Baduy Dalam Sentuhan Pariwisata: Studi Antropologi Tentang Perkembangan Pariwisata di Desa Kanekes dan Implikasinya
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2021.v5.i02.p03
p-ISSN: 2528-4517
Baduy Dalam Sentuhan Pariwisata:
Studi Antropologi Tentang Perkembangan Pariwisata di Desa Kanekes dan Implikasinya
Noval Fariz Mutaqien*, Ida Bagus Gde Pujaastawa, I Wayan Suwena Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [novaltaqien@gmail.com] [guspuja@gmail.com] [wsuwenas58@gmail.com] Denpasar, Bali, Indonesia
*Corresponding Author
Abstract
Kanekes Village is a tourism destination in Lebak Regency. The Baduy tribe is a native of Kanekes Village, they have customary rules that refuse the entry of modern culture into their culture. The unique culture of the Baduy people and their natural beauty are potential tourist attractions. Since it was established as a tourism destination, tourism in Kanekes Village has experienced developments ranging from tourist attractions, facilities, and various aspects of their lives. This study aims to describe the extent of tourism development in Kanekes Village and the implications, especially on socio-cultural, economic, and ecological aspects. The approach used in this study is a qualitative approach using the methods of observation, interviews, and literature study in data collection. The theory used in this research is the tourism area life cycle and the tourism impact theory. Based on the results of research in Kanekes Village, it was found that there was tourism development in several sectors such as tourist attractions and tourism facilities. The development of tourism in Kanekes Village provides both positive and negative impacts for the Baduy community. The implications of tourism development can be found in socio-cultural, economic, and ecological aspects.
Keywords: Kanekes Village, Baduy, Tourism Development, Implications
Abstrak
Desa Kanekes merupakan destinasi pariwisata yang terdapat di Kabupaten Lebak. Suku Baduy merupakan penduduk asli Desa Kanekes, mereka memiliki aturan adat yang menolak masuknya budaya modern ke dalam budaya mereka. Keunikan budaya masyarakat Baduy serta keindahan alamnya merupakan daya tarik wisata yang potensial. Sejak ditetapkan sebagai destinasi pariwisata, priwisata di Desa Kanekes telah mengalami perkembangan mulai dari daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, hingga menimbulkan berbagai implikasi terhadap aspek-aspek kehidupan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan sejauh mana perkembangan pariwisata di Desa Kanekes serta implikasi-implikasi yang ditimbulkan terutama pada aspek sosial-budaya, ekonomi, dan ekologi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka dalam pengumpulan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori siklus hidup pariwisata dan teori dampak pariwisata. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kanekes, ditemukan bahwa terdapat perkembangan pada aspek kepariwisataan seperti daya tarik wisata dan fasilitas-fasilitas penunjang kepariwisataan. Perkembangan pariwisata di Desa Kanekes memberikan implikasi baik positif maupun negatif bagi masyarakat Baduy. Implikasi dari perkembangan pariwisata dapat dijumpai pada aspek sosial-budaya, ekonomi, dan ekologi.
Kata kunci: Desa Kanekes, Baduy, Perkembangan Pariwisata, Implikasi
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang majemuk memiliki keanekaragaman etnik dan budaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dipublikasi melalui Portal Informasi Indonesia mencatat bahwa terdapat 300 kelompok etnik di Indonesia, lebih spesifik terdapat 1.340 suku bangsa yang tersebar di berbagai pulau Indonesia (Portal Informasi Indonesia, 2017). Keanekaragaman etnik dan budaya menjadi potensi daya tarik pariwisata, khususnya adalah pariwisata budaya.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara (Kemenpar), menyatakan bahwa potensi budaya menjadi unggulan dalam pariwisata Indonesia, 60% bertumpu pada potensi budaya, 35% potensi alam, dan 5% potensi buatan (Nursastri, 2017). Menurut Nafila (dalam Prasodjo, 2017) menyatakan bahwa pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang menjadikan budaya sebagai daya tarik utama. Dalam pariwisata budaya wisatawan akan diperkenalkan sekaligus memahami kebudayaan serta kearifan lokal pada suatu komunitas tertentu. Provinsi Banten merupakan salah satu daerah paling banyak memiliki daya tarik wisata yang bertumpu pada potensi budaya.
