DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2021.v5.i02.p01

p-ISSN: 2528-4517

Peran Masyarakat Terhadap Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) di Desa Paksebali

Putu Eka Febyanti*, A.A. Ayu Murniasih, I Nyoman Suarsana Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]] [[email protected]] [[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia

*Corresponding Author

Abstract

The community is the main key to the waste problem. The role of the community in waste management in addition to having an impact on the sustainability of the Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) also greatly affects the personal condition of each. Most of the waste comes from household waste. No matter how great the program made by the government to tackle waste will be useless if in the community there is a lack of awareness of the environment. This study was researched because Paksebali Village is one of the villages that has won Adi Pura which is considered capable of providing future examples of the importance of the role of the community in waste management. The discussion focused on the role of the Paksebali Village community in managing their waste and also the implications for the community.

Keywords: Role, Community, Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS), Paksebali Village

Abstrak

Masyarakat merupakan kunci utama dari permasalahan sampah. Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah selain berdampak pada keberlanjutan Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) juga sangat mempengaruhi kondisi pribadi masing-masing. Sebagian besar sampah berasal dari sampah rumah tangga. Sehebat apapun program yang dibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi sampah akan sia-sia jika di dalam masyarakatnya kesadaran akan lingkungan masih kurang. Kajian ini diteliti karena Desa Paksebali merupakan salah satu desa yang merupakan peraih Adi Pura yang dianggap mampu memberikan contoh kedepannya tentang pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pembahasan menitikberatkan pada bagaimana peran masyarakat Desa Paksebali dalam mengelola sampahnya dan juga implikasi kepada masyarakat.

Kata kunci: Peran, Masyarakat, Tempat Olah Sampah (TOSS), Desa Paksebali

PENDAHULUAN

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2018, volume sampah di Bali mencapai 12.000 kubik perharinya, dan hampir 70% merupakan sampah organik dan 30% sampah anorganik. Dengan tingginya volume sampah di Bali, memaksa kita untuk berpikir mencari sebuah terobosan dan inovasi baru untuk menanggulangi sampah yang sudah semakin menumpuk.

Bila masalah ini tidak mendapat penanganan yang baik sebagaimana mestinya jelas akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan serta berkurangnya nilai estetika. Hal ini terjadi akibat masyarakat masih belum memiliki rasa tanggung jawab serta masih sangat rendah pemahamannya terhadap manfaat dari kebersihan. Peran masyarakat sangat bergantung pada pemahaman dan kemauan masyarakat

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud


untuk selalu menjaga dan menciptakan sebuah lingkungan yang bersih dari sampah. Selain itu, kemauan masyarakat untuk mengelola sampah dan menciptakan lingkungan yang bebas sampah sangat bergantung kepada pendapatan masyarakat itu sendiri.

Menurut Data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Klungkung tahun 2019 jumlah sampah terbanyak di Kecamatan Klungkung sebanyak 34.141 kg/hari (225 m3) dari jumlah penduduk lebih dari 68 ribu orang. Dari empat kecamatan yakni Dawan, Nusa Penida, Klungkung, dan Banjarangkan, volume sampah per hari lebih dari 115 ribu kilogram dari jumlah penduduk lebih dari 230 ribu orang. Jika dibandingkan, rata-rata produksi sampah 0,5 kg per orang/hari, Komposisi sampah terbanyak adalah organik sebanyak 68%, disusul debu, batu dan sejenisnya 8%, gelas dan botol plastik 7%, disusul plastik lembaran 5% dan kresek 4%.

