PENINGKATAN PRODUKSI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DAN RUMPUT SETARIA (Setaria splendida Stapf) MELALUI PEMUPUKAN BIOURIN
on
pastura Vol. 2 No. 2 : 93 - 96
ISSN : 2088-818X
PENINGKATAN PRODUKSI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DAN RUMPUT SETARIA (Setaria splendida Stapf) MELALUI PEMUPUKAN BIOURIN
I M. Nuriyasa, N. N. Candraasih K., A. A. A. S. Trisnadewi, E. Puspani, W. Wirawan
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan produksi hijauan pakan dapat dilakukan melalui peningkatan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik biourin. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola split-plot 2 × 4 dengan 3 ulangan. Main plot adalah jenis rumput terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum) atau R1 dan Setaria (Setaria splendida Stapf) atau R2. Sub plot adalah aras pemupukan biourin yaitu tanpa biourin (B0), biourin sapi 25.000 l/ha (B1), biourin sapi 50.000 l/ha (B2) dan biourin sapi 75.000 l/ha (B3). Tidak terjadi interaksi yang nyata pada semua variabel pengamatan antara perlakuan jenis rumput dengan aras pemupukan biourin. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa produksi rumput gajah lebih tinggi dibandingkan dengan rumput setaria. Pemupukan biourin dengan aras 75.000 l/ha menghasilkan produksi hijauan lebih tinggi daripada aras pemupukkan 50.000 l/ha, 25.000 l/ha dan tanpa pemupukan.
Kata kunci : jenis rumput, biourin, pertumbuhan, produksi.
ABSTRACT
Research aimed to increase forage production through improved soil fertility by using biourine organic fertilizer. Grass differences as the main plot consisting of elephant grass (Pennisetum purpureum) or R1 and Setaria (Setaria splendida Stapf) or R2. Biourin fertilization as sub plot ie without cattle biourine fertilizer (B0), 25 000 lt/ha cattle biourin fertilizer (B1), 50 000 lt/ha cattle biourin fertilizer (B2) and 75 000 lt/ha cattle biourine fertilizer (B3). No significant interaction on all the variables observed between grass differences with biourine fertilization level. The study concluded elephant grass production was higher than those setaria grass. Biourine Fertilization with a dose 75.000 l/ha produced grass production was higher than those 50 000 l/ha, 25,000 l/ ha and without fertilization.
Keywords : grass differences, biourin, growth, poduction.
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti energi, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral. Secara umum kualitas hijauan di daerah tropis lebih rendah daripada di daerah sub tropis karena kandungan N rendah dan kandungan serat kasar tinggi (Sumarsono et al., 2009). Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas hijauan di daerah tropis adalah melakukan pemupukan dengan biourin. Pada saat ini terjadi penurunan kualitas (degradasi) lahan yang mengakibatkan penurunan kualitas hijauan pakan. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa diimbangi dengan upaya pengembalian yang optimal tentu akan memperparah kerusakan lahan. Kartini (2000) menyatakan penggunaan pupuk kimia dalam periode yang lama merupakan salah satu penyebab degradasi lahan. Supadma (2006) menyatakan bahwa sejak tahun 1984 petani berusaha meningkatkan produksi menggunakan pupuk buatan (anorganik). Sebaliknya petani hampir melupakan peranan pupuk organik dengan argumentasi responnya lebih lambat. Pemakaian pupuk anorganik dalam jangka panjang dapat merusak sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Muji Rahayu (2006) menyatakan bahwa kembali ke penggunaan pupuk organik adalah langkah tepat untuk
mengindari dampak negatif dari revolusi hijau.
