DOI: https://doi.org/10.24843/SP.2020.v4.i01.p01

p-ISSN: 2528-4517

Fungsi dan Makna Ritus Tae Loas di Kampung Wangkung

Elandus Haryanto*, I Ketut Kaler, I Nyoman Sama

Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [[email protected]], [[email protected]], [[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

ABSTRACT

Rite tae loas is a form of a rite of human life cycle in the community of Wangkung village, East Manggarai Regency, NTT. Local people believe that the rite of tae loas related to the life philosophy of Manggarai community especially Wangkung village, namely lampek lima. Lampek believed to be the life cycle of Manggarai people since mankind was born into the world until finally died. The research aims to find out: (1) tae loas Rite procession in Wangkung village and (2) the function and meaning of tae loas rite in Wangkung village. Research using qualitative descriptive methods, including data collection with participatory observation, in-depth interviews, library studies and data analysis. The results of the society conducted tae loas Judging from determining the time of ceremony, place of ceremony, the person involved in the ceremony, and the phases of the procedure. Rite Tae Loas carried out the community of Wangkung village has a function and meaning for the life of its people. Tae loas rite function, namely tae loas rites as the inaugural ceremony and the appointment of baby in a rummy, become a member of indigenous peoples, to determine the identity of infants and community solidarity. The meaning of the rite tae loas, namely religious significance, kinship meaning and educational significance.

Keywords: Procession, Rite, Tae Loas

ABSTRAK

Ritus tae loas merupakan salah satu bentuk ritus siklus hidup manusia yang ada pada masyarakat Kampung Wangkung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Masyarakat setempat meyakini bahwa ritus tae loas berkaitan dengan filosofi hidup masyarakat Manggarai khususnya Kampung Wangkung, yaitu lampek lima. Lampek lima dipercaya dan diyakini sebagai siklus kehidupan masyarakat Manggarai sejak manusia lahir kedunia sampai akhirnya meninggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) prosesi ritus tae loas di Kampung Wangkung dan (2) fungsi dan makna ritus tae loas di Kampung Wangkung. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif, meliputi pengumpulan data dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalam, studi pustaka dan analisis data. Hasil penelitian masyarakat melakukan ritus tae loas dilihat dari menentukan waktu upacara, tempat upacara, orang yang terlibat dalam upacara, dan tahapan prosesinya. Ritus tae loas yang dilakukan masyarakat Kampung Wangkung memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan masyarakatnya. Fungsi ritus tae loas, yaitu ritus tae loas sebagai upacara pengukuhan dan pelantikan bayi secara resmi menjadi anggota adat masyarakat, menetukan identitas bayi dan solidaritas masyarakat. Makna ritus tae loas, yaitu makna religius, makna kekerabatan dan makna pendidikan.

Kata Kunci: Prosesi, Ritus, Tae Loas

Sunari Penjor: Journal of Anthropology

Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

PENDAHULUAN

Manggarai merupakan salah satu daerah yang terletak di ujung barat pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Manggarai terbagi atas tiga kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur (Deki, 2011).

Masyarakat Manggarai memiliki beragam ritual adat yang diwariskan oleh leluhur secara turun-temurun. Salah satu ritual yang masih bertahan adalah ritus tae loas yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Wangkung Kabupaten Manggarai Timur. Ritus tae loas merupakan ritual yang berkaitan dengan kelahiran bayi. Kata tae loas secara etimologis terdiri dari dua sub kata yaitu tae yang berarti upacara atau pesta dan loas berarti lahir atau melahirkan. Jadi tae loas arti katanya adalah upacara atau pesta kelahiran (Pous, 2019).

Ritus kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Manggarai khususnya Kampung Wangkung merupakan salah satu upacara siklus hidup manusia (life cycle). Arnold Van Gennep membagi ritus dan upacara yang berkaitan lingkar hidup manusia kedalam tiga tahapan, yaitu ritus perpisahan, ritus peralihan dan ritus integrasi kembali. Ritus tae loas merupakan ritual inisiasi atau pengukuhan dan pelantikan bayi yang baru lahir sebagai anggota baru dalam lingkungan masyarakat. Pelaksanaan ritual tae loas di Kampung Wangkung dilakukan pada hari kelima setelah bayi diahirkan.

Masyarakat Kampung Wangkung percaya dan meyakini bahwa ritual tae loas dilakukan pada hari kelima karena berkaitan dengan filosifi hidup masyarakat Manggarai yaitu lampek lima yang terdiri dari rumah tempat tinggal (mbaru bate kaeng), lingkungan interaksi (natas bate labar), mata air (wae teku), kebun bekerja (uma bate duat) dan kuburan (boa). Masyarakat Kampung Wangkung percaya bahwa lampek lima

merupakan siklus kehidupan manusia ketika hidup di dunia sampai akhirnya meninggal. Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dikaji diantaranya (1) Bagaimana Prosesi RitusTae Loas Masyarakat Kampung Wangkung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT? (2) Bagaiamana Fungsi dan Makna Ritus Tae Loas Masyarakat Kampung Wangkung, Kabupaten Manggarai Timur, NTT?

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut (Hadi, 1995) jenis data yang digunakan dalam metode penelitian kualitatif yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan yang didapatkan melalui observasi dan wawancara kepada informan dan data sekunder merupakan data penunjang yang didapatkan dari studi kepustakaan melalui buku-buku, jurnal, Koran dan majalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penentuan informan, observasi partisipasi, wawancara dan studi pustaka. Analisis data yang digunakan adalah analisis data dari Miles dan Huberman. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Arnold Van Gennep tentang Ritus Peralihan dan Upacara Pengukuhan yang dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosesi Ritus Tae Loas

  • a)    Waktu Upacara

Masyarakat Manggarai ketika melaksanakan suatu upacara senatiasa dikaitkan dengan waktu penyelenggaraanya. waktu ritual biasanya

dirasakan sebagai saat-saat yang penting dan gawat, penuh dengan daya gaib. Daya gaib yang berbahaya itu harus ditolak dan dijaga lewat pelaksanaan upacara atau ritual (Widyawati, 2014). Masyarakat Kampung Wangkung meyakini bahwa waktu yang paling tepat untuk melakukan ritual tae loas adalah pada hari kelima setalah bayi dilahirkan dimulai dari pagi pukul 07.00 sampai sore hari pukul 17.00. Masyarakat Kampung Wangkung percaya bahwa waktu pelaksanaan ritual tae loas berkaitan dengan siklus hidup masyarakat Manggarai yaitu lampek lima.

  • b)    Tempat Upacara

Pelaksanaan ritual tae loas di Kampung Wangkung dilakukan di rumah keluarga kerabat yang mengadakan upacara. Bagian dalam rumah yang digunakan sebagai pusat kegiatan upacara adalah ruang tamu. Selain itu, bagian rumah lainnya yang digunakan adalah dapur digunakan sebagai tempat untuk membuat sesuatu yang berkaitan dengan sesajian, makan dan minum. Ritual yang dilakukan di dalam rumaha dalah pemberian makan leluhur (teing hang empo), penyambutan keluarga yang mengikuti upacara pengukuhan bayi (torok tuak kapu), pemberian nama bayi (teing ngasang manuk) dan berdoa bersama (tudak manuk).

  • c)    Orang Yang Terlibat Dalam Upacara

Ritual tae loas di Kampung Wangkung dihadiri oleh keluarga pemberi istri (anak rona), keluarga penerima istri (anak wina), ketua adat Kampung Wangkung, dan kerabat Kampung Wangkung mulai dari orang tua, remaja dan anak-anak (pang olo ngaung musi) yang diundang oleh keluarga yang melaksanakan upacara (Emawati, 2016). Orang yang memimpin jalannya ritual adalah orang yang dipercayai oleh masyarakat dan

memahami adat-istiadat setempat (Niampe, 2013). Pemimpin ritual tae loas di Kampung Wangkung adalah ketua adat yang memiliki pengetahuan tentang adat, mampu mengucapkan syair doa (torok tudak manuk) dan mampu melihat tanda-tanda di hati, usus dan empedu hewan persembahan kepada leluhur.

  • d)    Sarana dan Prasarana Upacara

Perlengkapan upacara yang wajib disedikan oleh keluarga pelaksana upacara dalam ritus tae loas di Kampung Wangkung, yaitu ayam berwarnah putih sebagai hewan persembahan kepada leluhur (manuk bakok), minuman tradisional untuk penyambutan keluarga yang mengikuti upacara pelantikan bayi (tuak), dan sirih pinang untuk pemberian sasaji kepada leluhur (raci agu kala) (Selatang, 2020).

  • e)    Rangkaian Upacara

Ritual kelahairan bayi di Kampung Wangkung mempunyai lima tahapan upacara mulai dari saat-saat persalinan, kamar persalinan sampai dengan upacara puncak pengukuhan identitas bayi. Tahapan-tahapan upacara tersebut, adalah dukun bayi merabah, mengurut perut kandungan dan memberikan minuman tradisional dari pucuk daun waru kepada ibu yang hendak melahirkan (cikeng), suami dari istri yang melahirkan memukul kamar persalinan sebanyak tiga kali ketika mendengar tangisan bayi (bolo rinding), dukun bayi memotong tali pusat menggunakan lampek (poro putes), Ibu dan bayi tidur dekat tungku api selama empat hari empat malam (took ruis cumpe), dan pengukuhan identitas bayi pada hari kelima (cear cumpe) (Nggoro, 2006).

Tahapan-tahapan upacara di atas merupakan rangkaian ritual yang dilewati oleh bayi yang baru lahir sebelum disahkan menjadi anggota adat masyarakat Kampung Wangkung.

Fungsi Ritus Tae Loas

  • a)    Ritus Tae Loas Sebagai Upacara Pengukuhan dan Pelantikan Bayi di Kampung Wangkung

Kelahiran manusia adalah hukum alam dan merupakan suatu yang pasti terjadi dalam lingkaran hidup manusia. Kehidupan manusia melalui siklus kehidupan yang panjang berpindah dari satu alam ke alam lain yaitu lahir ke alam dunia. (Yolanda et al. 2020) menyatakan bahwa semua ritus dan upacara dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) perpisahan, manusia melepaskan kedudukannya yang semula, (2) peralihan, manusia dianggap mati atau tidak ada lagi dalam keadaan seperti ini tidak tergolong ke lingkungan sosial manapun, (3) integrasi, mereka diresmikan ke dalam kehidupan yang baru atas lingkungan sosial yang baru. Teori di atas menunjukkan relevansi dengan upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Manggarai terutama bagian ketiga yaitu mereka diresmikan ke dalam lingkungan sosial yang baru. Van Gennep    mengungkapkan    dalam

(Koentjaraningrat, 1993) bahwa dalam banyak kebudayaan di dunia upacara integrasi dan pengukuhan menonjol dalam upacara seperti upacara pertanian, upacara pergantian musim, upacara kelahiran dan upacara pernikahan.

Ritual kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Manggarai merupakan salah satu bentuk upacara pengukuhan dan inisiasi bayi yang baru lahir ke dalam lingkungan sosial masyarakat. Ritus kelahiran      merupakan      upacara

pengukuhan dan penerimaan bayi yang baru lahir pada masyarakat Manggarai, dimana individu diresmikan dan diperkenalkan kepada kerabat dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut adat dan kebiasaan masyarakat setempat seorang individu dikatakan sah dan resmi menjadi anggota masyarakat adat ketika sudah melakukan upacara kelahiran.

  • b)    Menentukan Identitas Bayi

Setiap suku, ras, etnis dan pulau di bumi nusantara memiliki cara tersendiri untuk menentukan nama atau identitas kepada sesorang yang baru lahir ke dunia. Masyarakat NTT biasanya menamai seseorang yang baru lahir mengikuti nama salah satu leluhur keluarga (Afi & Banamtuan, 2020). Masyarakat Kampung Wangkung menamai seseorang yang baru lahir dengan istilah ngasang manuk (nama ayam). Nama tersebut disiapkan oleh keluarga mengikuti salah satu leluhurnya dan diserahkan kepada pemimpin ritus tae loas untuk dibacakan dan dijadikan identitas pertama bayi dalam lingkungan interaksinya.

  • c)    Solidaritas Masyarakat

Manusia melangsungkan hidupannya di dunia pasti memerlukan rasa solidaritas. Rasa solidaritas yang tinggi menghasilkan kerja sama secara gotong royong. Ritus tae loas di Kampung Wangkung telah ditentukan oleh pihak keluarga sebelum waktunya, maka dengan sendirinya kerabat dan masyarkat berpartisiapasi untuk membantu keluarga yang mengadakan upacara kelahiran. Upacara adat kelahiran sebagai sarana untuk mempererat hubungan sesama manusia (Zidni, 2017). Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri dalam kesehariannya, saling ketergantungan satu dengan lain dalam berbagai hal termasuk upacara kelahiran (Lesing, 2019). Melaui upacara kelahiran masyarakat setempat, memaafkan, menolong dan menghormati antara satu dengan yang lain. Masyarakat Kampung Wangkung juga menyatakan nilai solidaritas dalam hal merasakan sesuatu yang mereka berikan kepada sesama warga atau membagi rasa, walaupun sedikit harus tetap dirasakan oleh sesama warga masyarakat. Rasa solidaritas antara

warga masyarakat sejak dulu sudah tertanam kuat dalam diri individu, mengingat solidaritas dipandang suatu yang baik dan mempunyai arti dan nilai yang bermanfaat.

Makna Ritus Tae Loas

Budaya membiacarakan karya manusia yang berkaitan dengan kehidupannya. Manusia mencari inti dari kehidupan manusia itu sendiri yaitu makna. Makna adalah suatu benda, lambang atau lainnya yang memiliki arti dan maksud tertentu, sehingga makna menyangkut asosiasi subjektif yang dihubungkan dengan suatu hal oleh masyarakat pendukungnya (Koentjaraningrat, 1979). Ritus tae loas yang dilakukan oleh masyarkat Kampung Wangkung adalah salah satu ritual yang memiliki makna yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Makna dari Ritual tae loas tersebut antara lain:

  • a)    Makna Religius

Manusia percaya bahwa “Yang Suci” itu ada dan di luar kemampuan kekuasaannya, sehingga manusia meminta perlindunganNya dengan cara menjaga hubungan baik yaitu melakukan berbagai prosesi upacara. Melakukan ritual tudak manuk dalam prosesi upacara kelahiran bayi di Kampung Wangkung dipercayai oleh masyarakat sebagai salah satu kegitan religius yang menghubungkan manusia dengan Tuhan (Mori Kraeng). Ritual tudak manuk merupakan ritual untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung (Denti & Legowo, 2015). Selain itu, ritual tudak manuk juga menghubungkan masyarakat Kampung Wangkung dengan leluhur (Empo). Masyarakat Kampung Wangkung pada umumnya sangat menghormati leluhur dan selalu berusaha menjalin hubungan baik dengan leluhur. Penghormatan terjadi karena adanya perasaan segan,

hormat, dan takut terhadap leluhur (Misyuraidah, 2017). Ritual tudak manuk yang dilakukan dalam upacara kelahiran bayi diyakini oleh masyarakat membawa kebaikan dalam kehidupan kerabat dan orang yang melakukan upacara sehingga dalam ritual tae loas masyarakat Kampung Wangkung melakukan kegiatan berdoa, bersaji dan berkurban agar selalu dilindungi dari hal-hal yang buruk yang terjadi pada masyarakat Kampung Wangkung.

  • b)    Makna Kekerabatan

Makna kekerabatan merupakan keterjalinan suatu hubungan persaudaraan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Makna kekerabatan masyarakat di Kampung Wangkung yaitu sebagai aturan yang mengatur pola tindakan masyarakatnya untuk meningkatkan solidaritas kekerabatan (Sumardi, 2017). Ritus tae loas merupakan salah satu upacara untuk membina dan membangun hubungan kekerabatan. Makna kekerabatan dalam ritus tae loas tercermin dalam ritual torok tuak kapu (tuak penyambutan), keluarga perempuan (anak wina), keluarga laki-laki (anak rona) dan masyarakat Kampung Wangkung yang mengikuti upacara. Kehadiran keluarga kerabat dalam upacara tae loas memberikan dampak positif berupa semakin terbinanya hubungan kekerabatan keluarga. Melaui upacara kelahiran masyarakat Wangkung saling memelihara, membina, membangun hubungan yang baik antara kelompok sosial (marga) yang satu dengan kelompok sosial yang lain (Manik, 2011).

  • c)    Makna Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan dapat mengembangkan suatu kepribadian yang mandiri karena mempunyai kemampuan

di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Selain itu pendidikan merupakan proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan yang sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan anak manusia (Ndiung & Bayu, 2019). Ritus tae loas yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Wangkung merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal yang mengajarkan masyarakat tentang nilai-nilai kehidupan, budaya dan sosial (Fakhrurozi & Putry, 2019). Bagi masyarakat setempat ritus tae loas merupakan ritual yang diwarisi oleh leluhur yang memberikan nilai-nilai yang mengajarkan kepada generasi muda tentang cara bersyukur, cara bekerjasama, cara berpikir, cara bertindak dan lain sebagaianya.

SIMPULAN

Ritus tae loas merupakan salah satu ritual kelahiran bayi yang dilakukan masyarakat Manggarai, Kelurahan Golo Wangkung, Nusa Tenggara Timur. Beberapa hal yang dapat disimpulkan oleh peneliti mengenai Ritus tae loas adalah Ritus Kelahiran memiliki lima tahapan upacara yang terdiri dari dukun melakukan cikeng kepada perut kandungan ibu yang hendak melahirkan, bolo rinding (memukul dinding kamar persalinan), poro puset (memotong tali pusat), toko ruis cumpe (tidur dekat tungku api), dan cear cumpe (pengukuhan identitas bayi). Ritus tae loas memiliki fungsi yakni: sebagai upacara pengukuhan dan pelantikan bayi secara resmi di Kampung Wangkung, menetukan identitas bayi, dan meningkatkan rasa solidaritas. Selain Fungsi Ritus tae loas juga memiliki makna yaitu makna religius, makna kekerabatan dan makna pendidikan. Ritus tae loas merupakan salah satu ritual kelahiran bayi yang dilakukan masyarakat Manggarai, Kelurahan Golo Wangkung, Nusa Tenggara Timur. Beberapa hal yang dapat disimpulkan

oleh peneliti mengenai Ritus tae loas adalah Ritus Kelahiran memiliki lima tahapan upacara yang terdiri dari dukun melakukan cikeng kepada perut kandungan ibu yang hendak melahirkan, bolo rinding (memukul dinding kamar persalinan), poro puset (memotong tali pusat), toko ruis cumpe (tidur dekat tungku api), dan cear cumpe (pengukuhan identitas bayi). Ritus tae loas memiliki fungsi yakni: sebagai upacara pengukuhan dan pelantikan bayi secara resmi di Kampung Wangkung, menetukan identitas bayi, dan meningkatkan rasa solidaritas. Selain Fungsi Ritus tae loas juga memiliki makna yaitu makna religius, makna kekerabatan dan makna Pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, penulis memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yang perlu dikembangkan lagi mengenai ritual kelahiran di Kelurahan Golo Wangkung, yaitu: mendalami peran keluarga anak rona (keluarga laki-laki), anak wina (keluarga perempuan), dan pa’ang ngaung (kerabat) dalam upacara adat kelahiran di Kelurahan Golo Wangkung dan meneliti bagaimana inkulturasi gereja katolik terhadap pemberian identitas nama masyarakat Manggarai.

REFERENSI

Afi, E.Y.M. Kristian & Banamtuan, F. Maglon. (2020). Kajian Sosio-Historis Tentang Pandangan Dunia Atoni Pah Meto Dalam Ritus Poitan Liana. Pardigma Jurnal Kajian Budaya, 10(1).

Denti, Fran’s, Hervinda & Legowo, Martinus. (2015). Makna Upacara Adat       Keboan       (Studi

Interaksionisme Simbolik Pada Masyarakat     Desa     Aliyan

Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Paradigma, 3(2).

Deki, Teobaldus, Kanisius. (2011). Tradisi Lisan Orang Manggarai, Membidik Persaudaraan Dalam Bingkai Sastra. Jakarta: Parrhesia Institute.

Emawati. (2016). Ritual Baayun Anak dan Dinamikanya. Jurnal Al Murabbi, 2(2).

Fakhrurozi, Jafar & Putry, Nasya, Shely. (2019). Fungsi Wawancan Dalam Upacara Adat Pengantin Lampung Saibatin. Jurnal Salaka, 1(2).

Hadi, Sutrisno. (1995). Metodologi Research Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset.

Koentjaraningrat. (1979). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Koentjaraningrat. (1993). Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta:   Balai

Pustaka.

Lesing, Yohanes. (2019). Solidaritas Sosial Masyarakat Dalam Tradisi Wero Mata (Upacara Kematian) di Desa Wae Codi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kajian,       Penelitian       dan

Pengembangan       Pendidikan

Sejarah, 4(2).

Manik, Septiani, Helga. (2011). Makna dan Fungsi Tradisi Sinamot Dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantau Surabaya. Jurnal Biokultur, 1(1).

Misyuraidah. (2017). Gelar Adat Dalam Upacara    Perkawinan    Adat

Masyarakat Komering di Sukarami Ogan Komering Ilir Sumatra Selatan. Jurnal Intizar, 23(2).

Ndiung, Sabina & Bayu, Wira, Gede. (2019). Ritus Tiba Meka Orang Manggarai dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Karakter. Jurnal Pendidikan          Multikultural

Indonesia, 2(4).

Nggoro, M. Adi. (2006). Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah.

Niampe, La. (2013). Upacara Kaago-Ago Dalam Tradisi Perladangan Pada Masyarakat Muna (Kajian Bentuk Fungsi dan Makna). Jurnal Mudra Seni Budaya, 28(2).

Pous, Hendrik. (2019). Persepsi Masyarakat Manggarai Tentang Upacara Tae Loas (Upacara Kelahiran) Anak Laki-Laki dan Perempuan     di     Kelurahan

Mandosawu         Kecamatan

Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur. Jurnal Gatranusantara, 17(1).

Selatang, Fabianus. (2020). Membingkai Relasi Orang Hidup dan Mati Melalui Tradisi Lisan Upacara Teing Hang. Jurnal Studi Budaya Nusantara, 4(1).

Sumardi, Fransiskus. (2017). Makna dan Fungsi Sawah Lodok di Kampung Meler Desa Meler Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Jurnal Humanis, 18(2).

Yolanda, A. B., Amri, Emizal & Fitriana, Erda. (2020), Makna Upacara Kematian Malapeh-Lapeh Bagi Masyarakat Nagari Taulak Pesisir Selatan. Jurnal culture and society of Anthropological Research, 1(3).

Zidni. (2017). Upacara Adat Kelahiran Sebagai Nilai Sosial Budaya Pada Masyarakat Suku Sasak Desa Pangadangan. Jurnal Didika (Wahana Ilmiah Pendidikan Dasar), 1(1).

Widyawati, Ken. (2014). Ritual Kliwonan Bagi Masyarakat Batang. Jurnal Humanika, 20(2).