Kemudian Kabupaten Klungkung akhirnya mendapat masalah bahwa Klungkung mengalami persoalan sampah ketika TPA Sente harus ditutup karena over kapasitas. Untuk mengatasinya, muncullah salah satu terobosan atau program yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Teknik (STT) PLN Jakarta dan Indonesia Power, yakni program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) yang diupayakan mengedukasi masyarakat agar mampu memilah sampah secara mandiri serta mampu menggerakkan desa untuk mampu mengolah sampahnya sendiri

Pada tahun 2014, persoalan sampah di Desa Paksebali sangatlah parah. Masyarakat yang masih kurang kesadarannya terhadap lingkungan membuang sampah di selokan yang alhasil, sampah pada saat musim hujan naik ke permukaan jalan dan meluber kemana-mana. Selain kurangnya

kesadaran, Desa Paksebali pada tahun 2014 masih belum memiliki Tempat Pembuangan Sampah (TPS), sehingga hal tersebut terjadi pada masyarakat. Kepala Desa Paksebali, I Putu Ariadi yang mulai sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan dan juga kesadaran masyarakat akan sampah mulai berinsiatif untuk membangun sebuah TPS di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Tempat Olah Sampah Setempat Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) Nangun Resik yang diresmikan pada 10 November 2018 adalah salah satu TPS yang melaksanakan program TOSS tersebut dengan mengadalkan 23 karyawan sebagai pengelola dan dibawah tanggung jawab Ibu Made Susanti.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono dalam bukunya menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau enterpretif, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan observasi, wawancara, dokumentasi), data yang diperoleh cenderung kualitatif, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif bersifat untuk memahami makna, memahami keunikan, menkontruksi fenomena, dan menemukan hipotesis mengenai TOSS berbasis kearifan lokal di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung (Sugiyono, 2017).

KONSEP

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto, yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan , maka ia menjalankan suatu peranan. Dalam sebuah organisasi setiap orang memiliki berbagai macam karakteristik dalam melaksanakan tugas, kewajiban atau tanggung jawab yang telah diberikan oleh masing-masing organisasi atau lembaga(Soekanto, 2002 ; Brigette Lantaeda, 2017).

Sedangkan menurut Gibson Invancevich dan Donelly (2002) peran adalah seseorang yang harus berhubungan dengan 2 sistem yang berbeda, biasanya organisasi. Kemudian menurut Riyadi (2002) peran dapat diartikan sebagai orientasi dan konsep dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam oposisi sosial. Dengan peran tersebut, sang pelaku baik itu individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai harapan orang atau lingkungannya.

Peran juga diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, tabu,tanggung jawab dan lainnya). Dimana didalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan pembimbing dan mendukung fungsinya dalam mengorganisasi. Peran merupakan seperangkat perilaku dengan kelompok baik kecil maupun besar, yang kesemuannya menjalankan berbagai peran. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan. Peran yang dimainkan/diperankan pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah akan mempunyai peran yang sama.

KERANGKA TEORI

Penelitian ini menggunakan teori nilai budaya dan juga teori peran. Menurut serorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan

mengandung lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar konsepsi itu, bersama dengan istrinya, F. Kluckhohn, ia mengembangkan suatu kerangka yang dapat dipakai oleh para ahli antropologi untuk menganalisis secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya semua macam kebudayaan yang terdapat di dunia. Menurut C. Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah : 1) Masalah hakikat dari hidup manusia, 2) Masalah hakikat dari karya manusia, 3) Masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu, 4) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan 5) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (C. Kluckhon, 1945 ; Koentjaraningrat, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Sampah Model Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS)

TOSS merupakan suatu tahapan pada metode Listrik Kerakyatan dalam menghasilkan waste briquette (limbah sambah) sebagai sumber energi melalui proses peyeumisasi untuk menyelesaikan masalah sampah perkotaan dan pemanfaatan waste briquette untuk kebutuhan bahan bakar(Arief Suardi dkk, 2018).

Sebelum adanya TOSS di Desa Paksebali, terlebih dahulu Pemkab Klungkung mengadakan kerja sama dengan PT. Indonesia Power atau IP adalah sebuah anak PLN yang menjalankan usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik. Semula kerjasama itu diawali dengan ide untuk mensolusikan masalah sampah di Kabupaten Klungkung dan gayung bersambut, STT PLN yang mencari solusi Listrik Kerakyatan melalui pengolahan sampah setempat, memaknai listrik kerakyatan dengan bahan baku

sampah itu akan mewujudkan jalinan kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga dengan adanya kerjasama itu maka terwujudlah peresmian Listrik Kerakyatan (LK) di Kabupaten Klungkung Bali.