Selaian menghasilkan pupuk padat, ternak juga menghasilkan pupuk cair berupa urin (Flaig, 1984). Biourin merupakan pupuk yang berasal dari urin ternak yang telah mengalami proses fermentasi (Anon, 2007). Paket teknologi ini melibatkan peran mikroorganisme (bakteri) untuk mentransformasi senyawa kimia ke substrat organik sehingga bisa diimplementasikan langsung sebagai nutrisi pada tanaman termasuk hijauan tanaman pakan ternak. Pupuk biourin memiliki keunggulan yaitu memiliki kandungan hara lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran padat (Adijaya, 2009) dan mudah mengaplikasikan cara penyemprotan atau penyiraman. Adijaya (2009) mendapatkan bahwa pemanfaatan 7.500 l/ha biourin sapi yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi 5,0 ton/ ha mampu meningkatkan hasil bawang merah 60,77% dan biourin sapi 15.000 t/ha meningkatkan hasil 31,72% dibandingkan dengan tanpa pemupukan (6,45 ton bawang merah setiap hektar).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan Setaria (Setaria splandida Stapf) merupakan tanaman pakan ternak yang baik untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak ruminansia (McIlroy, 1976). Menurut Nurhajati (1986) produksi hijauan pakan ternak dapat optimal bila jenis dan jumlah hara yang ditambahkan
dalam keadaan cukup. Salah satu pupuk yang dapat dipergunakan adalah pupuk organik cair (biourin). Penggunaan biourin dapat memperbaiki tekstur tanah, biologi tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman (Nurhajati et al., 1986).
Informasi tentang penggunaan biourin pada tanaman pakan ternak masih sangat jarang, oleh karena itu penelitian tentang aspek tersebut perlu dilakukan pada tanaman hijauan pakan ternak terutama jenis rumput unggul yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan setaria (Setaria splendida Stapf).
MATERI DAN METODE
Bibit Rumput dan Tanah
Bibit yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput setaria (Setaria splandida Stapf). Tanah didapatkan dari daerah Tukad Balian, Renon, Denpasar dengan tekstur lempung. Tanah dianalisa di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana (Tabel 1). Tanah dikering udarakan terlebih dahulu, selanjutnya diayak dengan ayakan yang berukuran 2 mm × 2 mm. Air yang dipergunakan menyiram adalah air yang berasal dari PDAM, Denpasar.
Pupuk
Pupuk kandang sapi dipergunakan sebagai pupuk dasar dengan dosis 10 ton/ha. Hasil analisa pupuk kandang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisa Pupuk Kandang dan Tanah
Variabel |
Satuan |
Hasil Analisa | |
Pupuk Kandang |
Tanah | ||
H2O |
% |
6,440 |
7,30 |
Daya antar listik (DHL) |
Mmmhos/cm |
19,09 |
2,32 |
C- Organik |
% |
17,27 |
1,81 |
N Total |
% |
0,79 |
0,1 |
P Tersedia |
Ppm |
554,49 |
104,01 |
K Tersedia |
Ppm |
777,00 |
78,2 |
KTK |
Me/100/g |
- |
20,24 |
KB |
% |
- |
96,55 |
Kadar Air | |||
- KU |
% |
10,78 |
16,32 |
- KL |
% |
- |
23,51 |
Tekstur | |||
- Pasir |
% |
- |
51,61 |
- Debu |
% |
- |
32,29,1 |
- Liat |
% |
- |
Penelitian ini menggunakan biourin yang diproduksi oleh kelompok ternak di Desa Kelating, Tabanan. Hasil analisis laboratorium biourin disajikan pada Tabel 2.
Pemberian Pupuk
Pupuk kandang dari kotoran sapi sebagai pupuk dasar diberikan langsung pada saat penanaman bibit sebanyak 10 ton/ha (200 g/pot), sedangkan pemberian biourin dilakuan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanaman berumur dua minggu dan dua minggu setelah pemberian pertama. Pemberian biourin disesuaikan dengan dosis perlakuan yaitu 25.000 l/ton atau 50 ml/pot, 50.000 l/ha atau 100 ml/pot, 75.000 l/ha atau 150 ml/pot.