Total keseluruhan daya tarik wisata di Provinsi Banten berjumlah 1.166, didominasi oleh daya tarik wisata sejarah dan budaya berjumlah 591 atau 51% dari total keseluruhan daya tarik wisata (Rifaatullah, 2019). Hal itu menunjukkan bahwa daya tarik wisata sejarah dan budaya di Provinsi Banten cukup potensial untuk dikembangkan, terlebih wisata budaya cukup diminati karena wisatawan dapat melihat suatu tradisi, kesenian, upacara adat, dan kearifan lokal yang unik.
Suku Baduy merupakan sekelompok masyarakat yang membatasi dirinya dari
kehidupan modern dan bermukim dikaki pegunungan Kanekes. Mereka sering menyebut diri mereka sebagai “Urang Kanekes” mengacu pada wilayah tempat tinggal mereka.Suku Baduy terdiri dari Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Suku Baduy Luar adalah mereka yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam baik karena faktor modernisasi setempat maupun pernikahan. Sementara itu, Suku Baduy Dalam adalah suku yang masih memegang teguh adat istiadat mereka, misalnya kebiasaan tidak menggunakan kendaraan untuk bepergian dan tidak beralas kaki (Garna, 1993 dalam Hariyadi, 2019). Hingga saat ini, Baduy Dalam masih memegang teguh aturan adat yang mereka sebut dengan istilah pikukuh, sedangkan Baduy Luar sudah mulai sedikit mendapat pengaruh budaya modern (Dinas Pariwisata Provinsi Banten, 2017).
Sebagai masyarakat yang terisolir dari budaya modern, masyarakat Baduy juga mengembangkan kebudayaanya sendiri baik dalam bentuk nilai, tindakan, maupun hasil karya yang unik. Keunikan itulah yang kemudian menjadi potensi daya tarik wisata yang dapat dikembangkan. Selain itu, Desa Kanekes juga memiliki potensi daya tarik wisata alam yang masih asri dikarenakan ajaran adat masyarakat Baduy menjunjung tinggi keserasian hidup mereka dengan alam. Desa Kanekes kemudian ditetapkan sebagai destinasi pariwisata oleh Pemerintahan Kabupaten Lebak. Suku Baduy juga dijadikan sebagai salah satu icon wisata Kabupaten Lebak yang disebut sebagai six fantastic yaitu salah satu dari 6 tempat wisata terpopuler di sana.
Setelah diadakanya promosi besar-besaran pada tahun 2017 kunjungan wisata ke Desa Kanekes mengalami peningkatan, puncaknya pada tahun 2019 mencapai angka 42.228 baik wisatawan
nusantara maupun mancanegara. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 30.728 wisatawan dari tahun sebelumnya. Sedangkan Pada tahun 2020 kunjungan wisatawan ke Desa Kanekes menurun menjadi 20.327 wisatawan (Sidaku.lebakkab.go.id, 2021). Angka tersebut masih cukup tinggi karena kondisi saat itu sedang dipuncak pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19), justru Desa Kanekes menempati posisi ke dua kunjungan tertinggi di Kabupaten Lebak pada 2020.
