FERMENTASI LIMBAH PADAT INDUSTRI TEPUNG AREN SEBAGAI SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA
on
pastura Vol. 2 No. 1 : 37 - 40
ISSN : 2088-818X
FERMENTASI LIMBAH PADAT INDUSTRI TEPUNG AREN SEBAGAI SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA
Mansyur, I. Susilawati, N. P. Indrani, R.Z. Islami, dan T. Dhalika
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Email: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai macam aditif pada limbah padat tepung aren. Rancangan Acak Lengkap digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan yang diberikan meliputi Pemberian bahan aditif molases sebanyak 5% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P1), Pemberian bahan aditif CLPK sebanyak 5% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P2), Pemberian bahan aditif urea sebanyak 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P3), Pemberian bahan aditif molases sebanyak 5% dan urea 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P4), dan Pemberian bahan aditif CLPK sebanyak 5% dan urea 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P5). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 (empat) kali. Peubah yang diukur meliputi pH, kandungan amonia, kandungan asam laktat, kandungan protein kasar, kandungan NDF, kandungan acid detergent fiber, kecernaan bahan kering, produksi amonia dalam rumen. Data dianalisis varian, dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan memberikan pengaruh terhadap semua peubah yang diamati, yaitu Derajat keasaman, Kandungan Asam Laktat, Kadar NH3, Kandungan Protein Kasar, Fraksi serat, dan Kecernaan bahan kering maupun Kecernaan bahan organik. Perlakuan dengan pemberian 5% lumpur kecap dan 1% Urea memberikan hasil yang terbaik.
Kata kunci :Fermentasi anaerob, limbah padat tepung aren, kualitas nutrisi
FERMENTATION OF SOLID WASTE FROM ARENGA PINNATA MILLS INDUSTRY
AS FIBER RESOURCES FOR RUMINANT
ABSTRACT
The aim of research is to knows the effect of additive addition on solid waste from Arengan pinnata mills industry. A randomize complete design was used in this research. The treatments are addition of 5% molasses (P1), addition of 5% sludge of soy souce industry (P2), addition of 1% Urea (P3), addition of 5% molasses and 1% Urea (P4), and addition of 5% sludge of soy souce industry and 1% Urea (P5). Each treatment was replicated 4 times. The observe objects are degree of acidity, lactic acid dan ammonia content, contents of fiber fraction (Neutral Detergent Fiber, NDF; and Acid Detergent Fiber, ADF), crude protein content, ammonia production in rumen, and in vitro digestibility dry matter (IVDDM) and in vitro digestibility organic matter (IVDOM). Data were analyzed by variant analyses, and followed by Duncan Multipel Range Test. The research result showed that the treatments significantly effected on degree of acidity, lactic acid dan ammonia content, contents of fiber fraction (Neutral Detergent Fiber, NDF; and Acid Detergent Fiber, ADF), crude protein content, ammonia production in rumen, and in vitro digestibility dry matter (IVDDM) and in vitro digestibility organic matter (IVDOM). Addition 1% Urea and 5% Sludge of soy souce industry is the best result on nutrition quality of solid waste from arenga pinnata mills.
Keywords: Anaerobic fementation, Solid waste from arenga pinnata mills, nutritive quality.
PENDAHULUAN
Ketersediaan hijauan sebagai pakan utama mengalami keterbatasan. Pendekatan usahanya masih bersifat pendekatan pengendalian berdasarkan suplai hijauan, yaitu peternak sangat mengandalkan ketersedian sumberdaya hijauan untuk memenuhi kebutuhan ternaknya, bukan sebagai pendekatan pengendalian berdasarkan kebutuhan hijauan (Bayer dan Bayer, 1998).
Upaya menanggulangi ketersediaan hijauan pakan secara teknis dapat dilakukan melalui a) intensifikasi penanaman hijaun unggul melalui kebun hijauan makanan ternak intensif, b) pengembangan model
penanaman tumpang sari tanaman pakan pada lahan-lahan pertanian, c) melakukan pengawetan hijauan makanan ternak pada saat produksi melimpah dengan teknologi yang paling sesuai, d) menambah pakan penguat untuk memenuhi kebutuhan, dan e) optimalisasi penggunaan sumber hijauan (pakan serat) selain sumber hijauan konvensional (rumput dan leguminosa), seperti penggunaan limbah pertanian, dan limbah industi pengolahan produk pertanian.
