DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2022.v6.i01.p04

p-ISSN: 2528-4517

Proses Adaptasi Sosio-Kultural Perantau Menghadapi Pandemi Covid-19 (Studi Kasus : Penghuni Rumah Kontrakan “Morotai No. 4” di Desa Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar)

Mohammad Mas Adi Fitrah Indarwan*, I Nyoman Suarsana, I Ketut Kaler Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana 1n@gmail.com] [inyoman_suarsana@unud.ac.id] [ketut_kaler@unud.ac.id] Denpasar, Bali, Indonesia

*Corresponding Author

Abstract

Adaptation is a process of human adjustment to the natural environment that has not yet been completed exploring the world of they live. The Covid-19 pandemic that has hit the entire world, forced the Province of Bali to have to sacrifice the tourism sector which has been the main source of the economy since the era of the Dutch East Indies Colonial Government. The absence of tourists who can visit Bali Province makes the people of Denpasar City have to rack their brains to formulate steps to adapt to changing times, including the immigrants. There are several immigrants who still survive in the city of Denpasar to face Covid-19 pandemic, one of the residents of the rented house "Morotai No. 4”. This study aims to decide the socio-cultural adaptation process carried out by immigrants in Denpasar City in the face of the Covid-19 pandemic through a case study by residents of the rented house "Morotai No. 4” in Dauh Puri Klod Village, West Denpasar District, Denpasar City. This research approach uses descriptive qualitative. With models. This research is expected to show the facts that occur in the field from a number of events and existing phenomena.

Keywords: Adaptation, Socio-cultural, The Nomads, Covid-19 Pandemic

Abstrak

Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri manusia terhadap lingkungan alamnya yang belum selesai mengeksplorasi dunia tempat tinggalnya sendiri. Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, memaksa Provinsi Bali harus mengorbankan sektor pariwisata yang telah menjadi sumber perekonomian utama sejak era Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda. Tidak adanya wisatawan yang dapat mengunjungi Provinsi Bali membuat masyarakat Kota Denpasar harus memutar otak untuk merumuskan langkah-langkahnya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan zaman, termasuk para perantau. Terdapat beberapa orang perantau yang masih tetap bertahan di Kota Denpasar menghadapi pandemi Covid-19, salah satunya yakni para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi sosio-kultural yang dilakukan oleh perantau di Kota Denpasar dalam menghadapi pandemi Covid-19 melalui sebuah studi kasus oleh penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” di Desa Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar. Pendekatan penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Dengan model. Penelitian ini, diharapkan dapat mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan dari sejumlah kejadian dan fenomena yang ada.

Kata Kunci: Adaptasi, Sosio-kultural, Perantau, Pandemi Covid-19

PENDAHULUAN                        Kebudayaan merupakan hasil dari

Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

proses adaptasi manusia terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Sebuah kebudayaan akan berlangsung secara dinamis mengikuti perkembangan zaman akibat pola kehidupan manusianya yang belum selesai mengeksplorasi dunia tempat tinggalnya sendiri. Menurut Donald L. Hardesty (dalam Mahmud, 2016: 51-62) proses adaptasi terdapat dalam 2 macam bentuk, yakni adaptasi biologis dan adaptasi kebudayaan. Adaptasi biologis atau idiosyncratic lebih menekankan pada sifat- sifat unik yang dibawa oleh individu sejak lahir. Sebaliknya, adaptasi kebudayaan merupakan suatu proses pembelajaran yang lama dan berlangsung secara turun temurun ke generasi selanjutnya. Dapat disimpulkan bahwa sebagaimana yang dijelaskan dalam teori determinisme, bahwa kebudayaan dan lingkungan memiliki hubungan saling timbal balik (resiprositas) (Bennett, 1976: 145- 156).

Pandemi virus Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak ditemukan pasien pertamanya pada 2 Maret 2020 silam, membuat banyak aktivitas keseharian masyarakat terhenti. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan “Pembatasan Sosial Berskala Besar” (PSBB) melalui PP No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada 31 Maret 2020 untuk menanggulangi penyebaran virus baru ini (Kompas.com, 2020).

Sebagai destinasi pariwisata internasional, Provinsi Bali telah kehilangan nyawanya sebagai destinasi pariwisata internasional. Tidak ada lagi wisatawan asing maupun domestik yang menginjakkan kaki di pulau dewata, akibat sejumlah peraturan pembatasan sosial atau Travel Warning. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali hanya mencapai minus 12,21 persen pada kuartal IV-2020 secara tahunan (Badan Pusat Statistik, 2021: 7).

