PERAN PEPOHONAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK RUMINANSIA: PENDEKATAN ILMIAH
on
pastura Vol. 2 No. 2 : 88 - 92
ISSN : 2088-818X
PERAN PEPOHONAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI
TERNAK RUMINANSIA: PENDEKATAN ILMIAH
Mastika,I.M., A.W. Puger, I.K.M. Budiasa dan M. Nuriyasa
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Tanaman pepohonan dan semak sangat potensial dan penting sebagai penyedia biomassa hijau yang berkelanjutan, mempunyai kecernaan bahan dan kandungan protein yang cukup tinggi. Beberapa jenis merupakan kelas tanaman leguminosa penting untuk memperkaya nitrogen tanah yang ditangkap oleh tanaman dari udara. Tanaman pohon ini lebih banyak menangkap energi radiasi matahari yang diubah menjadi bahan pakan ternak. Peran beberapa jenis tanaman pohon ini yaitu adanya bagian tanaman seperti daun, buah, kulit kayu dan akar mengandung zat saponin/sapogenin dan tannin yang berguna untuk mengurangi/menekan populasi protozoa rumen (agen defaunasi). Telah dikenal bahwa protozoa rumen merugikan produktivitas ternak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan secara in vitro dan in vivo terbukti zat tersebut dapat menekan populasi protozoa rumen. Kita di Indonesia memerlukan adanya upaya para ahli untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi jenis tanaman apa saja yang berperan sebagai agen defaunasi disamping sebagai penyedia biomassa hijau untuk ternak ruminansia. Dengan demikian akan tersedia media riset yang sangat luas bagi mahasiswa dan para ahli.
Kata kunci: tanaman pohon, agen dafaunasi, saponin/sapogenin, protozoa rumen
ABSTRACT
Trees and shrubs plantation are very potential and important in producing sustainable green biomass, and have high protein content and high digestibility. Some of them are legume which are important in catching nitrogen from the air to enriched the soil nitrogen. Trees are also catching more sun energy radiation which is latter converted into animal feeds. Other roles of this plant is part of them such as leaves, fruits, barks and roots containing saponin/sapogenin or tannin which are useful as defaunating agent. It was well documented that rumen protozoa reduced ruminant productivity. From the reports available either in vitro or in vivo it was proved that saponin could to some extent reduced or depressed protozoa rumen population. Indonesia needs some experts effort to identify and recording those plants that could play roles as natural defaunating agent, as well as provide green biomass for ruminant. The overall conditions above will provide an ample opportunities for research for students or experties.
Key words: tree plantations, defaunating agent, saponin/sapogenin, rumen protozoa
PENDAHULUAN
Permasalahan utama di dalam pengembangan usaha ternak umumnya dan ternak ruminansia khususnya adalah keterbatasan bahan pakan ternak yang tidak mencukupi baik kualitas maupun kuantitas (Mastika, 2003). Namun demikian petani peternak yang menghadapi permasalahan tersebut dengan pengalamannya yang turun temurun telah berupaya menyediakan pakan ternaknya berupa rumput-rumputan dan tanaman menjalar (ambung, bahasa Bali) pada musim hujan dan menjelang musim kemarau ternaknya diberikan pakan campuran yang terdiri dari rumput tua dan daun-daunan dari semak dan pohon yang tumbuh disekitar kandang dan rumahnya. Walaupun secara ilmiah petani tidak tahu komposisi kimia, nutrisi bahan pakan tersebut namun penerapan kebiasaan ini telah diperoleh dari nenek moyang dan petani sekitar secara turun temurun. Sampai pada akhirnya Nitis (2001) mencoba mengembangkan pemikiran berupa konsep penyediaan pakan ternak sapi secara berkesinambungan dari musim hujan ke
musim kering dan kembali pada musim hujan. Konsep ini dikenal dengan Sistem Tiga Strata (STS). Sistim Tiga Strata ini telah dikembangkan sejak tahun 1984, akan tetapi sangat disayangkan petani tidak mengikuti konsep tersebut melainkan mengikuti pola tradisional yang dilakukan secara turun temurun. Kebiasaan petani peternak pada umumnya adalah menyediakan pakan ternaknya berupa rumput-rumputan, daun semak atau ambung, dan daun pepohonan. Sekali lagi secara ilmiah petani tidak pernah tahu dan mengerti akan manfaat dari bahan pakan tersebut di atas yang penting bagi petani dengan pemberian bahan pakan tersebut di atas sapinya sehat, gemuk dan beranak sesuai harapan.
