ISSN: 2597-8012             JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER,

2019

∩∩Λ IS=              OsTnta

LJ<yrAU journals

KUALITAS MIKROBIOLOGIS SAMPEL LAWAR MERAH BABI MENGGUNAKAN METODE TOTAL PLATE COUNT

Sieny Veronica1, Made Agus Hendrayana2, I Dewa Made Sukrama2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; sienyveronica@gmail.com

ABSTRAK

Lawar merah babi merupakan makanan tradisional Bali yang mudah terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus karena pengolahannya yang sederhana dan cenderung menggunakan tangan kosong. Penelitian cross-sectional deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis sampel lawar merah babi dengan menggunakan metode Total Plate Count. Terdapat total 12 sampel lawar merah babi yang diperoleh dimana sampel tersebut kemudian dibuat menjadi tiga variasi pengenceran dan dikultur pada media Mannitol Salt Agar. Koloni Staphylococcus aureus dihitung menggunakan metode Total Plate Count sehingga diperoleh jumlah koloni dalam satuan CFU/g untuk setiap sampel lawar merah babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel lawar merah babi (100%) terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus dengan jumlah koloni melebihi batas maksimum kontaminasi yang diijinkan oleh BPOM pada makanan, yakni 102 CFU/g. Sepuluh dari 12 sampel (83%) bahkan memiliki jumlah hitung koloni melebihi 105 CFU/g yang dapat menyebabkan produksi enterotoksin. Dapat disimpulkan bahwa sampel lawar merah babi yang diperoleh memiliki kualitas mikrobiologis yang kurang baik. Oleh karena itu, pemilihan bahan baku yang baik dan pengolahan yang hiegenis sebaiknya dilakukan oleh penjual dan penyaji makanan untuk meningkatkan kualitas lawar merah babi.

Kata kunci: Kualitas mikrobiologis makanan, Lawar merah babi, Staphylococcus aureus, Total Plate Count

ABSTRACT

Lawar merah babi is a traditional food in Bali which is easily contaminated by Staphylococcus aureus due to the tradition of using bare hands while processing food. The purpose of this descriptive cross-sectional study is to assess the microbiological quality of lawar merah babi sample using Total Plate Count method. This study using 12 samples of lawar merah babi. Each sample are diluted into three variations of dilution and cultured in Mannitol Salt Agar. The Staphylococcus aureus colony is counted using total plate count method to obtain the number of colony in CFU/g for each sample. The result of the research showed that 100% of the samples are contaminated by Staphylococcus aureus. The number of Staphylococcus aureus colonies is more than 102 CFU/g. Therefore, the number of Staphylococcus aureus colonies exceeded the permitted food contamination by Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Ten from 12 samples (83%) are contaminated with Staphylococcus aureus >105 CFU/g which will produce some endotoxin that cause the food-borne disease. As conclusion, lawar merah babi samples have poor microbiological quality. Therefore, good selection of raw

∩∩Λ l≡≈              OsTnta

journals

ingredients and good hygiene should be done by the food-seller and food-server to increase the quality of lawar merah babi.

Keywords: Food microbiological quality, Lawar merah babi, Staphylococcus aureus, Total Plate Count

PENDAHULUAN

Food-borne disease merupakan istilah bagi penyakit infeksi maupun intoksikasi yang disebabkan oleh konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi.1 Food-borne disease sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup tinggi angka kejadiannya di dunia. Angka kejadian dari food-borne disease di Indonesia tercatat mencapai 18.144 kasus pada tahun 2011. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat 11 kematian yang diakibatkan oleh food-borne disease pada tahun yang sama.2 Namun, angka tersebut mungkin lebih kecil dari angka kejadian food-borne disease yang sebenarnya terjadi di masyarakat karena kesalahan diagnosa, tidak adanya pengumpulan sampel makanan yang dicurigai sebagai penyebab, pemeriksaan laboratorium yang tidak memadai, serta tidak adanya survei rutin mengenai food-borne disease.1

Food-borne disease memiliki tingkat mortalitas yang rendah yaitu sekitar 0.1%, namun food-borne disease tetap dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, lanjut usia, dan pasien dengan kondisi imun yang lemah (immuno-compromised). Selain itu, food-borne disease masih merupakan isu penting dikarenakan penyakit ini memiliki prevalensi yang besar dan umumnya menurunkan produktivitas penderitanya.1,2 Oleh karena itu penting untuk melakukan pencegahan dengan menjamin bahwa makanan-makanan yang beredar

adalah makanan yang tidak melebihi batas kontaminasi yang diijinkan oleh BPOM.