Salah satu sumber pakan serat non konvensional yang potensial untuk dikembangkan adalah limbah padat industri pengolahan tepung aren. Hasil penelitian menunjukkan bahwa imbangan antara tepung dengan
limbah yang dihasilkan 3,94% berupa tepung dan 95,45% berupa limbah (Kusmiyati, 2007). Limbah padat tepung aren mengadung karbohidrat sebesar 67%, sehingga membuka kemungkinan limbah padat tepung aren dapat dijadikan bahan alternatif campuran pakan ternak (Firdayati dan Handajani. 2005). Keterbatasan limbah padat tepung aren sebagai sumber pakan adalah kurang palatabel yang disebabkan karena bau dan tingginya kandungan serat. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau dan menurunkan kandungan serat dapat melalui teknologi fermentasi anaerob.
Fermentasi anaerob dapat meningkatkan asam laktat dan enzim yang dapat meningkatkan kecernaan hijauan makanan ternak. Weinberg dkk. (2007) menyatakan bahwa produk hijauan yang difermentasi dengan anaerob sangat nyata meningktkan kecernaan bahan kering dan kecernaan dari serat deterjen neutral (nuetral detergent fiber/NDF). Bahkan pemberian pakan hijauan yang difermentasi secara anaerob dapat meningkatkan performance ternak, seperti konsumsi ransum, kenaikan bobot badan, efeisiensi pakan, atau produksi susu. Peningkatan tersebut dapat mencapai 5- 11% (Muck, 1993; Kung dkk., 2003).
Aditif tersebut dapat digolongakan menjadi tiga golongan besar, yaitu stimulant untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk melalui kondisi asam, dan sebagai sumber nutrisi (Moran, 1996). Bahan-bahan yang dapat diklasifikasikan dalam bahan aditif telah direview oleh McDonald, dkk., (1991). Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai aditif yang banyak tersedia dan harganya relatif murah adalah molasis, cairan limbah pembuatan kecap (CLPK), dan urea. Molasis dan CLPK dapat digolongkan sebagai bahan aditif yang mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat, sedangkan urea dapat digolongkan sebagai sumber nitrogen.
Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Fermentasi Anaerob limbah pengolahan tepung aren sebagai sumber pakan serat pengganti hijauan untuk pengembangan ternak ruminansia.
MATERI DAN METODE
Bahan penelitian, bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: limbah padat pembuatan tepung aren, molasis, cairan limbah pembuatan kecap, dan urea. Limbah padat pembuatan kecap diperoleh dari industri rumah tanggga pembuatan tepung aren yang berada di daerah Kabupaten Bandung Barat. Molasis diperoleh dari pabrik makanan Koperasi Peternakan Bandung Utara, Lembang. Cairan limbah pembuatan kecap diperoleh dari pabrik kecap Bango. Urea yang digunakan dari PT Pupuk Kujang Cikampek.
Alat penelitian, peralatan yang digunakan untuk proses fermentasi pada penelitian ini berupa tong plastik yang berfungsi sebagai silo, alas plastik sebagai tempat untuk mengaduk, skop pengaduk, dan timbangan. Sedangkan alat-alat yang diperlukan untuk keperluan
analisis kualitas meliputi pH meter, seperangkat alat metode N - Kjedhal, seperangkat alat Metode Serat Van Soest, seperangkat alat penentuan Amonia Metode Conway, seperangkat alat Metode Kecernaan Tilley and Terry, dan seperangkat alat penentuan kadar asam laktat.
Rancangan penelitian, Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian berbagai bahan aditif (molasis, CLPK, dan urea) dan kombinasi untuk proses fermentasi anaerob limbah padat pengolahan tepung aren. Perlakuan yang diberikan antara lain: Pemberian bahan aditif molasis sebanyak 5% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P1), Pemberian bahan aditif CLPK sebanyak 5% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P2), Pemberian bahan aditif urea sebanyak 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P3), Pemberian bahan aditif molases sebanyak 5% dan urea 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P4), dan Pemberian bahan aditif CLPK sebanyak 5% dan urea 1% dari bahan segar limbah padat pengolahan tepung aren (P5). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 (empat) kali, sehingga terdapat 20 (dua puluh) unit percobaan.