Keistimewaan ternak ruminansia adalah kemampuannya memanfaatkan bahan pakan berserat tinggi yang tidak/kurang bisa dimanfaatkan oleh ternak non ruminansia melalui bantuan makluk-makluk kecil (mikroorganisme) yang ada di dalam rumen. Oleh karena itu, Ensminger et al. (1990) memberi pilihan ternak ruminansia sebagai ternak pertanian yang paling efisien karena ternak ini dapat memanfaatkan biomassa yang berlimpah di dunia tetapi belum sepenuhnya terman-
faatkan seperti jerami dan limbah pertanian lainnya sehingga biji-bijian di dunia dapat diberikan pada ma-nusia/penduduk dunia yang masih kekurangan pangan.
Secara umum bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai penyusun daging, susu, bulu dan bagian tubuh lain pada ternak ruminansia adalah kandungan protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral. Ada beberapa zat lain yang terdapat pada tanaman yang dapat membantu meningkatkan produktivitas ternak ruminansia yaitu zat anti protozoa (agen defaunasi), yang dapat membantu menekan populasi protozoa rumen dan pada akhirnya meningkatkan biomassa bakteri rumen sebagai sumber protein atau asam amino pada ternak ruminansia. Uraian di bawah ini akan difokuskan pada peran bagian tanaman yaitu daun, buah, kulit kayu pepohonan yang dapat dimanfaatkan untuk menekan populasi protozoa rumen.
DASAR PEMIKIRAN
Ternak ruminansia merupakan ternak yang istimewa karena dengan struktur saluran pencernaan yang unik, ternak ini mampu memanfaatkan bahan pakan berserat tinggi yang tidak mungkin dimanfaatkan oleh jenis ternak monogastrik (Ensminger et al., 1990). Keunikan ini tampak pada struktur anatomis saluran pencernaannya dimana perut besarnya terdiri atas empat ruang yaitu omasum, abomasum, retikulum dan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981). Lebih istimewanya pada bagian rumen tempat terjadinya fermentasi bahan pakan dan zat makanan dan sebagai hasil akhir fermentasi ini berupa VFA (volatile fatty acid atau asam lemak mudah terbang) yaitu butirat, propionat dan arachidonat, NH4 (amonia), CH4 (metan) dan gas lain yang dihasilkan dalam proses fermentasi. Yang lebih istimewa lagi di dalam proses fermentasi adalah keterlibatan tiga jenis mikroba rumen yang sangat penting artinya. Ketiga jenis mikroba rumen penting ini adalah protozoa, bakteri, fungi dan beberapa jenis bakteriophage yang fungsi dan perannya berbeda dalam proses metabolisme rumen (Ogimoto dan Imai, 1981). Protozoa adalah jenis ciliata yaitu ordo Prostomatida, Trichostomatida dan terbanyak jumlahnya Entodiniomorphida. Bakteri pada ternak ruminansia, rumennya mengandung 1010–1012 bakteri per gram isi rumen. Bakteri rumen (flora) adalah bakteri anaerob dan mayoritas terdiri dari dua jenis bakteri yaitu fakultatif anaerobic dan aerobic dalam jumlah sedikit. Bakteri anaerob ini dibagi kedalam tiga bentuk umum yaitu: bentuk coccus, cylindris (batang) dan bentuk spiral yang disebut spirilla. Selanjutnya Preston dan Leng (1987) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, bakteri merupakan massa mikroba terbesar di dalam rumen. Dikatakan pula bakteri yang bebas yang terdapat pada cairan rumen sebanyak 30%, bakteri yang melekat pada partikel pakan 70%, dari total bakteri yang menghuni rumen. Jenis bakteri penting untuk mencerna serat kasar adalah Ruminococcus flavefocieus, Ruminococcus albus, Bacteriodes succinogenes dan Butyrivario fibrisolvens. Beberapa jenis protozoa yang dilaporkan sebagai pemakan
bakteri dalam penelitian in vitro adalah Dipoplastron affine, Epidinium ecundatum, Eramoplastron bovis, Eudiplodinium maggi dan Ophryoscolex caudatum (Coleman, 1988).