Staphylococcus aureus merupakan penyebab kejadian food-borne disease terbanyak di dunia.1,3,4 BPOM mencatat bahwa 16 dari 31 kejadian luar biasa food-borne disease di Indonesia disebabkan oleh Staphylococcus aureus.2 Staphylococcus aureus sebenarnya merupakan normal flora yang wajar dijumpai di kulit dan saluran pernafasan manusia. Staphylococcus aureus juga mampu menginfeksi hewan seperti sapi dan kambing. Oleh karena itu, bakteri ini dapat dengan mudah mengkontaminasi makanan sehari-hari yang kurang higenis dalam pengolahannya dan makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi.1,5 Beberapa studi juga menunjukkan bahwa daging, susu, dan beberapa makanan tradisional di Indonesia terkontaminasi bakteri Staphylococcus aureus melebihi jumlah yang diijinkan oleh BPOM (melebihi 102 CFU/g). Kontaminasi Staphylococcus aureus yang lebih dari 105 CFU/g akan menyebabkan terbentuknya enterotoksin yang dapat bertahan pada kondisi asam dan basa sehingga dapat bertahan di sepanjang saluran pencernaan dan menyebabkan keracunan.6–8

Makanan tradisional Bali merupakan salah satu makanan yang rawan terkontaminasi Staphylococcus aureus. Lawar merupakan salah satu makanan tradisional Bali yang merupakan campuran daging dan

I > . Λ     DIRECTORY OF

OPEN ACCESS Jj .Jl     JOURNALS

sayur yang sudah dicincang dan dicampur dengan berbagai rempah dan bumbu. Dalam proses pembuatannya, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lawar umumnya dicampur menggunakan tangan kosong dan diolah secara sederhana (tanpa dimasak). Lawar sendiri disimpan pada suhu rungan ketika akan dijual di suatu rumah makan/ warung. Hal tersebut justru memudahkan bakteri untuk bertumbuh.8,9

Lawar sendiri banyak dijual di berbagai daerah di Bali, dimana salah satunya adalah kota Denpasar. Lawar umumnya terbagi menjadi lawar merah (karena dicampur dengan darah) dan lawar putih dimana dilaporkan bahwa lebih banyak kejadian luar biasa food-borne disease disebabkan oleh lawar merah.9 Berdasarkan situasi di atas, maka dilakukan penelitian untuk menilai kualitas mikrobiologis lawar merah babi berdasarkan jumlah Total Plate Count dari koloni Staphylococcus aureus.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian pada bulan Agustus 2017 hingga November 2017. Pengambilan sampel dilakukan di Kota Denpasar dan penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel lawar merah babi, akuades, Mannitol Salt Agar (MSA), pewarna kristal violet, pewarna safranin, alkohol 70%, iodium, hidrogen peroksida, dan reagen uji koagulase. Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah wadah steril, tabung reaksi, cawan

petri, mikropipet, ose, bunsen, object glass, mikroskop.

Jumlah total sampel yang diperoleh adalah 12 sampel dengan rincian sebagai berikut: 3 sampel berasal dari Denpasar Selatan, 3 sampel berasal dari Denpasar Utara, 3 sampel berasal dari Denpasar Timur, dan 3 sampel berasal dari Denpasar Barat. Sampel tersebut dibuat dan diambil maksimal sehari sebelum diteliti dan disimpan pada suhu 8oC. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah steril kemudian dibawa ke laboratorium Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran Udayana. Setiap sampel diberikan label, yakni L1 hingga L12.

Setiap sampel kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi akuades sebanyak 9 ml sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Berikutnya, sebanyak 1 ml dari suspensi pengenceran 10-1 diambil menggunakan pipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Selanjutnya diambil 1 ml dari suspensi pengenceran 10-2 menggunakan pipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades sehingga diperoleh pengenceran 10-3. Setiap variasi pengenceran kemudian diambil sebanyak 10 µL untuk kemudian diteteskan pada cawan petri yang telah terisi dengan media Manitol Salt Agar (MSA). Setiap cawan tersebut kemudian diberikan label berdasarkan nomor sampel dan variasi pengencerannya. Sebagai contoh label L1 10-1 berarti cawan milik sampel L1 dengan variasi pengenceran 10-1. Selanjutnya dilakukan metode cawan gores (striking) pada 4 kuadran dengan ose steril. Cawan sampel kemudian diberi label dan diinkubasikan pada suhu ±37oC selama 18-24 jam.

