pastura Vol. 2 No. 1 : 34 - 36

ISSN : 2088-818X

POTENSI TANAMAN OBAT BANONDIT (Biophytum petersianum Klotzsch) SEBAGAI SUMBER PAKAN HIJAUAN DI LEMBAH KEBAR PAPUA BARAT

Diana Sawen

Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK),Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari Jl. Gunung Salju Amban Manokwari Papua Barat 98314

HP: 081286478177; e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Banondit telah dikenal oleh masyarakat lembah Kebar Papua secara turun temurun dan juga di Indonesia dengan sebutan “rumput Kebar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi banondit sebagai tanaman obat sekaligus sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak. Studi berlangsung selama 2 bulan menggunakan metode deskriptif dengan teknik studi kasus. Pengambilan responden dilakukan dengan random sampling pada masyarakat lokal yang memanfaatkan spesies ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua masyarakat memanfaatkan banondit sebagai obat dalam kehidupan mereka. Bentuk pemanfaatannya berupa obat untuk meningkatkan fertilitas bagi pria maupun wanita dan menormalkan siklus menstruasi. Begitu pula yang terjadi untuk ternak yang diusahakan di daerah ini (sapi Bali, kambing, babi dan ayam kampung). Banon-dit tumbuh tersebar secara alami pada padang rumput alam Kebar bersama dengan hijauan pakan yang lain. Sistem pemeliharaan ternak yang masih bersifat ekstensif, dengan ritme biologis yang telah terbentuk sejak lama sehingga setiap saat ternak-ternak ini secara kontinyu mengkonsumsi banondit sesuai dengan kebutuhannya.

Kata kunci: Biophytum petersianum Klotzsch, potensi, hijauan pakan

POTENTIAL BANONDIT(Biophytum petersianum KLOTZSCH) MEDICAL PLANT AS SOURCE OF FORAGE FEED AT KEBAR VALLEY OF WEST PAPUA

ABSTRACT

Banondit has been known as “Kebar grass” by the people in Papua Kebar valley and also in Indonesia for generations. This study was carried out to know the potential extent of banondit as medical plant and source of forage for livestock. The study lasted for 2 months by using descriptive method with case studies. Local communities, the one who get benefit from these species, were used as respondents by using random sampling. The results showed that community utilized banondit as drugs in their life to improve fertility for men and women, to normalize menstrual cycle, and for livestock (Bali cattle, goats, pigs and chicken) which cultivated in this location. Banondit within other forages grew naturally dispersed on pastures at Kebar. Livestock raising system remain extensive with the biological rhythm which has been formed for years. In that case, these animals continually consumed banondit according to their needs.

Keywords: Biophytumpetersianum Klotzsch, potential, forage

PENDAHULUAN

Kebar merupakan salah satu dari 29 kecamatan yang ada di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat, dengan ketinggian >500 m dpl dan padang rumput alam seluas 743.5 ha (Macap 1997). Rumput kebar dalam bahasa lokalnya disebut ”banondit” merupakan famili Oxalidaceae (belimbing) telah dikenal sejak dulu oleh masyarakat Papua terutama di daerah pegunungan Arfak khususnya Kebar.

Masyarakat Papua (Manokwari), menyebutnya sebagai ”rumput kebar” walaupun spesies ini bukan termasuk famili Poaceae (rumput-rumputan). Sebenarnya spesies ini termasuk semak dengan batang yang kecil atau pendek, jarang yang mencapai tinggi 15 cm (Veldkamp 1976). Berdasarkan pengamatan di lapangan, spesies ini hidup berasosiasi dengan alang-alang (Imperata cylindrica). Selain itu secara turun temurun telah dimanfaatkan sebagai obat kesuburan bagi wanita.

Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) meru-

pakan bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat Kebar untuk menyebutkan tumbuhan herbal rumput kebar. Tumbuhan ini sudah umum dimanfaatkan oleh masyarakat baik di Papua maupun di Indonesia. Ba-nondit telah dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Kebar sebagai obat kesuburan untuk meningkatkan fertilitas baik untuk manusia maupun untuk ternak sebagaimana dikemukakan oleh Velkamp (1976) dan Sawen (2011). Di alam, tumbuhan ini tumbuh secara alamiah di padang rumput alam dengan luasan 622,2 ha dimana padangan ini didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica).

Usaha peternakan yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di daerah ini masih bersifat tradisional untuk semua jenis ternak yang diusahakan seperti sapi Bali, kambing, babi dan ayam buras. Sistem pemeliharaan yang dilakukan yaitu membiarkan ternaknya mencari pakannya sendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan mengandalkan jenis-jenis pakan yang ada di sekitar pemukiman maupun di areal padang rumput termasuk

banondit. Secara visual terlihat bahwa ternak-ternak ini memiliki performans yang cukup baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar potensi tanaman obat banondit sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak di lembah Kebar Papua.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan (Juli–Agus-tus 2009) di Lembah Kebar Papua. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan IPB Bogor, analisis vitamin dilakukan di Balai Besar Industri Agro Bogor dan analisis senyawa aktif dilakukan di Pusat Penelitian Biofarmaka IPB Bogor. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik survei dan wawancara. Responden diambil secara random sistematis terhadap masyarakat lokal yang memiliki ternak. Selain itu ada pula responden kunci yaitu pemilik hak ulayat, kepala kampung, kelapa suku/tokoh adat dan tokoh agama termasuk petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait baik di Kebar maupun di Kabupaten Manokwari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak dan Topografi

Kebar merupakan salah satu kecamatan dari 29 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Manokwari. Luas wilayah kecamatan Kebar sebesar 1620,60 km2 atau sekitar 11,22% dari total luasan Kabupaten Manokwari (Gambar 1). Berdasarkan luas wilayah, maka kecamatan Kebar merupakan daerah yang terluas (BPS 2008). Kecamatan Kebar terletak di daerah pedalaman dengan ketinggian 500-600 m dpl pada daerah yang berpen-duduk, sedangkan hutannya menyebar pada ketinggian 600–2000 m dpl. Batas-batas wilayah distrik ini yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Saukorem, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Merdey, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Prafi dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong.

Kecamatan Kebar merupakan dataran yang melebar dan melandai dari arah Timur ke barat. Bentuk wilayahnya dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu: cekungan, datar sampai agak datar, datar agak berombak dan berbukit sampai bergunung (Sraun, 1987).

Gambar 1. Peta kecamatan Kebar (Sumber:RJPM Kabupaten Manokwari 2006-2010)

Kondisi Usaha Peternakan Rakyat

Di lembah Kebar Kabupaten Manokwari, usaha peternakan rakyat yang dilakukan masih bersifat tradisional dalam skala kecil sehingga modal usaha sangat terbatas dan peternak menjadikan usaha ini hanya sebagai usaha sambilan. Sedangkan mata pencaharian utama mereka adalah bertani.

Salah satu sumberdaya potensial yang dimiliki adalah padang rumput alam dengan luasan 622,2 ha (Sawen 2011) dari total keseluruhan 735 ha (Macap 1997). Jenis ternak yang diuasahakan adalah sapi Bali, kambing, babi, ayam buras dan bebek. Umumnya peternak memperoleh ternak sapi Bali dengan adanya bantuan pemerintah melalui perjanjian system kontrak. Selama ini belum ada kelompok peternak sebagaimana di daerah-daerah lain, jadi ternak diusahakan atau dibudidaya hanya sebatas individu atau keluarga. Pembinaan kepada peternak dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) peternakan dari Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari.