TANAMAN PAKAN
Seperti diuraikan di bagian depan, ternak ruminansia mempunyai keistimewaan karena dapat mempergunakan bahan pakan berserat tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizinya melalui bantuan mikroorganisme rumen dalam proses fermentasi. Pengetahuan petani dalam tata laksana pemberian pakan ternak sapinya didapatkan secara turun temurun dari tetua dan lingkungannya melalui pembelajaran “ketok tular”. Secara kasat mata, petani memberikan ternak sapinya dengan bahan dasar rumput-rumputan (rumput lapangan) dan bila persediaan rumput terbatas, maka pakan sapinya dicampur dengan bahan-bahan semak di sekitar (ambung) ataupun daun pepohonan. Pengetahuan inipun didapat secara turun temurun dan atau belajar dari teman sesama petani peternak dengan prinsip dasar bahan tadi mau dimakan ternak, tidak meracuni ternak, aman untuk ternak bahkan dari pengalaman sehari-hari bahan tadi diketahui mengakibatkan ternaknya gemuk dan sehat. Pengalaman ini menunjukkan petani tidak pernah tahu nama latin, apa kandungan zat gizi bahan tadi yang penting menggunakan prinsip yang sederhana: mau dimakan-aman-ternak sehat dan gemuk.
Pakan dasar berupa rumput-rumputan dan bahan sisa pada usaha pertanian memang kandungan proteinnya rendah, dan kalau tidak ada bakteri rumen yang merupakan bahan dasar protein/asam amino untuk ternak inang maka niscaya produktivitas ternak akan sangat terbatas. Oleh karena itu peranan daun leguminosa sangat penting artinya untuk memperkaya pakan berbasis rumput-rumputan agar ketersediaan protein, mineral, vitamin meningkat sehingga ketersediaan gizi mencukupi untuk menunjang produktivitas ternak ruminansia.
PERAN PEPOHONAN
Tanaman pohon sangatlah cocok untuk untuk wilayah beriklim tropis. Tanaman ini menangkap banyak energi radiasi matahari pada areal banyak hujan dan daerah kering dan tanaman ini menghasilkan biomassa secara berkelanjutan. Tanaman pohon mengurangi erosi, memperbaiki struktur dan kesuburan lahan dan tanaman jenis lain dengan perakaran dangkal dapat ditanam di bawah pohon (Preston dan Leng, 1987). Tanaman pohon dengan akar yang dalam mampu menyerap lebih banyak air dan cadangan mineral pada lapisan lahan di daerah marginal yang mempunyai musim kering agak panjang. Beberapa jenis tanaman pohon ini mampu menghasilkan biomassa hijau yang mempunyai kecer-naan tinggi dan protein tinggi. Pada saat musim kering dimana biomassa cadangan pakan sudah sedikit atau jarang dan kebanyakan pakan rendah kandungan nitrogennya maka peran tanaman pohon semakin penting.
Banyak tanaman pakan ternak ini adalah jenis legu-minosa (lamtoro, gamal dan lain-lain) yang dapat menambahkan nitrogen tanah yang ditangkap dari udara, disamping sebagai penghasil kayu bakar dan sebagai tanaman pelindung. Disamping itu tanaman industri yang baik digunakan sebagai tanaman penghasil untuk ekspor misalnya pohon sawit, kelapa, cokelat, karet dan cengkeh dimana daun pelepah sawit dan kelapa banyak membantu penyediaan pakan ruminansia dan demikian pula limbahnya (Mathius, 2008).
