ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG SEBELUM DAN SESUDAH PROGRAM REVITALISASI PASAR TRADISIONAL DI KOTA DENPASAR (STUDI KASUS PASAR SUDHA MERTA DESA SIDAKARYA)
on
ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG SEBELUM DAN SESUDAH PROGRAM REVITALISASI PASAR TRADISIONAL
DI KOTA DENPASAR
(STUDI KASUS PASAR SUDHA MERTA DESA SIDAKARYA)
Anak Agung Ketut Ayuningsasi
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
ABSTRACT
The aim of this study is to analyze the income of the sellers on Sudha Merta market at Desa Sidakarya. The data used are primary data, consisted of the sellers income before and after the market revitalization programm. The result of this research shows that the sellers income before and after the market revitalization programm are significanly different. In order to improve the income of the sellers, it is suggested to fix not only the environment of the traditional market, but also the goods’ distribution, market management, and marketing technique.
Keywords : income, market revitalization
Pendahuluan
Latar Belakang
Perkembangan perekonomian Indonesia pada saat ini bisa diukur oleh maraknya pembangunan pusat perdagangan. Keberadaan pusat perdagangan merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Menurut bentuk fisik, pusat perdagangan dibagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern.
Dari sisi kepentingan ekonomi, semakin meningkatnya jumlah pusat perdagangan, baik yang tradisional maupun modern mendorong terciptanya peluang kerja bagi banyak orang. Mulai dari jasa tenaga satuan pengamanan, penjaga toko, pengantar barang, cleaning service, hingga jasa transportasi. Ini berarti kehadiran pusat perdagangan ikut serta dalam mengentaskan masalah pengangguran dan kemiskinan.
Eksistensi pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, supermarket hingga hipermarket sedikit mengusik keberadaan pasar tradisional. Kesamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional, telah menimbulkan persaingan antara keduanya. Menjamurnya pusat perbelanjaan modern dikhawatirkan akan mematikan keberadaan pasar tradisional yang merupakan refleksi dari ekonomi kerakyatan.
Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau, sehingga memberikan atmosfer yang tidak nyaman dalam berbelanja. Ini merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional. Sebaliknya, pusat perbelanjaan modern memberikan suasana berbelanja yang nyaman serta dilengkapi pendingin ruangan dengan fasilitas belanja yang bersih dan higienis, maka tidak salah apabila konsumen lebih memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern dibandingkan pasar tradisional.
Pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah, mulai dari faktor desain, tata ruang, tata letak, dan tampilan yang tidak sebaik pusat perbelanjaan modern, alokasi waktu operasional yang relatif terbatas, kurangnya teknologi yang digunakan, kualitas barang yang kurang baik, kurangnya promosi penjualan, rendahnya tingkat keamanan, kesemrawutan parkir, hingga berbagai isu yang merusak citra pasar tradisional seperti maraknya informasi produk barang yang menggunakan zat kimia berbahaya, praktek penjualan daging oplosan, serta kecurangan-kecurangan lain dalam aktivitas penjualan dan perdagangan. Kompleksitas kelemahan pasar tradisional tersebut menyebabkan konsumen beralih dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.
Pasar tradisional memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern yaitu adanya sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Di pasar tradisional terdapat suatu komunikasi yang tidak akan ditemui di pusat perbelanjaan modern. Sistem tawar menawar dalam transaksi jual beli di pasar tradisional membuat suatu hubungan tersendiri antar penjual dan pembeli. Berbeda dengan pusat perbelanjaan modern,
dimana harga barang sudah ditetapkan dan tidak ada komunikasi antara penjual dan pembeli.
Pasar tradisional di Bali memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern ataupun pasar tradisional lain di daerah lainnya. Selain memasarkan barang kebutuhan sehari-hari seperti pada pasar lainnya, pasar tradisional di Bali juga memasarkan berbagai bahan-bahan kebutuhan upacara. Masyarakat dari tingkat bawah sampai tingkat atas tentunya akan membeli produk kebutuhan upacara di pasar tradisional. Ini menunjukkan pasar tradisional di Bali memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan pusat perbelanjaan modern.