Perkembangan pariwisata selalu memberikan dampak atau implikasi bagi masyarakat setempat. Menurut Suwena (2010) Implikasi atau dampak tersebut dapat bernilai positif maupun negatif. Implikasi dinilai positif apabila memberikan hal-hal yang menguntungkan, dan akan bernilai negatif apabila memberikan kerugian terhadap masyarakat setempat. Erawan (dalam Aryani, 2017) menyatakan sebenarnya tedapat 3 bidang pokok yang kuat dipengaruhi yaitu sosial-budaya ekonomi, dan ekologi (lingkungan). Masyarakat Baduy yang mengisolasi diri dari dunia modern harus bersinggungan dengan pariwisata dan segala implikasi yang ditimbulkan, hal ini menjadi menarik untuk dipelajari lebih dalam.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian dilakukan dengan rumusan masalah diantaranya: (a) Bagaimana perkembangan pariwisata di Desa Kanekes?, (b) Apa implikasi dari perkembangan pariwisata di Desa Kanekes terhadap aspek sosial-budaya, ekonomi, dan ekologi?. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Adapun tempat yang dijadikan fokus penelitian ini terdapat di Kampung Kadukeutug sebagai tempat paling banyak terjadi interaksi antara masyarakat Baduy dan wisatawan.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Corbin dan Strauss (2015 dalam Wahidmurni, 2017) merupakan bentuk penelitian yang mana peneliti dalam mengumpulkan dan menganalisis data menjadi bagian dari proses penelitian sebagai partisipan bersama informan yang memberikan data. Berdasrkan jenisnya, penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data, diantaranya sebagai berikut: a. Observasi
Menurut Arikunto (2006) observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki (dalam Joesyiana, 2018).
-
b. Wawancara
Wawancara adalah situasi berhadap-hadapan antara pewawancara dan informan yang dimaksudkan untuk menggali informasi yang diharapkan, dan bertujuan mendapatkan data tentang informan dengan minimum bias dan maksimum efisiensi (Singh dalam Hakim, 2013).
-
c. Studi Pustaka
Zed (dalam Supriyadi, 2016) menyatakan Studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Terdapat tahap-tahap dalam analisis data yang diperoleh diantaranya: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kepariwisataan Desa Kenekes
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan.
Pariwisata di Desa Kanekes diresmikan pada tahun 1994 oleh Dinas Pariwisata dibantu dengan Dinas Sospol. Tahun 1997 pariwisata di Desa Kanekes dibuka untuk umum, pada saat itu untuk mengunjungi Suku Baduy harus memohon izin ke Dinas Sospol dan apabila diizinkan maka barulah bisa berkunjung. Pada tahun 2000 pariwisata mulai berkembang di Desa Kanekes, dimana pada masa itu Banten resmi menjadi provinsi ke-30 atas terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten, sejak saat itu masyarakat Baduy lebih mudah untuk dikunjungi oleh wisatawan. Kemudian pada tahun 2007 masyarakat Baduy akhirnya membentuk Peraturan Desa (Perdes) yang sekarang dikenal dengan Peraturan Desa Kanekes Nomor 1 Tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes.
Masyarakat Baduy memiliki pengertiannya sendiri mengenai kepariwisataan. Mereka mengenal kepariwisataan dengan istilah Saba Budaya. Saba berasal dari bahasa sunda, yang artinya bepergian jauh atau mengunjungi, sedangkan budaya berasal dari bahasa sansakerta budhhi yang artinya akal atau budi. Saba budaya tidak hanya untuk mengganti istilah kepariwisataan di Desa Kanekes, namun
memiliki makna yang lebih dalam. Selayaknya orang yang sedang bersilaturahim, kata itu memiliki arti sebagai bentuk persahabatan dan persaudaraan. Jaro Saija (52) selaku Kepala Desa Kanekes menyatakan:
“kalau disebut pariwisata orang baduy gak mau, karena kalau pariwisata itu harus, dibangun, dipermanenkan seperti objek. Kalau budaya kan menunjukan kehidupan kami sehari-hari, rumahnya, kelakuannya. Jadi kami hidup apa adanya saja. Kalau saba budaya itu kan silaturahmi jadi orang luar bertamu ke kita, kita juga harus menyambut tamu” (Wawancara, 19 Juni 2021).
Mengacu pada penuturan Jaro Saija (52) menunjukkan bahwa masyarakat baduy tidak menginginjan jika pariwisata akan merubah tatanan budaya masyarakat Baduy yang telah diwariskan secara turun-temurun. Meraka tidak ingin adanya pembangunan besar-besaran di Desa Kanekes dengan tujuan pengembangan pariwisata yang justru akan berdampak besar terhadap perubahan sosial-budaya masyarakat Baduy.
