DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2022.v6.i02.p01

p-ISSN: 2528-4517 e-ISSN: 2962-6749

Rukun Kifayah Islam (RKI) Masjid Agung Ibnu Batutah Kompleks Puja Mandala sebagai Ikatan Sosial Keagamaan Masyarakat Multikultural

Jabaru Ramadhan*, Aliffiati, Ni Made Wiasti

Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]] [[email protected]] [[email protected]] Denpasar, Bali, Indonesia

*Corresponding Author

Abstract

The people around the Puja Mandala complex are religious people who respect each other, the congregation of the Great Ibn Battuta mosque also plays an important role as a forming medium that can reflect the general public the importance of the value of harmony in pluralistic life. As a commitment to maintaining harmony and an attitude of religious tolerance, the efforts made by the Great Mosque of Ibn Battuta include maintaining personal and institutional relationships with other religious parties. This is very important because religious leaders become role models in attitude. This study uses descriptive qualitative research methods using Functionalism Theory, Multiculturalism Theory, and Organizational Theory. The results of this study reveal that the plural society in the Puja Mandala complex has good communication relations, especially between Muslims and non-Muslims who maintain harmony with each other as a form of religious harmony.

Keywords: Rukun Kifayah Islam (RKI), Puja Mandala Complex, Social Association

Abstrak

Masyarakat di sekitaran kompleks Puja Mandala merupakan umat beragama yang saling menghargai antara satu sama lain, jamaah masjid Agung Ibnu Batutah juga sangat berperan penting sebagai media pembentuk yang dapat mencerminkan terhadap masyarakat umum, pentingnya nilai kerukunan dalam kehidupan kemajemukan. Sebagai komitmen untuk menjaga kerukunan dan sikap toleransi beragama, upaya yang dilakukan masjid Agung Ibnu Batutah di antaranya adalah dengan menjaga hubungan baik secara personal maupun kelembagaan dengan pihak agama lain. Hal ini sangat penting sebab tokoh agama menjadi panutan dalam bersikap. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan Teori Fungsionalisme, Multikulturalisme, dan Organisasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa masyarakat majemuk di kompleks Puja Mandala memiliki hubungan komunikasi yang baik terutama antara umat Muslim dan Non-Muslim yang saling menjaga keharmonisan sebagai bentuk kerukunan umat beragama. Karena seperti yang sudah diketahui, masyarakat di sekitar kompleks Puja Mandala memiliki beragam kesukuan dan agama yang berbeda namun dapat hidup bersamaan dengan harmonis.

Kata kunci: Rukun Kifayah Islam (RKI), Kompleks Puja Mandala, Ikatan Sosial


Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud


PENDAHULUAN

Masyarakat Islam di Nusa Dua saat ini sudah memiliki tempat ibadah yaitu Masjid Agung Ibnu Batutah. Masjid Agung Ibnu Batutah merupakan salah satu Masjid yang pertama kali didirikan tahun 1994 atas bantuan PT. Bali Tourism Development Center (BTDC) dan diresmikan pada tahun 1997 seperti dijelaskan oleh Putra (2017: 29) diikuti pembangunan Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa, Gereja Kristen Bukit doa, Wihara dan Pura. Puja Mandala digagas dan dikenal sebagai ikon kerukunan hidup masyarakat dengan latar belakang agama dan etnik berbeda-beda.

Masjid Agung Ibnu Batutah memiliki yayasan dan beberapa organisasi, salah satunya Rukun Kifayah Islam (RKI). Organisasi Rukun Kifayah Islam (RKI) bertujuan untuk membantu warga Muslim bila mengalami musibah kematian, dalam hal kepengurusan jenazah mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan sampai menguburkan jenasah di pemakaman umum Muslim. Rukun Kifayah Islam (RKI) memiliki kecenderungan positif memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama dan memiliki ikatan sosial terhadap umat beragama lainnya karena organisasi ini dipimpin oleh tokoh agama yang dipercayai anggota-anggota yang tergabung di dalamnya. Setiap para tokoh umat beragama memiliki relasi satu sama lain sehingga dapat menjalin hubungan yang harmonis dan dapat menjadi panutan bagi para anggota-anggotanya.

