PIRAMIDA Vol. XIII No. 2 : 61 - 68

ISSN : 1907-3275

DETERMINAN SOSIAL EKONOMI PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KEBUTUHAN PREVENTIF KESEHATAN DI PROVINSI JAMBI

Hardiani1), Junaidi2), M. Syurya Hidayat3) 1) 2) 3) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi e-mail korespondensi: junaidi@unja.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) pola dan alokasi pengeluaran masyarakat secara umum dan secara khusus untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi; 2) faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data mentah hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2015 di Provinsi Jambi. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi. Untuk menganalisis pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif. kesehatan dilakukan secara deskriptif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif kesehatan digunakan model binary logit. Variabel dependen adalah alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan (mengalokasikan atau tidak mengalokasikan), sedangkan variabel independen adalah karakteristik sosial ekonomi rumah tangga. Hasil penelitian menemukan: 1) Pola konsumsi masyarakat Jambi terkategori pola konsumsi sedang; 2) Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi masih relatif kecil yaitu hanya 7,08 persen dari total pengeluaran aneka barang dan jasa; 3) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan adalah umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, lapangan usaha pekerjaan kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga. Penelitian ini juga menemukan terdapat perbedaan nyata pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jambi

Kata Kunci: pola konsumsi, kesehatan, sosial ekonomi

ABSTRACT

This research purpose was to analyze: 1) patterns and public expenditure allocation in general and specifically for health preventive needs in Jambi Province; 2) socio-economic factors that influence household expenditures on health preventive needs in Jambi Province. The data used are secondary data in the form of raw data of National Socioeconomic Survey (Susenas) Year 2015 in Jambi Province. The data is sourced from the Central Bureau of Statistics (BPS) of Jambi Province. In order to analyze household expenditures for health preventive needs were done descriptively. Meanwhile, for analyze of the factors that influence household expenditures for health preventive needs used binary logic model. Dependent variable is the allocation of household expenditures for health preventive needs (allocating or not allocating), while the independent variable is the socio-economic characteristics of the household. The research result revealed that: 1) Jambi household consumption pattern is categorized by medium consumption pattern; 2) The allocation of household expenditures for health preventive needs in Jambi Province is still relatively small at only 7.08 percent of the total expenditure of various goods and services; 3) Factors that significantly affect household expenditures for health preventive needs are the age of the head of the household, the education of the head of the household, the field of work of the head of the household, the number of household members. The study also found that there are significant differences in expenditures on health preventive needs among districts / municipalities in Jambi Province

Keywords: consumption pattern, health, social economy

PENDAHULUAN

Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi kesehatan yang buruk, akan

menciptakan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Terkait dengan hal tersebut maka untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, harus didahulukan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia, terutama di bidang kesehatan.

Masalah kesehatan merupakan masalah nasional yang pemecahannya merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks masyarakat, upaya dan perilaku preventif masyarakat dalam kesehatan menjadi salah satu faktor penentu derajat kesehatan masyarakat. Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku preventif mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan masalah kesehatan. Perilaku preventif tersebut dapat berbentuk perilaku tertutup (covert behaviour) yaitu cara pikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan yang belum diikuti oleh tindakan nyata, maupun dalam bentuk perilaku terbuka (overt behaviour) yaitu perilaku yang sudah ditunjukkan dalam tindakan nyata mencegah atau menghindari penyakit dan masalah kesehatan.

Perilaku preventif memiliki dampak ganda. Selain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga terhindar dari berbagai kemungkinan menderita penyakit, perilaku preventif juga mampu mengurangi biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat maupun pemerintah. Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk preventif kesehatan umumnya lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan/pengobatan penyakit.

Alokasi pengeluaran individu untuk kebutuhan preventif kesehatan pada dasarnya dapat dijelaskan berdasarkan teori dasar-dasar perilaku konsumen. Samuelson (2009) mengemukakan bahwa konsumen memilih konsumsi barang kebutuhan pokok dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut. Nurhadi (2000) mengemukakan mutu dan jumlah barang atau jasa dapat mencerminkan kesejahteraan konsumen. Semakin tinggi mutu dan semakin banyak jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi tingkat kesejahteraan konsumen.