Sementara di bidang ketenagakerjaan, diperkirakan 1,2 juta jiwa masyarakat Bali menjadi pengangguran, baik karena PHK, dirumahkan, pemutusan kontrak kerja, dan sebagainya (Pos Bali. 2021).

Tidak sedikit masyarakat rantau yang awalnya hidup dari mencari nafkah di Provinsi Bali, pulang kembali ke kampung halaman mereka. Namun, ada pula perantau yang masih tetap bertahan dengan beragam motif. Sebagian besar dari mereka percaya bahwa perjuangan mereka mencari nafkah masih dapat mereka lakukan di Provinsi Bali, walaupun tentu dengan perjuangan yang lebih berat. Termasuk penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”, memang ada beberapa dari mereka yang memilih pulang ke kampung halaman karena memahami bahwa Bali sudah tidak lagi menjanjikan secara ekonomi. Namun, justru sebagian besar dari mereka lebih memilih bertahan di Provinsi Bali atau malah berangkat dari kampung halaman menuju Provinsi Bali.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan diantaranya (1) Mengapa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” tetap bertahan dan beradaptasi dengan lingkungannya yang baru akibat dampak pandemi Covid-19? serta (2) Bagaimana strategi adaptasi penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” dengan lingkungannya yang baru akibat dampak pandemi Covid-19?

METODE

Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipan dimana peneliti melakukan pengamatan dengan ikut terjun langsung ke lapangan serta mengikuti secara langsung aktivitas keseharian penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam kepada para informan yang terlibat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni data primer, data primer merupakan data langsung yang didapatkan oleh peneliti di lapangan melalui observasi dan wawancara kepada informan dan data sekunder sebagai data penunjang. Penelitian ini menggunakan Teori Fungsional-Struktural dari Talcott Parsons dan Teori Adaptasi Lingkungan dari John W. Bennett yang dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini.

Pada khazanah teori Fungsional-Struktural (Poloma, 2004: 179), Talcott Parsons mengajukan empat konsepsi dasar yang dimiliki setiap sistem sosial maupun sistem alamiah dalam menjaga keberlangsungan dirinya sendiri, yakni: (1) Adaptation, yakni mekanisme penyesuaian terhadap lingkungan serta upaya transformasi aktif atas situasi yang terjadi; (2) Goal Attainment, yakni mekanisme pencapaian tujuan yang menjadi prioritas dalam sistem; (3) Integration, yakni mekanisme penguatan solidaritas antar individu maupun antar ikatan di dalam sistem; (3) Latent Pattern Maintenance, yakni mekanisme pembiasaan atas langkah yang diambil oleh suatu sistem terhadap anggota-anggotanya, termasuk sebagai dukungan motivasional atau upaya penegakan disiplin dalam sistem.

Pada pemaparannya terkait fenomena adaptasi, John W. Bennett menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan hasil proses adaptasi manusia terhadap kondisi tinggalnya. Sebaliknya, kondisi lingkungan turut mempengaruhi pola hidup manusia dalam menjalankan aktivitasnya, yang secara berangsur-angsur membentuk suatu kebiasaan, yang kemudian berangsur-angsur lagi berkembang menjadi kebudayaan. Proses adaptasi yang berkembang menjadi sebuah kebudayaan, tentunya melewati serangkaian dinamika alam yang sifatnya

saling timbal-balik. Sehingga secara keseluruhan, baik unsur budaya beserta efeknya pada unsur lingkungan merupakan hasil pola aktivitas manusia yang dikendalikan oleh keputusan untuk beradaptasi, pilihan itu sendiri merupakan ekspresi yang terjadi dalam proses adaptasi lingkungan dan proses perubahannya (Bennett, 1976b: 145-156).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kebertahanan Penghuni Rumah Kontrakan “Morotai No. 4” Menghadapi Pandemi Covid-19 di Kota Denpasar

Adaptasi merupakan sebuah langkah manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan tujuan untuk       menjaga       kelestarian

eksistensialnya. Oleh akibat kondisi lingkungan yang berlangsung dinamis, proses adaptasi pun juga tak kalah dinamis.