Secara tradisional peternak memang telah mengetahui dan memberikan ternaknya berupa daun-daunan seperti di Bali misalnya petani memberikan daun gamal (Gliricidia sepium), daun kayu santen (Lannea coromandilica), daun waru (Hibiscus tillleaceus), daun nangka (Artocarpus heterophyllus), daun intaran (Azadirachta indica Juss) dan daun bunut (Ficus spoacelli) dan daun pohon lain sebagai upaya penyediaan pakan pada saat musim kering dan peningkatan kualitas pakan ternaknya (Nitis et al., 2005). Namun demikian produktivitas beberapa jenis tanaman ini terbatas produksinya dan memang cocok untuk pakan suplemen karena kandungan protein dan kecernaannya yang cukup tinggi (Preston dan Leng, 1987).
Sejalan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka banyak laporan tentang kandungan zat yang dapat dipergunakan untuk mengurangi jumlah/populasi protozoa rumen. Protozoa disinyalir bila populasinya tinggi akan memakan bakteri rumen yang merupakan sumber protein/asam amino ternak ruminansia sehingga produktivitasnya akan menurun. Adapun zat yang bersifat sebagai agen defaunasi yang ada/terkandung pada tanaman adalah saponin atau sapogenis, tannin dan zat yang mempunyai sifat seperti sabun dalam air. Diantara beberapa jenis tanaman yang mengandung antiprotozoa dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari tabel tersebut diatas (Tabel 1) bahwasanya beberapa jenis tanaman baik pada daun, kulit kayu, buah, batang, akar, atau bijinya mengandung saponin atau sapogenesis, yang merupakan zat yang dapat membunuh protozoa rumen (agen defaunasi). Permasalahan yang muncul dan perlu penelitian adalah:
-
1. Seberapa banyak (dosis) pemberiannya sehingga aman bagi ternak dan produktivitas ternak tidak terganggu? Berapa persen populasi protozoa berkurang?
-
2. Seberapa lama efektivitas zat dari tanaman ini mampu menekan populasi protozoa? Apakah hanya bersifat sementara atau permanen? Perlu penelitian yang lebih dalam dan lama.
-
3. Perlu inventarisasi dan informasi keberadaan tanaman tersebut, karena jenis tanaman ini tidak tumbuh di semua tempat dan kadang-kadang sulit dicari.
Jadi masih banyak penelitian yang diperlukan untuk mendalami masalah ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat saat ini dan sangat mendukung ke arah penemuan baru bahkan
Table 1. Hijauan yang mengandung saponin yang umum diberikan pada ternak (Wina et al., 2005)
Family dan species |
Bagian tanaman |
Nama: saponin atau sapogenin |
Fabaceae | ||
Acacia auriculoformis |
Buah |
acaciaside |
Albizia lebbeck |
buah,kulit kayu albiziasaponin | |
Enterobilium cyclocarpum |
Daun, buah |
Kandungan saponin 3.9 mg/g |
Gliricidia sepium |
Akar, buah |
hederagenin |
Glycine maxima (kedele) |
Biji |
soyasapogenol |
Lupinus spp. (lupin) |
Biji |
soyasapogenol |
Medicago saliva (alfalfa, lu- |
Daun, akar, biji medicagenic (aglycone), | |
cerne) |
soyasapogenol | |
Melilotus alba (white sweet |
Daun, bunga, |
melitonin |
clover) |
akar | |
Medicago hispida (burr clover) Daun |
hispidacin (soyasapogenol) | |
Pithecellobium saman |
Buah |
Kandungan saponin 3.4 mg/g |
Pueraria montana var. Lobata |
Akar |
kudzusaponins (soyasapo- |
(Kudzu) |
genol) | |
Sesbania sesban |
Daun, biji |
glucuronide-oleanolic acid, stigmasta galactopyranoside |
Sesbania pachycarpa |
Daun |
saponin |
Trifolium repens (ladino clover)Daun |
cloversaponins (soyasapo- | |
genol) | ||
Trifolium pratense (red clover) |
Daun |
soyasapogenin |
Trigonella foenum-graecum (fenugreek) |
Daun, biji |
steroid saponin |
Moringaceae Moringa oleifera |
Daun |
80 g/kg diosgenin equivalent |
Poaceae Avena saliva (oat) |
Daun, akar, biji |
avenacin |
Brachiaria decumbens (rum- |
Daun |
dioscin, diosgenin, yamo- |
put signal ) |
genin |
hasil penemuan yang bisa dipatenkan. Tinggal arah pengembangan penelitian dan dana yang tersedia untuk itu, terutama di negara kita.