Menurut Samuelson (2009), faktor-faktor pokok yang mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposibel sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor penentu lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi dimasa yang akan datang. Mankiw (2013) mengutip hipotesis daur hidup yang dikembangkan oleh Modigliani menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat konsumen mengalihkan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatan tinggi ke masa hidup ketika pendapatan rendah. melihat bahwa merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan masyarakat untuk jangka panjang dengan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin diperoleh selama hidup mereka.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada dasarnya

ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut Parkin (2013) faktor yang paling utama adalah pendapatan disposibel (disposable income) dan pengharapan terhadap pendapatan dimasa akan datang (expected future income). Terkait hubungan antara pendapatan dan konsumsi rumah tangga, Nicholson dan Snyder (2010) mengacu pada hukum Engel menyatakan bahwa pendapatan dari rumah tangga yang digunakan untuk belanja makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat, yang berarti makin rendah penghasilan seseorang maka makin besar proporsi pengeluaran yang dikeluarkan untuk konsumsi pengeluaran makanan atau pangan.

Rahardja dan Manurung (2008) mengemukakan tiga klasifikasi faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu: 1) Faktor-faktor ekonomi yang mencakup pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, tingkat bunga dan perkiraan tentang masa depan; 2) Faktor- faktor demografi yang mencakup jumlah penduduk dan konsumsi penduduk; 3) Faktor-faktor non-ekonomi

Bebagai penelitian telah pernah dilakukan terkait dengan pengeluaran individu juga menunjukkan berbagai faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi baik secara umum maupun secara khusus untuk kebutuhan kesehatan. Faktor-faktor sosial ekonomi tersebut diantaranya adalah: pendapatan, pendidikan, jenis kelamin, umur, status perkawinan, status pekerjaan, jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan kepala keluarga, jabatan kepala keluarga, jam kerja ( Anwar, 2007; Munparidi, 2011; Adiana, 2012; dan Wahyuni 2011; Etavianti et.al., 2014, Wuryandari, 2015)

Sebagaimana daerah lain, dalam pembangunannya Provinsi Jambi juga membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi dalam artian sumberdaya manusia dengan derajat pendidikan dan kesehatan yang baik. Meskipun demikian, khususnya dari sisi kesehatan kondisi sumberdaya manusia masih menunjukkan kondisi yang belum menggembirkan. Data Susenas Tahun 2015 memperlihatkan bahwa hampir seperempat (24,45 persen) dari total penduduk di Jambi menyatakan memiliki gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan telah menyebabkan terganggunya berbagai aktivitas pekerjaan, sekolah maupun kegiatan sehari-hari.

Relatif besarnya proporsi penduduk yang mengalami gangguan kesehatan menunjukkan masih rendahnya perilaku dalam mencegah penyakit dan penyebab atau masalah kesehatan. Oleh karenanya, diperlukan upaya-upaya dalam peningkatan perilaku preventif kesehatan masyarakat. Dalam kerangka tersebut maka perlu informasi mengenai perilaku preventif kesehatan masyarakat yang dalam hal ini dianalisis berdasarkan perilaku pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif kesehatan dan faktor-faktor sosial ekonomi

yang mempengaruhinya.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) pola dan alokasi pengeluaran masyarakat secara umum dan secara khusus untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi dan, 2) faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data mentah hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2015 untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi.

Untuk menganalisis pola dan alokasi pengeluaran masyarakat secara umum dan secara khusus untuk kebutuhan preventif kesehatan dilakukan secara deskriptif. Pola dan alokasi pengeluaran masyarakat dianalisis menurut kabupaten/kota di Provinsi Jambi.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan preventif kesehatan digunakan model regresi binary logit dengan unit analisis rumah tangga. Variabel dependen adalah alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan (mengalokasikan atau tidak mengalokasikan), sedangkan variabel independen adalah karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, dengan model regresi sebagai berikut:

g(Xk ) = b0 + b1.D1X1.D1 + b1.D2X1.D2 + b1.D3 X1.D3 + b1.D4X1.D4 + b2.D1X2.D1

  • +    b2.D2X2.D2 + b 2.D3X2.D3 + b3D1 X3D1 + b3D2X3D2 + b.4X4 + b.5X5 +

  • b .6X6 + b.7 X7 + b8.D1X8.D1 + b8.D2X8.D2 + b8.D3X8.D3 + b8.D4X8.D4 + b8. D 5 X 8. D 5 + b8. D 6 X 8. D 6 + b8. D 7 X 8. D 7 + b8. D 8 X 8. D 8 + b8. D 9 X 8. D 9

  • +    b8.D0 X8.DO + b.9X9 + e

Definisi operasional variabel dan pengukurannya diberikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Definisi operasional variabel penelitian

Simbol          Definisi Operasional dan Pengukurannya

Xki Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan. Diukur dengan menggunakan variabel dummy, 0 = tidak mengalokasikan

  • 1    = mengalokasikan

  • X1   Umur kepala keluarga dalam tahun. Umur dikelompokkan

dalam lima kelompok yaitu: (1) < 30 tahun; (2) 30 – 39 tahun;