Tabel 2 Hasil Analisis Biourin
No |
Variabel |
Satuan |
Hasil Analisis |
1 |
pH |
- |
3,45 |
2 |
C - Organik |
% |
2,88 |
3 |
N - Tersedia |
% |
1,3 |
4 |
P - Tersedia |
Mg/L |
57,870 |
5 |
K - Tersedia |
% |
0,66 |
6 |
Kalsium (Ca) |
% |
1,71 |
7 |
Magnesium |
% |
0,11 |
Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola split-plot 2 × 4 dengan tiga kali ulangan. Sabagai main plot adalah jenis rumput yang terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum) atau R1 dan Setaria (Setaria splendida Stapf) atau R2. Sebagai sub plot adalah aras pemupukan biourin yaitu tanpa pemupukan biourin (B0), biourin sapi 25.000 l/ha (B1), biourin sapi 50.000 l/ha (B2) dan biourin sapi 75.000 l/ha (B3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka perhitungan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrrie, 1991).
Pengambilan Data
Panen dilakukan pada saat tanaman berumur delapan minggu dan pengambilan data pertama dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu. Variabel pertumbuhan terdiri dari: tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan. Variabel produksi meliputi: berat kering daun, batang, akar dan total hijauan. Variabel karakteristik terdiri dari: nisbah berat kering daun dengan batang, nisbah berat kering total hijauan dengan akar dan luas daun/pot.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis rumput dengan dosis pupuk biourin terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan Setaria (Setaria splendida Stapf). Rumput gajah atau R1 tumbuh lebih tinggi daripada rumput setaria atau R2 (96,95 cm vs. 52,42 cm). Sebaliknya jumlah daun rumput gajah lebih sedikit daripada rumput setaria (27,67 helai vs. 32,33 helai), seperti pada Tabel 3. Hal ini mengindikasikan bahwa rumput gajah lebih banyak memanfaatkan unsur hara untuk pertumbuhan batang sedangkan rumput setaria memanfaatkan unsur hara lebih banyak untuk pertumbuhan daun, sesuai dengan pendapat Gardner et al. (1991) dan Mendra (1991). Tidak terjadi perbedaan generatif antara rumput gajah dengan setaria yang ditunjukkan oleh jumlah anakan yang tidak berbeda nyata. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemupukan biourin dengan dosis 75.000 l/ha (B3) menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan lebih tinggi (P<0,05) daripada dosis 50.000 l/ha (B2), 25.000 l/ha (B1) dan tanpa pemupukan biourin (B0), seperti pada Tabel 4. Makin tinggi dosis pemupukan biourin makin tinggi pula tingkat
pertumbuhan tanaman karena semakin tinggi unsur-unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Pendapat yang sama dikemukan oleh Yaacob et al. (1980), Kerley et al. (1996) dan Widjajanto et al. (2001).
Berat kering daun, batang dan total hijauan rumput gajah lebih tinggi daripada rumput setaria (Tabel 3). Secara morfologi, rumput gajah mempunyai batang lebih besar dan ukuran daun lebih lebar sehingga lebih efektif dalam hal penyerapan radiasi matahari dan unsur hara. Kondisi ini menyebabkan fotosintesis berjalan optimal sehingga bahan kering yang dihasilkan oleh rumput gajah lebih tinggi daripada rumput setaria. Pendapat ini didukung oleh Budiana (1993) yang menyatakan makin tinggi laju fotosintesis maka makin tinggi karbohidrat dan protein yang dihasilkan tanaman sehingga berat kering juga makin tinggi. Perlakuan pemupukan B3 menghasilkan berat kering daun, batang, akar dan total hijauan lebih tinggi (P<0,05) daripada B2, B1 dan B0 (Tabel 4).