I > .     ,      DIRECTORY OF

OPEN ACCESS L>k√∕    JOURNALS

Koloni yang tumbuh pada MSA kemudian dilakukan reidentifikasi dengan pengecatan Gram, uji katalase, dan uji koagulase. Jika dari hasil pengecatan Gram dilihat dibawah mikroskop kemudian    didapati

gambaran bakteri gram positif berbentuk bulat (kokus) dalam susunan    berpasangan    maupun

berkelompok seperti anggur, hasil uji katalase positif, dan hasil uji koagulase positif maka disimpulkan bahwa koloni yang diperoleh pada hasil kultur     tersebut      merupakan

Staphylococcus aureus. Namun, apabila hasil kultur tidak dapat diindentifikasi dilakukan kultur ulang dan dilakukan reidentifikasi kembali.

Koloni Staphylococcus aureus dihitung menggunakan metode Total Plating Count sehingga diperoleh jumlah koloni dalam bentuk CFU/g. Jika jumlah koloni pada sampel melebihi 102 CFU/g (batas maksimum koloni Staphylococcus aureus pada makanan yang telah ditetapkan oleh BPOM), maka kualitas sampel tersebut dikatakan kurang baik.

Analisis data penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan data disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

HASIL

Hasil Kultur pada MSA

Hasil kultur pada media MSA didapatkan 29 cawan dengan pertumbuhan koloni dan 7 cawan yang tidak didapatkan pertumbuhan koloni (Tabel 1). Tujuh cawan yang tidak didapatkan pertumbuhan koloni adalah cawan L2 10-3, cawan L3 10-2, cawan L3 10-3, cawan L4 10-3, cawan L5 10-2, cawan L6 10-3 dan cawan L9 10-2.

Semua koloni yang tumbuh memiliki karakteristik yang sama yakni berbentuk bulat kuning yang

€> STntar sesuai dengan gambaran koloni Staphylococcus aureus pada media MSA (Gambar 1).

Sebagian besar koloni memiliki ukuran kecil seperti titik-titik dan hanya beberapa koloni berukuran sedang hingga besar. Jumlah koloni yang tumbuh pada setiap cawan bervariasi dengan jumlah koloni tertinggi pada cawan L12 10-1 yakni 261 koloni.

Gambar 1. Hasil Kultur Lawar Merah Babi pada Media MSA

Didapatkan koloni berbentuk bulat dengan warna kuning (tanda panah)

Gambar 2. Hasil Pengecatan Gram Koloni Hasil Kultur Lawar Merah Babi Didapatkan koloni bakteri berbentuk kokus gram positif (tanda panah)

2019

Tabel 1. Hasil pengamatan kultur sampel lawar merah babi pada media Mannitol Salt Agar (MSA) setelah 24 Jam                                   cl

No.

Sampel

Jumlah Koloni pada Variasi Pengenceran

Gambaran Koloni

10-1

10-2

10-3

L1

157

95

6

Bulat kuning

L2

184

35

0

Bulat kuning

L3

8

0

0

Bulat kuning

L4

180

49

0

Bulat kuning

L5

62

0

3

Bulat kuning

L6

50

45

0

Bulat kuning

L7

*TBUD

*TBUD

188

Bulat kuning

L8

49

5

1

Bulat kuning

L9

2

0

1

Bulat kuning

L10

160

98

11

Bulat kuning

L11

69

6

2

Bulat kuning

L12

261

117

14

Bulat kuning

Keterangan: TBUD = terlalu banyak untuk dihitung

Tabel 2. Hasil Pengecatan Gram, Uji Katalase, dan Uji Koagulase pada Koloni Hasil Kultur Lawar Merah Babi

No.

