THE ADAPTATION LEVEL OF ALFALFA (MEDICAGO SATIVA L.) THAT IRRADIATED WITH GAMMA RAYS ON A FIELD SCALE
on
pastura Vol. 9 No. 1 : 1 - 6
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
TINGKAT ADAPTASI TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa L.) HASIL MUTASI DENGAN SINAR GAMMA PADA SKALA LAPANG
Prihantoro. I., Anandia, A., Aryanto, A. T., Setiana, M. A., dan Karti, P. D. M. H.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat. Kode Pos 16680 – Indonesia Email: iprihantoro@yahoo.com
ABSTRAK
Alfalfa (Medicago sativa L.) merupakan salah satu leguminosa dengan kandungan nutrisi tinggi dengan tingkat palatabilitas yang baik pada ternak ruminansia. Kendala ketersediaan alfalfa di Indonesia adalah terbatasnya kemampuan adaptasi tanaman alfalfa di lingkungan tropis. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat adaptasi tanaman alfalfa (Medicago sativa L.) hasil mutasi dengan sinar gamma pada skala lapang. Penelitian terdiri dari 4 macam sumber tanaman, yakni tanaman hasil mutasi dengan level sinar gamma yang berbeda (0 Gy, 200Gy, 300Gy dan 400 Gy). Jumlah anakan tanaman diuji dengan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 20 tanaman. Daya tumbuh, warna daun, waktu berbunga dan tingkat serangan hama tanaman dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman alfalfa hasil mutasi 300 Gy nyata (p<0.05) menghasilkan jumlah anakan terbanyak. Tanaman hasil iradiasi 300 Gy memberikan perilaku yang lebih baik terhadap daya tumbuh, daya berbunga dan jumlah tanaman tidak terserang hama. Semakin tinggi level iradiasi sinar gamma terhadap warna daun, menunjukkan perubahan tingkat warna dari hijau tua menuju hijau muda.
Kata kunci: alfalfa (Medicago sativa L.), mutasi, iradiasi sinar gamma, skala lapang
THE ADAPTATION LEVEL OF ALFALFA (MEDICAGO SATIVA L.) THAT IRRADIATED WITH GAMMA RAYS ON A FIELD SCALE
ABSTRACT
Alfalfa (Medicago sativa L.) a high nutritious and palatability legume for ruminant. Constrain of alfalfa availability in Indonesia are due to the plant adaptability in tropical environment. Aim of the study was to measure the adaptation level of alfalfa that irradiated with gamma rays on a field scale. The study consisted of four types of plant sources, mutation plants with different gamma ray levels (0Gy, 200Gy, 300Gy and 400Gy). Plant tillers was analyzed with a complete randomized design with 3 replications, 20 plants per replication. Growth capability, leaf color, flowering time and pest attack level were analyzed descriptively. The results showed that alfalfa irradiated with 300 Gy significantly (p<0.05) produced highest tillers. Irradiated 300 Gy plant gave better result on growth capability, flowering capability, and number of not attack plant from pests. The higher level of gamma ray irradiation showed the changed in leaf color levels from dark green to light green.
Keywords: alfalfa (Medicago sativa L.), mutation, gamma ray irradiation, field scale
PENDAHULUAN
Hijauan pakan merupakan salah satu faktor utama dalam mendukung bisnis usaha peternakan, utamanya ternak ruminasia. Pakan hijauan terdiri dari kelompok graminae sebagai sumber energi dan kelompok leguminosa sebagai sumber protein bagi ternak ruminansia. Selain itu, sumber hijauan pakan lain di luar kelompok graminae dan leguminosa yang aman untuk dikonsumsi oleh ternak yang biasa dikenal dengan istilah rumbah/ forage shrubs.
Alfalfa (Medicago sativa L.) adalah salah satu jenis tanaman leguminosa yang memiliki kandungan protein tinggi hingga 25% yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini menjadi komoditas utama sebagai pakan ternak sapi perah, sapi potong, babi dan domba. Kandungan protein tinggi dan klorofil tanaman Alfalfa empat kali tanaman sayur lainnya menjadi daya tarik dari tanaman Alfalfa. Alfalfa mengandung sembilan macam flavonoid, apigenin, luteolin glycosides, dan adenosine (Stochmal et al. 2001). Hingga saat ini, alfalfa belum berkembang
baik di wilayah tropis. Menurut Sajimin (2011), keterbatasan sebaran tanaman alfalfa di daerah tropis diantaranya rentan terhadap serangan hama, penyakit dan faktor lingkungan lainnya. Alfalfa memiliki kandungan nutrien yang baik dengan kandungan protein kasar berkisar 18,0-29,1 (Sajimin, 2011). Alfalfa juga memiliki nilai kecernaan bahan kering 72,4%, bahan organik 74,1% dan serat kasar yang tinggi (Sirait 2011).