Indonesia memang merupakan negara yang sangat potensial untuk penyediaan bahan tanaman ini karena hampir semua tanaman ini bisa tumbuh di iklim tropis. Penelitian ke arah ini sebaiknya dilakukan secara bertahap yaitu secara in vitro dan in vivo sehingga alokasi dana bisa diatur dengan dana terbatas dilakukan in vitro dan manakala dana cukup tersedia dilakukan secara in vivo.
Pada Tabel 2 disajikan beberapa hasil penelitian yang telah dikumpulkan (review) yang dilaporkan oleh Wina et al. (1995), yang sangat baik dipakai sebagai pembanding hasil penelitian baik yang sudah ada maupun yang akan datang, demikian pula untuk penelitian in vitro dan in vivo.
Dari tabel di atas, tampaknya tanaman tropis yang kita miliki seperti daun waru (Hibiscus tillleaceus), daun pucuk (Hibiscus rosasinensis), lidah buaya (Aloe vera), buah rerak (Sapindus rarak) masih perlu digali lebih luas karena belum banyak penelitian/ hasil penelitian yaang menggunakan bahan tersebut sebagai agen defaunasi. Inilah tugas para peneliti dan mahasiswa untuk bergerak menggali bahan tersebut yang tumbuh subur, gampang dicari di daerah tropis seperti Indonesia. Dari Tabel 2 di atas, tampaknya
Table 2. Pengaruh saponin tanaman terhadap konsentrasi (%) protozoa, ammonia dan propionate pada isi rumen secara in vitro dan in vivo. (Wina et al., 1995)
Pengaruhnya pada
Tanaman Experimen Dosis Substrat/ pakan
protozoa’ ammonia propionate11
Acacia auriculuformis |
in vitro |
1.2 mg/mL |
hay atau hay/concentrate |
-46 sd -63 |
-15 |
Tak ada data |
Camellia sinensis |
in vitro |
0.4-1.2% |
Tepung jagung/ tepung rumput |
-43 sd -73 |
-5 sd -8 |
+40 sd+51 |
Buah Enterolobium. |
in vitro |
100 mg/g |
Hay rumput / jerami barley |
+54 |
tak ada efek |
-5” |
Cyclocarpum Daun Enterolobium. |
in vitro |
1-10% |
Arachis pintoi lucerne |
-100 |
tak ada data |
tak ada data |
cyclocarpum |
in vitro |
10mg/L |
Tanpa substrate |
-91 (A) |
tak ada data |
tak ada data |
In vitro |
0.5-10 mg/mL |
Tanpa substrate |
-20 sd-95 (A) |
tak ada data |
tak ada data | |
In vivo (sapi) |
200 g/hari |
Pennisstum clandataestinum dan |
-25” |
tak ada data |
tak ada data | |
in vivo (kerbau) |
375 g/hari |
beras selip Rumput alami |
-100’ |
tak ada data |
tak ada data | |
in vivo (domba) |
25-75 g/hari |
oaten chaff + 1% urea + lupin |
Tak ada efek |
tak ada data |
tak ada data | |
in vivo (domba) |
100 dan 300 g/hari |
Hay Pennisetum |
+5 |
Tidak ada efek |
tak ada data | |
in vivo (domba) |
200 g/hari |
Silase barley –biji barley, tepung |
-35 |
Tidak ada efek |
+6” | |
in vivo (sheep) |
200 g/hari |
kedele Biji barley-tepung kedele |
menurun” |
tak ada data |
tak ada data | |
Daun Enterolobium |
in vitro |
1-10% |