Cawan

Uji Katalase

Uji Koagulase

Pengecatan Gram

10-1

+

+

Kokus gram positif

L1

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

L2

10-1

+

+

Kokus gram positif

10-2

+

+

Kokus gram positif

L3

10-1

+

+

Kokus gram positif

L4

10-1

+

+

Kokus gram positif

10-2

+

+

Kokus gram positif

L5

10-1

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

L6

10-1

+

+

Kokus gram positif

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-1

+

+

Kokus gram positif

L7

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

10-1

+

+

Kokus gram positif

L8

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

L9

10-1

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

10-1

+

+

Kokus gram positif

L10

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

10-1

+

+

Kokus gram positif

L11

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

10-1

+

+

Kokus gram positif

L12

10-2

+

+

Kokus gram positif

10-3

+

+

Kokus gram positif

I > . Λ DIRECTORY OF OPEN ACCESS I             JOURNALS

Hasil Reidentifikasi Koloni

Setiap cawan sampel yang memiliki pertumbuhan koloni bakteri dilakukan reidentifikasi. Seluruh cawan sampel yang dilakukan reidentifikasi kembali menunjukkan hasil positif uji katalase dan positif uji koagulase (Tabel 2). Hasil pengecatan Gram pada setiap cawan sampel juga menunjukkan gambaran koloni bakteri gram positif (berwarna biru keunguan) dengan bentuk kokus (Gambar 2). Hal ini membuktikan bahwa seluruh koloni yang dilakukan reidentifikasi merupakan koloni Staphylococcus aureus.

Hasil Hitung Total Plate Count Staphylococcus aureus

Setelah dilakukan penghitungan menggunakan metode Total Plate Count didapatkan bahwa seluruh sampel (100%) memiliki jumlah koloni Staphylococcus aureus melebihi 102 CFU/g dengan nilai rata-rata 1,81x106 CFU/g (Tabel 3). Oleh karena itu, seluruh sampel lawar merah babi tersebut memiliki kualitas mikrobiologis yang kurang baik.

Tabel 3. Hasil Hitung Total Plate Count Staphylococcus aureus

Sampel

Total Plate Count (CFU/g)

L1

5,53 x 106

L2

1,84 x 106

L3

8 x 104

L4

1,8 x 106

L5

6,2 x 105

L6

4,75 x 105

L7

1,88 x 106

L8

4,9 x 105

L9

2 x 104

L10

5,7 x 106

L11

6,9 x 105

L12

2,61 x 106

2019

DISKUSI

Dari hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya yang meninjau kualitas mikrobiologis sosis urutan sebagai salah satu makanan tradisional Bali lainnya, menunjukkan hasil yang serupa dimana hasil penelitian menunjukkan seluruh sampel makanan (100%) telah terkontaminasi Staphylococcus aureus melebihi 102 CFU/g.8 Penelitian lainnya terkait kontaminasi Staphylococus aureus pada sate lilit menunjukkan bahwa 50% dari sampel telah terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus melebihi 102 CFU/g.10 Penelitian lainnya yang dilakukan di Denpasar menggunakan lawar putih juga menunjukkan adanya kontaminasi bakteri hingga 9,03 x 106 CFU/g.11 Sayangnya hingga saat ini penelitian-penelitian terkait kualitas mikrobiologis lawar lebih banyak ditinjau dari segi kontaminasi oleh Eschericia coli sehingga temuan ini sulit untuk dibandingkan.9,11

Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal pada manusia umumnya digunakan sebagai indikator higienitas pengolahan makanan dan higienitas penjamah makanan. Jumlah koloni Staphylococcus aureus yang melebihi 105 CFU/g pada makanan berbahaya karena dapat menyebabkan terbentuknya enterotoksin yang dapat menyebabkan food-borne disease jika dikonsumsi dalam dosis tertentu oleh manusia.4,12 Kontaminasi Staphylococcus aureus yang melebihi batas maksimum pada lawar merah babi menunjukkan kualitas mikrobiologis yang kurang baik dan pengolahan sampel lawar merah babi yang kurang higienis.

Penelitian menyebutkan bahwa adanya kontaminasi bakteri pada makanan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni higienis penjual

I             Directoryof

OPEN ACCESS √ ∙ J - J journals makanan, fasilitas sanitasi yang terdapat di rumah makan, dan kebersihan lingkungan di sekitar rumah makan.11,13,14 Hasil observasi yang dilakukan selama pengambilan sampel, sebagian besar rumah makan yang menjual lawar tidak mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum mengolah dan menyajikan lawar merah babi. Setelah menyajikan lawar merah babi tersebut, sebagian besar penjual hanya membilas tangannya pada wadah berisi air yang telah disediakan dan mengambil uang yang dibayarkan oleh pelanggan. Hal tersebut menyebabkan selama proses pembuatan Staphylococcus aureus yang semula berada pada kulit manusia dapat mengontaminasi lawar merah babi.8