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” merupakan salah satu studi kasus sebuah proses adaptasi terhadap dua hal, yakni sebagai perantau yang sekaligus menghadapi pandemi Covid-19 di Kota Denpasar. Sebagai perantau, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” tentu beradaptasi dengan lingkungan Kota Denpasar sebagai wilayah mereka mencari penghidupan, baik untuk kepentingan studi (kuliah) atau bekerja. Selain itu sebagaimana masyarakat dunia pada umumnya, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” juga harus beradaptasi     terhadap    perubahan

lingkungan yang drastis akibat pandemi Covid-19 yang termasuk diantaranya kebijakan pembatasan sosial, penerapan kebiasaan baru protokol kesehatan, hingga badai krisis ekonomi yang menerpa.

Berdasarkan     adaptasi     sosio

kulturalnya, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” telah mengalami serangkaian proses kebertahanan dalam

menghadapi pandemi Covid-19 yang berdasarkan pada:    1). Sejarah

terbentuknya integrasi sosio-kultural penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” di Kota Denpasar, dan 2). Pemahaman pandemi Covid-19 sebagai bagian dalam proses adaptasi sosio-kultural di Kota Denpasar.

  • a.    Sejarah Terbentuknya Integrasi Sosio-Kultural Penghuni Rumah Kontrakan “Morotai No. 4” di Kota Denpasar

Pada masa awal perantauannya pada tahun 2013, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”, memiliki tempat tinggal masing-masing yang tersebar di Kota Denpasar. Terdapat beberapa orang perantau yang masih tinggal bersama sanak saudara yang sudah merantau ke Kota Denpasar terlebih dahulu, ada yang tinggal di rumah-rumah kos hingga berpindah-pindah, dan ada pula yang baru datang merantau ke Kota Denpasar. Seiring pergaulan dan adaptasi di lingkungan rantau Kota Denpasar, sebanyak para perantau tersebut mulai memutuskan untuk tinggal bersama dalam sebuah rumah kontrak.

Keputusan    penghuni    rumah

kontrakan “Morotai No. 4” untuk tinggal bersama dalam sebuah rumah kontrak merupakan sebuah keputusan yang dirumuskan oleh sebuah ikatan yang terbentuk atas dasar persamaan nasib selaku sesama perantau di Kota Denpasar. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” dalam mengatasi gejala-gejala gegar budaya para anggotanya, mencerminkan bahwa ikatan penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” telah memiliki kendali penuh terhadap para anggotanya dalam tujuannya     beradaptasi     dengan

lingkungan baru Kota Denpasar sebagai wilayah rantau. Selanjutnya, ikatan tersebut kemudian merumuskan sebuah

kebiasaan-kebiasaan yang baru secara terus menerus agar eksistensinya tetap terjaga hingga berakhirnya ikatan tersebut yang berlangsung dalam dinamikanya ke depan.

Para mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” rutin terlibat aktif dalam menyelenggarakan forum diskusi kemahasiswaan bersama rekan-rekan mahasiswanya yang lain dalam memecahkan berbagai persoalan terkait studi, persoalan perkuliahan, hingga persoalan kerakyatan dan kenegaraan. Forum diskusi yang mereka lakukan seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya, yang berawal dari satu tongkrongan ke tongkrongan lainnya, di rumah kontrakan “Morotai No. 4” sendiri, hingga bahkan forum diskusi resmi dalam kampus Universitas Udayana.

Kegiatan forum diskusi yang rutin dilakukan oleh kalangan mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” tersebut banyak menarik minat mahasiswa lain untuk turut bergabung, sehingga secara berangsur-angsur para mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memiliki pengaruh yang besar di dalam kampus. Pengaruh yang telah terbentuk, kemudian membuatnya dipercaya untuk memimpin suatu organisasi mahasiswa internal kampus di Universitas Udayana.

Para pekerja usia muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” sebenarnya juga memiliki pengalaman sebagai mahasiswa. Namun, oleh karena beberapa alasan perkuliahannya seperti sudah lulus atau bahkan tidak dapat melanjutkan studinya lagi, para pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memilih fokus utama sebagai pekerja di Kota Denpasar. Pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memiliki pekerjaan di bidang pariwisata dan sektor lain yang menunjang kebutuhan sektor pariwisata.

Karena usianya yang masih muda, masing-masing pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” hanya mendapat status kepegawaian sebagai tenaga kontrak, kecuali pekerja muda yang bekerja sebagai pengemudi ojek online yang memiliki status kepegawaian sebagai mitra kerja.

Pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memprioritaskan kepada sesama penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” untuk terlibat bersama dalam proyek-proyek yang dikerjakan oleh perusahaan mereka dalam dinamikanya sebagai pekerja. Kebanyakan, proyek yang mereka bagikan kepada sesama penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” merupakan proyek event yang berhubungan dengan pariwisata, seperti tenaga Daily Worker dalam suatu Event Organizer, tenaga kurir pengantar barang, tenaga input data, hingga tenaga kuli bangunan dalam proyek konstruksi.

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memiliki keterlibatan yang aktif dalam interaksi sosialnya terhadap tetangga sekitar. Tak jarang, para tetangga rutin saling mengunjungi dan bahkan bekerjasama dengan penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” agar silaturahmi tidak terputus. Dalam sehari-hari penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam mengobrol dengan tetangga sekitar.

Namun, apabila terdapat kecenderungan etnisitas yang kuat, para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing ketika berbaur dengan tetangga yang berasal dari kelompok etnis yang sama. Diantaranya yakni bahasa Jawa apabila bertemu dengan sesama kelompok etnis Jawa, bahasa Melayu apabila bertemu dengan sesama kelompok etnis Melayu, dan bahasa Madura apabila bertemu dengan sesama

kelompok etnis Madura. Bahkan, terdapat beberapa penghuni yang sudah fasih memahami dan berkomunikasi menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa asli masyarakat lokal Kota Denpasar.

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” sering memiliki kesan yang baik dalam menjalankan aktivitas sehari-hari di mata para tetangga sekitar. Hal itu terjadi karena penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” menyesuaikan diri dalam interaksi dan percakapan mereka dengan lingkungan sekitarnya.

Pada perkembangannya, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” beserta rekan-rekan sepergaulannya merasa bahwa kegiatan forum diskusi kemahasiswaan tidak cukup hanya berlangsung di rumah kontrakan “Morotai No. 4” saja. Sehingga pada tahun 2013 hingga tahun 2018, didirikanlah sebuah kelompok studi mahasiswa oleh penghuni, mantan penghuni, dan rekan-rekan mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” dengan nama “Kelompok Belajar Mahasiswa Progresif” (KBMP).

Tujuan dari pendirian KBMP adalah untuk belajar mengenai fenomena kemahasiswaan yang kritis dan ilmiah dalam lingkup yang lebih luas lagi di Universitas Udayana. KBMP sering menggelar kegiatan-kegiatannya pada peringatan hari- hari besar nasional dan internasional, serta pada setiap kebijakan-kebijakan pemerintah dan kebijakan-kebijakan kampus yang menuai kontroversi. KBMP sering menggelar kegiatan berupa forum diskusi kemahasiswaan, pagelaran puisi, mimbar bebas, forum diskusi bersama masyarakat, dan bakti sosial di Kota Denpasar.

Eksistensi KBMP sebagai kelompok studi mahasiswa yang lahir dari rumah kontrakan “Morotai No. 4” ini, kelak akan banyak melahirkan embrio

kelompok-kelompok studi mahasiswa baru hingga organisasi-organisasi pergerakan aktivisme kemahasiswaan di Universitas    Udayana.     Dinamika

pendirian kelompok studi mahasiswa dan organisasi mahasiswa baru di Universitas Udayana terus berlangsung hingga KBMP dibubarkan pada tahun 2018.

  • b.    Pemahaman Pandemi Covid-19 Sebagai Bagian dalam Proses Adaptasi Sosio-Kultural di Kota Denpasar

Sikap para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” dalam menghadapi perbedaan nilai-nilai kultural secara terbuka, di sisi lain juga turut membuat masyarakat Kota Denpasar terbuka dalam proses penerimaan mereka sebagai perantau, baik oleh sesama perantau maupun oleh masyarakat asli. Perbedaan nilai-nilai kultural yang dihadapi oleh penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” dalam proses interaksi sehari-harinya, lantas membuat penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memiliki banyak cara hidup baru, pengetahuan baru, dan lingkungan sosial baru dalam usahanya untuk meraih penghidupan yang lebih baik dari wilayah asalnya yang salah satunya untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Para mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” masih dalam tahap pengerjaan skripsi dan mengurus administrasi untuk pendaftaran wisuda sebagai persyaratan lulus dari studi mereka untuk dapat meraih gelar sarjana (S1) di Universitas Udayana. Adapun, faktor yang menyebabkan para mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” terlambat dalam mengerjakan studi yakni banyaknya aktivitas forum diskusi kemahasiswaan dan pekerjaan sampingan yang dapat mereka lakukan selama hari-hari

mereka dalam aktivitas perantauannya di Kota Denpasar.