Pasar tradisional sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah, selain merupakan salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat, juga untuk mempertahankan budaya lokal. Keberadaan pasar tradisional harus dipertahankan dan dilestarikan karena terdapat nilai-nilai yang tidak terdapat pada pusat perbelanjaan modern. Hal inilah yang mendorong pemerintah Kota Denpasar melakukan revitalisasi pasar tradisional yang merupakan wujud komitmen pemerintah di bidang ekonomi kerakyatan.
Di Kota Denpasar terdapat 54 pasar tradisional yang terdiri atas pasar adat desa dan pasar yang dikelola oleh PD Pasar (http://www.denpasarkota.go.id/). Pasar yang dijadikan sebagai pilot project revitalisasi pasar desa di Kota Denpasar adalah Pasar Sudha Mertha Desa Sidakarya. Proyek ini bersumber dari hibah Walikota Denpasar dengan jumlah dana sebesar Rp. 200.000.000,00. Tahap awal program revitalisasi ini dimulai pada tahun 2009 dan diresmikan pada tanggal 16 Pebruari 2010. Proyek ini meliputi revitalisasi lingkungan fisik antara lain penataan los-los pedagang dan pemasangan paving di sekitar wilayah pasar.
Program revitalisasi ini diarahkan untuk menerapkan dan mengadopsi manajemen pusat perbelanjaan modern, terutama berkaitan dengan penanganan kebersihan. Revitalisasi los pedagang yang sudah dilakukan yaitu dengan mengganti bahan pelapis meja yang digunakan dengan bahan aluminium. Selain lebih tahan lama, bahan ini juga lebih mudah untuk dibersihkan. Los pedagang juga dilengkapi dengan saluran pembuangan, sehingga tidak ada lagi masalah becek dan bau yang bersumber dari limbah organik. Program revitalisasi ini
diharapkan mampu mengatasi kelemahan utama pasar tradisional yang identik dengan masalah kotor, becek, dan bau, sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah pengunjung pasar. Dengan bertambahnya jumlah pengunjung, maka diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pedagang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam analisis ini yaitu apakah pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya Denpasar sebelum dan sesudah program revitalisasi pasar berbeda secara signifikan.
Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya Denpasar sebelum dan sesudah program revitalisasi pasar.
Manfaat
Analisis ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi kepada pihak terkait, dalam hal ini pemerintah Kota Denpasar dalam membuat berbagai kebijakan berkaitan dengan pengembangan pasar tradisional.
Kajian pustaka
Pasar Tradisional dan Modern
Secara umum, pasar merupakan tempat bertemunya penjual dengan pembeli. Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Dari definisi ini, ada empat poin penting yang menonjol yang menandai terbentuknya pasar, yaitu: (1) ada penjual dan pembeli, (2) mereka bertemu di sebuah tempat tertentu, (3) terjadi kesepakatan di antara penjual dan pembeli, sehingga terjadi jual beli atau tukar menukar, dan (4) antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat.
Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Lebih lanjut menurut Perpres tersebut, pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten.
Dalam Perpres tersebut juga disebutkan bahwa toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran dengan bentuk minimarket, supermarket, atau department store. Dari sisi kelembagaan, perbedaan karakteristik pengelolaan pasar modern dan pasar tradisional nampak dari lembaga pengelolanya. Pada pasar tradisional, kelembagaan pengelola umumnya ditangani oleh Dinas Pasar yang merupakan bagian dari sistem birokrasi. Sementara pasar modern, umumnya dikelola oleh profesional dengan pendekatan bisnis. Selain itu, sistem pengelolaan pasar tradisional umumnya terdesentralisasi di mana setiap pedagang mengatur sistem bisnisnya masing-masing. Pada pasar modern, sistem pengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat mengatur standar pengelolaan bisnisnya.
Revitalisasi Pasar Tradisional
Persamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional menimbulkan persaingan antara keduanya dan juga menimbulkan modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Preferensi prioritas faktor internal, faktor eksternal, faktor bertahan, dan daya tarik pusat perbelanjaan modern menyebabkan pasar tradisional mengalami kondisi bertahan, kehancuran, maupun modernisasi. Ketiganya ini dapat menyebabkan sebuah pasar tradisional dapat tetap mempertahankan konsep dan fisik bangunannya sebagai
pasar, modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, dan menyebabkan suatu pasar tradisional ke arah kehancuran (Andreas Y.C. dan Marinus W., 2006).
Menurut Mudrajad Kuncoro (2008), isu utama yang berkaitan dengan perkembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut.