Rukun Kifayah Islam (RKI) sebagai organisasi keagamaan yang dibentuk oleh aktor-aktor lokal (sebagai kearifan lokal) sekaligus yang menjembatani (bridging) antara umat Muslim dan umat nonMuslim. Kearifan lokal sebagaimana dimaksud, dimaknai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal

melalui proses yang berulang-ulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma yang dipedomani oleh masyarakat dan dalam bentuk institusi-institusi sebagai wadah aktivitas masyarakat maupun ikatan kewargaan (Ahmad, 2015: 55).

Sehubungan dengan kuatnya rasa toleransi antara masyarakat Islam dan non-Muslim di Nusa Dua, Rukun Kifayah Islam (RKI) benar-benar sangat terbuka pada masyarakat non-Muslim yang terkena musibah kematian. Seperti halnya meminjamkan mobil ambulance kepada keluarga yang terkena musibah dikarenakan sewa mobil ambulance dari pihak rumah sakit terbilang mahal. Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan beberapa masyarakat non-Muslim yang terkena musibah kematian meminta pertolongan kepada Rukun Kifayah Islam (RKI). Kawasan Puja Mandala justru saat ini menjadi sarana atau model untuk mempererat hubungan sosial antar anggota masyarakat maupun umat beragama di daerah ini. Setiap umat diajak untuk bekerjasama dalam menjaga keamanan maupun dalam kegiatan keagamaan. Menurut Liana (dalam Waruwu, 2017: 19), bahwa jika ada kegiatan keagamaan dalam waktu bersamaan, umat beragama saling berinteraksi satu sama lain untuk mempererat kerukunan tersebut.

Partisipasi masyarakat non-Muslim seperti umat Kristen Katolik dan umat Hindu turut ikut serta dalam proses kegiatan upacara kematian di Rukun Kifayah Islam (RKI) seperti membantu mengawasi lahan parkiran di depan area masjid yang ramai akan para pelayat, belum lagi tersendat dengan ramainya pengunjung wisata lokal disekitaran area kompleks Puja Mandala sehingga itu dapat memenuhi lahan area parkir. Namun ada batasan dalam proses

kegiatan berlangsung seperti tidak mengikuti proses memandikan jenasah, mensholatkan jenasah, apapun yang berkaitan dengan persembahyangan. Kegiatan partisipasi yang sering dilakukan biasanya dalam hal menjenguk keluarga duka yang ditinggalkan yang kebetulan kerabat-kerabat dari keluarga duka. Hal tersebut menjadi contoh solidaritas sebagai fungsi ikatan sosial antara umat non-Muslim dan Rukun Kifayah Islam (RKI) sebagai jembatan (bridging) kerukunan antar umat beragama.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, di mana dalam penelitian kualitatif cara utama dalam mengumpulkan data melalui observasi serta wawancara mendalam. Penelitian kualitatif pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan pemahaman fenomena kebudayaan, khususnya dalam penelitian ini memahami ikatan sosial Rukun Kifayah Islam (RKI) sebagai jembatan (bridging) toleransi di tengah masyarakat multikultural kompleks Puja Mandala Nusa Dua, Bali.

Penelitian ini menggunakan tiga teori, yaitu; teori fungsionalisme, teori multikulturalisme, dan teori organisasi. Adapun teori-teori yang digunakan dalam hasil penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1). Teori Fungsionalisme. Dalam teorinya, Malinowski mengatakan kebudayaan harus bersumber pada fakta-fakta biologis. Dari respon atas kebutuhan manusia itu, munculah kebudayaan. Oleh karena itu, maka kebudayaan dapat dilihat sebagai keseluruhan yang berfungsi, yaitu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut salah satu asumsinya tentang kebudayaan adalah sistem dari obyek-obyek (objects), aktifitas-aktifitas (activities), dan sikap (attitudes), dimana eksistensi dari setiap bagiannya memiliki

arti untuk keseluruhannya. 2). Teori Multikulturalisme. Menurut Parekh (dalam Azra, 2007) masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan. Ada tiga istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda, yakni pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural) Yusri (2008: 1). Ketiga-tiganya sama-sama merepresentasikan hal sama yaitu keadaan lebih dari satu atau jamak. 3). Teori Organisasi. Menurut Lubis & Huseini (1987) bahwa yang dimaksud dengan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Penelitian ini menggunakan kajian pustaka dari beberapa sumber yang terdiri: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2015). Rukun Kematian: Kearifan Lokal dan Modal Sosial bagi Kerukunan Umat Beragama di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini mengambil sasaran dua kelompok keagamaan “rukun kematian” (rukem) di Kota Bandar Lampung, yaitu Rukem Lingkungan III Kelurahan Surabaya dan Rukem Blok L Kelurahan Bukit Kemiling Permai. Tujuan penelitian ini terfokus pada rukem sebagai kearifan lokal dan modal sosial bagi kerukunan umat beragama dan mengungkap programprogram kegiatan yang terkait pemeliharaan kerukunan. Kedua,

penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih (2016). Manajemen Dana Iuran Rukun Kematian Di Puntun Kota Palangkaraya. Menurut hasil penelitian, rukem di Puntun Palangka Raya       ditemukan       beberapa

ketidaksesuaian mengenai penerapan unsur-unsur manajemen, dan mengenai penyaluran santunan yang diberikan oleh pihak rukem. Penelitian ini membahas tentang manajemen dana iuran dan serta meneliti bagaimana praktek pihak rukem dalam memberikan santunan terhadap anggotanya. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Mamuaya & Sair (2017). Toleransi Masyarakat Islam-Kristen Madura di Desa Sumberpakem, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember. Penelitian ini mendeskripsikan nilai-nilai dan bentuk-bentuk toleransi antara komunitas Muslim dan Kristen di Desa Sumberpakem, Jember. Masyarakat Islam-Kristen Madura Sumberpakem memiliki nilai-nilai universal yang tercermin dalam multikulturalisme seperti menerima, toleran, simpati, empati,     dan peduli     terhadap

keanekaragaman kultural, serta bersedia hidup bersama, saling percaya dan saling mendukung (ko-eksistensi dan pro-eksistensi).

HASIL DAN PEMBAHASAN Implikasi Rukun Kifayah Islam (RKI) Sebagai Ikatan Sosial di Tengah Masyarakat Multikultural

Di Indonesia, umumnya kuantitas tempat ibadah bisa menandakan identitas komunitas yang ada di dalam masyarakat. Sebab pusat konsentrasi masyarakat pada umumnya selalu menyertai tempat ibadah sebagai simbol keberadaan masyarakat tertentu. Hal tersebut dapat dengan mudah bagi seseorang untuk berasumsi berapa jumlah penduduk suatu kelompok masyarakat hanya dengan melihat berapa jumlah tempat ibadahnya. Terkadang juga suatu

kelompok masyarakat menggunakan simbol religius tertentu sebagai pertanda identitas kelompok masyarakatnya. Hal itu ingin mempertegas bukan hanya eksistensinya di dalam masyarakat, tetapi juga menjadi pesan bagi mereka yang memiliki persepsi identitas yang sama. Ada juga kelompok masyarakat yang menggunakan simbol berbusana sebagai bentuk identitas diri di dalam masyarakat, seperti penggunaan jilbab, kupiah, serban bagi masyarakat Muslim. Penggunaan simbol berbusana dalam masyarakat menunjukan identitas diri suatu kelompok masyarakat (Siregar, 2017: 307).

Simbol berbusana menjadi suatu bentuk identitas yang mudah untuk dilihat dari simbol religius umat Muslim yang dikenakan saat rutinitas sehari-hari atau saat kegiatan ibadah. Secara warga yang berkediaman di sekitaran kompleks Puja Mandala khususnya para pedagang yang berjualan di sekitaran area kompleks kebanyakan dari umat Muslim dan dapat dilihat dari busana mereka yang menggunakan jilbab untuk kaum muslimah. Saat kegiatan ibadah dapat dilihat busana para jamaah yang menggunakan pakaian baju koko dan kupiah, hal ini menandakan identitas yang sangat jelas dari umat Muslim yang menjadikan sebuah simbol religius.

Berbusana sebagai identitas yang diungkapkan di atas dimaksudkan untuk mempertegas eksistensi diri yang ingin diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai sosial yang dianutnya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan adanya ketegangan sosial yang terjadi pada masyarakat disebabkan oleh nilai sosial yang dianut berbeda antara kelompok dalam masyarakat. Pada hal ini, perlu adanya kesadaran dari masing-masing kelompok masyarakat untuk menghargai nilai sosial yang dianut mereka (Siregar, 2017: 307).