Para pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” juga memiliki alasan tersendiri untuk tetap bertahan di Kota Denpasar. Sebagai pekerja muda, para pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” merasa bahwa mereka masih dapat memperoleh penghidupan di Kota Denpasar apabila dibandingkan dengan wilayah asal mereka masing-masing.

Strategi Penghuni Rumah Kontrakan “Morotai No. 4” Menghadapi Pandemi Covid-19 di Kota Denpasar

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” yang turut bergabung bersama masyarakat Kota Denpasar dalam menghadapi perubahan drastis yang ditimbulkan akibat pandemi Covid-19, terus menyusun langkah-langkahnya menjadi sebuah strategi bertahan hidup di wilayah perantauan yang kini juga sama-sama sedang berbenah. Adanya pandemi Covid-19 memaksa mereka untuk menerapkan berbagai cara baru demi tujuan awal perantauan mereka di Kota Denpasar.

Dalam strateginya, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” menjalankan proses adaptasinya menghadapi Covid-19 di Kota Denpasar yang secara garis besar akan dikelompokkan menjadi penyesuaian diri terhadap lingkungan baru Kota Denpasar, dan terbentuknya support system menghadapi pandemi Covid-19.

  • a.    Penyesuaian Diri Terhadap

Lingkungan Baru Kota Denpasar

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”, sebagaimana masyarakat di Indonesia dan di dunia pada umumnya, juga mengerjakan aktivitas keseharian mereka dari rumah saja, seperti memesan makanan melalui ojek online atau antar-jemput pakaian

dari laundry. Para mahasiswa penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” juga melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari rumah yang telah memiliki fasilitas berupa akses Wi-fi tersebut. Begitu pula para pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” yang mengerjakan pekerjaannya dari rumah walaupun mereka sesekali tetap pergi menuju tempat kerja masing-masing dengan berbagai tujuan.

Para pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online turut memperoleh kenaikan pendapatan akibat adanya kebijakan pembatasan sosial ini. Namun selayaknya tenaga kontrak pada umumnya, salah satu pekerja muda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” turut mengalami PHK dari perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga, penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” lainnya yang menyadari hal tersebut, berupaya mengajak para penghuni lainnya untuk membuat usaha ekonomi yang baru seperti membuat tempe, yang walaupun hasilnya belum banyak terjual, setidaknya mereka dapat memakan tempe yang mereka buat sendiri.

Para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” memilih untuk tetap bertahan di Kota Denpasar karena kemudahan akses terhadap berbagai prasarana pemerintah yang disediakan untuk masyarakat dalam beradaptasi menghadapi pandemi Covid-19. Seperti misalnya kemudahan untuk menjalani vaksinasi Covid-19, dokumen-dokumen kesehatan sebagai pelengkap perjalanan seperti Rapid Test dan Swab Test, hingga penerimaan bantuan sosial Covid-19 dari pihak pemerintah, swasta maupun kalangan dermawan.

  • b.    Terbentuknya Support System

Menghadapi Pandemi Covid-19

Selang beberapa bulan berlangsungnya pandemi Covid-19, terdapat ketidakpastian kapan berakhirnya bencana ekologis ini, termasuk bagi para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4”. Timbul gejala gegar budaya berupa ketidakpastian, kacau, dan ketakutan diantara mereka terhadap pandemi Covid-19. Tak jarang, timbul gejala stress yang melanda penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” seperti mudah marah, mudah sedih, perasaan berubah-ubah, dan sebagainya.

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” yang sadar akan keterpurukannya dalam aktivitas perantuannya di Kota Denpasar yang sedang kacau diterpa pandemi Covid-19, memiliki semangat untuk tidak kembali ke kampung halaman. Mereka sadar dan saling mengingatkan masing-masing akan tujuan awalnya merantau ke Kota Denpasar yang menjadi alasan untuk tetap bertahan dan beradaptasi di lingkungan baru akibat pandemi Covid-19. Sehingga, mereka melangkah lebih maju dengan bangkit bersama masyarakat Kota Denpasar dalam menghadapi krisis multidimensi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 ini.