-
1. Jarak antara pasar tradisional dengan hypermarket yang saling berdekatan.
-
2. Tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) ke wilayah pemukiman.
-
3. Penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh ritel modern yang memberatkan pemasok barang.
-
4. Kondisi pasar tradisional secara fisik sangat tertinggal, maka perlu ada program kebijakan untuk melakukan pengaturan.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, dikembangkan berbagai upaya untuk mengembangkan pasar tradisional. Salah satunya dilakukan dengan pemberdayaan pasar tradisional, antara lain dengan mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan.
Metode penelitian
Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Pasar Sudha Mertha Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan, karena pasar ini dijadikan pilot project revitalisasi pasar desa di Kota Denpasar. Pasar ini merupakan pasar tradisional yang diarahkan untuk menerapkan dan mengadopsi manajemen pasar modern. Pada tahap awal program revitalisasi dikhususkan pada penataan lingkungan fisik terutama meliputi penanganan kebersihan sehingga bisa menyerupai pasar modern. Objek dalam penelitian ini adalah pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta sebelum dan sesudah dilakukan revitalisasi pasar.
Teknik Penentuan Sampel
Jumlah pedagang di Pasar Sudha Merta adalah sebanyak 82 pedagang yang terdiri atas pedagang yang menempati los sebanyak 64 pedagang dan yang menempati kios sebanyak 18 pedagang. Jumlah sampel pedagang yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan rumus Slovin adalah sebanyak 45 pedagang dengan rincian sebagai berikut.
-
1. Sebanyak 35 orang responden dari pedagang yang menempati los.
-
2. Sebanyak 10 orang responden dari pedagang yang menempati kios.
Alat Analisis
Analisis data dilakukan dengan serangkaian tahapan pengujian, mulai dari pengukuran instrumen yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, normalitas, dan uji beda. Teknik yang digunakan untuk pengujian validitas dengan menggunakan teknik korelasi product moment (Sugiyono, 2006:182), sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach ≥ 0,6 (Singgih Santoso, 2006:144).
Sebelum dilakukan analisis statistik dengan uji beda, terlebih dahulu akan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan metode one-sample Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis tersebut berdistribusi normal atau tidak, sebagai salah satu syarat dari pengolahan data dengan metode parametrik. Bila data yang digunakan tidak berdistribusi normal, maka metode yang digunakan adalah statistik nonparametrik (Husein Umar, 2008:77).
Hasil dan pembahasan
Karakteristik Responden
Responden terpilih merupakan pedagang di Pasar Sudha Merta yang terdiri atas pedagang sembako, kelontong, sayuran dan bumbu, daging, ikan, canang, buah-buahan, makanan jadi, pakaian, dan alat-alat upacara. Pedagang daging, ikan, sayuran dan bumbu, makanan jadi, canang dan buah-buahan menempati los-los yang berada pada bangunan tengah maupun sebelah Timur pasar. Pedagang
sembako, kelontong, pakaian, dan alat-alat upacara menempati kios-kios yang dibangun di sebelah Barat dan Selatan pasar.
Mayoritas responden merupakan penduduk asli Kota Denpasar dan memang berasal dari daerah Sidakarya. Pengelola Pasar Sudha Merta juga membuka kesempatan bagi para pedagang yang berasal dari daerah lain untuk berdagang di pasar ini. Responden yang berasal dari luar Kota Denpasar terdiri atas responden yang berasal dari kabupaten lain di Bali sebesar 31,1 persen dan yang dari luar Bali (Jawa dan Lombok) sebesar 26,7 persen.
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 71,11 persen, sedangkan sisanya adalah laki-laki. Mayoritas responden berstatus kawin dan berkedudukan sebagai istri dalam rumah tangga. Ini menunjukkan pekerjaan berdagang yang dilakukan oleh mayoritas responden bukanlah sebagai penghasilan utama, melainkan sebagai penghasilan tambahan.
Seluruh responden merupakan tenaga kerja produktif, dengan range usia antara 26 hingga 56 tahun. Mayoritas responden masuk dalam kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 40 persen. Responden yang termasuk dalam usia 30 – 39 tahun sebanyak 28,89 persen dan yang berusia lebih dari 49 tahun sebanyak 26,67 persen, sedangkan sisanya berusia kurang dari 30 tahun.