  • (3)    40 – 49 tahun; (4) 50 – 59 tahun dan, (5) 60 tahun ke atas. Karena terdiri dari lima kelompok dibentuk empat variabel dummy (dengan kategori dasar umur < 30 tahun) sebagai berikut:

  • X1 .D1 1 = 30-39; 0 = lainnya

  • X1 .D2 1 = 40-49; 0= lainnya

  • X1 .D3 1 = 50-59; 0 lainnya

  • X1 .D4 1 = 60 +; 0 lainnya

  • X2   Jenjang pendidikan formal kepala keluarga, dikategorikan atas

empat kategori yaitu: (1) tidak sekolah/tidak tamat SD; (2) SD; (3) SLTP; (4) SLTA ke atas.

Karena terdiri dari empat kategori dibentuk tiga variabel dummy (dengan kategori dasar tidak sekolah/tidak tamat SD) sebagai berikut:

X2.D1 1 = SD; 0 = lainnya

X2.D2 1 = SLTP; 0= lainnya

X2.D3 1 = SLTA keatas; 0 lainnya

X3   Lapangan usaha pekerjaan kepala keluarga, dikategorikan atas

tiga kategori yaitu: (1) sektor primer; (2) sektor sekunder, dan (3) sektor tersier.

Karena terdiri dari tiga kategori, dibentuk dua variabel dummy (dengan kategori dasar sektor primer) sebagai berikut:

X3.D1 1 = Sektor sekunder; 0 = lainnya

X3.D2 1 = Sektor tersier; 0= lainnya

X4   Status pekerjaan kepala keluarga yang dibentuk dalam variabel

dummy yaitu:

  • 1 = status pekerjaan formal 0 = status pekerjaan informal

X5   Pendapatan perkapita rumah tangga, diukur dalam rupiah

perbulan dan dikelompokkan atas tiga kategori yaitu: (1) <= 500.000; (2) 500.001 – 1.000.000, dan (3) > 1.000.000. Karena terdiri dari tiga kelompok, dibentuk dua variabel dummy (dengan kategori dasar pendapatan perkapita <= 500.000) sebagai berikut:

X5.D1 1 = 500.001 – 1.000.000; 0 = lainnya

X5.D2 1 = >1.000.000; 0= lainnya

X6   Jumlah anggota rumah dalam jiwa, dikelompokkan atas tiga

kelompok yaitu: (1) < 3 orang; (2) 3 – 4 orang, dan (3) > 4 orang.

Karena terdiri dari tiga kelompok, dibentuk dua variabel dummy (dengan kategori dasar jumlah anggota keluarga < 3 orang) sebagai berikut:

X6.D1 1 = 3 - 4; 0 = lainnya

X6.D2 1 = > 4; 0= lainnya

X7   Memiliki/tidak memiliki anggota rumah tangga balita (bawah

lima tahun) dalam rumah tangga, dibentuk dalam variabel dummy yaitu:

  • 1= rumah tangga memiliki balita

  • 0= rumah tangga tidak memiliki balita

X8   Wilayah kabupaten/kota. Provinsi Jambi memiliki 11

kabupaten/kota, sehingga dibentuk 10 variabel dummy (dengan kategori dasar Kota Jambi) yaitu:

X8.D1 1= Kerinci; 0 = Lainnya

X8.D2 1= Merangin; 0 = Lainnya

X8.D3 1= Sarolangun; 0 = Lainnya

X8.D4 1= Batang Hari; 0 = Lainnya

X8.D5 1= Muaro Jambi; 0 = Lainnya

X8.D6 1= Tanjabtim; 0 = Lainnya

X8.D7 1= Tanjabbar; 0 = Lainnya

X8.D8 1= Tebo; 0 = Lainnya

X8.D9 1= Bungo; 0 = Lainnya

X8.D10 1= Sungai Penuh; 0 = Lainnya

X9   Wilayah desa/kota, dibentuk dalam variabel dummy yaitu:

1 = kota

0 = desa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola konsumsi masyarakat di Provinsi Jambi

Pola pengeluaran konsumsi pangan dan bukan


pangan

Pada Tahun 2015, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan masyarakat di Provinsi Jambi adalah sebesar Rp 840.696. Pengeluaran terbesar adalah untuk Kota Jambi yaitu sebesar Rp 1.066.587 perbulan. Sebagai daerah perkotaan dan sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Jambi, relatif besarnya pengeluaran perkapita masyarakat di Kota Jambi disebabkan relatif tingginya biaya hidup di daerah ini (lihat Tabel 2).