Menurut Radovic et al. (2009) alfalfa memerlukan drainase yang baik, dengan pH 6,5 atau lebih, serta kesuburan tanah yang baik. Hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam budidaya dan produksinya di daerah tropis. Lebih lanjut, diperlukan upaya pemuliaan tanaman alfalfa dengan tingkat adaptabilitas tinggi untuk dikembangkan di daerah tropis.
Mutasi merupakan suatu proses perubahan pada materi genetik dari suatu sel, yang mencakup perubahan pada tingkat gen, molekuler atau kromosom (Poehlman dan Slepper, 1995). Pemuliaan tanaman yaitu suatu kegiatan mengubah susunan genetik individu maupun populasi tanaman untuk suatu tujuan. Bahan mutagen yang sering dilakukan dalam penelitian pemuliaan tanaman terdapat dua kelompok yaitu mutagen kimia dan mutagen fisik. Mutagen fisik salah satunya sinar gamma. Sinar gamma adalah bentuk sinar paling kuat dari bentuk radiasi yang diketahui, kekuatannya hampir mencapai 1 miliar kali lebih berenergi dibandingkan sinar-X. Penggunaan sinar gama dapat menjadi keuntungan karena dosis yang digunakan akan lebih akurat dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen (BATAN 2006). Peningkatan kualitas serta produksi alfalfa dapat dilakukan dengan cara pemuliaan tanaman menggunakan iradiasi sinar gamma (Aisyah 2013). Pemberian level radiasi sinar gamma dengan dosis yang tepat pada tanaman pakan diharapkan dapat menghasilkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan seperti tahan terhadap penyakit, hama serta produksi biomassa meningkat.
Hingga saat ini, telah dihasilkan kandidat-kandidat tanaman alfalfa hasil pemutasian spontan dengan sinar gamma level 200, 300, dan 400 Gy pada skala rumah kaca untuk diuji kemampuannya pada skala lapang. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat adaptasi tanaman alfalfa hasil mutasi dengan sinar gamma pada skala lapang.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan meliputi: gunting, timbangan, Munsell Leaf Color Chart dan penggaris. Bahan yang digunakan meliputi: tanaman alfalfa yang telah teriradiasi sinar gamma koleksi Laboratorium
Agrostologi Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan dan Pastura Fakultas Peternakan hasil seleksi skala rumah kaca yang berumur sekitar 120 hari setelah tanam (HST), lahan (tanah latosol), kapur, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP-36, dan pupuk KCl.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium Bioteknologi Tumbuhan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga Mei 2018.
Prosedur Penelitian
Seleksi Bibit
Tanaman Alfalfa berasal dari bibit tanaman yang disemai dari benih yang telah diiradiasi sinar gamma CO-60 pada level 0 Gy, 200 Gy, 300 Gy, dan 400 Gy pada skala rumah kaca. Selanjutnya tanaman yang telah berumur 120 HST diseleksi berdasarkan karakter morfologi tanaman yang tumbuh baik sejumlah sampel yang diperlukan untuk diuji pada skala lapang. Persiapan Lahan
Tanah diolah menggunakan traktor tangan, kemudian dibuat petakan sebanyak 12 petak dengan ukuran masing-masing petak sebesar 2.5 x 3 m2. Tanah diberi pupuk kandang dan dolomit masing-masing sebanyak 10 ton ha-1. Selanjutnya tanah diinkubasi selama satu minggu sebelum dilakukan penanaman.
Penanaman
Tanaman Alfalfa hasil seleksi, selanjutnya dilakukan pemangkasan dengan menyisakan tinggi tanaman ± 15 cm untuk ditanam pada skala lapang. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam untuk masing-masing tanaman dengan ukuran 20 × 20 cm. Setiap petak lahan terdiri dari 20 tanaman dengan jarak tanam 50cm ×50cm.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk dasar yaitu pupuk SP-36 dan KCl pada tanah sebelum ditanam tanaman. Pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada saat pengolahan lahan, sedangkan pemupukan urea diberikan pada 14 HST. Dosis pupuk yang diberikan yaitu SP-36 sebanyak 150 kg/ha, KCl sebanyak 150 kg/ha dan urea sebanyak 200 kg/ha. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pembersihan gulma serta pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman hingga akarnya. Pemanenan
Pemanenan tanaman alfalfa dilakukan pada hari ke 63. Pemanenan dilakukan dengan pemangkasan batang setinggi ± 7 cm dari media tanam.
