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung KecamatanPercut SeiTuan Kabupaten Deli Serdang). Jurnal.

Nad. 2014. Beragam Efek Buruk Pernikahan Dini. http// www.beritasatu.com/gaya hidup/177423-beragam-efekburukpernikahandini.html. Diakses tanggal 1 Oktober 2016.

Nurwikayati. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas Tenaga KerjaWanita di Kelurahan Nangkaan Kecamatan Kota Bondowoso KabupatenBondowoso. Skripsi tidak dipublikasikan. Jember : FE UNEJ.

Notoatmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pujihasvuty, R. 2011. Pola Kawin dan Fertilitas Wanita Pasangan Usia Subur di Indonesia. Jurnal ilmiah puslitbang KB dan KS. Volume 5, No. 1, Hal. 43- 55, tahun 2011.

Rafidah, Ova Emilia, dan Budi Wahyuni. 2009. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Jurnal UGM.

Rahyuda, I Ketut. I Gst Wayan Murjana Yasa, dan Ni Nyoman Yuliarmi. 2004. Buku Ajar Metode Penelitian. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana: Denpasar.

Raj,Anita, Niranjan Saggurti, Donta Balaiah, Jay G Silverman. 2009. Prevalence Of Child Marriage And Its Effect On Fertility And Fertility-control Outcomes Of Young Women In India: A Crosssectional, Observational Study.Tersedia dalam www. thelancet.comVol 373 May 30, 2009. Published Online March 10, 2009DOI:10.1016/S0140-6736(09)60246-4 (diunduh 10 Oktober 2016).

Rusmala Dewi Kartika, Ni Putu. 2014. Pengaruh Variabel Sosial Demografi Dan Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Kerja Penduduk Lanjut Usia Di Desa Penatih Kecamatan Denpasar Timur. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana.

Santhya. Early marriage and sexual and reproductive health vulnerabilities of young women: a synthesis of recent evidence from developing countries. Tersedia dalam:http://journals.lww.com/co-obgyn/ Abstract/2011/10000/

Sarwono W.S. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada          Early_marriage_and_sexual_and_

reproductive_health.6.aspx.2011 (diunduh 6 Januari 2017).

Setiawan, N. 1999. Dinamika Penduduk Profensi Jawa Barat ilustrasi Dasawarsa Awal milenium II. Bandung: LPFE UNEJ

Shanty Devi, Putu. 2012. Perkawinan Usia Dini : Kajian Sosiologis Tentang Struktur Sosial Di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Jurnal. Bangli.

Soebijanto dan Sriudiyani, I.A. 2011. Perkawinan Muda Dikalangan Perempuan:Mengapa? Seri I No.6/ Pusdu-BKKBN/Desember 2011.Pusat penelitiandan pengembangan Kependudukan BKKBN. Jakarta.

Soekanto, Soeryono. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafinda.

Soekarno. 2011. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Fertilitas Dan Umur Kawin Pertama. Jurnal ilmiah puslitbang KB dan KS. Volume 5, No. 1, Hal. 9-15, tahun 2011.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

_______. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

_______. 2014. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Thee Kian Wie, 1981, Pemerataan, Kemiskinan, Ketimpangan, Jakarta : Sinar Harapan.

Todaro, Michael P dan Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh. Jakarta:Erlangga.

_______. 2009. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesepuluh. Jakarta:Erlangga.

Tournemaine, Frederic; Luangaram, Pongsak. 2012. R&D, human capital, fertility, and growth. J Popul Econ (2012) 25. P: 923–953.

UNICEF. Child protection information sheet: child marriage. [diunduh 29 April 2009]. Didapat dari: www. unicef.org. 2006.

_______. Early marriage, a harmful traditional practise; a statistical exploration. UNICEF, 2005

_______. Early marriage child spouses. Innocenty Digest . 2001; 7.

_______. Ending Child Marriage: Progress and Prospects. [diunduh 19 Oktober 2016]. Didapat dari: www.unicef. org.2006

_______. Risk factors associated with the practice of child marriage among Roma girls in Serbia. [diunduh 19 Oktober 2016]. Didapat dari www.unicef.org

UNICEF (1990), ‘Safe Motherhood’, UNICEF Executive Board, E/ICEF/1990/L.13, New York, UNICEF; also extensive WHO and IPPF literature

United Nations Population Fund (UNFPA), State of the World Population 2005: The Promise of Equality, New York: UNFPA, 2005.

Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan.

World Health Organization (2010). Making Pregnancy Safer: Maternal and Newborn Health. United Nations New York 2010.

Yamin, Sofyan dan Heri Kurniawan. 2011. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek.

Yunita, Astri. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pernikahan Usia Muda Pada Remaja Putri di Desa Pagerejo Kabupaten Wonosobo. Jurnal. STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.

Zulkifli, Ahmad (2012). Dampak sosial perkawinan usia dini studi kasus di desa Gunung sindur-Bogor. Skripsi. Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas UIN Syarif Hidayatullah. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2016 dari http://repository.uinjkt. ac.id/dspace/handle/123456789/21872.

Volume XIII No. 2 Desember 2017

117