Populasi Ternak Ruminansia

Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari tahun 2003 melaporkan bahwa perkembangan ternak sapi Bali di dataran tinggi Kebar ini lebih cepat dibandingkan dengan daerah atau kecamatan lain. Data menunjukkan bahwa pada tahun 1980, sapi Bali yang diintroduksi sebanyak 41 ekor mengalami peningkatan pada tahun 1986 menjadi 228 ekor dan selanjutnya pada tahun 2002, jumlah populasinya telah mencapai 1334 ekor. Populasi ini terus meningkat sehingga oleh pemerintah disebar ke daerah-daerah sekitarnya seperti Sidey, Prafi dan Masni. Pada tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan Dinas Peternakan, populasi ternak ruminansia berjumlah 1070 ekor. Padahal sistem pemeliharaannya hanya dilepas begitu saja dengan hijauan yang tumbuh di padang tersebut yang rendah kualitasnya, dimana hanya didominasi oleh alang-alang semestinya tidak akan meningkatkan populasi sapi Bali tersebut, namun kenyataannya tidak demikian.

Potensi Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) sebagai tanaman obat

Secara alami banondit tumbuh pada padang rumput alam Kebar sejak lama (Velkamp 1976) dan merupakan spesies endemik (Sawen 2011). Spesies ini secara turun temurun telah dimanfaatkan sebagai tanaman obat terutama untuk meningkatkan fertilitas baik bagi manusia maupun ternak babi (Velkamp 1976). Saat ini masih terus dimanfaatkan dan beberapa fakta menunjukkan bahwa hasilnya memuaskan. Misalnya untuk memperoleh keturunan bagi pasutri yang telah lama belum memiliki keturunan namun dengan mengkonsumsi ekstrak banondit hasilnya mereka bisa memperoleh keturunan. Selanjutnya cukup efektif untuk menormalkan siklus menstruasi bagi wanita dari 14 hari menjadi 28 hari, cukup dengan mengkonsumsi ekstrak tadi. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, beberapa responden juga menyatakan bahwa mereka pun memanfaatkannya untuk meningkatkan stamina,

misalnya ketika mereka lelah setelah seharian bekerja di kebun, mereka akan mengkonsumsi ekstraknya seperti minum teh.

Biophytum petersianum Klotzsch digunakan sebagai tanaman obat tradisional di berbagai negara di Afrika untuk mengobati malaria, dermatitis, meningkatkan stamina, demam, nyeri pada tulang, obat pencahar/ diare pada anak-anak (Inngjerdingen et al. 2004; 2006; 2008). Di negara Afrika lainnya tanaman ini digunakan sebagai obat luka karena sengatan dan gigitan ular, serta sebagai obat sakit perut.

Potensi Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) sebagai Sumber Pakan

Padang rumput alam Kebar, umumnya didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). Di alam banon-dit tumbuh bersama dengan alang-alang dan hijauan yang lainnya. Ternak umumnya mengkonsumsi banon-dit secara langsung di padang rumput sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini dilakukan setiap hari dan sudah merupakan ritme atau irama biologis dari ternak-ternak tersebut.

Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch), juga berpotensi sebagai hijauan pakan karena dapat digunakan sebagai sumber pakan, mempunyai produksi cukup baik di padang rumput alam yang luas dan disukai (pa-latabel) oleh ternak. Banondit mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama atau mirip dengan jenis hi-jauan pakan lainnya. Kualitas suatu bahan makanan termasuk hijauan pakan ditentukan oleh kandungan protein (Lubis 1963; Reksohadiprodjo 1985). Kandungan protein kasar banondit 10.76%, sedangkan untuk hijauan lainnya seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum) 9.30%, rumput benggala (Panicum maximum) 10.6% dan Brachiaria decumbens 9.83%. Jika dibandingkan dengan alang-alang (protein kasar 7,46%), banondit memiliki kandungan protein lebih tinggi (Sawen 2011). Dengan demikian banondit berpotensi sebagai hijauan pakan lokal yang berkualitas. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia banondit

Komponen bahan makanan (satuan)

Komposisi

Bahan kering (%)

93,60

Protein kasar (%)

10,76

BETN (%)

48,45

Serat kasar (%)

22,17

Lemak kasar (%)

1,29

Abu (%)

5,52

Vitamin E (IU)*

1210,01

Sumber : Laboratorium Kimia Pakan Fapet IPB Bogor; * Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro Bogor.