Sebagai destinasi pariwisata Desa Kanekes tentunya terdapat berbagai macam daya tarik wisata yang menarik wisatawan untuk berkunjung. Menurut Direktoral Jendral Pemerintahan daya tarik wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: wisata alam, wisata sosial-budaya, dan wisata minat khusus. Berdasarkan macam-macam daya tarik wisata, ketiganya terdapat di Desa kanekes, berikut diantaranya:
-
a. Daya Tarik Wisata Alam
Daya tarik wisata alam yang dapat dijumpai diantaranya: Perkampungan di Desa Kanekes, Jembatan Bambu, Jembatan Akar, serta Sungai Cikanekes dan Sungai Ciujung.
-
b. Daya Tarik Wisata Sosial-Budaya
Daya tarik wisata sosial-budaya yang dapat dijumpai diantaranya:
Kehidupan sosial-budaya masyarakat Baduy, sejarah masyarakat Baduy, dan hasil budaya kerajinan tangan masyarakat Baduy.
-
c. Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Daya tarik wisata minat khusus yang dapat dijumpai diantaranya: pendakian dengan kondisi geografis Desa Kanekes yang berbukit dan Nyareat yaitu memohon doa kepada tokoh desa untuk pengobatan, umur panjang, jodoh, dan berbagai permintaan lainnya.
Pengelolaan pariwisata di Desa Kanekes sepenuhnya dikelola oleh pemerintah desa sebagai perwakilan masyarakat Baduy. Wewenang atas pengelolaan itu diberikan setelah terbitnya Peraturan Daerah kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy sebagai penimbang untuk membuat Peraturan Desa tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes. Keinginan masyarakat Baduy untuk mengelola pariwisata sendiri tidak terlepas dari rasa khawatir akan adanya pembangunan pariwisata yang berlebihan dan akan berdampak terhadap degradasi nilai, norma, dan adat istiadat setempat.
Meskipun demikian, fasilitas-fasilitas pariwisata yang tersedia di Desa Kanekes dapat dikatakan cukup lengkap. Terdapat beberapa fasilitas utama, pendukung, dan penunjang. Seperti adanya penginapan, toko cinderamata, papan petunjuk arah, dan berbagai fasilitas lainnya. Fasilitas-fasilitas tersebut disediakan oleh masyarakat setempat tanpa campur tangan pihak lain seperti pemerintah dan pengusaha. Hal itu untuk menjaga aturan adat mereka yang melarang masuknya budaya modern seperti bangunan semen dan peralatan elektronik, oleh karena itu fasilitas-fasilitas di Desa Kanekes bebasis dari partisipasi masyarakat lokal.
Perkembangan Pariwisata di Desa Kanekes
Sejak dibukanya pariwisata di Desa Kanekes pada tahun 1994 sampai saat ini, banyak perkembangan yang sudah terjadi baik dari sumber daya manusia ataupun fasilitas-fasilitas yang ada di sana. Untuk melihat sejauh mana perkembangan pariwisata di Desa Kanekes maka digunakan teori Butler (1980) yaitu Tourism Area Life Cycle (TALC) atau siklus hidup destinasi pariwisata.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sana dengan disesuaikan menurut ciri-ciri dari masing-masing tahapan perkembangan pariwisata dapat disimpulkan bahwa Desa Kanekes berada pada tahap keterlibatan (Involvement). Ciri-ciri tahap keterlibatan menurut teori Butler (1980) memiliki kesesuaian dengan kondisi pariwisata yang ada di Desa Kanekes saat ini. Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Desa Kanekes masuk ke dalam tahap keterlibatan (involvement) yaitu:
-
a. Kunjungan wisatawan terus
mengalami peningkatan, terbukti sejak tahun 2017-2019. Peningkatan terutama paling banyak terdapat pada hari-hari libur dan biasanya jumlah tertinggi terdapat di akhir pekan.
-
b. Adanya kontrol lokal, terlihat dari penjagaan pos masuk Desa Kanekes untuk mengarahkan pengunjung mengisi buku tamu dan memungut biaya masuk yang telah ditetapkan.