Tingkat pendidikan responden bervariasi mulai dari tidak pernah mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Mayoritas responden yaitu sebesar 60 persen merupakan lulusan SLTA. Ini menunjukkan pedagang pasar tidak lagi didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, bahkan sebagian responden merupakan lulusan perguruan tinggi yaitu sebanyak 6,67 persen.
Analisis Pendapatan Pedagang
Pendapatan pedagang adalah pendapatan per hari yang diterima oleh pedagang di Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya, baik sebelum maupun sesudah dilakukan program revitalisasi pasar oleh pemerintah Kota Denpasar. Dalam analisis, pendapatan pedagang dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu: (a) <
Rp.100.000,00, (b) Rp.100.000,00 – Rp.499.999,99, (c) Rp.500.000 – 1000.000,00, dan (d) > Rp.1000.000,00.
Untuk menguji kuesioner dilakukan pengujian validitas dengan menggunakan teknik korelasi product moment, diperoleh nilai koefisien korelasi untuk pendapatan sebelum revitalisasi sebesar 0,943 dan untuk pendapatan sesudah revitalisasi sebesar 0,925, yang menunjukkan bahwa indikator pertanyaan adalah valid. Pengujian reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach, diperoleh nilai sebesar 0,853 yang menunjukkan variabel adalah reliabel.
Uji normalitas dengan menggunakan metode one-sample Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data tidak berdistribusi normal, sehingga syarat pengolahan data dengan metode parametrik tidak terpenuhi. Ini berarti untuk menguji adanya perbedaan pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya Denpasar sebelum dan sesudah program revitalisasi pasar digunakan uji beda dengan metode nonparametrik yaitu metode Wilcoxon.
Berdasarkan hasil pengolahan dengan metode Wilcoxon, diperoleh nilai z hitung sebesar -2,558 dan Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,011. Nilai probabilitas signifikansi ini lebih rendah dari α=0,05. Ini berarti H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta sebelum dan sesudah program revitalisasi berbeda secara signifikan.
Berdasarkan hasil analisis, sebanyak 38 persen responden mengalami peningkatan pendapatan dari sebelumnya yang ditunjukkan oleh naiknya tingkat pendapatan ke klasifikasi yang lebih tinggi. Pendapatan mayoritas responden yaitu sebesar 51 persen masih berada pada range yang sama, namun ini bukan berarti tidak ada perubahan tingkat pendapatan pedagang antara sebelum dengan sesudah program revitalisasi. Pendapatan pedagang yang masih berada pada range yang sama tidak dapat diidentifikasi lebih lanjut, karena jawaban responden adalah berupa klasifikasi pendapatan yang terbagi ke dalam 4 kelompok pendapatan.
Kurang signifikannya peningkatan pendapatan pedagang (ditunjukkan oleh tingkat pendapatan yang berada pada range yang sama) dikarenakan oleh keterbatasan modal pedagang. Walaupun jumlah pengunjung meningkat,
pedagang yang memiliki modal terbatas tidak akan dapat meningkatkan jumlah penjualannya. Peningkatan jumlah pengunjung hanya akan mempercepat lakunya barang dagangan, tanpa menambah tingkat pendapatan pedagang. Selain itu, sempitnya meja untuk menjajakan barang dagangan menyebabkan pedagang yang menempati los kesulitan untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat dipahami mengapa perbaikan dan pembenahan lingkungan fisik pasar belum secara signifikan meningkatkan pendapatan pedagang.
Bahkan sebanyak 11 persen responden mengakui mengalami penurunan pendapatan sesudah diadakan program pembenahan pasar. Penurunan pendapatan ini lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi secara makro, antara lain kecenderungan meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok.
Program revitalisasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar yaitu dengan pembenahan dan penataan pasar di Pasar Sudha Merta menyebabkan perubahan pada tempat maupun posisi pedagang los. Beberapa pedagang yang tingkat pendapatannya menurun setelah diadakannya pembenahan pasar mengakui penurunan tingkat pendapatan disebabkan oleh perubahan posisi berjualan.
Sebelumnya, beberapa pedagang diuntungkan oleh posisi berdagang yang lebih berada di depan dibandingkan pedagang lainnya yang sejenis. Posisi ini dianggap strategis karena lebih mudah dijangkau oleh pembeli. Setelah program revitalisasi, los-los untuk jenis dagangan yang sama diatur berderet. Ini menyebabkan pembeli dengan mudah berpindah dari satu pedagang ke pedagang lainnya apabila tidak menemukan barang yang diinginkan atau pun apabila tidak ada kesepakatan harga dengan salah satu pedagang. Hal ini menyebabkan persaingan antara pedagang semakin ketat.