Bahan baku dari LK sendiri, yakni sampah. Pasalnya, sampah selama ini menjadi masalah yang sangat serius di berbagai wilayah Indonesia, tidak terkecuali Kabupaten Klungkung, Kecamatan Dawan atau lebih khususnya Desa Paksebali. Akan tetapi dengan teknologi yang dikemukakan oleh tim STT PLN, sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku energi. Bersama dengan PT Indonesia Power (IP), melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Klungkung, dan ditindaklanjuti dengan peresmian implementasi TOSS di wilayah Klungkung. Bali, bersama-sama IP dan Pemerintah Kabupaten Klungkung hal ini bertujuan untuk melakukan pemanfaatan terhadap solusi sampah yang akan dijadikan bahan baku energy dengan metode peyeumisasi. Program ini disinergikan dengan program unggulan Pemkab Klungkung itu sendiri, yaitu Gema Santi.

Tidak sekedar mensolusi masalah sampah tetapi TOSS ini mampu mensolusi Listrik Kerakyatan di Kabupaten Klungkung dan sampai saat ini TOSS juga di bangun di Desa Paksebali yang bangunannya baru di resmikan pada tahun 2018 memiliki luas lahan 2,5 are, dan 27 pekerja yang dibagi tugas dalam dua shift untuk mengelola sampah. Setiap harinya TPS itu menerima sekitar dua truk sampah yang terdiri dari sampah organik dan anorganik atau sampah plastik dari limbah rumah tangga. Tujuan utama adalah bagaimana menciptaptakan desa yang Bebas Sampah.

Inisiatif TOSS sebagai suatu kerangka untuk mengatasi masalah sampah perkotaan yang sudah sangat

kritis di negara ini juga memberikan manfaat bagi Listrik Kerakyatan yang ditujukan untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik untuk daerah yang jauh dari jaringan PLN. Sebelumnya, pengelolaan sampah dengan metode lama membutuhkan waktu hingga 3 bulan, sedangkan dengan metode TOSS hanya diperlukan waktu 10 hari dengan penambahan lindi (proses peuyemisasi-inovasi dari STT PLN) kemudian diolah, dicacah dan dicetak menjadi pelet.

Pelet ini mengandung kalori 3400 kcal/kilogram yang dapat di manfaatkan untuk keperluan memasak. Jika pelet dimasukkan ke gasifier dapat menjadi sin-gas dan dapat menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Sampah sekaligus sebagai opsi untuk dicapurkan pada batubara. Manfaat utama dari metode ini adalah pengelolaan sampah secara tuntas, bahkan ke depan TPA mungkin tidak diperlukan lagi karena dari TPS sampah sudah diolah menjadi pelet yang bermanfaat bagi warga sekitar. Sebagai bentuk kepeduliannya dalam mengatasi masalah sampah plastik, dan melihat pelestarian lingkungan dibutuhkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat PLN Unit Induk Distribusi (UID) Bali memberikan bantuan dua unit mesin pengolah sampah plastic menjadi bahan bakar minyak (BBM) mesin pirolisis ke Desa Paksebali ke TPS 3R Nangun Resik Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung, Senin (25/11/2019) (Balilatfo, 2019).

Upaya Pemerintah dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai TOSS

Pemerintah baik pusat dan daerah memiliki tugas dan tanggung jawab vital dalam mengatasi permasalahan sampah yang terjadi. Pemerintah memiliki wewenang dalam menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.

Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam kegiatan menetapkan kebijakan, melaksanakan pengelolaan sampahyang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama dalam pengelolaan sampah, menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah,memberikan insentif/penghargaankepada lembaga maupun perseorangan yang melakukan inovasi serta memberi contoh dan teladan dalam penanganan sampah. Selain peran diatas, pemerintah juga diharapkan untuk aktif mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan lingkungan serta lebih disiplin dalam membuang sampah.