-
c. Adanya inisiatif dari masyarakat
setempat untuk membangun daerahnya, misalnya pembuatan toilet umum untuk wisatawan
padahal masyarakat setempat
awalnya tidak menggunakan hal tersebut, terdapat pula tempat sampah di setiap rumah agar wisatawan tidak membuang sampah sembarangan.
-
d. Masyarakat setempat juga mulai memanfaatkan peluang dan
memberikan fasilitas untuk
kenyamanan wisatawan, misalnya membuka toko cinderamata, menjual hasil kerajinan tangan, membuka penginapan, membuka layanan jasa angkut barang, menjadi tour guide, dan berbagai penawaran barang dan jasa lainnya.
-
e. Promosi untuk datang ke Desa Kanekes terus dilakukan oleh pelaku wisata mulai dari festival budaya, pemasangan iklan, pembuatan film, dan berbagai kampanye di media sosial.
Dari beberapa indikator tersebut, menunjukkan bahwa posisi Desa Kanekes termasuk dalam tahap keterlibatan (involvement) yang terpusat pada keiikutsertaan masyarakat lokalnya melakukan kontrol di wilayah Desa Kanekes salah satunya ditandai dengan munculnya inisiatif-inisiatif dari
masyarakat Baduy untuk meningkatkan fasilitas yang ada, meskipun bentuk partisipasi masih berbasis kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat Baduy.
Implikasi Pariwisata
-
A. Implikasi Sosial-Budaya
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan terdapat berbagai implikasi akibat perkembangan
pariwisata terhadap sosial-budaya masyarakat Baduy. Implikasi yang ditimbulkan memiliki nilai positif maupun negatif. Implikasi sosial-budaya yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap daerah tujuan wisata biasanya terjadi secara tidak langsung (indirect) dan prosesnya berlangsung secara lama.
Implikasi positif pariwisata terhadap sosial-budaya masyarakat Baduy lebih banyak ditemukan di Desa Kanekes, hal itu dapat dilihat dari beberapa indikasi diantaranya sebagai berikut:
-
a. Masyarakat Baduy lebih
mengapresiasi budayanya dengan
mempelajari lebih dalam tentang sejarah asal-usul mereka.
-
b. Pendidikan masyarakat Baduy mulai meningkat khusunya dalam budaya tulis-menulis.
-
c. Kemampuan berkomunikasi dan
penguasaan bahasa masyarakat Baduy meningkat yang awalnya hanya menguasai bahasa Sunda sekarang mereka mulai menguasai bahasa Indonesia.
-
d. Komunikasi lintas budaya membuat
masyarakat Baduy semakin terbuka dan menghilangkan kecurigaan terhadap masyarakat asing terutama wisatawan.
-
e. Teknologi yang digunakan dalam
membantu kebutuhan aktivitas sehari-hari lebih maju khususnya dalam berkomunikasi dan melakukan bisnis.
-
f. Perempuan Baduy mendapat status
dan peran baru yang sebelumnya kegiatan mereka dominan di ladang dan sebagai ibu rumah tangga, sekarang mereka bisa membuka toko dan menjual hasil kerajinan tangannya.
-
g. Solidaritas masyarakat Baduy semakin kuat ditunjukan dengan semakin aktifnya lembaga
permusyawaratan adat.
Selain implikasi positif tersebut, ditemukan juga beberapa implikasi negatif terhadap sosial-budaya
masyarakat Baduy diantaranya sebagai berikut:
-
a. Mulai terjadi berbagai bentuk pelanggaran nilai, norma, dan aturan adat oleh masyarakat Baduy seperti kepemilikan alat modern.Misalnya kendaraan, dan secara sembunyi-sembunyi menjalankan pendidikan formal yang secara tegas dilarang oleh adat.
-
b. Terdapat beberapa pengunjung atau wisatawan yang sulit dikendalikan seperti memasukan listrik ke dalam perkampungan dan adanya upaya memotret Baduy Dalam.