Tabel 2 Pola konsumsi masyarakat di kabupaten-kota dalam Provinsi Jambi Tahun 2015

Kabupaten/ Kota

Pengeluaran perkapita/bulan (Rp)

Proporsi (%)

Pangan

Non

Pangan

Total

Pangan

Non

Pangan

Kerinci

390.087

316.918

707.005

55,17

44,83

Merangin

450.465

386.002

836.467

53,85

46,15

Sarolangun

419.178

447.883

867.061

48,34

51,66

Batanghari

424.195

312.838

737.033

57,55

42,45

Muaro Jambi

427.969

390.505

818.474

52,29

47,71

Tanjabtim

411.782

298.827

710.609

57,95

42,05

Tanjabbar

393.723

358.926

752.648

52,31

47,69

Tebo

401.291

353.024

754.315

53,20

46,80

Bungo

446.997

425.217

872.214

51,25

48,75

Jambi

460.338

606.249

1.066.587

43,16

56,84

S. Penuh

468.859

427.295

896.153

52,32

47,68

Prov. Jambi

428.457

412.239

840.696

50,96

49,04

Sumber: diolah dari data mentah Susenas 2015

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga.

Dalam konteks pola konsumsi ini, Akmal (2005) mengelompokkan atas tiga kelompok yaitu: a). Rendah: alokasi konsumsi pangan sebanyak kurang 50 % dari total pengeluaran; b). Sedang: alokasi konsumsi pangan 50 - 60 % dari total pengeluaran; c). Tinggi: alokasi konsumsi pangan lebih besar 60 % dari total pengeluaran.

Berdasarkan pengelompokkan ini, secara rata-rata pola konsumsi masyarakat Jambi terkategori pola konsumsi sedang, dengan alokasi konsumsi pangan sebesar 50,96 persen dan non-pangan sebesar 49,04 persen. Selanjutnya jika dilihat berdasarkan kabupaten/ kota, terdapat dua daerah dengan pola konsumsi yang sudah terkategori rendah yaitu Kabupaten Sarolangun (48,34 persen) dan Kota Jambi (43,16 persen). Sebaliknya, sembilan daerah lainnya terkategori pada kelompok pola konsumsi sedang.

Pengeluaran konsumsi dengan proporsi paling besar adalah untuk makanan dan minuman jadi yang mencapai

19,75 persen. Di tempat kedua adalah padi-padian yang mencapai 15,96 persen. Fakta ini menunjukkan mulai bergesernya pola konsumsi masyarakat dari pengeluaran untuk makanan pokok (padi-padian terutama beras) ke makanan dan minuman jadi (seperti roti, biskuit, soft drink, air mineral dan lainnya). Selanjutnya, ditempat ketiga setelah konsumsi padi-padian adalah pengeluaran untuk rokok dengan proporsi mencapai 14,66 persen. Tingginya pengeluaran untuk rokok (bahkan hampir mendekati proporsi untuk pengeluaran padi-padian sebagai makanan pokok) menunjukkan masih tingginya ketergantungan masyarakat di Provinsi Jambi pada kebiasaan merokok (lihat Tabel 3).

Tabel 3 Pola pengeluaran makanan menurut komoditas Provinsi Jambi, 2015

Komoditas

Proporsi (%)

Makanan dan Minuman Jadi

19,75

Padi-padian

15,96

Rokok

14,66

Ikan/Udang/Cumi/Kerang

9,87

Sayur-sayuran

8,25

Telur dan Susu

6,34

Buah-buahan

6,05

Daging

4,41

Minyak dan Kelapa

4,12

Bahan Minuman

3,47

Konsumsi Lainnya

2,22

Kacang-kacangan

1,83

Bumbu-bumbuan

1,68

Umbi-umbian

1,40

Total

100,00

Sumber: diolah dari data mentah Susenas 2015

Dirinci alokasi pengeluaran non-makanan rumah tangga di Provinsi Jambi, 51,23 persen adalah pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga. Dengan kata lain, lebih separuh dari pengeluaran non-makanan dialokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga seperti sewa rumah, pemeliharaan dan perbaikan rumah, rekening listrik, air, telepon rumah dan pulsa serta kebutuhan bahan bakar. Di tempat kedua adalah untuk pengeluaran untuk aneka barang dan jasa yang mencapai 20,75 persen. Dalam kelompok ini mencakup diantaranya pengeluaran untuk biaya perawatan tubuh, kesehatan, pendidikan, transportasi. Selanjutnya ditempat ketiga adalah pengeluaran untuk barang tahan lama dengan alokasi mencapai 11,89 persen dari total pengeluaran non-makanan rumah tangga (lihat Tabel 4).