Pemerintah terutama ditingkat daerah sangat perlu untuk mensosialisikan tentang dampak negatif dari membuang sampah sembarangan terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sangat penting juga untuk mengedukasi masyarakat tentang bagaimana mengelola sampah, dari memisahkan antara sampah organik dan an-organik, meminimalisasir produksi sampah serta pengelolaan sampah yang tepat. Pemerintah juga memiliki wewenang untuk membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sampah (Sutrisnawati, 2018).

  • a)    Menerbitkan Peraturan Desa Tentang Pengelolaan Sampah. Bentuk dan tata cara peran serta masyarakat Desa Paksebali tertuang dalam Peraturan Desa Paksebali Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut :Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi: a) menjaga kebersihan lingkungan; b) aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan,pengangkutan dan pengolahan sampah ; dan c) pemberian saran, usul,

pengaduan, pertimbangan dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya. Dari PerDes tersebut kita bisa tahu bahwa pemerintah Desa Paksebali mengajak peran serta masyarakat untuk menjaga kebersihan yang nantinya juga akan berdampak pada lingkungan mereka sendiri.

Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: (1) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilaksanakan dengan cara a) sosialisasi ; b) mobilisasi ; c) kegiatan gotong royong ; dan seterusnya. Sebaik apapun sebuah peraturan, ujungnya adalah bagaimana peraturan tersebut dipahami oleh mereka-mereka yang terikat pada peraturan tersebut, itulah mengapa selanjutnya di Pasal 25 Peraturan Desa tersebutkan tata cara pelaksanaannya yaitu dengan cara sosialisasi, mobilisasi, dan kegiatan gotong-royong. Semua itu dilakukan secara intensif oleh Kepala Desa Paksebali dalam kaitannya memberdayakan dan mengajak masyarakat untuk sama-sama peduli akan lingkungan dan sadar akan arti bersih dan kesehatan yang diperoleh dari pola hidup bersih (Balilatfo, 2019).

  • b)    Menerapkan Sanksi terhadap Masyarakat. Menurut I Putu Ariadi, Kepala Desa Paksebali, masyarakat yang tidak disiplin dikenakan sanksi, masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya akan dikembalikan sampah tersebut ke rumah yang bersangkutan, Pecalang juga punya kewajiban mengawasi masyarakat yang membuang sampah sembarangan, bila diketahui membuang sampah sembarangan, akan dikenakan sanksi berupa denda uang. Selain masyarakat Desa Paksebali, pendatang yang baru datang ke Desa Paksebali dan membuang sampah sembarangan akan dikenakan sanksi berupa denda yang jauh lebih besar dari penduduk setempat.

  • c)    Memberikan Sosialisasi Terkait Proses Pengolahan Sampah. Edukasi masyarakat Desa Paksebali telah dilakukan oleh perangkat desa kepada masyarakat tentang cara-cara sederhana memilah sampah, mengumpulkan sampah rumah tangga, memilah sampah organik, non organik, dan B3, di dalam pekarangan rumahnya, untuk selanjutnya diangkut oleh petugas pengangkutan sampah. Sampah-sampah organik dan plastik kresek bisa didaur menjadi pelet di TOSS, plastik lainnya bisa dikumpulkan dan dijual ke pengepul. Peraturan Desa mengenai pengelolaan sampah juga disosialisasikan kepada masyarakat Desa Paksebali.

Sesuai dengan nota kesepakatan antara PT. Indonesia Power dengan Desa Paksebali tentang pengembangan Kelompok Swadya Masyarakat “Nangun Resik” Desa Paksebali, disana disebukan bahwa pihak pertama (PT. Indonesia Power) mempunyai kewajiban pendampingan dan pelatihan kepada Kelompok Swadya Masyrakat (KSM) Nangun Resik Desa Paksebali perihal pengelolaan sampah menjadi pelet/briket. Nantinya kelompok swadya masyarakat ini akan mensosialisasikan ke masyarakat sebagai bentuk edukasi padsa masyarakat desa (Balilatfo, 2019).