Pengukuran Peubah
Mortalitas
Nilai mortalitas diukur dengan mengukur jumlah tanaman yang mati di setiap perlakuan. Cara menghitung nilai mortalitas menggunakan rumus:
(tanaman mati setiap perlakuan) (total tanaman setiap perlakuan)
x100%
Jumlah Anakan tanaman
Jumlah anakan tanaman alfalfa diukur pada setiap minggu selama penelitian.
Warna Daun
Skor warna daun pada hari ke-60 dengan mengamati warna daun yang terbentuk pada setiap perlakuan menggunakan Munsell Leaf Color Chart (LCC). Pengukuran warna dilakukan dengan membandingkan helai daun yang paling tinggi dan terbuka penuh terhadap skala warna daun.
Waktu Tanaman Berbunga
Waktu berbunga diamati pada setiap hari selama penelitian.
Tingkat Adaptasi Tanaman terhadap Serangan Hama
Tanaman yang terserang hama diamati setiap minggunya pada setiap perlakuan.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan metode deskriptif dan rancangan acak lengkap yang diuji dengan analisis ragam ANOVA. Apabila pada analisis ragam perlakuan yang dicobakan berpengaruh nyata maka akan dilakukan analisis lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) Pasca Iradiasi Sinar Gamma pada Skala Lapang
Mortalitas menggambarkan kemampuan tanaman dalam beradaptasi terhadap lingkungan, utamanya dalam merespon lingkungan abiotik dan biotik pada skala lapang. Nilai mortalitas tanaman alfalfa (Medicago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang hasil seleksi pada lingkungan rumah kaca disajikan pada Gambar 1.
Pola mortalitas tanaman alfalfa hasil iradiasi sinar gamma cendrung menurun seiring bertambahnya level iradiasi, dengan nilai terendah pada level penyinaran 300 Gy. Pola penurunan ini menggambarkan
perbaikan kemampuan adatasi tanaman hasil iradiasi sinar gamma yang meningkat, seiring tingginya level sinar gamma hingga 400 Gy. Hasil ini selaras dengan Rejili et al. (2008) bahwa dosis optimum penyinaran gamma pada tanaman Alfalfa adalah 350 Gy.

Gambar 1. Mortalitas tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang
Meskipun demikian, nilai mortalitas dari tanaman alfalfa pada skala lapang yang telah diseleksi pada skala rumah kaca cenderung rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa pengadaptasian tanaman skala rumah kaca memberikan gambaran awal kemampuannya pada skala lapang, khususnya terkait lingkungan abiotik.
Respon Jumlah Anakan Tanaman Alfalfa (Medi-cago sativa L.) Pasca Iradiasi Sinar Gamma pada Skala Lapang
Salah satu komponen produktivitas tanaman didasarkan pada jumlah anakan yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah anakan, menggambarkan tingginya produktivitas tanaman. Hasil penelitian jumlah anakan tanaman alfalfa (Medicago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah anakan tanaman alfalfa (Medicago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang.
Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy)
Peubah 0 200 300 400
---------------anakan--------------
Jumlah 5.37±0.63b 5.10±1.15ab 7.20±1.10a 5.53±0.59ab Anakan
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%
Hasil sidik ragam jumlah anakan tanaman alfalfa hasil iradiasi sinar gamma pada skala lapang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) terhadap kontrol, dengan jumlah anakan tertinggi pada tanaman dengan tingkat iradiasi sinar gamma 300 Gy. Hasil ini menunjukkan bahwa level iradisi sinar gamma, khususnya 300 Gy mampu memperbaiki sifat genetik tanaman alfalfa dibanding kontrol, utamanya terhadap jumlah anakan yang dihasilkan. Hal ini dimungkinkan sebagai dampak positif dari iradiasi
sinar gamma yang mampu mengubah susunan genetik tanaman khususnya terkait ekspresi genetik pada gen perbanyakan anakan. Hasil ini selaras dengan penelitian Rejili et al. (2008) bawa iradiasi sinar gamma pada level 350 Gy mampu merubah susunan genetik dan memperbaiki produktifitas tanaman.