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” sebagai penyewa rumah, juga turut aktif dalam melakukan interaksi dengan pemilik rumah. Dalam beberapa waktu, pemilik rumah atau keluarganya mengunjungi rumah kontrakan “Morotai No. 4” untuk beberapa agenda, misalnya mengecek fasilitas-fasilitas yang perlu diperbaiki, melakukan sembahyang dalam rangka hari-hari upacara agama Hindu, dan sebagainya. Para penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” sendiri juga sering menanyakan kepada pemilik rumah terkait pembayaran sewa rumah mereka, dan termasuk diantaranya negosiasi pembayaran yang awalnya

dibayar secara tahunan hingga menjadi pembayaran per bulan seperti dalam masa pandemi Covid-19 saat ini.

Pengelola rumah kontrakan “Morotai No. 4” juga memahami bagaimana kondisi para penghuni rumah yang ia sewakan dalam menghadapi pandemi Covid-19 di wilayah rantau. Banyak kebijakan dari pengelola rumah kontrakan “Morotai No. 4” untuk membantu para penghuni, seperti membagikan info bantuan sosial, hingga pusat rujukan vaksinasi Covid-19. Bahkan, pengelola rumah kontrakan “Morotai No. 4” justru mempekerjakan para penghuni dalam proyek renovasi rumahnya dengan tujuan agar para penghuni dapat memperoleh penghasilan tambahan dari proyek renovasi rumah yang mereka tinggali.

SIMPULAN

Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” merupakan perantau yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja muda yang membentuk suatu ikatan sosial baru sebagai langkah adaptasinya di Kota Denpasar. Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” telah mengalami serangkaian proses kebertahanan dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang berdasarkan pada sejarah terbentuknya integrasi sosio-kultural penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” di Kota Denpasar, dan pemahaman pandemi Covid-19 sebagai bagian dalam proses adaptasi sosio-kultural di Kota Denpasar. Penghuni rumah kontrakan “Morotai No. 4” beradaptasi menghadapi pandemi Covid-19 di Kota Denpasar dengan dua garis besar strategi, yakni penyesuaian diri terhadap lingkungan baru Kota Denpasar, dan terbentuknya support system menghadapi pandemi Covid-19.

REFERENSI

Badan Pusat Statistik RI. (2021). Pertumbuhan Ekonomi Bali Triwulan IV-2020. Badan Pusat Statistik RI.

Bennett, J.W. (1976). “Ekologi Manusia Sebagai Perilaku Manusia”. Suatu Antropologi Tentang Pengguna & Penyalahgunaan Sumber Daya Alam. Universitas Udayana.

Jannah, R., Putra, M.S., Nurudin, A.S., dan Situmorang, N.Z. (2019). “Makna Kebahagiaan Mahasiswa Perantau”. Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan, 1(1), pp. 22-29.

http://dx.doi.org/10.26555/jptp.v1i1 .15126

Kompas.com. (2020, September 3). “6 Bulan Pandemi Covid-19: Catatan Tentang PSBB dan Penerapan Protokol”.

https://nasional.kompas.com/read/2 020/09/03/09002161/6-bulan-pandemi-covid-19-catatan-tentang-psbb-dan-penerapan-protokol?page=all

Mahmud, A. (2016). “Adaptasi Sebagai Strategi Bertahan Hidup Manusia”. Jurnal Ilmiah Ar-Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan dan Hukum Islam, 8(1), pp. 51-62.

Marta, S. (2014). “Konstruksi Makna Budaya Merantau di Kalangan Mahasiswa Perantau”. Jurnal Kajian Komunikasi 2(1), pp. 27-43. https://doi.org/10.24198/jkk.v2i1.6 048

Modjo, M.I. (2020). “Memetakan Jalan Penguatan    Ekonomi Pasca

Pandemi”. The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), pp. 103-116.

https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.1 17

Nastalia, F.A. (2007). “Ketabahan Hati Pada Pekerja Remaja Perantau”. Jurnal Psikologi, 1(1), pp. 81-89.

Poloma, M.M. (2004). Sosiologi Kontemporer. Rajawali Pers.

Pos Bali.  (2021, Januari 4). “Pelaku

Pariwisata Sebut Pengangguran Di Bali     1,2     Juta     Orang”.

https://posbali.co.id/pelaku-pariwisata-sebut-pengangguran-di-bali-12-juta-orang/