Peubah yang diukur; Peubah yang diukur meliputi kualitas kimia, dan kualitas biologis. Peubah kualitas kimia meliputi pH, kandungan amonia, kandungan asam laktat, kandungan protein kasar, kandungan NDF, Kandungan Acid detergent fiber. Peubah kualitas biologis yang diukur meliputi kecernaan bahan kering, produksi amonia dalam rumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh perlakuan terhadap Asam Laktat, Derajat Keasaman, dan Amonia
Kandungan Asam laktat hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan asam latkat tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan molasis pada limbah padat tepung aren, sedangkan kandungan asam laktat yang terendah diperoleh dari penambahan urea sebagai aditif pada proses fermentasi limbah padat tepung aren.
Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap Kandungan Asam laktat Limbah Padat Tepung Aren Hasil Fermentasi
Perlakuan (P) |
Derajat Keasaman (pH) |
Kandungan Amonia |
Kandungan Asam Laktat |
P1 |
4.5425 c |
2.5000 d |
18.2625 a |
P2 |
4.6000 c |
2.6250 d |
13.5000 b |
P3 |
6.2625 a |
174.6250 a |
6.2075 e |
P4 |
5.5775 b |
140.6250 b |
8.5600 d |
P5 |
5.5950 b |
106.3750 c |
10.6825 c |
Keterangan : huruf nyata |
yang berbeda kearah |
kolom menunjukan pengaruh yang |
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata dari perlakuan terhadap kandungan asam laktat limbah tepung aren hasil fermentasi. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkkan setiap perlakuan memberikan respon yang berbeda terhadap kandungan asam laktat. Pemberian molasis sebagai
aditif nyata memberikan kandungan asam laktat yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan karbohidrat siap pakai ada molasis sangat tinggi sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan bakteri asam laktat yang selanjutnya mendukung produksi asam laktat. Sedangkan pemberian urea sebagai aditif pada proses fermentasi menghambat proses pembentukan asam laktat. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari urea yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga produksi asam laktatnya sedikit karena pertumbuhannya terhambat. Penambahan aditif lainnya (molasis dan lumpur kecap) yang bersamaan dengan urea dapat membantu meningkatkan pertumbuhan bakteri tetapi sifat urea yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri masih tampak, sehingga produksi asam laktat tidak sebanyak pada pemberian molasis atau lumpur kecap secara sendiri.
Pengaruh perlakuan terhadap derajat keasaman limbah padat tepung aren selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberi molasis dan lumpur kecap secara sendiri-sendiri tidak berbeda nyata, sedangkan yang diberi urea menunjukkan pengaruh yang berbeda, baik urea sendiri maupun urea dengan molasis dan lumpur kecap.
Perbedaan respons diantara perlakuan disebabkan oleh perbedaan fungsi dari aditif yang digunakan. Molasis dan lumpur kecap berfungsi mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat, kedua aditif ini termasuk kedalam aditif yang mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat, sedangkan urea termasuk kedalam aditif yang berperan dalam meningkatkan kualitas nutrisi, diantaranya dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan menurunkan kandungan fraksi serat. Derajat keasaman yang tinggi pada pemberian urea disebabkan karena sifat urea yang apabila terdisosiasi akan membentuk OH yang lebih basa, sehingga berperan sebagai penyangga yang selanjutnya dapat menahan laju penurunan pH yang disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat.
Produksi ammonia yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi merupakan hasil dari perombakan protein atau urea. Makin banyak ammonia yang dihasilkan menunjukkan makin tingginya perombakan protein atau urea. Produksi ammonia yang dihasilkan dari penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan yang ditambah molasis dan lumpur kecap menunjukkan sedikit ammonia yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang dimiliki oleh bahan ini sangat rendah, sehingga ammonia yang dihasilkan sangat sedikit, sedangkan yang ditambah urea menunjukkan produksi ammonia yang sangat tinggi sebagai bentuk perombakan urea menjadi ammonia dan ion OH.
Hasil analisis Duncan menunjukan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang sangat nyata diantara perlakuan, kecuali P1 tidak berbeda dengan P2. Pemberian urea nyata meningkatkan kandungan ammonia produk hasil fermentasi. Kehadiran ammonia ini sebagai bentuk perubahan urea yang terurai menjadi ion ammonium
dan OH, selanjutnya ion ammonium menjadi ammonia.