Respon Warna Daun Tanaman Alfalfa (Medi-cago sativa L.) Pasca Iradiasi Sinar Gamma pada Skala Lapang
Warna daun sebagai indikator respon karakteristik morfologi tanaman terhadap iradiasi sinar gamma. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa respon perubahan warna daun tanaman alfalfa hasil iradisi cenderung bervariasi antar perlakuan (Tabel 2)
Tabel 2. Warna daun tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang
Dosis Ira-diasi Sinar Gamma (Gy) |
Warna Daun* | |||
Daun Bagian Atas |
Jumlah (%) |
Daun Bagian Bawah |
Jumlah (%) | |
0 |
5GY 3/4 |
66.67 |
5GY 3/4 |
61.11 |
5GY 3/6 |
33.33 |
5GY 3/3 |
38.89 | |
200 |
5GY 4/4 |
100 |
5GY 4/3 5GY 3/4 |
77.78 22.22 |
300 |
5GY 4/6 |
61.11 |
5GY 4/4 |
55.56 |
5GY 4/4 |
22.22 |
5GY 4/6 |
27.78 | |
5GY 5/6 |
16.67 |
5GY 4/3 5GY 5/8 |
11.11 5.56 | |
400 |
5GY 5/6 |
61.11 |
5GY 5/4 |
44.44 |
5GY 5/4 |
38.89 |
5GY 5/6 5GY 5/8 |
38.89 16.67 | |
Keterangan: * |
= Berdasarkan Munsell Color Chart | |||
Warna Daun
Secara umum, tingkat warna daun dari tanaman alfalfa hasil iradisi sinar gamma cenderung memudar seiring bertambahnya level iradiasi yakni dari warna
hijau tua menjadi warna hijau muda. Semakin meningkatnya dosis iradiasi sinar gamma maka terjadi perusakan atau bahkan tidak disintesisnya hormon sitokinin yang dihasilkan oleh tanaman Alfalfa yang kemudian menyebabkan warna daun memudar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ali et al. (2016) bahwa semakin tinggi tingkat level penyinaran sinar gamma maka warna daun akan semakin memudar. Warna hijau daun menandakan berapa banyak kandungan klorofil yang terkandung pada daun tersebut. Klorofil berperan sangat penting dalam proses fotosintesis pada daun untuk menghasilkan zat makanan bagi tanaman. Warna hijau pada tanaman Alfalfa merupakan efek dari sitokinin dalam pembentukan klorofil. Sitokinin berperan dalam memperlambat proses generasi (penuaan) sel dengan menghambat perombakan butir-butir klorofil dan protein dalam sel (Wattimena 1992).
Respon Waktu Berbunga Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) Pasca Iradiasi Sinar Gamma pada Skala Lapang
Bunga pada tanaman Alfalfa berbentuk tandan yang rapat berisi 10-35 bunga, mahkota bunga berwarna ungu atau biru. Hasil respon waktu berbunga tanaman alfalfa teriradisi sinar gamma pada skala lapang disajikan pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh kelompok perlakuan memberikan respon berbunga dengan jumlah dan waktu yang bervariasi. Secara kumulatif, jumlah tanaman berbunga tertinggi dan waktu berbunga terpendek pada perlakuan penyinaran 300 Gy yakni sebanyak 33,33% dari populasi. Menurut Oklahoma Cooperative Extension Service (2009), tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) memiliki waktu berbunga pada umur ± 7 minggu pada setiap periode.