-
c. Terjadi perubahan gaya hidup masyarakat Baduy dengan meniru gaya hidup wisatawan seperti penggunaan media sosial.
-
B. Implikasi Ekonomi
Implikasi lainnya yang ditimbulkan akibat perkembangan pariwisata di Desa Kanekes adalah implikasi terhadap ekonomi masyarakat setempat. Terdapat implikasi positif dan negatif yang dapat dijumpai di Desa Kanekes. Adapun implikasi positif terhadap ekonomi masyarakat Baduy diantaranya sebagai berikut:
-
a. Terciptanya peluang kerja atau pekerjaan alternatif dari pekerjaan utama masyarakat Baduy yang sebelumnya adalah petani.
-
b. Hadirnya wisatawan menciptakan
pasar baru bagi masyarakat Baduy
untuk menjual hasil karya mereka.
-
c. Kemajuan infrastruktur di Desa
Kanekes memberikan peluang untuk pengembangan bisnis bagi
masyarakat Baduy, seperti adanya masyarakat Baduy yang mulai
menjalankan bisnis online, dan
kemajuan transportasi memudahkan mereka dalam mobilitas jual-beli.
Sedangkan, implikasi negatif yang timbul terhadap ekonomi masyarakat Baduy diantaranya sebagai berikut: a. Terjadinya kesenjangan antara
masyarakat Baduy yang bermukin di perkampungan yang kerap didatangi oleh wisatawan dibandingkan dengan masyarakat Baduy yang tidak terjamah oleh wisatawan.
-
b. Adanya masyarakat luar Baduy yang sulit ditertibkan dan ikut bersaing dengan masyarakat setempat dalam memanfaatkan peluang bisnis,
misalnya pengambil alihan
wisatawan sebagai tour guuide lebih didominasi oleh masyarakat luar dibanding masyarakat setempat.
-
c. Terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakat Baduy yang mengarah pada hidup tidak sehat dan konsumerisme.
-
C. Implikasi Ekologi
Selain memberi pengaruh terhadap sosial-budaya dan ekonomi, Pariwisata juga berimplikasi terhadap Ekologi atau lingkungan. Tidak banyak ditemukan perubahan besar yang terjadi terhadap ekologi masyarakat Baduy, hal itu karena pariwisata dan perkembanganya
sepenuhnya dikelolah oleh masyarakat Baduy, sehingga terdapat batasan-batasan yang menjaga lingkungan Desa Kanekes tetap seperti kondisi semula. Namun, terdapat beberapa implikasi terhadap ekologi yang ditemukan di Desa Kanekes baik bernilai positif maupun negatif. Implikasi positif terhadap ekologi masyarakat Baduy diantaranya sebagai berikut:
-
a. Pemukiman masyarakat Baduy semakin tertata dengan rapi mengikuti rute jalan yang biasanya ditempuh wisatawan.
-
b. Masyarakat Baduy mulai
menerapkan kehidupan yang lebih bersih dan sehat, mulai dari
penempatan tempat sampah di depan rumah hingga mulai mengikuti
program sanitasi air bersih.
Sedangkan, implikasi negatif terhadap ekologi masyarakat Baduy diantaranya sebagai berikut:
-
a. Mulai banyak sampah berserakan khususnya sampah plastik yang sulit terurai.
-
b. Terjadinya pencemaran sungai dan pelanggaran aturan mengenai larangan penggunaan bahan kimia di sungai seperti pasta gigi, sabun, dan sejenisnya.
