Kehidupan Remaja dalam Perkembangan Pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Bali
on
DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2021.v5.i01.p04
p-ISSN: 2528-4517
Kehidupan Remaja dalam Perkembangan Pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida,Bali
Ni Luh Padmi Sami Antari*, Ni Made Wiasti, I Wayan Suwena
Program StudiAntropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]], [[email protected]], [[email protected]], Denpasar, Bali, Indonesia
*Corresponding Author
Abstract
This research discusses the lives of adolescents both before and after the development of tourism in Ped Village, Nusa Penida District. As for the problems that will be discussed in this research are (1) how the youth lifestyle in the development of tourism in Ped Village, Nusa Penida District and (2) what are the implications of youth lifestyle on their social and cultural life in Ped Village, Nusa Penida District. This research is a qualitative study using personality theory and cultural theory as a basis for answering the two problems. The results of this study reveal that the lifestyle of adolescents in Ped Villages before and after the development of tourism, namely changes in behavior and objects consumed in daily activities. There are implications for the lifestyle of adolescents, namely the existence of economic and socio-cultural changes in the lives of adolescents in the Ped Village.
Keywords: Adolescents, lifestyle, Tourism.
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang kehidupan remaja baik sebelum dan sesudah berkembangnya pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana gaya hidup remaja dalam perkembangan pariwisata di Desa Ped kecamatan Nusa Penida dan(2) bagaimana implikasi gaya hidup remaja terhadap kehidupan sosial budayanya di Desa Ped Kecamatan Nusa Penida. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teori kepribadian dan teori kebudayaan sebagai landasan untuk menganalisis kedua permasalahan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa gaya hidup remaja di Desa Ped sebelum dan sesudah berkembangnya pariwisata, yaitu terdapat perubahan perilaku dan benda-benda yang dikonsumsi dalam kegiatan interaksi yang dilakukan sehari-hari. Adanya implikasi dalam gaya hidup remaja yaitu, adanya perubahan di bidang ekonomi dan sosial budaya dalam kehidupan remaja di Desa Ped.
Kata Kunci: : Remaja, Gaya Hidup, Pariwisata.
PENDAHULUAN
Nusa Penida merupakan pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Bali yang dipisahkan oleh Selat Badung. Saat ini daerah Nusa Penida menjadi objek wisata unggulan Bali yang sedang berkembang pesat. Objek pariwisata yang sedang trend di Nusa Penida yaitu
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
Angel Billabong, Kelingking Beach, Atuh Beach, Crystal Bay, Broken Beach, dan masih banyak lagi objek wisata yang terkenal indah. Desa Ped merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali yang terdiri dari enam dusun yakni, Dusun Sental, Dusun Seming, Dusun
Pendem, Dusun Adegan, Dusun Biaung dan Dusun Ped yang masing-masingdusun terdiri dari beberapa banjar. Sistem mata pencaharian di Desa Ped dominan sebagai petani rumput laut jenis spinosum. Sebelum berkembangnya pariwisata di Nusa Penida, masyarakat bertumpu pada penghasilan rumput laut, namun seiring berkembangnya pariwisata keadaan rumput laut semakin melemah. Masyarakat pun cenderung beralih profesi ke dalam dunia pariwisata.
Sektor pariwisata di Nusa Penida sudah banyak dikenal, baik oleh kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara. Perkembangan yang demikian pesat dapat diamati dari maraknya bangunan fisik seperti kafe, restaurant, serta penginapan sebagai bukti meningkatnnya secara signifikan kunjungan wisatawan ke Nusa Penida. Banyak bangunan infrastruktur sebagai daya dukung perkembangan pariwisata di Nusa Penida, membuka peluang kerja bagi generasi muda. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan remaja, baik sebagai pekerja tetap maupun pekerja tidak tetap.