Pola pengeluaran untuk pelayanan preventif kesehatan

Pengeluaran rumah tangga untuk pelayanan preventif kesehatan dikelompokkan dalam pengeluaran aneka barang dan jasa pada bagian pengeluaran non makanan.

Tabel 4 Pola pengeluaran non-makanan menurut komoditas di Provinsi Jambi Tahun 2015

Komoditas

Proporsi (%)

Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga

51,23

Aneka Barang dan Jasa

20,75

Barang Tahan Lama

11,89

Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala

7,64

Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri

4,44

Pajak, Pungutan dan Asuransi

4,06

Pengeluaran Non Makanan

100,00

Sumber: diolah dari data mentah Susenas 2015

Alokasi pengeluaran untuk pelayanan preventif kesehatan di Provinsi Jambi masih relatif kecil. Hanya 7,08 persen dari total pengeluaran aneka barang dan jasa, hanya 1,53 persen dari total pengeluaran terhadap non-makanan dan hanya 0,75 persen dari keseluruhan pengeluaran masyarakat (lihat Tabel 5).

Tabel 5 Pola pengeluaran untuk pelayanan preventif menurut kabupaten-kota di Provinsi Jambi Tahun 2015

Kabupaten/Kota

% thdp Aneka Barang dan Jasa

% thdp Non Makanan

% thdp Total pengeluaran

Kerinci

9,06

0,87

0,39

Merangin

6,26

1,55

0,72

Sarolangun

6,22

0,88

0,46

Batanghari

6,15

1,29

0,55

Muaro Jambi

7,31

1,15

0,55

Tanjabtim

3,06

0,83

0,35

Tanjabbar

3,80

1,08

0,51

Tebo

1,43

0,50

0,24

Bungo

6,40

1,38

0,67

Jambi

15,05

3,79

2,16

S. Penuh

12,49

1,93

0,92

Prov. Jambi

7,08

1,53

0,75

Sumber: diolah dari data mentah Susenas 2015

Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk preventif kesehatan terbesar adalah Kota Jambi dengan proporsi terhadap pengeluaran aneka barang dan jasa mencapai 15,05 persen, terhadap pengeluaran non makanan mencapai 3,79 persen dan terhadap total pengeluaran mencapai 2,16 persen. Di tempat kedua adalah Kota Sungai Penuh dengan proporsi terhadap pengeluaran aneka barang dan jasa sebesar 12,49 persen (1,93 persen terhadap pengeluaran non-makanan dan 0,92 persen terhadap total pengeluaran). Sebaliknya, Kabupaten Tebo menempati posisi paling rendah dalam hal alokasi pengeluaran rumah tangga untuk preventif kesehatan ini. Rata-rata alokasi pengeluaran rumah tangga untuk preventif kesehatan hanya 1,43 persen dari pengeluaran aneka barang dan jasa, hanya 0,50 persen dari pengeluaran non makanan dan hanya 0,24 persen dari total pengeluaran.

Pengeluaran untuk pelayanan preventif kesehatan ini terdiri dari berbagai jenis yaitu pengeluaran untuk pemeriksaan kehamilan, imunisasi, medical check up,

Tabel 6 Pola pengeluaran untuk pelayanan preventif menurut jenis pengeluaran dan kabupaten-kota di Provinsi Jambi Tahun 2015 (%)

Kabupaten/ Kota

Periksa Hamil

Imunisasi

Medical

Check Up

Keluarga Berencana

Lainnya

Total

Kerinci

45,05

9,52

0,00

24,28

21,16

100,00

Merangin

28,83

2,25

8,58

16,46

43,88

100,00

Sarolangun

16,58

8,61

34,12

18,26

22,43

100,00

Batanghari

35,78

5,51

16,84

21,79

20,08

100,00

Muaro Jambi

43,95

4,92

11,15

11,92

28,06

100,00

Tanjabtim

10,68

8,45

38,91

12,85

29,12

100,00

Tanjabbar

17,58

13,03

44,14

8,58

16,68

100,00

Tebo

27,93

7,16

26,49

15,65

22,77

100,00

Bungo

26,88

7,52

34,76

10,28

20,55

100,00

Jambi

34,68

16,64

27,64

9,79

11,24

100,00

S. Penuh

22,29

6,07

34,09

14,11

23,45

100,00

Prov. Jambi

25,47

8,89

31,58

12,54

21,51

100,00

Sumber: diolah dari data mentah Susenas 2015

keluarga berencana dan lainnya. Dapat dikemukakan bahwa pengeluaran terbesar dalam preventif kesehatan ini pada rumah tangga di Provinsi Jambi adalah pengeluaran pemeriksaan kehamilan dengan proporsi mencapai 22,47 persen dan yang paling rendah adalah pengeluaran untuk imunisasi yaitu sebesar 8,89 persen (lihat Tabel 6).

Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan

Uji Overall Model Fit dari model diberikan pada Tabel 7. Berdasarkan Omnibus Test of Model Coefficients didapatkan nilai statistik Chi_Square sebesar 1.757,522 dengan probabilitas signifikansi (p) = 0.000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peubah bebas dalam model secara bersama-bersama mempengaruhi keputusan dan perilaku rumah tangga dalam mengalokasikan atau tidak mengalokasikan pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan.

Tabel 7 Uji Overall Model Fit untuk model alokasi kebutuhan preventif kesehatan

Chi-square

df

Sig.

Omnibus Test of Model Coefficients

Step

1.757,522

26

.000

Block

1.757,522

26

.000

Model

1.757,522

26

.000

Selanjutnya dari Tabel klasifikasi 2 x 2 (Tabel 8) memperlihatkan seberapa baik model mengelompokkan kasus ke dalam dua kelompok baik rumah tangga yang tidak mengalokasikan pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan maupun yang tidak mengalokasikan. Keakuratan prediksi secara keseluruhan sebesar 74,4 persen sedangkan keakuratan prediksi rumah tangga yang tidak mengalokasikan sebesar 65,5 persen dan rumah tangga yang mengalokasikan 81,5 persen.

Tabel 8 Klasifikasi 2 x 2 untuk model alokasi kebutuhan preventif kesehatan

Observasi

Prediksi

Kategori

Persentase Benar

Non-Alokasi

Alokasi

Kategori       Non-Alokasi

1.751

923

65.5

Alokasi

613

2.702

81.5

Persentase Keseluruhan

74.4

Estimasi parameter dan uji parsial dalam model binari logit untuk alokasi kebutuhan preventif kesehatan diberikan pada Tabel 9. Terkait dengan umur kepala keluarga (X1) (dengan kategori dasar umur kepala keluarga di bawah 30 tahun), dapat dikemukakan bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas pengeluaran preventif kesehatan antara rumah tangga dengan umur kepala keluarga 30 – 49 tahun (X1.D1 dan X1.D2) dengan kepala keluarga yang berumur dibawah 30 tahun.. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang tidak signifikan. Namun demikian, koefisien pada kelompok umur 50-59 (X1.D3) dan 60 tahun ke atas (X1.D4) signifikan negatif. Ini menunjukkan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga yang berumur 50 – 59 dan 60 tahun ke atas memiliki probabilitas yang lebih rendah dalam mengalokasikan pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan dibandingkan dengan kepala keluarga yang berumur di bawah 30 tahun. Dari nilai odds ratio memperlihatkan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga yang berumur 50 - 59 tahun memiliki probabilitas 0,435 kali (lebih rendah) untuk mengalokasikan pengeluaran kebutuhan preventif kesehatan dibandingkan kepala keluarga yang berumur di bawah 30 tahun. Probabilitas ini terlihat lebih rendah lagi pada rumah tangga dengan kepala keluarga yang berumur 60 tahun ke atas, dengan nilai probabilitas (odds ratio) yang sebesar 0,240.

Dalam konteks pendidikan (dengan kategori dasar adalah kepala keluarga tidak sekolah/tidak tamat SD), tidak terdapat perbedaan probabilitas pengeluaran untuk preventif kesehatan antara kepala keluarga yang berpendidikan SLTP (X2.D2) dengan yang kepala keluarga yang tidak sekolah/tidak tamat SD. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang tidak signifikan. Namun demikian, koefisien pada kelompok pendidikan SD (X2.D1) dan SLTA ke atas (X2.D3) signifikan positif. Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga dengan pendidikan SD dan SLTA ke atas memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan dengan kepala keluarga tidak sekolah/tidak tamat SD. Dari nilai odds ratio memperlihatkan bahwa kepala keluarga yang berpendidikan SD memiliki probabilitas 1,196 kali (lebih tinggi) untuk pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan kepala keluarga yang tidak sekolah/ tidak tamat SD. Probabilitas ini terlihat lebih tinggi

lagi pada kepala keluarga dengan pendidikan SLTA ke atas, dengan nilai probabilitas (odds ratio) yang 1,199.

Dari sisi lapangan usaha (dengan kategori dasar adalah kepala keluarga pada sektor primer), tidak terdapat perbedaan probabilitas pengeluaran untuk preventif kesehatan antara kepala keluarga dengan lapangan tersier (X3.D2) dengan yang kepala keluarga pada lapangan usaha sektor primer. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang tidak signifikan. Namun demikian, koefisien pada lapangan usaha sektor primer (X3.D1) signifikan positif. Ini menunjukkan bahwa kepala keluarga dengan lapangan usaha sektor sekunder memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan dengan kepala keluarga pada lapangan usaha sektor sektor primer. Dari nilai odds ratio memperlihatkan bahwa kepala keluarga dengan lapangan usaha sektor sekunder memiliki probabilitas 1,240 kali (lebih tinggi) untuk pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan kepala keluarga dengan lapangan usaha sektor primer.