  • d)    Ajakan dan Himbauan. Saat ini pemerintah tengah terus melakukan perbaikan penanggulangan sampah serta mendesain program sehingga nantinya di tahun 2025, Indonesia akan bebas sampah dan 100% sampah plastik sudah terkelola. Itulah yang dicita-citakan Indonesia di seluruh tanah air Indonesia. Bahwasannya untuk saat ini hamper 80% sampah yang ada di lautan berasal dari daratan yang terkirim melalui sungai-sungai di daratan dan hanya 20% merupakan sampah yang dihasilkan kapal maupun pulau-pulau kecil yang ada. Artinya, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan

masih perlu ditingkatkan. Masih ada yang membuang sampah ke sungai dan ke pembuangan sampah illegal, untuk itu perlu dibangun kesadaran berhenti membuang sampah sembarangan (Balilatfo, 2019).

  • e)    Konsep Minimasi Limbah. Minimasi limbah mengacu pada strategi yang bertujuan untuk mencegah pembuangan melalui hulu, di sisi produksi, strategi ini berfokus pada pemanfaatan secara optimal sumber daya dan penggunaan energi dengan menurunkan kadar racun selama proses produksi untuk meminimalkan limbah dan dengan demikian meningkatkan efisiensi sumber daya sebelum proses pengolahan misalnya dengan peyeumisasi sampah, daur ulang sampah plastik, dll. Di sisi konsumsi, strategi minimalisasi limbah bertujuan untuk memperkuat kesadaran lingkungan dan tanggung jawab untuk mengurangi limbah.

Manfaat Minimalisasi Limbah. Minimalisasi limbah memberikan manfaat ekonomi seperti pengurangan input lebih efisien untuk pengurangi pembelian bahan baku. Produsen akan melihat pengurangan limbah sebagai penurunan biaya volume Non-Produk Output (NPO), penghematan biaya tambahan dapat diwujudkan melalui Sistem Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun, program minimalisasi limbah juga dapat berkontribusi untuk ukuran keberhasilan dalam hal pangsa pasar, pertumbuhan pendapatan dan penghematan biaya.

Program daur ulang yang tepat bermanfaat mengkonversi biaya menjadi aliran pendapatan saat volume komoditas meningkat. Penurunan volume limbah berbahaya juga dapat mengurangi kadar racun selama proses daur ulang sampah yang dapat mengakibatkan pekerja lebih sedikit terkena paparan racun dan meningkatkan secara keseluruhan dalam kesehatan kerja. Faktor ini biasanya

berdampak pada peningkatan kepuasan pekerja dan retensi, serta pengurangan potensi resiko dan kewajiban terkait dengan penggunaan, penyimpanan dan pembuangan bahan berbahaya.

Minimalisasi limbah juga akan berdampak pada lingkungan, TOSS adalah salah satu implementasi riil dari konsep minimalisasi limbah, perusahaan dalam hal ini Indonesia Power mendapatkan keuntungan ketika menerapkan sistem TOSS, masyarakat juga memperoleh benefit pembelian dari hasil TOSS berupa briket atau pelet (Balilatfo, 2019).

Peran Masyarakat dalam Keberlanjutan TOSS

Masyarakat merupakan kunci utama dari permasalahan sampah. Sebagian besar sampah berasal dari sampah rumah tangga. Sehebat apapun program yang dibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi sampah akan sia-sia jika tidak ada peran serta dari masyarakat. Menurut Mujiburrahmad (2014) dalam anonim, partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan sampah selain dapat mengurangi beban lingkungan mengenai bahaya sampah yang ada, juga dapat mendatangkan nilai keuntungan ekonomis bagi masyarakat apabila sampah dapat dirubah menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat seperti kerajinan atau barang seni, pupuk organik dan lain sebagainya (Sutrinawati, 2018).

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dicantumkan dalam Peraturan Desa Paksebali Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut. Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi: a) menjaga kebersihan lingkungan; b) aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pengolahan sampah; dan c) pemberian

saran, usul, pengaduan, pertimbangan dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya.