Pengaruh perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar dan Fraksi Serat
Pengaruh perlakuan terhadap kandungan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan serat kasar yang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pemberian molasis bersama urea sebagai aditif, sedangkan yang terendah adalah pemberian molasis saja. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon akibat perlakuan yang diberikan. Pemberian urea yang bersamaan dengan molasis atau lumpur kecap menunjukkan kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnnya.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap Kandungan Protein kasar Limbah Padat Tepung Aren Hasil Fermentasi
Perlakuan (P) |
Kandungan Protein Kasar |
Kandungan NDF |
Kandungan ADF |
P1 |
2.5625 c |
51.0925 a |
32.0225 a |
P2 |
4.0800 b |
50.0700 ab |
31.5600 a |
P3 |
4.4025 b |
49.5550 b |
31.4325 a |
P4 |
7.0700 a |
44.8200 c |
29.8875 b |
P5 |
6.2250 a |
43.3125 d |
29.5775 b |
Keterangan : h |
uruf yang berbeda |
kea rah kolom menunj |
ukan pengaruh yang |
nyata
Perbedaan ini disebabkan karena urea dapat meningkatkan kandungan nitrogen dari bahan yang difermentasi, tetapi pada bahan yang tanpa aditif lain pengaruh pemberian urea sangat sedikit meningkatkan kandungan nitrogen atau protein kasar. Hal ini disebabkan karena terlalu banyak urea yang dirombak menjadi ammonia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Hal yag menarik adalah molasis dan lumpur kecap dapat mengikat nitrogen dari urea sehingga tidak menguap menjadi ammonia. Kemampuan pengikatan nitrogen ini karena sifat dari molasis dan lumpur kecap yang lengket dan berbentuk cair, sehingga dapat menjerap nitrogen.
Pengaruh perlakuan terhadap kandungan neutral detergent fiber (NDF) and acid detergent fiber (ADF) dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan NDF dan ADF mempunyai pola yang sama, kandungan NDF dan ADF tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P1, penambahan molasis pada fermentasi limbah padat tepung aren. Sedangkan kandungan fraksi serat terendah ditunjukkan oleh penambahan campuran urea dan lumpur kecap sebagai aditif (P5).
Secara keseluruhan melalui fermentasi ini kandungan fraksi serat dapat diturunkan, penurunan terendah ditunjukkan oleh perlakuan pemberian molasis saja, sedangkan penurunan terbesar ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi antara urea dengan lumpur kecap. Nampaknya terdapat kinerja yang sangat sinergis antara urea dan lumpur kecap atau molasis dalam menurunkan kandungan fraksi serat. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pemberian lumpur kecap sangat nyata dapat menurunkan kandungan fraksi serat, walaupun begitu pada penelitian ini penurunan fraksi serat antara penambahan urea dengan molasis atau lumpur kecap tidak nyata.
Pengaruh perlakuan terhadap Produksi NH3 Rumen, Kecernaan Bahan kering dan bahan organik
Produksi ammonia dalam rumen dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Produksi ammonia tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan penambahan campuran aditif antara lumpur kecap dengan urea, sedangkan produksi ammonia yang terendah pada penambahan lumpur kecap saja. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian aditif berpengaruh nyata terhadap produksi ammonia dalam rumen. Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata, tetapi ketiganya berbeda nyata dengan P4 dan P5, sedangkan P4 dan P5 tidak berbeda nyata.
Produksi ammonia dalam rumen sangat dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dari bahan makanan. Pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan protein kasar tertinggi dipunyai oleh perlakuan P4 dan P5, maka pada produksi ammonia pun jelas terlihat bahwa produksi ammonia rumen tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan yang mendapat campuran urea dengan lumpur kecap atau molasis.
Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap Produksi NH3 dalam rumen dari Limbah Padat Tepung Aren Hasil Fermentasi
Perlakuan (P) |
Produksi NH3 Rumen |
Kecernaan Bahan Kering |
Kecernaan Bahan Organik |
P1 |
127.5000 b |
20.9550 d |
14.6010 e |
P2 |
117.7500 b |
25.1625 c |
16.5125 d |
P3 |
118.0000 b |
26.8200 c |
18.1950 c |
P4 |
160.8750 a |
29.4775 b |
23.3725 b |
P5 |
179.5000 a |
33.7725 a |
26.7875 a |
Keterangan : huruf yang berbeda kea rah kolom menunjukan pengaruh yang nyata
Kecernaan bahan makanan menunjukkan bahwa nilai biologis dan manfaat dari bahan makanan, makin tinggi kecernaannya maka makin besar nilai manfaat dari bahan makanan tersebut. Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 3. Kecernaan bahan kering dan bahan organik mempunyai pola yang sama. Kecernaan tertinggi ditunjukkan oleh pemberian aditif campuran antara urea dan lumpur kecap., sedangkan kecernaan terendah ditunjukkan oleh pemberian aditif molasis saja.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata dari pemberian perlakuan terhadap kecernaan bahan organik dan bahan organik. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan analisis uji jarak berganda Duncan. Pada kecernaan bahan kering, setiap perlakuan mempunyai pengaruh yang berbeda nyata diantara perlakuan kecuali antara P2 dengan P3. Sedangkan pada kecernaan bahan organik, setiap perlakuan mempunyai respon yang tidak sama.
Faktor yang sangat dominan dalam menentukan kecernaan bahan makanan dalam tubuh ternak ruminansia adalah kandungan protein kasar dan fraksi serat bahan tersebut. Perlakuan P4 dan P5 mempunyai
kandungan protein kasar yang tertinggi dan kandungan fraksi serat yang terendah diantara perlakuan yang lainnya, sehingga kedua perlakuan tersebut mempunyai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tertinggi.
SIMPULAN
Perlakuan memberikan pengaruh terhadap semua peubah yang diamati, yaitu Derajat keasaman, Kandungan Asam Laktat, Kadar NH3, Kandungan Protein Kasar, Fraksi serat, dan Kecernaan bahan kering maupun Kecernaan bahan organik. Perlakuan terbaik dihasilkan oleh perlakuan dengan pemberian 5% lumpur kecap dan 1% Urea. Perlakuan yang diberikan belum memberikan manfaat yang besar untuk menjadikan Limbah Padat Tepung Aren sebagai sumber serat bagi ternak ruminansia karena masih mempunyai kecernaan kurang dari 50%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat yang telah membiayai penelitian ini. Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2009, Nomor SPK : 264/H6.26/LPPM/PL/2009, Tanggal 30 Maret 2009. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada E. P. Diresta, R. Hamzah. A. Mulyana, D. Fitri, Z. Holili, dan Alamsyari yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bayer, W., and Ann Waters-Bayer, 1998. Forage Husbandry. McMillan Education. London.
Firdayati, M., dan M.Handajani. 2005. Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren. Jurnal Infrastruktur dan Binaan Lingkungan.1 (2) Desember 2005. http://www. ftsl.itb.ac.id/wpcontent/uploads/2007/04/Studi%20 Karakteristik.pdf
Kung Jr, L., C.C. Taylor, M.P. Lynch, and J.M . Neylon. 2003. The effect of treating alfalfa with Lactobacillus buchneri 40788 on silase fermentation, aerobic stability, and nutritive value for lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 86: 336 – 343.
Kusmiyati, 2007. Karakteristik Limbah Tepung Aten (Arenga Pinnata Merr) dan Permasalahan Lingkungan yang Ditimbulkan di Desa Daleman Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Sekolah Pascassarjana Universitas Gadjahmada. Yogyakarta.
McDonald, P., A.R. Henderson, and S.J.E. Heron. 1991. The Biochemistry of silage. 2nd Edition.Chalcombe Publica-tion.Marlow.
Moran, J., 1996. Forage Conserevation: Making quality silage and hay in Australia. Agmedia. Melbourne. Australia.
Muck, R. E. 1993.The role of silage additives in making high quality silage.Pages 106–116 in Silage Production from Seed to Animal.NRAES-67.Northeast Reg. Agric. Eng. Serv., Syracuse, NY.
Weinberg, Z. G., O. Shatz, Y. Chen, E. Yosef, M. Nikbahat, D. Ben-Ghedalia, and J. Miron, 2007. Effect of Lactic Acid Bacteria Inoculants on In Vitro Digestibility of Wheat and Corn Silages. J. Dairy Sci. 90:4754–4762.
40
Discussion and feedback