Gaya hidup (lifestyle) merujuk pada kepekaan konsumen baru yang diidentifikasi oleh Hebdige (1988) sebagai karakter konsumsi modern. Melalui gaya hidup, para konsumen dianggap membawa kesadaran atau kepekaan yang lebih tinggi terhadap proses konsumsi (Lury 1998:112). Masuknya pengaruh pariwisata di Nusa Penida berdampak terhadap gaya hidup di kalangan remaja. Realitas menunjukkan bahwa tidak jarang kafe atau restaurant digunakan sebagai ajang berkumpul. Globalisasi berpengaruh signifikan terhadap gaya hidup remaja. Hal tersebut ditandai semakin tingginya tingkat konsumerisme, yaitu trend fashion dari media sosial, transportasi, serta alat komunikasi yang tidak hanya sebagai alat bertukar informasi namun menjadi status sosial dari kalangan remaja
saat ini
Menurut Putra (2018:74) konsumerisme menjadikan seseorang atau sekolompok menjalankan perilaku konsumtif atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan dan berkelanjutan. Perilaku suka berbelanja dan budaya hidup boros sebagai salah satu contoh sikap konsumtif akan membuat manusia menjadi pecandu dari suatu produk sehingga ketergantungan tersebut sulit untuk dihilangkan.
Menurut Steven Miles, (dalam Soedjatmiko 2008:9) konsumerisme merupakan suatu pola pikir atau tindakan di mana orang membeli barang bukan karna membutuhkan barang tersebut, melainkan karena tindakan membeli tersebut memberikan kepuasan. Dengan kata lain, konsumerisme sebagai wujud pemuasan kebutuhan identitas dan makna, serta fungsi sosial dan ekonomi. Untuk kondisi di Nusa Penida sendiri, memperlihatkan aspek- aspek budaya konsumerisme serupa seperti yang dijelaskan oleh Miles tersebut di atas. Hal ini tercermin dari perilaku sebagian besar kalangan remaja Nusa Penida dalam kehidupan kesehariannya, selain hasrat identitas maupun ekonomi, rata-rata remaja tersebut juga lebih banyak terlibat di sektor pariwisata, baik di dalam lingkup akomodasi penginapan, maupun lingkup transportasi di Nusa Penida.
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini (1) bagaimana gaya hidup remaja dalam perkembangan pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida dan (2) bagaimana implikasi gaya hidup remaja terhadap kehidupan sosial budayanya dalam perkembangan pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Untuk kepentingan analisis, penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data antara lain observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studidokumen.
KONSEP
Gaya Hidup
Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lain dalam banyak hal tidak sama, bahkan ada kecenderungan masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang eksklusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas sosial rendah yang umumnya bersikap konservatif di bidang agama, moralitas, selera berpakaian. (Narwoko 2013:183)
Gaya hidup oleh berbagai ahli sering disebut merupakan ciri sebuah dunia modern atau modernitas. Artinya siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Menurut Chaney (2004:40), gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan yang lain. Cara berpakaian, cara-cara kerja, pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup.
Konsumerisme
Konsumerisme merupakan suatu pola pikir dan tindakan di mana orang membeli barang bukan karena ia membutuhkan barang tersebut, melainkan karena tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan kepadanya. Dengan kata lain, seseorang terjangkit konsumerisme selalu selalu merasa bahwa belanja karena memang ia membutuhkan barang tersebut, meskipun pada momen refleksi berikutnya, ia sadar bahwa tak membutuhkan barang tersebut. Bagi
miles, konsumerisme telah menjadi kultur konsumsi yang tidak kita sadari. Konsumerisme meresapi kehidupan manusia yang pada dasarnya tidak cukup dan selanjutnya menjadi pengikut budaya konsumen. Konsumerisme memiliki dua nilai, pertama sebagai wujud pemuasan kebutuhan identitas dari makna. Kedua sebagai fungsi sosial dan ekonomis (Soedjatmiko 2008; 9-10).
Kalangan Remaja
Erikson (1982) melihat masa remaja sebagai periode latensi sosial, seperti melihat usia sekolah sebagai periode latensi seksual. Masa remaja adalah fase adapatif dari perkembangan kepribadian atau periode mencoba-coba (Feist, 2017:246).
Sarwono (2003) mengemukakan definisi remaja yang dikemukakan WHO pada 1974. Disebutkan bahwa remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian (Valentini 2006:6).
KERANGKA TEORI
Teori Kepribadian
Kepribadian menurut Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (2000) kepribadian adalah, sesuatu yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan individu. Jadi kepribadian meliputi segala corak tingkah laku individu yang terhimpun dalam dirinya, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala rangsang, baik yang datang dari luar dirinya atau lingkungannya (eksternal) maupun dari dalam dirinya sendiri
(internal) sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu. Dengan kata lain, segala tingkah laku individu adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan yang timbuldari dalam diri dan lingkungannya.