Pertama, peran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Aparat Desa Paksebali melakukan berbagai cara untuk menghimbau bagaiama agar masyarakatnya sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, aparat desa mengeluarkan sanksi barang siapa yang membuang sampah sembarangan maka sampahnya akan dikembalikan dan juga akan dikenakan denda berupa uang. Hal tersebut juga berlaku untuk pengunjung di Desa Paksebali.

Kedua, aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pengolahan sampah. Ketiga, pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya. Dalam hal ini pemberian saran, usul, pertimbangan dan pendapat dari masarakat sangat diperlukan. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan cara memberi saran, usul, pengaduan dan masukan dalam hal pengelolaan sampah dan menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat (Sutrisnawati, 2018).

SIMPULAN

Berdasarkan atas pembahasan dan analisis data pada bab-bab sebelumnya, sebagai jawaban atas rumusan masalah dari penelitian ini maka dapat disimpulkan berikut ini.

TOSS merupakan sebuah program untuk mensolusikan masalah sampah di wilayah Desa Paksebali, selain mensolusi masalah sampah program ini juga mampu mensolusikan Listrik Kerakyatan. TOSS mampu mengangkat 85% masalah sampah dan sisanya diperlukan edukasi-edukasi lain agar pengelolaan sampah lebih maksimal.

Di    balik    adanya    TOSS

diperlukannya juga upaya pemerintah dan juga peran serta masyarakat. Bentuk upaya pemerintah dalam mengedukasi masyarakat Desa Paksebali antara lain: a) menerbitkan Peraturan Desa Tentang Pengelolaan Sampah, b) menerapkan sanksi, c) memberikan sosialisasi.

Selain upaya pemerintah, ada bentuk peran masyarakat, yaitu : a) menjaga kebersihan lingkungan, b) aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan,     pengangkutan     dan

pengolahan sampah, dan c) pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan         sampah         di

wilayahnya.Berkembangnya TOSS di Desa Paksebali memberikan sebuah implikasi yang sangat positif bagi masyarakat Desa Paksebali. Dalam lingkup yang lebih luas, berkembangnya TOSS memberikan efek kesehatan pada lingkungan maupun pada masyarakatnya itu sendiri.

Penelitian ini masih banyak ada kekurangan dan juga data yang didapatkan masih sangat kurang, terutama        dalam       partisipasi

masyarakatnya, karena beberapa dari masyarakat itu sendiri masih belum mengenal apa itu TOSS sendiri yang bahkan sudah dimiliki oleh desanya itu sendiri. Ke depannya diharapkan peneliti mampu meneliti hal tersebut lebih mendalam kembali.

REFERENSI

Balilatfo. (2019). BUMDes Pengelolaan

Sampah di Desa Paksebali Klungkung. Jakarta: Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi.

Gibson. (2002). Organisasi Perilaku-strukturproses, Terjemahan, Edisi V. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kluckhohn, C., dan W.H. Kelly. (1945). The Concept of Culture, The Science of Man in the Word Crisis. New York: Columbia University Press.

Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Lantaeda, Sayron Brigette, Florence Daicy J. Lengkong, Joorie M Ruru. (2017). “Peran Badan Perencanaan Pembangunan   Daerah   Dalam

Penyusunan    Rpjmd    Kota

Tomohon”. Jurnal Administrasi Publik Vol. 4, No. 048.

Riyadi.      (2002).      Perencanaan

Pembangunan  Daerah  Strategi

Mengendalikan Otensi Dalam Mewujudkan  Otonomi  Daerah.

Jakarta: Gramedia.

Soekanto, Soerjono. (2002). Teori Peranan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. (2017). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Sulisyorini, Nur Rahmawati, dkk. (2016). “Partisipasi Masyarakat Dalam Mengelola Sampah Di Lingkungan Margaluyu Kelurahan Cicurug”. Share Social Work Journal Vol. 5, No. 1.

Sutrisnawati, Ni Ketut dan A.A.A Ribeka M.Purwahita. (2018). “Fenomena Sampah Dan Pariwisata Bali”. Jurnal     Ilmiah     Hospitality

Management Vol. 9, No. 1.