Selain itu, Sadsoetoebun (2005) menyatakan bahwa spesies ini memiliki 17 asam amino yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, tirosin, valin, metionin, sistin, iso-leusin, leusin, fenil alanin dan lysin. Selanjutnya hasil studi ini juga yang dilakukan pada hewan mencit betina diperoleh bahwa ekstrak banondit mampu memperpendek siklus estrus, memperpanjang lama estrus, meningkatkan jumlah embrio, pertambahan bobot badan induk, jumlah anak per kelahiran dan bobot lahir anak. Berdasarkan

hasil analisis fitokimia, banondit mengandung senyawa aktif seperti tannin, flavonoid dan steroid (Sawen 2011). Dengan demikian spesies ini berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai hijauan pakan ataupun sebagai pakan suplemen.

SIMPULAN

Melihat potensi tanaman obat banondit sebagai hi-jauan pakan yang cukup potensial dan menjanjikan serta adanya interaksi antara masyarakat terhadap spesies ini maka pembudidayaannya secara berkelanjutan merupakan prioritas. Selain sebagai tanaman obat, ba-nondit juga dapat dimanfaatkan sebagai feed suplement. Pemerintah perlu menjajaki kemungkinan pengembangannya sebagai salah satu bentuk obat alternatif melalui kelompok-kelompok keluarga (TOGA) untuk manusia tetapi dapat juga untuk ternak.

DAFTAR PUSTAKA

BPS 2008. Kabupaten Manokwari dalam angka tahun 2008. Manokwari: BPS.

Dinas Peternakan 2003. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari. Manokwari: Dinas Peternakan.

Inngjerdingen KT, Coulibaly A, Diallo D, Michaelsen TE, Smestad Paulsen B. 2006: A Complement Fixing Polysaccharide from Biophytum petersianum Klotzsch, a Medicinal Plant from Mali, West Africa. Biomacromolecules, 7:48-53.

Inngjerdingen K, Nergard Cecilie S, Diallo D, Mounkoro Pakuy P, Paulsen Berit S. 2004: An ethnopharmacological survey of plants used for wound healing in Dogonland, Mali, West Africa. Journal of ethnopharmacology, 92:233-244.

Inngjerdingen M, Inngjerdingen KT, Patel TR, Allen S, Chen X, Rolstad B, Morris GA, Harding SE, Michaelsen ET, Diallo D, Paulsen BS. 2008. Pectic polysaccharides from Biophytum petersianum Klotzsch, and their activation of macrophages and dendritic cells. Glycobiology Vol. 18 no. 12 pp. 1074–1084.

Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak.Jakarta: PT. Pembangunan.

Macap M.J. 1997. Pendugaan Populasi Rusa Timor (Cervus timo-rensis) di Padang Rumput Alam Lembah Kebar Kabupaten Manokwari. [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari.

Mulyono 2000. Pembangunan Peternakan Di Kabupaten Manokwari. Makalah Seminar dalam Acara Pekan Aksi Nyata Mahasiswa Peternakan Indonesia. Manokwari, 27 Juli – 1 Agustus 2000.

Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi tanaman hijauan makanan ternak tropik. Yogyakarta: BPFE (Badan Penelitian Fakultas Ekonomi).

RJPM 2010. Rencana jangka panjang dan menengah Kabupaten Manokwari. Manokwari: Bappeda.

Sadsoeitoeboen P.D. 2005. Manfaat Ekstrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) Terhadap Penampilan Reproduksi Mencit Putih Betina.[Tesis]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Sawen D. 2011. Pengamatan ekologi padang rumput alam Ke-bar Papua dan uji produktivitas banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui pemberian nitrogen dan interval defoliasi. [Tesis]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Veldkamp, J. F. 1976. Flora Malesiana. Noordhoff Internatioonal Publishing. Leyden The Netherlands. Seri 1, Vol. 7 : 151-166.

36