lucerne |
-100 |
tak ada data |
tak ada data |
timbouva | ||||||
Meticago sativa |
in vitro |
0.5-4% |
Selulosa dan pati |
tak ada data |
tak ada data |
+11 sd+25 |
in vivo (domba) |
2^t% |
concentrate: roughage |
-34 dan -66 |
-29 dan -37 |
Tak ada efek | |
Buah Phytolacca |
In vitro |
10 mg/L |
Tanpa substrat |
-85 (A) |
tak ada data |
tak ada data |
dodecandra | ||||||
Buah Pithecellobium saman in vitro |
100 mg/g |
Hay rumput :jerami barley Arachis |
+54 |
+17 |
-5” | |
Quillaja saponaria |
in vitro |
1.2 mg/mL |
pintoi hay atau hay/concentrate |
-38 sd -54 |
-12 sd-15 |
Tak ada efek |
Quillaja saponaria |
in vitro |
0.1-0.4% |
casein |
-8 |
0 sd+11 |
Tak ada efek |
Daun Samanea saman |
in vitro |
10 mg/L |
Tanpa substrate |
-85 (A) |
tak ada data |
tak ada data |
In vitro |
0.25-4 mg/mL |
Hay Pennisetum hay- dedak |
-11 sd-49 |
-8 sd -16 |
tak ada data | |
Ekstrak Sapindus rarak |
in vivo (domba) |
0.07% BW |
gandum Pennisetum- konsentrat |
-57 |
-28 |
tak ada data |
(buah) |
in vivo (domba) |
0.24-0.72 g/kg BM |
Pennisefum- dedak gandum |
-32 sd -79 |
-12 sd-18 |
+8 sd+19 |
Kulit luar Sapindus |
in vivo (domba) |
25-50 g/hari |
Tepung jagung-tepung ikan |
-7.5 sd-15 |
0 sd-40 |
+5 sd +8^ |
saponaria | ||||||
Buah Sapindus saponara |
in vitro |
100 mg/g diet |
Hay rumput, jerami barley |
-54 |
tak ada efek |
+4’’ |
in vitro |
80 mg/g diet |
Arachis pintoi: Brachiaria dictyoneura- |
-26 sd -31 |
tak ada efek |
0 sd+8 | |
in vivo (domba) |
8 g/kg W”5 |
Arachis pintoi atau Cratylia argentea B. dictyoneura hay |
+67 |
tak ada efek |
+17 | |
in vivo (domba) |
intrarumen 5 g/kg W-75 |
hay-C. argentea C. argentea: B. dictyoneura |
-41 sd -64 |
tak ada efek |
tak ada efek | |
Daun Sesbania pachycarpa |
in vitro |
10-60%(w/w) |
Jerami barley |
menurun |
tak ada data |
tak ada data |
Daun Sesbania sesban |
in vitro |
10-100 mg/mL |
lucerne |
tak ada efek |
tak ada data |
tak ada data |
in vitro |
6 and 24 mg/mL |
wheat straw |
-58 sd-100 (A) |
tak ada data |
tak ada data | |
in vitro |
10 mg/L |
no substrate |
-98 (A) |
tak ada data |
tak ada data | |
in vivo (domba) |
250 g/hari |
grass hay: barley: molases: |
-60 (A)’ |
tak ada efek |
tak ada efek | |
Daun Sesbania sesban |
in vivo (domba) |
300 g/hari |
fishmeal maize stover (basal diet) |
tak ada efek |
tak ada data |
tak ada data |
in vivo (domba) |
200 g/hari |
Hay sululta –tepung gandum |
tak ada efek |
+75’ |
+31” | |
in vivo (domba) |
200 g/hari |
Hay rumput , barley dan tepung |
menurun (A) |
tak ada data |
tak ada data | |
Yucca schidigera |
in vitro |
1 and 10 mg/mL |
ikan Tanpa substrate |
-22 dan-100 |
0 dan -6 |
tak ada data |
(komersial) |
in vitro |
1-100 mg/kg DM |