Teori Kebudayaan
Secara umum disebutkan bahwa kebudayaan dipandang berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yang diartikan sebagai bentuk jamak dari konsep budhi dan dhaya (akal). Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam (Panjaitan, 2014:5-7) bahwa kebudayaan memiliki tiga unsur utama yang sama kemudian dinamai cipta, rasa, dan karsa. Adapun pandangan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa munculnya teori kebudayaan yang wujudnya tiga, dikemukakan juga oleh Talcott Parsons dan A.L. Kroeber, yaitu wujud sistem ide-ide dan konsep-konsep , wujud rangkaian tindakan, dan wujud aktivitas berpola manusia. Koentjaraningrat merumuskan tiga gejala kebudayaan menjadi : 1). Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, 2). wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, 3). Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya Hidup Remaja di Desa Ped
Gaya hidup dapat dikatakan sebagai pola-pola tindakan yang menjadi pembeda antara satu orang dengan orang lain. Dalam kegiatan interaksi yang dilakukan sehari- hari kita dapat mengetahui sebuah gagasan gaya hidup individu tanpa harus menjelaskan apa yang dimaksud, oleh sebab itu gaya hidup membantu seseorang memahami apa yang
mereka lakukan, mengapa mereka melakukan, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gagasan gaya hidup tidak selamanya terlihat pada perbedaan pola konsumsi, namun memeperlihatkan pada pola perilaku individu yang mempunyai pilihan, walaupun dengan sumber daya yang sama, termasuk pada penilaian seseorang terhadap barang, tata nilai, status, dan lain-lain.
Perilaku remaja sebelum berkembangnya pariwisata dimana remaja menjalani kehidupan sehari-hari layaknya remaja pada umumnya. Remaja tersebut berkumpul di tempat yang sudah mereka sepakati ataupun dengan mengunjungi rumah dari salah satu remaja untuk sekedar bercerita, bersantai dan makan bersama. Selain tempat berkumpul mereka juga rekreasi ke salah satu pantai yang umumnya ramai dikunjungi pada saat hari raya Umanis Galungan dan Kuningan. Nusa penida memiliki bahasa khas yang digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi, termasuk remaja tersebut yang menggunakan bahasa Nusa Penida atau yang lebih dikenal yakni Bahasa Nuse. Sebelum berkembangnnya pariwisata di Nusa Penida, anak-anak muda ikut menggeluti usaha rumput laut. Di mana remaja tersebut ikut dalam penggarapan budidaya rumput laut membantu disaat panen, misalnya ikut terjun ke lahan rumput laut untuk memetik rumput laut, mengikat bibit rumput laut diseutas tali yang terbentang melalui sepotong kayu yang telah di tancapkan didasar laut, membersihkan tali dari lumut-lumut yang menempel, serta ikut menjemur rumput laut. Remaja di era rumput laut masih memiliki kebiasaan yang masih terbilang polos, dengan mengkonsumsi atau menggunakan handphone untuk mereka yang baru di jenjang SMP dan SMA. Tak sedikit bagi orang tua mereka yang tidak mampu menanggung biaya sekolah sehingga remaja tersebut memilih untuk
merantau keluar daerah. Begitu pula dengan alat komunikasi, fungsi handphone yang masih terbilang sangat sederhana begitu pula dengan bentuknya yang jauh berbeda dengan handphone sekarang.
Minimnya informasi mengenai perkembangan fashion bagi anak muda sebelum berkembangnya pariwisata saat itu, remaja tersebut cenderung berpakaian yang masih terkesan sopan dengan ciri perempuan rambut hitam panjang, baju yang masih panjang dan terbilang sopan, tidak pendek atau biasa yang disebut croptop yang sedang trend sekarang. Remaja saat itu malu melakukan hal-hal yang terlihat menonjol, seperti halnya mewarnai rambut, berlomba-lomba memiliki smartphone terbaru seperti sekarang, handphone hanyalah sebagai alat komunikasi. Kebiasaan nongkrong pun sangat minim saat itu, di mana tempat nongkrong pun belum ada saat itu karena wilayah desa Ped masih terbilang sepi, bahkan Desa Ped sudah sepi pada pukul 08.00 wita karena sudah tidak ada aktivitas yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar.