Tidak terdapatnya perbedaan probabilitas kepala keluarga dengan lapangan usaha sektor tersier dibandingkan sektor primer pada dasarnya disebabkan pekerjaan-pekerjaan pada sektor tersier yang ditekuni oleh kepala keluarga umumnya adalah pekerjaan-pekerjaan sektor tersier pada sektor informal. Sebagaimana yang diketahui secara umum, pekerjaan-pekerjaan pada lapangan usaha tersier di sektor informal ini memiliki produktivitas dan pendapatan yang rendah, dan seringkali lebih rendah dibandingkan pekerjaan-pekerjaan pada sektor primer.

Dari sisi status pekerjaan (X4), tidak terdapat perbedaan probabilitas pengeluaran untuk preventif kesehatan antara kepala keluarga dengan pekerjaan sektor formal dibandingkan sektor informal. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang tidak signifikan. Hal yang sama juga terlihat pada variabel pendapatan perkapita keluarga. Pendapatan perkapita tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan, baik pada kategori pendapatan 500.001-1.000.000 (X5.D1) maupun pada kategori pendapatan di atas 1.000.000 (X5.D2).

Jumlah anggota rumah tangga (dengan kategori dasar keluarga dengan ART kurang dari 3), menunjukkan pengaruh yang signifkan. Koefisien pada kelompok ART 3 – 4 (X6.D1) dan di atas 4 (X6.D2) signifikan positif. Ini menunjukkan bahwa rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang lebih banyak memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk pengeluaran preventif kesehatan. Dari nilai odds ratio memperlihatkan bahwa rumah tangga dengan ART antara 3 – 4 orang memiliki probabilitas 3,900 kali (lebih tinggi) untuk pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan rumah tangga dengan ART kurang dari 3. Probabilitas ini terlihat lebih tinggi lagi pada rumah tangga dengan ART di atas 4 orang,

Variabel

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Odds ratio

Keterangan

X1

340,777

4

,000

Umur (tahun)

X1.D1

,208

,141

2,186

1

,139

1,231

30 – 39

X1.D2

,160

,142

1,278

1

,258

1,174

40 – 49

X1.D3

-,833

,146

32,685

1

,000

,435

50 – 59

X1.D4

-1,426

,158

81,499

1

,000

,240

60 +

X2

4,700

3

,195

Pendidikan KK

X2.D1

,179

,089

4,055

1

,044

1,196

SD

X2.D2

,142

,104

1,858

1

,173

1,152

SLTP

X2.D3

,182

,100

3,272

1

,070

1,199

SLTA +

X3

4,776

2

,092

Lapangan Usaha

X3.D1

,215

,125

2,963

1

,085

1,240

Sekunder

X3.D2

-,064

,084

,570

1

,450

,938

Tersier

X4

,021

,073

,084

1

,772

1,021

Status Pekerjaan

X5

5,125

2

,077

Pendapatan perkapita

X5.D1

-,071

,074

,922

1

,337

,931

500.001-1.000.000

X5.D2

,114

,098

1,352

1

,245

1,121

> 1.000.000

X6

245,347

2

,000

Jumlah ART (jiwa)

X6.D1

1,361

,096

199,918

1

,000

3,900

3 - 4

X6.D2

1,699

,113

225,010

1

,000

5,468

> 4

X7

1,071

,082

169,153

1

,000

2,919

Memiliki balita

X8

71,404

10

,000

Kabupaten/Kota

X8.D1

,232

,159

2,116

1

,146

1,261

Kerinci

X8.D2

,577

,155

13,848

1

,000

1,781

Merangin

X8.D3

,295

,152

3,751

1

,053

1,343

Sarolangun

X8.D4

,860

,157

30,064

1

,000

2,363

Batanghari

X8.D5

-,052

,152

,117

1

,732

,949

Muaro Jambi

X8.D6

,652

,154

18,015

1

,000

1,920

Tanjabtim

X8.D7

,241

,146

2,722

1

,099

1,273

Tanjabbar

X8.D8

,530

,154

11,807

1

,001

1,700

Tebo

X8.D9

,535

,150

12,706

1

,000

1,708

Bungo

X8.D10

,211

,152

1,929

1

,165

1,235

Sungai Penuh

X9

-,242

,087

7,725

1

,005

,785

Desa-Kota

Constant

-1,347

,212

40,338

1

,000

,260


dengan nilai probabilitas (odds ratio) yang 5,468.