Silase rumput dan hay |
(A) tak ada efek |
tak ada efek |
tak ada efek |
in vivo (sapi) |
125mg/kgdiet |
Hay jagung dan biji kapas |
tak ada data |
tak ada efek |
tak ada efek | |
in vitro |
200 mg/L |
Hay |
tak ada data |
tak ada efek |
tak ada efek | |
in vitro (domba) |
5-30 g/hari |
Tepung kulit |
-18” |
tak ada data |
tak ada data | |
Fraksi butanol dari Yucca |
in vitro |
1.2 mg/mL |
bijikedele:alfalfa:Jagung :oat hay dan hay: concentrate |
-24 dan -49 |
-30 |
tak ada data |
schidigera |
in vitro |
0.5 mg/mL |
Hay alfalfa:concentrate |
-70 |
-54° |
tak ada efek |
in vitro |
10 mg/mL |
Biji barley atau hay alfalfa |
tak ada data |
-70 sd -40 |
-26 sd -50 (AP) | |
in vitro |
15 and 225/ig |
Biji barley |
tak ada data |
-30 dan +70 |
-2 and -23 (AP) | |
Tanaman Yucca schidigera |
in vivo (heifer) |
smilagenin/ml 20-60 g/hari |
Hay alfalfa : biji barley (39:61) |
-20 sd -32 |
tak ada efek |
+17 sd +18 |
(komersial) |
in vitro |
1-4 mg/mL |
casein |
tak ada efek |
-5 sd-27 |
tak ada efek |
Sarsaponin |
in vitro |
1.2-3.2 g/L |
Pati kentang |
-6 sd -30 |
-21sd-50 |
+11 sd +29 |
in vitro |
1.2-3.2 g/L 1.2-3.2 g/L 33-77 mg/kg |
Pati jagung hay:concentrate (6:4) Tepung jagung, alfalfa kedele |
-13 sd-32 -18 sd-43 -8 sd-19 |
-20 sd-39 -18 sd-38 tak ada efek |
+5 sd +14 +10 sd+37 tak ada data | |
in vivo (sapi) |
77 mg/kg |
Silase concentrate:sorghum |
tak ada data |
tak ada efek |
tak ada efek | |
in vivo (domba) |
0.01 and 0.25% |
(55:45) hay-barley |
tak ada efek |
-56 sd-59 |
tak ada efek |
Keterangan: Pengaruh pada penghitungan protozoa (%)), A = aktivitas protozoa diukur dengan pelepasan N dari bakteri yang dilabel, 6 Pengaruh proporsi molar propionate (%), AP = rasio acetat terhadap propionat. “Pengaruh terjadi hanya sementara, ‘’Pengaruh tidak nyata; . “Pengaruh nyata pada aras tertinggi.
telah banyak penelitian yang mempelajari peran zat antiprotozoa yang terdapat pada bahan nabati. Namun demikian belum ada kesimpulan yang pasti tanaman mana (pohon atau semak atau legum) yang paling efektif
untuk menekan populasi protozoa rumen sehingga produksi ternak menjadi optimal.
Disinilah perlu kajian-kajian yang lebih banyak dan mendalam akan manfaat bagian-bagian tanaman (daun,
batang, kulit kayu, akar atau buah) yang mampu menekan populasi protozoa rumen. Seperti yang diuraikan di bagian depan pemikiran kita hendaknya difokuskan pada jenis tanaman yang mampu/mengandung zat sebagai agen anti protozoa, bagian mana dari tanaman tersebut, berapa dosisnya yang optimal, apakah daya hambat/tekan bersifat permanen atau temporer?, bagaimana sifat agen protozoa tersebut bila diberikan dalam bentuk kering/basah?, apakah mungkin diekstrak dan dijadikan pellet?