Masyarakat yang harmonis tentunya memerlukan interaksi atau pola hubungan yang sistem sistemnya berfungsi secara efektif (Fitria, 2017: 21). Masyarakat majemuk di kompleks Puja Mandala memiliki hubungan komunikasi yang baik terutama antara umat Muslim dan Non- Muslim yang saling menjaga keharmonisan sebagai bentuk kerukunan umat beragama. Karena seperti yang sudah diketahui, masyarakat di sekitar kompleks Puja Mandala memiliki beragam kesukuan dan agama yang berbeda namun dapat hidup bersamaan dengan harmonis.

Termasuk saat kegiatan upacara keagamaan yang diadakan oleh setiap umat agama pada saat hari raya besar, salah satu contohnya ketika hari raya besar idul fitri oleh umat Muslim. Tradisi hari raya lebaran yang dirayakan oleh umat Muslim di kawasan kompleks Puja Mandala yaitu silaturahmi ke sesama kerabat dekat atau keluarga. Tidak hanya sekedar bersilaturahmi, biasanya saat hari raya besar idul fitri juga mengadakan makan-makan bersama seperti halnya makan opor ayam dan ketupat. Disamping itu terdapat hal yang menarik saat idul fitri bagi kalangan anak muda, dimana menurut mereka ada sebuah istilah open house yang berarti mengundang kerabat yang non-Muslim untuk bersilaturahmi ke rumah dan makan-makan bersama.

Momen yang berbeda pada saat hari raya galungan yang dirayakan oleh umat Hindu di kawasan kompleks Puja Mandala dimana mereka juga memberi buah tangan seperti buah-buahan dan kue setelah upacara persembahyangan selesai ke tetangga atau kerabat dekat mereka yang non-Hindu. Tentu dua pernyataan tersebut menjadi momen dimana dengan perbedaan tradisi saat hari raya besar dapat saling menjaga hubungan dan komunikasi agar tetap menjaga rasa toleransi sesama umat beragama.

Sebagai komitmen untuk menjaga kerukunan dan sikap toleransi beragama, upaya yang dilakukan masjid Agung Ibnu Batutah di antaranya adalah dengan menjaga hubungan baik secara personal maupun kelembagaan dengan pihak agama lain. Hal ini sangat penting sebab tokoh agama menjadi panutan dalam bersikap. Saat para tokoh lintas agama menjalin komunikasi dengan baik, maka akan diikuti pula oleh massa grass root dalam bersikap.

Rukun Kifayah Islam (RKI) sejak lama diketahui keberadaannya melalui mulut ke mulut di kalangan masyarakat Nusa Dua. Eksistensi organisasi ini lambat laun mulai menyebar ke seluruh masyarakat umum, karena makin banyak kasus orang meninggal sehingga makin banyak orang yang membutuhkan organisasi ini untuk mendapatkan bantuan sarana maupun prasarana. Namun setiap kebutuhan orang berbeda-beda, khususnya bagi yang bukan beranggotakan di organisasi ini perlu membayar biaya administrasi mulai dari proses memandikan hingga proses pemakaman. Beda halnya yang sudah menjadi keanggotaan, seluruh biaya administrasi mulai dari proses memandikan hingga proses pemakaman sudah ditanggung seluruhnya oleh organisasi.

Pandangan masyarakat non-Muslim terhadap Rukun Kifayah Islam (RKI) menjadi sebuah hal yang positif karena melalui momen tidak terduga seperti halnya membutuhkan bantuan pinjaman mobil ambulan ke masyarakat nonMuslim menjadikan image organisasi sangat baik di mata masyarakat umum lainnya. Senada dengan itu, eksistensi Rukun Kifayah Islam (RKI) mulai berkembang dengan adanya hubungan antar masyarakat yang membutuhkan bantuan perihal kematian. Hubungan antar masyarakat yang dimaksud yaitu masyarakat yang membutuhkan bantuan

perihal kematian melalui kerabat atau kenalan di organisasi Rukun Kifayah Islam (RKI).

Masyarakat di lingkungan kompleks Puja Mandala khususnya di Masjid Agung Ibnu Batutah begitu antusias dalam hal solidaritas pada saat prosesi upacara kematian. Terlihat pada saat takziah ke masjid ketika terdapat orang yang meninggal, jamaah beserta pengurus organisasi Rukun Kifayah Islam (RKI) turut membantu setiap proses upacara sesuai tugasnya masing-masing. Di samping itu kerabat dari keluarga duka turut berdatangan untuk penghormatan terakhir. Banyak dari kerabat keluarga duka tidak hanya dari umat Muslim saja, namun banyak dari umat non-Muslim yang ikut berdatangan untuk berbelasungkawa.