-
c. Terdapat upaya pelanggaran terhadap area (lingkungan) sakral dengan memotret atau
menerbangkan drone, hal itu sangat dilarang oleh aturan adat bagi siapapun yang berkunjung ke area Baduy Dalam.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kanekes dapat disimpulkan bahwa pariwisata di sana telah mengalami perkembangan sejak dibukanya pada tahun 1994. Daya tarik wisata cukup lengkap bagi wisatawan yang memiliki berbagai macam tujuan mulai dari alam, budaya, dan minat khusus. Pengelolaan pariwisata sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah desa dan masyarakat lokal hal itu untuk menghindari eksploitasi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam keberlangsungan budaya masyarakat Baduy. Jika dilihat berdasarkan teori Butler (1980) perkembangan pariwisata di Desa Kanekes telah mencapai tahap keterlibatan (involvement). Seiring dengan perkembangan pariwisata di Desa Kanekes, terdapat juga implikasi-implikasi yang ditimbulkan terutama pada aspek sosial-budaya, ekonomi, dan juga ekologi. Meskipun demikian, implikasi yang timbul lebih dominan menuju ke arah positif daripada negatif khususnya bagi masyarakat Baduy.
REFERENSI
Aryani, Sandra W., et al. (2017).
“Analisis Dampak Pembangunan Pariwisata pada Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat (Studi Kasus pada Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul,
D.I.Yogyakarta)”. Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol. 49 No. 2, 10 Agustus, pp: 142-146.
Damanik, J., Wijayanti, A., Nugraha, A. (2018). “Perkembangan Siklus Hidup Destinasi Pariwisata Di Indonesia Analisis Berdasarkan Data Makro Badan Pusat Statistik, 2002-2012”. Jurnal Nasional Pariwisata Vol. 10 No. 1, April, pp: 1-13.
Dinas Pariwisata Provinsi Banten. (2017). “Wisata Budaya Suku Baduy Dinas Pariwisata Provinsi Banten”. https://dispar.bantenprov. go.id/destinasi/topic/125 Diakses pada 09/07/2021.
Hakim, L. (2013). “Ulasan Metodologi Kualitatif: Wawancara Terhadap
Elit”. Aspirasi: Jurnal Masalah-masalah Sosial Vol. 4 No. 2, pp: 165-172.
Hariyadi, H. (2019). “Isu Sosial-Budaya dan Ekonomi Seputar Fenomena Penjual Madu Warga Suku Baduy ke Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya”. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik, Vol. 10 No. 1, pp: 57-72.
Joesyiana, K. (2018). “Penerapan Metode Pembelajaran Observasi Lapangan (Outdor Study) Pada Mata Kuliah Manajemen Operasional (Survey pada Mahasiswa Jurusan
Manajemen Semester III Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Persada Bunda)”. PEKA Vol. 6 No. 2, pp: 90-103.
Martika, M. (2013). “Partisipasi Masyarakat Baduy Luar Dalam Pembangunan Kawasan Wisata Di Baduy Luar Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi”. Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
Portal Informasi Indonesia. (2017).
“Suku Bangsa”.
https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa Diakses pada 09/07/2021.
Prasodjo, T. (2017). “Pengembangan Pariwisata Budaya dalam
Perspektif Pelayanan Publik”.
Jurnal Office Vol. 3 No. 1.
Rifaatulloh, H. (2019). “Pengaruh Memorable Experience Terhadap Revisit Intention”. Skripsi Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Sidaku.lebakkab.go.id. (2021). “Sistem Informasi Data Kunjungan”.
http://sidaku.lebakkab.go.id/tahun/ 2021 Diakses pada 09/07/2021.
Supriyadi, S. (2017). “Community of Practitioners: Solusi Alternatif
Berbagi Pengetahuan antar Pustakawan”. Lentera Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, Vol. 2 No. 2.
Suwena, I. K., Ngr, W. I. G., Atmaja, M. J. (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana
University Press.
Nursastri, S. A. KOMPAS.Com. (2017). “Potensi Budaya Penyumbang
Terbesar Sektor Pariwisata”.
https://travel.kompas.com/read/201 7/07/11/190300027/potensi.budaya. penyumbang.terbesar.sektor.pariwi sata Diakses pada 09/07/2021.
Wahidmurni. (2017). “Pemaparan Metode Penelitian Kualitatif”. Bahan Ajar Jurusan PIPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Zid, Muhammad. (2017). Interaksi Dan Perubahan Sosial Masyarakat Baduy Di Era Modern. Jurnal SPATIAL Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, Vol. 17 No. 1, pp: 14 - 24.
Discussion and feedback