Tingkat Adaptasi Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.) terhadap Serangan Hama dan Penyakit Pasca Iradiasi Sinar Gamma
Hama merupakan semua organisme atau binatang yang menyebabkan kerusakan pada tanaman. Salah satu kendala budidaya tanaman alfalfa di tropis adalah tingginya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman ini yang berdampak pada kegagalan budidaya. Menurut Randolph dan Garner (1997) bahwa ditemukan lebih dari 17 spesies organisme yang menyerang alfalfa sejak awal pertumbuhan hingga fase menjelang panen. Tingkat serangan hama dan penyakit tanaman alfalfa pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang disajikan pada Tabel 4.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan hama dan penyakit cenderung tinggi pada minggu ke-4 dan cenderung menurun hingga akhir penelitian. Tingginya serangan hama dan penyakit
Tabel 3. Respon waktu berbunga tanaman Alfalfa (Medi- | |||||
cago sativa L.) pasca iradiasi sinar gamma pada | |||||
skala lapang | |||||
Dosis |
Ulangan | ||||
(Gy) 1 |
2 |
3 | |||
0 □ □ □ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
□ □ □ □ |
□ □ □ |
■ |
□ |
■ | |
□ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
□ □ □ |
□ □ ■ □ |
■ |
■ |
□ | |
□ □ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
200 □ □ ■ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
■ □ □ □ |
□ ■ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
□□□□ |
□ □ □ |
□ |
□ |
■ |
□ |
□□□□ |
□ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
□ □ □ □ |
□ □ □ □ |
□ |
■ |
□ |
□ |
300 □ □ □ □ |
□ □ □ □ |
■ |
□ |
□ |
□ |
□■□□ |
□ □ ■ |
□ |
■ |
■ | |
□ ■ □ |
■ □ □ |
■ |
■ |
■ |
□ |
□■□□ |
■ ■ ■ □ |
■ |
■ |
□ |
□ |
□ □ □ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ | |
400 □ □ □ □ |
□ ■ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
□ ■ □ |
□ □ ■ □ |
□ |
■ |
□ | |
■ □ ■ □ |
□ □ □ |
■ |
■ |
□ |
□ |
□ ■ □ □ |
□ □ □ |
□ |
□ |
■ |
□ |
□ □ □ □ |
□ □ □ □ |
□ |
□ |
□ |
□ |
Keterangan:
■ Minggu ke-4, ■ Minggu ke-5, ■ Minggu ke-6, ■ Minggu ke-7, ■ Minggu ke-8, ■ Minggu ke-9
pada minggu ke 4 dimungkinkan tanaman pada fase vegetatif dengan dominan daun berumur muda yang lebih rentan terserang. Menurut Sumardiyono et al (2011) bahwa daun muda lebih rentan terserang penyakit dibandingkan dengan daun tua.
Tabel 4. Tingkat serangan hama dan penyakit tanaman alfalfa pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang
Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy)
MST
0 200 300 400
---------------%-------------- | ||||
M1 |
11.67 |
11.67 |
11.67 |
10.00 |
M2 |
10.00 |
28.33 |
10.00 |
13.33 |
M3 |
16.67 |
30.00 |
15.00 |
36.67 |
M4 |
33.33 |
46.67 |
38.33 |
30.00 |
M5 |
18.33 |
26.67 |
11.67 |
8.33 |
M6 |
10.00 |
25.00 |
18.33 |
6.67 |
M7 |
25.00 |
20.00 |
28.33 |
20.00 |
M8 |
28.33 |
20.00 |
26.67 |
30.00 |
M9 |
18.33 |
6.67 |
13.33 |
15.00 |
Keterangan; M= |
minggu ke- |
Tingkat serangan tanaman alfalfa terhadap hama dan penyakit menggambarkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap serangan faktor biotik. Semakin rendah serangan, menunjukkan kemampuan adaptasai yang lebih tinggi dibandingkan tanaman terserang. Tingginya tingkat serangan hama dan penyakit terhadap tanaman alfalfa hasil iradiasi sinar gamma pada skala lapang, disajikan pada Tabel 5.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok tanaman dengan tingkat serangan hama dan penyakit dengan kategori terserang berat, paling rendah pada perlakuan 300 Gy dan 400 Gy. Hasil ini menunjukkan, bahwa pemutasian tanaman alfalfa menggunakan iradisi sinar gamma pada level 300 Gy- 400Gy mampu meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman tergadap serangan hama dan penyakit. Jenis hama yang menyerang tanaman alfalfa pada penelitian ini didominasi oleh jangkrik, belalang dan penyakit mosaik (jumlah terbatas). Menurut Sajimin dan Purwantari (2011) bahwa serangan hama dapat menurunkan 56.89% produksi tanaman alfalfa.