Solidaritas masih menjadi faktor penting dalam hubungan kekerabatan antar umat beragama sekalipun itu berbeda dalam hal kepercayaan. Memiliki rasa toleransi juga menjadi pondasi suatu ikatan agar saling menjaga dan menghormati antar umat beragama. Namun disatu sisi terdapat ketidaktransparan identitas para pelayat dimana sulit membedakan antara pelayat dari umat Muslim dan non-Muslim. Hal yang membedakan diantaranya pakaian yang digunakan saat takziah dan saat proses persembahyangan upacara kematian. Beberapa umat non-Muslim yang takziah ada yang memakai pakaian adat bagi umat Hindu namun itu sedikitnya, dan kebanyakan diantaranya memakai pakaian sopan pada umumnya. Disitulah hal yang sulit untuk membedakan antara umat Muslim dan non-Muslim karena sekilas dari cara berpakaian terlihat hampir sama sehingga tidak mudah untuk menilai secara langsung mana umat Muslim dan nonMuslim sebelum menanyakan secara subjektif.

Peran Masyarakat Multikultural Sebagai Ikatan Sosial Rukun Kifayah Islam (RKI) di Kompleks Puja Mandala

Toleransi mempererat hubungan umat beragama didasarkan pada prinsip persaudaraan yang baik. Kerukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima. Konteks yang sama juga diperlihatkan didalam kompleks Puja Mandala, hidup rukun dan berdampingan berdampak menghilangnya konflik dan perselisihan antar masyarakat dan umat beragama. Hampir seluruh umat beragama yang berada di lingkungan kompleks Puja Mandala sudah menanamkan rasa toleransi sehingga tidak pernah terjadinya konflik antar perbedaan agama, suku maupun ras. Bahkan saat diadakan upacara keagamaan dari salah satu umat, umat beragama yang lainnya turut menghormati.

Banyaknya para perantau dari penjuru wilayah yang bertempat tinggal di kawasan kompleks Puja Mandala sebagai pedagang. Tidak heran jika rata-rata pedagang di sekitaran kompleks Puja Mandala merupakan para perantau dari luar Bali seperti dari Jawa, NTB, Jakarta dan daerah lainnya. Paling banyak pedagang yang ditemukan di lingkungan kompleks Puja Mandala adalah pedagang makanan. Sepanjang jalan dapat ditemukan berbagai kuliner dari bakso, nasi jinggo, hingga nasi pecel dan masih banyak lagi. Pedagang yang berjualan makanan di lingkungan kompleks Puja Mandala rata-rata umat Muslim. Namun tidak sepenuhnya dari umat Muslim, banyak pedagang juga dari umat nonMuslim yang berjualan di kompleks Puja Mandala.

Walaupun terdapat perbedaan suku, ras, dan agama di kawasan kompleks Puja Mandala dimana penduduk mayoritas beragama Hindu namun semuanya dapat saling hidup berdampingan dan menghargai satu sama lain antar umat beragama. Hal ini menjadi sebuah bukti kerukunan walaupun terdapat perbedaan dalam hal kepercayaan, namun tidak menjadi suatu halangan untuk hidup berdampingan di wilayah kompleks Puja Mandala.

Nilai toleransi dalam masyarakat di kompleks Puja Mandala sudah terbentuk sejak terbangunnya lima tempat peribadatan kompleks Puja Mandala. Dimulai sejak pembangunan masjid Agung Ibu Batutah dilanjutkan pembangunan tempat ibadah lainnya menjadikan satu kompleks yang memiliki nilai toleransi di dalamnya. Karena kompleks Puja Mandala menjadi simbolis kerukunan umat beragama yang mengandung nilai-nilai spiritual. Nilai toleransi ini banyak didukung oleh masyarakat sekitar dan para jamaah serta pengikutnya. Hal tersebut yang memperkuat tali silaturahmi antar umat beragama, sehingga patut sebagai cerminan bagi masyarakat umum.