Pasar tradisional di Bali pada umumnya dan Denpasar pada khususnya mengalami perkembangan yang cukup pesat akhir-akhir ini. Setiap desa memiliki pasar adat sendiri. Pada beberapa desa bahkan memiliki lebih dari satu pasar tradisional. Seperti juga halnya dengan Desa Sidakarya. Selain Pasar Sudha Merta, di lingkungan Desa Sidakarya juga terdapat dua pasar tradisional lainnya, yaitu Pasar Kertha Petasikan dan Pasar Batan Kendal.
Jarak yang hampir berdekatan antara ketiga pasar menyebabkan pembeli lebih leluasa memilih pasar tradisional yang akan dikunjungi. Semakin banyaknya tempat yang bisa dijadikan alternatif bagi pembeli untuk berbelanja menimbulkan persaingan, tidak hanya antara pasar tradisional dengan pusat perbelanjaan modern, melainkan juga antara pasar tradisional sendiri. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan program revitalisasi yaitu berupa pembenahan dan penataan lingkungan fisik Pasar Sudha Mertha tidak secara signifikan meningkatkan jumlah kunjungan pembeli sehingga pendapatan pedagang juga tidak dapat ditingkatkan.
Simpulan dan saran
Pembenahan pasar tradisional menjadi tempat belanja yang bercitra positif adalah suatu tantangan yang cukup berat. Pembenahan dan pengembangan pasar tradisional tidak hanya menjadi tugas pemerintah daerah, tetapi juga masyarakat, pengelola pasar, dan para pedagang pasar tradisional itu sendiri. Hal ini untuk menciptakan rasa kepemilikan yang tinggi sehingga kondisi pasar tradisional yang sudah baik dapat bertahan dan berkelanjutan. Kemitraan juga dipentingkan untuk bersama-sama meningkatkan citra pasar tradisional yang aman, indah, bersih, dan nyaman untuk berbelanja maupun berinteraksi.
Upaya revitalisasi pasar tradisional sebaiknya tidak hanya terhenti pada pembenahan lingkungan fisik pasar saja, melainkan harus dilanjutkan dengan berbagai upaya untuk memperbaiki segala aspek mulai dari jaringan suplai barang dagangan, akses permodalan, manajemen, penataan dan pengelolaan parkir, hingga pemasaran.
Pasar sebagai tempat usaha rakyat harus diciptakan secara lebih imajinatif, kreatif, dan rekreatif agar bisa berkompetisi dengan pusat perbelanjaan modern. Ragam pasar yang lebih transformatif seperti pasar tematik (pasar elektronik, pasar tekstil, pasar seni, pasar banten, dan lain-lain), dapat dikembangkan menjadi model pengembangan pasar tradisional.
Selain itu, perlu dikembangkan konsep pasar sebagai koridor ekonomi (pasar wisata). Pasar tradisional di Bali sangat berpotensi sebagai tujuan wisata
karena menyuguhkan beragam daya tarik wisata antara lain: menyediakan berbagai macam kebutuhan untuk wisatawan (menjual barang-barang seni khas Bali), wisatawan dapat melihat proses jual beli dari pedagang kepada pembeli yang masih terkesan tradisional, adanya persembahyangan di saat-saat tertentu di pura pasar yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara, menyediakan berbagai macam makanan khas tradisional Bali (berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata kuliner).
DAFTAR PUSTAKA
Andreas Yuniman Tjandra dan Marinus Wahjudi. 2006. Analisa Perkembangan Pasar Tradisional Studi Komparatif Terhadap Pengguna Ruang Komersial di Pasar Atum, Pasar Turi, dan Pasar Wonokromo. URL: www.bibsonomy.org.
Anonim. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. URL : www.bpkp.go.id.
_______. 2006. “Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern (Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel”. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I.
Cornelis Rintuh dan Miar. 2009. Kelembagaan dan Ekonomi Kerakyatan. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
Husein Umar. 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan : Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Mudradjad Kuncoro. 2008. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional.
Singgih Santoso. 2005. Bank Soal : Statistik dengan SPSS. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesembilan. Bandung : CV. Alfabeta.
Discussion and feedback