Tabel 3 Pertumbuhan dan Produksi pada Rumput Berbeda | |||
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | |
R1 |
R2 | ||
Tinggi Tanaman (cm) |
96,95a2) |
52,42b |
3,15 |
Jumlah Daun (helai) |
27,67b |
32,33a |
1,54 |
Jumlah Anakan (batang) |
5,08a |
5,75a |
0,37 |
Berat Kering Daun (g) |
19,48a |
13,40b |
0,77 |
Berat Kering Batang (g) |
29,83a |
15,22b |
1,74 |
Berat Kering Akar (g) |
17,19b |
22,32a |
1,38 |
Berat Kering Total Hijauan (g) |
48,90a |
27,82b |
2,04 |
Nisbah Berat Kering Daun dengan Batang |
0,66b |
0,88a |
0,045 |
Top Root Ratio |
2,79a |
1,27b |
0,17 |
Luas Daun/Pot |
1160,86a |
1122,93a |
36,73 |
Keterangan:
1) R1: Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
R2: Rumput setaria (Setaria splendida Stapf)
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
3) SEM : standard Error of The Treatment Means
Tabel 4 Pertumbuhan dan Produksi Rumput yang Dipupuk Biourin
Variabel |
Dosis Biourin1) |
SEM 3) | |||
B0 |
B1 |
B2 |
B3 | ||
Tinggi Tanaman (cm) |
71,67a2) |
73,83a |
74,75a |
78,50a |
2,23 |
Jumlah Daun (helai) |
27,50c |
27,83bc |
29,67b |
35,00a |
0,98 |
Jumlah Anakan (bt) |
4,50bc |
5,00b |
5,67a |
6,50a |
0,37 |
Berat Kering Daun (g) |
14,33b |
16,53a |
16,71a |
18,22a |
0,55 |
Berat Kering Batang (g) |
19,73a |
22,82a |
22,03a |
25,50a |
1,23 |
Berat Kering Akar (g) |
16,75a |
19,37a |
21,11a |
21,80a |
0,97 |
Berat Kering Total Hijauan (g) |
33,07d |
37,64bc |
39,02b |
43,71a |
1,44 |
Nisbah Berat Kering Daun dengan Batang |
0,74a |
0,76a |
0,80a |
0,86a |
0.03 |
Top Root Ratio |
1,44a |
1,52a |
1,55a |
1,58a |
0,28 |
Luas Daun/pot (cm2) |
1329,27a |
1191,68b |
1074,78c |
971,77d |
25,97 |
Keterangan:
1)B0: Tanpa Biourin
B1: Biourin dengan dosis 25.000 lt/ha
B2: Biourin dengan dosis 50.000 lt/ha
B3: Biourin dengan dosis 75.000 lt/ha
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
3) SEM : Standard Error of The Treatment Means
Makin tinggi dosis biourin yang diberikan maka pertumbuhan dan produksi hijauan akan meningkat. Hal ini disebabkan karena, semakin tinggi unsur hara tersedia bagi tanaman menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas meningkat. Semakin banyak jumlah dan luas daun akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat sehingga meningkatkan produksi berat kering tanaman. Pendapat ini didukung oleh Adijaya (2010) yang menyatakan semakin tinggi dosis pupuk kandang dan biourin yang diberikan akan meningkatkan N- total dalam tanah. Poerwowidodo (1992) dan Sutejo (2002) menyatakan nitrogen diperlukan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil. Peningkatan klorofil pada daun akan mempercepat proses fotosintesis. Harjadi (1979) menyatakan bahwa hasil dari proses fotosintesis akan ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman yang akan digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan reproduktif.
Nisbah berat kering daun dengan batang rumput setaria lebih tinggi daripada rumput gajah (0,88 vs. 0,66), seperti Tabel 3. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan batang pada rumput setaria lebih rendah dan pertumbuhan daun lebih tinggi. Nisbah berat kering daun dengan batang yang tinggi menunjukkan bahwa rumput tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik karena kandungan karbohidrat dan protein akan lebih banyak dengan meningkatnya pertumbuhan daun. Top root ratio rumput gajah lebih tinggi daripada rumput setaria. Secara morfologi, pertumbuhan batang rumput gajah lebih tinggi sehingga porsi pemanfaatan hara lebih diprioritaskan pada pertumbuhan di atas tanah dibandingkan dengan pertumbuhan di bawah tanah (akar), sesuai dengan pendapat Mendra (1991). Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap variabel top root ratio pada perlakuan pemupukaan biourin. Nisbah berat kering daun dengan batang rumput yang diberi perlakuan pupuk B3 lebih tinggi (P<0,05) daripada B2, B1 dan B0. Perlakuan pupuk B3 menghasilkan nisbah luas daun/pot lebih rendah dibandingkan dengan B2, B1 dan B0 (Tabel 4). Makin tinggi dosis pemberian pupuk biourin maka karakteristiknya makin baik. Pendapat ini didukung oleh Sumarsono et al. (2009) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik berpengaruh posisitif terhadap komponen pertumbuhan dan produksi bahan kering hijauan. Peningkatan kandungan bahan organik tanah pada tanah bermanfaat menyediakan unsur nitrogen, posfor dan memperbaiki struktur tanah yang berdampak pada peningkatan produksi hijuan pakan ternak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis rumput dengan dosis pupuk biourin terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan Setaria (Setaria splendida Stapf). Produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) lebih tinggi daripada rumput Setaria
(Setaria splendida Stapf). Makin tinggi dosis pemberian pupuk biourin makin tinggi produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan Setaria (Setaria splendida Stapf).