Tabel 5. Tingkat serangan hama dan penyakit tanaman alfalfa pasca iradiasi sinar gamma pada skala lapang
Dosis (Gy) |
Ulangan | ||
1 |
2 |
3 | |
0 |
■ □ |
■ □ □ ■ |
■ ■ ■ |
□ |
■ |
□ □ □ | |
□ □ |
□ |
■ ■ ■ □ | |
■ □ □ |
■ □ □ ■ |
□ ■ ■ | |
■ ■ ■ |
■ □ |
■ ■ ■ ■ | |
200 |
■ |
■ |
■ ■ |
■ ■ ■ |
■ ■ ■ |
■ ■ ■ | |
■ ■ ■ |
■ ■ ■ |
□ | |
■ ■ □ |
■ |
■ ■ ■ ■ | |
■ ■ |
■ ■ □ □ |
□ ■ ■ ■ | |
300 |
□ □ |
■ ■ ■ |
■ ■ |
□ |
■ ■ ■ |
■ □ □ | |
■ □ |
□ □ | ||
□ □ □ |
□ □ |
□ ■ ■ | |
■ □ □ |
■ □ ■ |
□ | |
400 |
□ ■ |
□ □ |
□ |
□ |
□ ■ |
□ □ | |
■ □ □ |
□ |
□ | |
□ □ |
□ ■ |
□ □ ■ | |
□ ■ |
■ □ □ |
■ ■ ■ |
Keterangan:
□ tidak terserang, ■ terserang ringan (1-2 kali), ■ terserang sedang (3-4 kali), ■ terserang berat (≥5)
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian menunjukkan bahwa tanaman alfalfa hasil mutasi 300 Gy nyata (p<0.05) menghasil jumlah anakan terbanyak. Tanaman hasil iradiasi 300 Gy memberikan perilaku yang lebih baik terhadap daya tumbuh, daya berbunga dan jumlah tanaman tidak terserang hama. Semakin tinggi level iradiasi sinar gamma terhadap warna daun, menunjukkan perubahan tingkat warna dari hijau tua menuju hijau muda.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah (1) perlu dilakukan uji tingkat adaptabilitas tanaman alfalfa hasil mutasi terhadap kekeringan dan lahan masam, dan (2) perlu dilakukan uji multi lokasi dari kandidat tanaman terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah SI, Aswidinnoor H, Saefuddin A, Marwoto B, dan Sastrosumarjo S. 2009. Induksi mutasi pada stek pucuk anyelir (Dianthus caryophyllus Linn) melalui iradiasi sinar gamma. J Agron Indones. 37(1):62-70.
Ali H, Ghori Z, Sheik S dan Gul A. 2016. Effect of Gamma Radiation on crop production. Crop Production and Global Environmental Issues.
BATAN. 2006. Kelompok Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): BATAN.
Poehlman JM, DA Sleper. 1995. Breeding Field Crops.
Iowa (): Panima Publishing Corporation.
Radovic J, Sokolovic D, dan Markovic J. 2009.
Alfalfa-most important perennial forage legume in animal husbandry. Biotechnology in Animal Husbandry 25(5-6): 465-475. ISSN 1450-9156.
Randolph N M, C F Garner. 1997. Insects Attacking Forage Crops. Texas Agricultural Extension Service. The Texas A and M University System.
Rejili M, Telahigue D, Lachibeb B, Mrabet A, Ferchichi A. 2008 Impact of gamma radiation and salinity on growth and K+/Na+ balance in
two populations of Medicago sativa (L.) cultivar Gabes. S Afr J Bot. 73(4) : 623–31.
Sajimin, N D Purwantari. 2011. Tanaman Alfalfa sebagai komoditas harapan pakan ternak: Pengaruh serangan hama terhadap produktivitas hijauan pada pemotongan pertama. Makalah Disampaikan pada acara Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia, 16 – 17 Februari 2011. Universitas Padjadjaran, Bandung. 11 p.
Sajimin. 2011. Medicago sativa L (alfalfa) sebagai tanaman pakan ternak harapan di Indonesia. J. Wartazoa 2(21): 91-98.
Sirait JA, Tarigan K, dan Simanihuruk. 2011. Pemanfaatan Alfafa yang ditanam di dataran tinggi Tobasa, Provinsi Sumatera Utara, untuk pakan kambing Boerka sedang tumbuh. JITV. 16 (4): 294-303.
Stocmal A, Piacente S, Pizza C, De Riccardis F, Leitz R dan Oleszek W. 2001 Alfafa (Medicago sativa L.) Flavonoids. 1. Apigenin and Luteolin Glycosides from Aaerial Parts. J. Agric Food Chem. Entrez PubMed.
Sumardiyono C, T. Joko, Y. Kristiawati dan Y. D. Chinta. 2011. Diagnosis dan pengendalian penyakit antraknosa pada pakis dengan fungisida. J. HPT Tropika 11 (2) : 194 – 200.
Wattimena GA dan Mattjik NA. 1992. Pemuliaan tanaman secara in vitro. Dalam Tim Laboratorium Kultur Jaringan (Ed.). Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
6
Discussion and feedback