Keseharian kegiatan ibadah di kompleks Puja Mandala yang terlihat paling aktif yaitu umat Islam, Hindu, Kristen Protestan dan Katolik. Terkhusus umat Buddha yang memiliki jadwal tertentu sehingga terlihat jarang aktif di kompleks Puja Mandala, di samping itu umat Buddha yang berkediaman di sekitaran kompleks Puja Mandala juga begitu sedikit. Namun bukan berarti kegiatan di dalam vihara tidak aktif, hanya hari-hari tertentu saja seperti hari raya waisak. Berkaitan dengan adanya dukungan dari masyarakat sekitar kompleks Puja Mandala yang berdampak positif dapat membangun relasi antar sesama umat beragama demi menciptakan kehidupan yang harmonis

dan mempererat tali silaturahmi. Senada dengan itu, dukungan lainnya seperti jamaah masjid Agung Ibnu Batutah juga sangat berperan penting sebagai media pembentuk yang dapat mencerminkan terhadap masyarakat umum, pentingnya nilai kerukunan dalam kehidupan kemajemukan.

Peran tokoh agama juga berperan penting terhadap relasi antar umat beragama, karena tokoh agama sebagai panutan bagi pengikutnya sehingga mampu mengajak untuk berperilaku toleransi dan saling menghargai dengan dasar nilai-nilai keagamaan. Tokoh agama juga menjadi fungsi yang kuat untuk mempertahankan kesatuan umat demi terhindarnya perpecahan yang diprovokasi oleh oknum-oknum yang ingin memecahbelahkan nilai kerukunan di kompleks Puja Mandala. Hal ini yang dapat membuat masyarakat lebih berifikir secara terbuka menanggapi suatu permasalahan jika terjadi di dalam kehidupan masyarakat, khususnya permasalahan menyangkut kesukuan ataupun kepercayaan seseorang sehingga dapat menyelesaikan secara bijak.

SIMPULAN

Pandangan umum masyarakat di kawasan Nusa Dua terhadap Rukun Kifayah Islam (RKI) selama ini diketahui sangat berdampak positif. Selain sebagai organisasi sosial di bawah Yayasan Masjid Agung Ibnu Batutah, juga dapat membantu keperluan bagi umat nonMuslim yang membutuhkan. Kehidupan dengan perbedaan suku, ras, kepercayaan di kompleks Puja Mandala menjadi cerminan bahwa perbedaan bukan menjadi halangan untuk hidup bersama selagi menanamkan rasa toleransi di dalam kehidupan. Makna toleransi di kompleks Puja Mandala yaitu tidak saling memaksakan satu sama lain antar umat beragama demi terwujudnya kehidupan yang rukun.

REFERENSI

Ahmad, A.H. (2015). “Rukun Kematian: Kearifan Lokal dan Modal Sosial bagi Kerukunan Umat Beragama di Kota Bandar Lampung”. Jurnal Harmoni, 14(1), pp. 53-66.

Azra, A. (2007). “Identitas dan Krisis Budaya:           Membangun

Multikulturalisme      Indonesia”.

http://www.kongresbud.budpar.go.i d/58%20ayyumardi%20azra.htm.

Fitria, R. (2017). “Strategi Komunikasi Pada Masyarakat Multikultural”. Syi’ar,     17(1),    pp. 21-28.

http://dx.doi.org/10.29300/syr.v17i 1.697

Lubis, H., & Huseini, M. (1987). Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro.  Pusat Antar Ilmu-ilmu

Sosial UI.

Malinowski, B. (1960). A Scientific Theory of Culture. University of North California Press.

Maumaya, C.L.,  & Sair, A. (2017).

“Toleransi Masyarakat Islam-Kristen Madura Di Desa Sumberpakem,       Kecamatan

Sumberjambe, Kabupaten Jember”. Jurnal Sosiologi, 10(2), pp. 5-15.

Putra, I.N.D. (2017, Agustus 25-26). “Puja Mandala Nusa Dua: Monumen Bhineka Tunggal Ika Bali untuk Indonesia”. Prosiding Seminar Nasional Kajian Mutakhir Bahasa, Sastra, dan Budaya Daerah Untuk Membangun Kebhinnekatunggalikaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pp. 29-41). Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret.

Siregar, M.H. (2017). “Islam, Patron Sosial,      Pseudo      Identitas

Masyarakat Perkotaan di Kota Medan”. MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 41(2), pp: 302-334. http://dx.doi.org/10.30821/miqot.v4 1i2.401

Sulistyaningsih. (2016). “Manajemen Dana Iuran Rukun Kematian di Puntun Kota Palangkaraya”. Skripsi Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya.

Waruwu, D. (2017). “Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal Dan Destinasi Wisata Spiritual Dalam Pengembangan Model Toleransi Di Indonesia”. Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama Vol. 3 No. 1, pp: 15-25.