Setelah berkembangnya pariwisata di mana merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat dan sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia setelah minyak bumi dan gas. Bali merupakan destinasi wisata terbaik di dunia dalam ajang pemilihan destinasi wisata, hotel, dan pantai terbaik pada tahun 2017 oleh Trip Advisor yang dikutip dalam PR News Wire (2017). Bali memiliki keunikan tersendiri dalam dalam bidang wisata, di mana erat kaitannya dengan nuansa budaya religious dan adat istiadat. Salah satu daerah yang turut mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara yaitu kabupaten Klungkung.
Besarnya jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan lokal maupun
wisatawan mancanegara, menunjukkan bahwa peluang bagi pelaku industri pariwisata semakin besar. Kebutuhan terhadap tenaga kerja mengalami peningkatan serta meningkatkan penghasilan masyarakat,tidak terkecuali remaja di Desa Ped. Meningkatnya penghasilan remaja tersebut, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dengan benda-benda yang digunakan. Sebagai remaja tentunya akan update terhadap apapun yang menjadi perkembangan trend seperti style fashion, gadget, gaya rambut dan gaya hidup lainnya. Acuan berpakaiaan sudah seperti trend selebgram jaman sekarang, terbiasa dengan gaya kebarat- baratan seperti pakaian yang terbuka, di waktu senggang remaja tersebut menyempatkan diri untuk refresh dari kegiatan sehari-hari dan tak jarang untuk keperluan update sosial media mereka. Remaja tersebut jalan-jalan baik dengan teman ataupun pacar untuk menghabiskan waktu libur mereka di spot-spot yang sedang trend. Tanpa disadari gaya hidup tersebut muncul oleh pelakunya. Gaya hidup yang di lakoni oleh para remaja tentunya tidak terlepas dari peniruan (imitation) budaya baru yang berkembang saat ini. Imitasi merupakan proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain, baik sikap, berpenampilan, gaya bicara, gaya hidup, bahkan apapun yang dimiliki oleh orang lain (Ahmadi, 2007:52).
Implikasi Gaya Hidup Remaja di Desa Ped
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai banyak hal, kebudayaan juga juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan dalam Surahman 2013:31 (Koentjaraningrat: 2002). Desa Ped dilatarbelakangi pula
oleh fenomena perubahan sosial budaya yang melanda Bali secara umum yang dan berpotensi membawa perubahan dan pergeseran pada nilai-nilai budaya agama. Kondisi semacam ini terjadi sebagai akibat dari pengaruh masuknya industri pariwisata, dilihat dari pesatnya perkembangan pariwisata yang secara tidak langsung mengubah desa Ped melalui pergeseran budaya yang terjadi dan secara tidak langsung menimbulkan implikasi terhadap perubahan gaya hidup baik dari segi ekonomi dan sosial budayanya. Meningkatnya lapangan pekerjaan dari pembangunan akomodasi pariwisata di desa Ped telah memberikan dampak yang baik terhadap perubahan gaya hidup remaja. Pola pikir yang jauh lebih maju dan terbuka, dimana kebanyakan remaja di desa Ped saat sebelum adanya pariwisata banyak yang tidak memiliki pekerjaan jelas, nongkrong di poskambling. Namun berkembangnya pariwisata di desa Ped dapat mengalihkan mata pencaharian remaja tersebut sehingga mampu menopang biaya hidup sehari-hari. Selain pemenuhan kebutuhan, dengan adanya penghasilan remaja di desa Ped memiliki kebiasaan baru yakni secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya peniruan terhadap gaya hidup dan budaya wisatawan.
Perubahan konsumsi di mana meningkatnya penghasilan dan taraf hidup juga menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pola konsumsi remaja. Sebelum berkembangnnya pariwisata, pendapatan orang tua remaja di desa Ped belum seberapa, di mana hanya mengandalkan dari sektor pertanian saja. Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperlunya saja, termasuk pemenuhan kebutuhan remaja tersebut. Namun setelah berkembangnya pariwisata, remaja tersebut beralih ke industri pariwisata yang dapat membantu perekonomian, remaja di desa Ped kini rata-rata mampu membeli kebutuhan
pelengkap seperti halnya penunjang penampilan, kebutuhan fashion,
handphone dan lain-lain. Dampak konsumsi yang dialami oleh berbagai lapisan masyarakat, tidak terkecuali para remaja. Sebagai remaja tentunya terus update dengan apapun yang menjadi perkembangan trend dan IPTEK seperti halnya gadget yang dipakai remaja tersebut. Kebutuhan pelengkap di era globalisasi saat ini sudah hal yang biasa untuk dimiliki, selain sebagai pelengkap kebutuhan, hal tersebut dipercaya sebagai acuan dalam menunjukkan derajat sosial dari remaja tersebut, sebagai pembuktian identitas kepribadian yang terkesan eksklusif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: gaya hidup remaja merupakan bentuk pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan yang lainnya, baik dari cara berpakaian, cara-cara kerja, pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya yang merupakan unsur-unsur pembentukan gaya hidup. Perubahan gaya hidup dikalangan remaja sebagai bentuk untuk mengekspresikan kehidupan kalangan remaja di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
Gaya hidup remaja sebelum
berkembangnya pariwisata di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida. Sebelum pariwisata masuk ke Nusa Penida, umumnya masyarakat bertumpu ke pertanian dan peternakan. Setelah berkembangnya pariwisata di Desa Ped menyebabkan masyarakat beralih profesi di bidang akomodasi pariwisata sebagai matapencaharian pokok masyarakat, sehingga menimbulkan perubahan perilaku baik dari sebelum perkembangan pariwisata yang dominan remajanya hanya melakukan perkumpulan di tempat yang masih sederhana tanpa pekerjaan pasti dengan konsumsi benda-benda yang
masih terbilang sederhana, dan sesudah berkembangnya kehidupan pariwisata, selain perubahan perilaku remaja yang sudah disibukkan dengan pekerjaan akomodasi pariwisata sehingga perkumpulan mereka pun sekarang di Beach Bar, Restaurant, dan tempat nongkrong yang lain. Perubahan tersebut juga telah merubah remaja dalam konsumsi benda-benda yang digunakan dalamkehidupan sehari-hari.
Implikasi dari berkembangnya pariwisata terhadap seni budaya masyarakat dimana terjadinya perubahan gaya hidup baik dari segi ekonomi dan sosial budaya, perubahan konsumsi remaja sehingga berpotensi membawa pergeseran nilai-nilai budaya agama. Perubahan gaya hidup dimana dengan berkembangnya pariwisata sebagai matapencaharian remaja untuk menopang kehidupan sehari-hari sehingga
terjadinya perubahan konsumsi baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan sebagai penunjang penampilan remaja dalam mengikuti trend perkembangan yang sedang diminati. Dari perubahan tersebut juga menimbulkan dampak yang dapat mensejahterakan masyarakat dalam perekonomiannya, masyarakat sangat terbantu dengan adanya pariwisata sehingga pemenuhan kebutuhan sehari-hari terpenuhi, namun dengan adanya pariwisata telah menimbulkan dampak yang buruk bagi generasi muda, di mana remaja semakin tertarik dengan budaya Barat, menggunakan barang-barang yang terlarang sehingga merusak moral remaja di DesaPed, Kecamatan Nusa Penida.
REFERENSI
Ahmadi, Abu.2007. Psikologi Sosi al.
Jakarta: Rineka Cipta
Chaney, David. 2003. Life style : Sebuah Pengantar Komprehensif.
Yogyakarta : Jalasutra
Feist, Jess & Feist, Gregory J. 2017.
Teori Kepribadian. Edisi 1. Jakarta: Salemba Humanika
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Narwoko, DJ, Suyanto,B. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan : Kencana Panjaitan, dkk. 2014. Korelasi Kebudayaan Dan Pendidikan: Membangun
Pendidikan Berbasis Budaya Lokal. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Putra, M. A. 2018. Konsumerisme: ‘Penjara’ Baru Hakikat Manusia. Jurnal Agama dan Masyarakat, 5(1), 74
Surahman, S. 2013. Dampak Globalisasi Media Terhadap Seni dan Budaya Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi 2(1), 31
Soedjatmiko, Haryanto, 2008. Saya
Berbelanja, Maka Saya Ada:
Ketika Konsumsi dan Design Menjadi Gaya Hidup
Konsumerisme. Yogyakarta:
Jalasutra
Valentini, dkk, 2006. Identity Achievement Dengan Intimacy Pada Remaja SMA. Jurnal Provitae, 2(1), 6
Discussion and feedback