Memang secara kasat mata, informasi tentang agen defaunasi (anti protozoa) pada tanaman/bagian yang mengandung zat seperti sabun/sampo/saponin, seperti daun kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis) dan waru (Hibiscus tiliaceus) dan lidah buaya (Aloe vera) mempunyai sifat yang dapat menekan pertumbuhan protozoa. Beberapa peneliti (Putra, 2009) memang telah meneliti daun waru dan efeknya terhadap populasi protozoa. Peneliti tersebut langsung sebagian ke aplikatif sulit menerka sampai dosis berapa optimalnya?. Sutardi (1995), Erwanto (1995) yang dalam penelitian terapannya melaporkan bahwa daun pucuk dapat mengurangi populasi protozoa 55% pada ternak sapi. Namun sekali lagi penelitian ini sudah pada taraf aplikatif yang belum kita ketahui sifat agen defaunasi tersebut apakah permanen atau tidak, berapa dosis optimal dan lainnya.
Dengan uraian di atas ternyata belum banyak penelitian tentang/bagian tanaman yang diduga mengandung zat agen defaunasi baik penelitian in vitro maupun in vivo untuk tanaman daerah tropis
SIMPULAN
Dari uraian di atas diketahui bahwa bagian dari jenis tanaman pohon atau semak mempunyai potensi sebagai agen defaunasi namun masih diperlukan penelitian lanjutan sehingga penggunaan agen defaunasi ini dapat meningkatkan produktivitas ternak. Untuk negara Indonesia yang beriklim tropis dan kaya akan bahan nabati diperlukan upaya yang lebih keras dan tajam untuk mempelajari bahan-bahan lain baik yang telah teridentifikasi maupun yang diduga mengandung zat anti protozoa atau agen defaunasi. Penelitian kearah ini diperlukan dalam identifikasi dan inventarisasi tanaman, penelitian in vitro dan in vivo sehingga bila diterapkan dalam peternakan dapat disimpulkan aman untuk ternak dan manusia dan dapat meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.
DAFTAR PUSTAKA
Coleman G.S. (1988). Protozoa-Bacterial Interaction in the Rumen. In: The Role of Protozoa and Fungi in Ruminant Digestion. Edition: J.V. Nlar, R.A. Leng, D.I Demeyer. Penambul Book. Armidale, NSW 2351- Australia
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield and W.W. Heineman. 1990. The Ensminger Publishing Company 648, West Sierra Ave. PO Box 492, California, USA.
Erwanto, 1995. Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi Sulfur, Defaunasi, Reduksi Emisi Methan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak Ruminansia. Disertasi Doktor, Program Pasca sarjan, IPB. Bogor.
Mastika, I. M. (2003). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Edit by K. Entwistle & Lindsay, D.R Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra.
Mathius, I W. 2008. Pengembangan sapi potong berbasis industri kelapa sawit. Pengembangan Inovasi pertanian I (2) 2008. 206-224
Nitis, I M. 2001. Peningkatan produktivitas peternakan dan kelestarian lingkungan pertanian lahan kering dengan sistem tiga strata. Buku Ajar. Ed. Ke-2. Fapet Unud.
Nitis, I M., I K. Lana, M. Suarna, S. Putra, W. Arga, N. K. Nuraini, I. B. Sutrisna dan A. W. Puger. 2005. Petunjuk Praktis Tata Laksana Sistim Tiga Strata. LPM Unud.
Ogimoto, K and Imai, S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies. Press. Tokyo.
Preston, T.R and Leng, R.A. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in the Tropicalsand Sub-tropics. Penambul Books, Armidale.
Putra S. 2009. Perbaikan mutu pakan yang disuplementasi zeng-asetat dalam upaya meningkatkan populasi bakteri dan protein mikroba di dalam rumen, kecernaan bahan kering dan nutrient ransum sapi perah bunting. Http:// e-journal. Unud.ac.id. Diakses 3/8-2009
Sutardi T. 1995. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Pakan. Dikemukakan dalam Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Cisarua. Bogor, 7-8 Nopember 1995.
Wina, E; Muetzel, S and Becker, K. 2005. The Impact of Saponin or Saponin-containing Plant Materials on Ruminan Production. J. Agric. Food. Chem. 53: 8093- 8105.
92
Discussion and feedback