Terkait dengan kabupaten/kota (dengan kategori dasar adalah Kota Jambi), dapat dikemukakan bahwa rumah tangga-rumah tangga di Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo secara signifikan memiliki probabilitas untuk pengeluaran preventif kesehatan lebih besar dibandingkan rumah tangga-rumah tangga yang ada di Kota Jambi. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan probabilitas untuk bekerja yang signifikan antara rumah tangga-rumah tangga di Kabupaten Kerinci, Muaro Jambi dan Kota Sungai Penuh dibandingkan dengan rumah tangga-rumah tangga di Kota Jambi.

Selanjutnya dalam konteks desa-kota, hasil penelitian ini juga menunjukkan terdapat perbedaan probabilitas pengeluaran rumah tangga untuk preventif kesehatan yang signifikan antara rumah tangga yang ada di perkotaan dengan perdesaan. Mengamati odds ratio variabel X9 terlihat bahwa rumah tangga di perkotaan

memiliki probabilitas 0,785 kali (lebih rendah) untuk mengalokasikan pengeluaran preventif kesehatan dibandingkan rumah tangga yang ada perdesaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Secara umum, pola konsumsi masyarakat Jambi terkategori pola konsumsi sedang, dengan alokasi konsumsi pangan sebesar 50,96 persen dan konsumsi non-pangan sebesar 49,04 persen. Meskipun demikian sudah terdapat daerah dengan konsumsi kategori rendah (konsumsi pangan di bawah 50 persen) yaitu Kabupaten Sarolangun dan Kota Jambi.

Alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan di Provinsi Jambi masih relatif kecil. Hanya 7,08 persen dari total pengeluaran aneka barang dan jasa dan hanya 1,53 persen dari total pengeluaran terhadap non-makanan. Meskipun demikian, terdapat dua daerah dengan alokasi pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan yang sudah relatif tinggi yaitu

Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh. Rumah tangga di Kota Jambi sudah mengalokasikan pengeluaran untuk preventif kesehatan mencapai 15,05 persen dari total pengeluaran aneka barang dan jasa, sedangkan untuk rumah tangga di Kota Sungai Penuh sudah mencapai 12,49 persen.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan adalah umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, lapangan usaha pekerjaan kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga. Penelitian ini juga menemukan terdapat perbedaan nyata pengeluaran untuk kebutuhan preventif kesehatan antar kabupaten/ kota di Provinsi Jambi

Saran

Mengingat masih relatif kecilnya alokasi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan preventif kesehatan, pemerintah perlu meningkatkan program promosi kesehatan dalam bentuk sosialiasi pentingnya pencegahan penyakit melalui tindakan preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk melengkapi kajian ini, disarankan untuk dilanjutkan dengan penelitian serupa, tetapi dalam konteks pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan kuratif kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Adiana, Pande, P.E., Karmini, N.L. (2012). Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga, dan Pendidikan terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Gianyar. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Universitas Udayana. Vol.1 (No.1): 1-60.

Anwar, K. (2007). Analisis Determinan Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Miskin Di

Kabupaten Aceh Utara. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Etavianti, Syechalad, M.N, Syahnur, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga Miskin Kabupaten Bireuen. Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Vol. 2 No. 4: 65 - 75

Mankiw, N.G. (2013). Macroeconomics. 8th ed. Houndmills: Palgrave Macmillan

Munparidi. (2010). Pengaruh Pendapatan Dan Ukuran Keluarga Terhadap Pola Konsumsi Studi Kasus: Desa Ulak Kerbau Lama Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Ilmiah. Vol.2 (No.3)

Nicholson, W., Snyder, C. (2010). Intermediate Microeconomics and Its Applications:11th edition. South-Western Publisher.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Parkin, M (2013) Economics, 11th edition. New York: Pearson Education

Rahardja, P., Manurung, M (2008), Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar (edisi 5). Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Samuelson, P.A dan Nordhaus, W.D (2009), Microeconomics, 19th Edition. New York: McGraw-Hill/Irwin

Sumantri, S., Siregar KN. (2005). Kajian kematian ibu dan anak di Indonesia, Ringkasan Eksekutif. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.

Wahyuni, Endang Tri. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Yogyakarta. Jurnal Akmenika Edisi ke 4. Vol.2 (No.3): 1-15

Wuryandari, R.D. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Makanan, Pendidikan, dan Kesehatan Rumah Tangga Indonesia (Analisis Data Susenas 2011). Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 10 No. 1; 26-42

68

PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia