Dibalik Maraknya Penggunaan Software Open Source Berbasis Web di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali
on
DOI: 10.24843/SP.2018.v2.i01.p06
Dibalik Maraknya Penggunaan Software Open Source Berbasis Web di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali
I Putu Suhartika1 dan Ketut Darmana2
[1]Progran Studi D3 Perpustakan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Udayana [2]Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
1[email: suhardharma@yahoo.com]
2[email: darmanaketut993@yahoo.com]
Abstract
This study focuses on the opinion of developers and users of the system consisting of head of library , librarians, and students about the use of open source software in the Library of Higher Education in Bali. It is hoped that various reasons can be expressed regarding the implementation of the system. This research is a qualitative research using a critical approach.The results showed that 83% of State University Libraries and some private universities in Bali use open source SLiMS software for library management. SLiMS was originally developed to replace the Library software of the Ministry of National Education, but then the software was distributed to the community for free. The use of SLiMS in the library undergoes several stages which are not understood by the initial user of the system. Therefore, the head of the library spent substantial funds for software procurement and staff knowledge improvement. The user's expectation that the software is completely free becomes unrealized. In its development, this software needs to customize, and for that, users interact with program developers. They issue guidelines that users must follow. This interaction creates a continuous relationship between developers and users of the system to form the relationship between knowledge and power. In addition, the practice of hegemony has already occurred in the use of such software. This hegemony process ends when the system user has sufficient ability to handle the system.
Keywords: Open Source Software, Power and Knowledge, Hegemony
PENDAHULUAN
Adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat menyebabkan perpustakaan mulai membenahi pengelolaannya. Dampak teknologi informasi sangat dirasakan di perpustakaan. Pada saat ini, kita mengenal berbagai istilah perpustakaan seperti perpustakaan elektronik, perpustakaan hibrida, perpustakaan maya (virtual), dan perpustakaan digital. Semua istilah tersebut sangat berhubungan dengan teknologi informasi. Perbedaan utama antara perpustakaan konvensional dengan perpustakaan modern adalah terletak pada pemanfaatan
teknologi informasi tersebut. Salah satu ciri utama perpustakaan modern adalah adanya sistem informasi yang digunakan untuk menangani pekerjaan-pekerjaan perpustakaan secara elektronik. Dengan sistem informasi diharapkan integrasi kegiatan perpustakaan dapat terwujud.
Berbagai aplikasi (software) dapat digunakan dalam sistem informasi perpustakaan, mulai dari software berbayar, pengembangan software sendiri, dan software open source. Software open source adalah software dimana pengguna sistem dapat mengakses semua source code (kode sumber) yang biasanya berupa transkrip
Sunari Penjor: Journal of Anthropology
Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud
bahasa pemrograman. Source code tersebut dapat dirubah atau dikembangkan dan nantinya dapat didistribusikan kembali kepada pengguna lain untuk digunakan dan dievaluasi kembali sesuai dengan kepentingannya. Software open source dapat dikatakan sebagai software gratis (Rifqi, 2012). Oleh karena itu, software open source banyak digunakan di perpustakaan, termasuk Perpustakaan Perguruan Tinggi. Meskipun software open source itu gratis, tetapi kualitas software tersebut setara dengan software berbayar atau dikembangkan sendiri. Kualitas semua software tidak ditentukan oleh rumitnya pembuatannya, namun ditentukan oleh tingkat keberhasilan pada saat uji coba sistem, dalam hal ini, kinerja software sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna sistem.
Maraknya penggunaan software open source di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali menyebabkan adanya keinginan atau usaha-usaha untuk mengetahui fenomena penggunaan software tersebut. Evaluasi software open source, mulai dari evaluasi sistem, pengguna, dan pengembang software sangat perlu dilakukan dalam upaya pencarian alasan (motif) dibalik penggunaan software tersebut. Berbagai pertanyaan muncul seiring dengan maraknya penggunaan software tersebut seperti mengapa pengembang sistem membuat software yang gratis padahal pembuatan sistem sangatlah rumit dan memerlukan banyak waktu dan biaya?, mengapa perpustakaan memanfaatkan software tersebut? apakah software itu benar-benar gratis? Penelitian ini diharapkan dapat menjawab semua pertanyaan kritis tersebut.
PEMBAHASAN
Kebanyakan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali menggunakan CMS Slims Meranti. SLiMS (Senayan Library Management System) adalah
perangkat lunak sistem manajemen perpustakaan sumber terbuka yang dilisensikan di bawah GPL v3. Aplikasi web ini dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2006. Para pengembang sistem ini bernaung di bawah komunitas yang bernama SDC (Senayan Developers Community) yang sering melakukan pertemuan tahunan di berbagai daerah di Indonesia. Situs resmi SLiMS dapat diunduh di http://slims.web.id. CMS SLiMS menggunakan scripting language PHP dan basis data MySQL. CMS ini dapat berjalan di semua sistem operasi komputer seperti Windows dan Linux. SLiMS dirancang khusus untuk perangkat lunak open source perpustakaan. Namun demikian, seiring dengan perkembangannya, perangkat lunak ini juga dapat digunakan untuk pengelolaan repositori institusi, IR (Institutional Repository) adalah tempat online yang digunakan untuk mengumpulkan, merawat, dan menyebarkan informasi yang merupakan kekayaan intelektual institusi dalam format digital (Thakuria, 2008:102). Sehubungan dengan pengertian tersebut, SLiMS akhirnya digunakan juga oleh Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali untuk menangani koleksi lokal (local content) perguruan tinggi seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, dan karya ilmiah civitas akademika lainnya. Tampilan OPAC (online Public Access catalog) SLiMS menggunakan konsep minimalis, dalam hal ini, ketika OPAC itu dibuka, tampilannya hanya untuk pencarian katalog saja. Tampilan SLiMS tidak terlalu user friendly dan kelihatan statis (kaku). Di samping itu, pengguna tidak mempunyai pilihan lain kecuali menggunakan fitur-fitur yang disediakan oleh SLiMS.
Beberapa Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri di Bali yang menggunakan SLiMS adalah Perpustakaan Universitas
Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sekolah Tinggi Pariwisata (STP), Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN), dan Politeknik Negeri Bali (PNB). Sedangkan, beberapa Perpustakaan Perguruan Tinggi Swasta yang menggunakan SLiMS adalah Perpustakaan Universitas Warmadewa, Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional, dan Universitas Dwijendra. Di samping itu, SLiMS juga banyak digunakan di perpustakaan umum, sekolah dan khusus di berbagai instansi pemerintah dan swasta di Bali.
Ditinjau dari sejarah lahirnya SLiMS (etnografi konvensional), dikatakan oleh Hendro Wicaksono, yang merupakan salah satu pengembang SLiMS, bahwa adanya SLiMS karena program manajemen perpustakaan yang digunakan Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional bernama Alice dari British Council habis masa pakainya, dan pada saat itu Departemen tidak mempunyai anggaran untuk memperpanjang masa pakai Alice. Selain itu, Alice adalah produk tidak bebas (proprietary) yang serba tertutup. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan Departemen memutuskan untuk membuat perangkat lunak yang baru dengan memanfaatkan bahasa pemrograman PHP dan basis data MySQL yang dipelajari secara otodidak. “Kami semua berlatar belakang pustakawan. Kebetulan kami suka pada teknologi informasi dan samasama mempelajarinya,” kata Arie Nugroho salah satu pengembang SLiMS lainnya. SLiMS akhirnya didistribusikan kepada masyarakat luas secara gratis. Biasanya para pengembang dan pengguna SLiMS berkumpul di “SLiMS Community Meetup” yang diselenggarakan setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia. Peserta yang terdiri dari pustakawan, pengelola perpustakaan, programmer, dan pihak terkait lainnya
menghadiri kegiatan tersebut. Peserta diwajibkan untuk membayar kegiatan tersebut.
Mengingat source code SLiMS dapat diakses secara bebas, maka salah seorang programmer di Bali yang juga dijadikan sebagai salah satu informan dalam penelitian ini, melakukan pengembangan fitur-fitur yang sebelumnya tidak disediakan secara default oleh SLiMS. Pengembangan dilakukan pada tampilan pengguna (user template) dan interface (antarmuka) lainnya seperti Login Form, Barcod otomatis, dan notifikasi email. Pada halaman pengguna, programmer tidak lupa menyertakan kontak person yang dapat dihubungi oleh pengguna sistem. Setelah melakukan pengembangan fitur-fitur SLiMS tersebut, hasil pengembangan tersebut dihosting di internet agar pengguna dapat mengetahui dan mengevaluasi kembali sesuai dengan keperluannya.
Di pihak pengguna sistem atau pengguna perpustakaan Perguruan Tinggi, sistem atau software open source ini digunakan sebagai sarana pencarian informasi (information retrieval), terutama buku atau koleksi online, dalam rangka penyelesaian karya ilmiahnya. Di dalam pencarian referensi ini, kebanyakan pengguna tidak mau datang secara langsung ke perpustakaan. Dengan fasilitas handphone berkecepatan tinggi yang dimiliki, software open source tersebut dengan mudah dapat diakses, dan koleksi yang diperlukan dapat ditemukan dengan cepat. Pemustaka Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali kebanyakan dari kalangan mahasiswa, yang sudah tentu kelahiran sekitar tahun 1992 sampai 1998. Kelahiran manusia pada masa tahun tersebut menurut Zemke et al (dalam Putra, 2016), digolongkan ke dalam generasi Y (generasi milenia). Manusia yang lahir pada generasi tersebut lebih suka pada hal-hal yang
instan, praktis, dan mempunyai kemampuan mengaplikasikan semua kegiatan dalam suatu waktu.
Di pihak operator sistem atau pustakawan dan pengelola perpustakaan, software open source sangat membantu dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan perpustakaan dengan cepat dan tepat. Namun demikian, mereka bukanlah ahli sistem, sehingga ketika mengalami permasalahan (trouble), mereka menjadi bingung, dan tidak mampu
memperbaikinya, sehingga dapat menggangu penyelesaian tugas-tugasnya. Mereka memerlukan pelatihan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan sistem.
Kepala perpustakaan sebagai seorang pengambil kebijakan di perpustakaan mempunyai peranan yang strategis dalam pemanfaatan software open source. Mereka mengatakan bahwa perpustakaan telah mengalokasikan dana dalam rangka pengadaan sistem dan pelatihan staf. Mereka sering mengirim staf perpustakaan untuk mengikuti pelatihan, atau mengundang pakar sistem untuk memberikan penjelasan dan memperbaiki sistem jika sistem tersebut rusak. Sistem juga perlu diperbarahui (update) agar dapat menangani pekerjaan perpustakaan yang lebih kompleks sesuai dengan keinginan pengguna.
Dari uraian tersebut di atas, pendekatan kritis yang dapat disampaikan sehubungan dengan di balik maraknya pengguna software open source di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali adalah:
-
1. Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan program,
sementara itu, para pengembang (developer) membuat rancangan dan aplikasinya. Sistem aplikasi
perpustakaan yang disebut dengan SLiMS itu dibuat berdasarkan pengetahuan para pengembang,
sehingga hasilnya disebut dengan sistem default. SLiMS ini akhirnya dihosting di internet dan didistribusikan untuk masyarakat luas secara gratis. Masyarakat, khususnya pengelola perpustakaan, tertarik untuk menggunakannya. Aplikasi SLiMS di masing-masing perpustakaan mengikuti beberapa tahapan seperti download, instal, dan konfigurasi atau kastomisasi sistem. Semua pekerjaan ini tidak mudah dilakukan bagi pengguna pemula. Untuk itu, kepala perpustakaan menghubungi para pengembang atau programmer lain untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Di samping itu, demi keberlanjutan sistem, kepala perpustakaan mengirimkan staf untuk mengikuti pelatihan SLiMS yang diselenggarakan oleh pihak lain atau oleh perpustakaan sendiri. Perpustakaan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk semua kegiatan ini. Sehubungan dengan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa software open source (SLiMS) itu tidak gratis dan menuntut tenaga atau staf perpustakaan yang handal di bidang komputer dalam pengoperasiannya. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan juga bahwa, Departemen Pendidikan Nasional dan para pengembang software mempunyai pengetahuan yang cukup untuk membuat program (SLiMS) yang didistribusikan secara gratis ke masyarakat luas. SLiMS ini merupakan wacana atau artikulasi yang dimunculkan oleh pengembang sistem untuk memberikan pengetahuan kultural yang mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu. Agar dapat digunakan secara optimal, perpustakaan harus mempunyai pengetahuan tentang wacana tersebut, jika tidak,
perpustakaan harus melakukan hubungan atau komunikasi dengan para pengembang program. Di sinilah muncul relasi antara kuasa dan pengetahuan, yang oleh Foucault disebut dengan “power and
knowledge”, sehingga tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan tidak ada pula kuasa tanpa pengetahuan. Francis Bacon melihat ilmu pengetahuan itu sebagai kekuatan “knowledge is power”, sementara itu, Foucault menganggap ilmu
pengetahuan tersebut dapat dijadikan alat penguasaan manusia (Lubis, 2004)
-
2. SLiMS merupakan sistem
pengelolaan perpustakaan modern. Melalui sistem ini, modernisasi perpustakaan dapat dilakukan secara optimal. Lyotard menggunakan istilah “modern” untuk menyebut ilmu yang melegitimasi diri dengan merujuk pada metawacana tertentu (Sarup, 2003). Metawacana yang dimaksudkan di sini adalah narasi besar yang berhubungan aplikasi software itu, seperti wacana Perpustakaan Digital (Digital Library), Perpustakaan 2.0,
Perpustakaan Maya (Virtual Library), dan Undang-Undang No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
-
3. Mengingat SLiMS ini merupakan wacana atau artikulasi yang mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu, maka pengguna sistem (pemustaka dan perpustakaan) mengikuti pedoman atau aturan yang dimunculkan oleh wacana tersebut. Hal ini dilakukan agar optimalisasi penggunaan sistem di perpustakaan menjadi optimal. Di sini jelas bahwa wacana tersebut juga menghasilkan hegemoni bagi penggunanya. Gramsci menyatakan bahwa proses hegemoni terjadi apabila cara hidup,
cara berpikir dan pandangan pemikiran masyarakat bawah terutama kaum proletar telah meniru dan menerima cara berpikir dan gaya hidup kelompok elit atau jika ideologi golongan yang mendominasi telah diambil alih secara sukar rela oleh yang didominasi (Simon, 2004). Namun demikian, pengguna sistem dapat melakukan “counter
hegemony” jika mereka mempunyai pengetahuan yang lebih luas dari pengembang sistem. Dengan
pengetahuan tersebut, mereka tidak lagi berhubungan sebagai orang yang didominasi, tetapi ditempatkan pada posisi yang ‘lebih tinggi’. Perang posisi (war of position) seperti ini sangat lazim dilakukan dalam pemunculan suatu wacana, makin banyak pengetahuan dan kekuasaan yang dipunyai makin besar peluang untuk memenangkan perang tersebut.
-
4. Pengguna perpustakaan merupakan pemakai potensial teknologi
informasi. Menurut Jogiyanto (2007: 112), pemakai sistem akan
menggunakan sistem jika sistem bermanfaat, baik sistem itu mudah digunakan atau tidak mudah
digunakan. Sistem yang sulit digunakan akan tetap digunakan jika pemakai merasa bahwa sistem masih berguna. Penggunaan teknologi
informasi (sistem) dapat
mempengaruhi gaya hidup seseorang, lebih-lebih di era globalisasi sekarang ini, yang menurut Barker (2014: 109), globalisasi itu berhubungan dengan “proses pengerucutan dunia” (the increased compression of the world). Pengerucutan dunia bisa dipahami dalam bingkai semakin menyebarnya lembaga-lembaga
modernitas ke seluruh pelosok dunia. Pengguna akan berusaha mencari segala sesuatu yang dapat meningkatkan citra di depan publik.
Berbagai kegiatan pencitraan dilakukan, seperti pemunculan di media sosial, pemenuhan sarana teknologi informasi yang canggih, dan gaya hidup konsumeristik lainnya. Di dunia pendidikan, perkembangan teknologi informasi mempengaruhi juga tingkah laku pemustaka (mahasiswa). Pemustaka lebih senang melakukan sesuatu yang instan dan mudah dilakukan tanpa mengikuti kaidah akademik, sehingga tradisi ‘copas’ (copy-paste) yang menyebabkan plagiarisme sering dijumpai di kalangan akademika.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan software open source berbasis web di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali mengandung implikasi bagi pengembang, perpustakaan, dan pengguna sistem.
PENUTUP
Dibalik maraknya penggunaan software open source berbasis web di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Bali, maka ada hal-hal yang terjadi, entah itu disadari atau tidak, bahwa software open source memberikan dampak bagi pengembang/pembuat sistem, kepala perpustakaan, pustakawan, dan pengguna perpustakaan. Pembuat sistem memberikan kesempatan kepada pengguna untuk berinteraksi menyampaikan ketidakjelasan sistem. Berdasarkan pengetahuan sistem yang dimiliki, pembuat memberikan penjelasan yang harus diikuti oleh pengguna agar sistem tersebut dapat berjalan optimal di perpustakaan. Di samping itu, pengembangan (update) sistem menuntut pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi, sehingga mau tidak mau, kepala perpustakaan harus menyediakan dana yang cukup besar untuk keperluan tersebut. Di sini,
terlihat adanya hubungan kekuasaan dan pengetahuan antara pembuat sistem, pengguna, dan kepala perpustakaan. Di sini juga terjadi proses hegemoni dari pembuat sistem kepada penggunaanya. Hegemoni ini akan berubah, pada saat, pengguna sistem mempunyai pengetahuan yang banyak tentang sistem, pengguna tersebut akan memiliki kekuasaan untuk mengembangkan, mendistribusikan, dan menjelaskan software open source kepada pengguna lainnya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa software open source memang tidak gratis tapi sedikit biaya. Software ini menjadi gratis jika pengguna mempunyai pengetahuan tentang software itu. Gartina (2009: 55) menyatakan bahwa penggunaan software berbasis open source (sumber terbuka) dinilai memiliki total cost of ownership (TCO) atau biaya investasi lebih rendah dibandingkan dengan komputer berbasis software berlisensi. Perbandingannya bisa mencapai 1:5, terkadang perbandingannya bisa lebih besar, yaitu bisa mencapai 1:10. Efisiensi biaya itu disebabkan juga dari karakteristik software open source tersebut. Sarvina (2017: 25) memberikan beberapa ciri software open source yaitu sumbernya sering tidak diketahui, perencanaannya step by step, penggunanya dari anggota atau komunitas sistem, outputnya untuk menyelesaikan persoalan, kedisiplinannya lemah, pengembangannya publik, kerjasamanya melalui internet, dan jaminan kualitas persaingannya. Keberlanjutan software open source ditentukan oleh pengembangan sistem, seperti modal, ideologi, dan kepentingan pengembang. Semua hal tersebut, nantinya dapat memengaruhi citra dan eksistensi pengembang itu sendiri di masa datang.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. 2014. Kamus Kajian Budaya. Kanisius: Yogyakarta
Gartina, Dhani. 2009. Penggunaan Software Open Source Dalam Mendukung Kegiatan Penelitian dan Administrasi Perkantoran. Informatikan Pertanian, Vol. 18, No 1
Jogiyanto. Sistem Informasi
Keperilakuan. Yogyakarta: Andi, 20007
Juli Thajuria. 2008. Building An Institutional Repository With DSpace. PLANNER. Nagaland University:Nagaland
Lubis, Akhyar Yusuf. 2004. Setelah Kebenaran dan Kepastian
Dihancurkan Masihkah Adakah Tempat Berpijak Bagi Ilmuwan: Sebuah Uraian Filsafat Ilmu Pengetahuan Kaum Posmodernis. Akademia: Bogor
Putra, Yanuar Surya. 2016. Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti Vol.9 No.18,
Desember 2016. STIE AMA:
Salatiga
Rifqi, Muhammad (2012). Kajian Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Open Source Joomla dengan Menggunakan Auto
Generate. 4(1). Jurnal
TELEMATIKA MKOM.
Simon, Roger. 2004. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Sarup, Madam. 2003. Post-Structuralism and Postmodernism: Sebuah
Pengantar Kritis. Jendela:
Yogyakarta
Sarvina, Yeli. 2017 Pemanfaatan Software Open Source “R” Untuk Penelitian AgroKlimat.
Informatikan Pertanian, Vol. 26, No 1
UU No. 43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan. Jakarta:
Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia:
Discussion and feedback