SARAN
Pada peternak yang menggunakan pupuk biourin pada tanaman pakan ternak disarankan untuk menggunakan dosis minimal 75.000 l/ha. Perlu dilakuan penelitian lanjutan dengan menggunakan dosis pemupukan biourin yang lebih tinggi dari 75.000 l/ha.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan, Univeritas Udayana, group riset tanaman makanan ternak yang telah memberikan fasilitas rumah kaca dan peralatan penelitian sehingga penelitian dapat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Adijaya, I N. 2009. Potensi Limbah Sapi pada Integrasi Tanaman Pakan Ternak. Bulletin Teknologi dan Informasi Pertanian Edisi 21, Tahun VII, September 2009. Denpasar, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Adijaya, I N. 2010. Pengaruh Pupuk Kandang dan Biourin Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (ZEA MAYS L) di Lahan Kering. Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Anonymous. 2007. Proses Pembuatan Biourin (leaflet). Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Bekerja Sama dengan Bapeda Provinsi Bali.
Budiana. 1993. Produksi Tanaman Hijauan Pakan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Harjadi, M. M. S. S. 1979. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta.
Flaig, W. 1984. Soil Organic Matter as a Source of Nutrient. Organic Matter and Rice, Los Banos Laguna, Philippines: International Rice Research Institute.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik sebagai Pertanian Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Universitas Udayana, Denpasar.
Kerley, S. J., and Darvis, S. C. 1996. Preliminary Studies of the Impact of Excreted N on Cycling and Uptake of N in Pasture Systems Using Natural Abundance Stable Isotopic Discrimination. Plant and Soil 178: 287-294.
Mendra, K. 1991. Evaluasi Sifat-Sifat Pertumbuhan dan Produksi Rumput Unggul King Grass untuk Hijauan Makanan Ternak. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.
Muji, R. 2006. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Mcllroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan Susetyo, S. Soedarmadi, Kismono dan Sriharini. Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.
Nurhayati, H., Nyakpa, M. Y., Lubis, A. M., Nugroho, S. G., Saul, R., Amin, D. M., Go Ban Hong, H. H. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Widjajanto, D.W., Honmura, T., Matsushita, K., and Miyauchi, N. 2001. Studies on the Release of N From Water Hyacinth Incorporated Into Soil-Crop Systems Using 15N-Labeling Techniques. Pak. J. Biol. Sci., 4 (9): 1075-1077.
Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa, Bandung.
Sumarsono, S. Anwar, D.W. dan S. Budiyanto. 2009. Penerapan Pupuk Organik untuk Perbaikan Penampilan dan Produksi Hijuan Rumput Gajah pada Tanah Masam. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, Fakultas Peternakan, Univesitas Diponogoro, Semarang.
Supadma. 2006. Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana, Bandung.
Sutejo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Yaacob, O. and Blair, G. J. 1980. Mineralisation of 15N-Labelled Legume Residues in Soils with Different Nitrogen Contents and its Uptake by Rhodes Grass. Plant and Soil 57: 237-248.
96
Discussion and feedback