Lawar merah babi yang dijual juga umumnya disiapkan sejak pagi menggunakan wadah tanpa penutup dan disimpan dalam suhu ruangan. Idealnya lawar merah dikonsumsi tidak lebih dari 5 jam setelah proses pembuatan untuk menjaga agar kualitas lawar merah tersebut.9,11 Selain itu, kondisi lingkungan sebagian besar tempat penjualan sampel lawar merah babi tampak lembab dan terlihat tempat sampah yang dikelilingi oleh lalat. Hal ini turut meningkatkan          kontaminasi

Staphylococcus aureus karena lingkungan yang lembab dan suhu ruangan yang cukup hangat akan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.1 Selain faktor-faktor di atas, penggunaan alat-alat selama proses pembuatan juga memiliki pengaruh terhadap jumlah kontaminasi bakteri. Berdasarkan observasi, talenan yang digunakan pada sebagian besar warung/ rumah makan penjual lawar adalah talenan berbahan kayu. Kayu merupakan bahan yang mudah menyerap air

2019

sehingga jika digunakan berkali-kali cenderung lembab dan menjadi media pertumbuhan bakteri.10

SIMPULAN

Seluruh sampel lawar merah babi yang diperoleh di kota Denpasar (100%) memiliki kualitas mikrobiologis yang kurang baik ditinjau dari hasil isolasi Staphylococcus aureus menggunakan metode total plate count. Jumlah Staphylococcus aureus yang tinggi merupakan risiko terjadinya food-borne disease.

Berikut beberapa saran terkait simpulan penelitian di atas untuk meningkatkan higienitas penjual lawar dan menciptakan proses pengolahan lawar yang juga bersih. Penjual lawar sebaiknya memilih dan memastikan bahwa bahan baku (daging dan darah) yang digunakan masih segar dan tidak berasal dari hewan yang sakit, penjual lawar juga harus menjaga kebersihan diri dengan menjaga kuku jari tangan terpotong rapi dan bersih serta mencuci tangannya terlebih dahulu atau menggunakan alat yang bersih untuk mencampur dan menyajikan lawar. Lawar yang telah dibuat sebaiknya disimpan menggunakan wadah dengan penutup atau di lemari pendingin untuk menjaga kualitas dan mengurangi pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kadariya J, Smith TC, Thapaliya D. Staphylococcus aureus and staphylococcal food-borne disease: an ongoing challenge in public health. Biomed       Res       Int.

2014;2014:827965.

  • 2.    BPOM Indonesia. Laporan Tahunan Badan Pengendali

I .    , Directoryof

OPEN ACCESS L J, >Γ J JOURNALS

Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011.

  • 3.    Ortega E, Abriouel H, Lucas R, Gálvez A. Multiple Roles of Staphylococcus        aureus

Enterotoxins:   Pathogenicity,

Superantigenic Activity, and Correlation to Antibiotic Resistance. Toxins (Basel). 2010;2(8):2117–31.

  • 4.    Hennekinne JA, De Buyser ML, Dragacci S. Staphylococcus aureus and its food poisoning toxins: Characterization and outbreak investigation. FEMS Microbiol               Rev.

2012;36(4):815–36.

  • 5.    Gutierrez D, Delgado S, Sanchez DV, Martinez B, Cabo ML, Rodriguez A, et  al.

Incidence of Staphylococcus aureus and Analysis   of

Bacterial Communities on Food Industry Surfaces. Appl Environ           Microbiol.

2012;78(24):8547–54.

  • 6.    Chotiah     S.     Cemaran

Staphylococcus aureus pada daging ayam dan olahannya. Dalam:   Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2009. p. 682–7.

  • 7.    Suwito W. Bakteri yang sering mencemari susu:   deteksi,

patogenesis, epidemiologi, dan cara pengendaliannya. J Litbang Pertan. 2010;29(3):96– 100.

  • 8.    Rahayu NPN, Kawuri R, Suriani NL. Uji keberadaan Staphylococcus aureus pada sosis tradisional (urutan) yang

€> sTnta beredar di pasar tradisional di Denpasar, Bali. J Simbiosis. 2014;2(1):147–57.

  • 9.    Trisdayanti NPE, Sawitri A A S, Sujaya IN, Trisdayanti NPE, Sawitri a a S, Sujaya IN. Higiene Sanitasi dan Potensi Keberadaan Gen Virulensi E . Coli pada Lawar di Kuta: Tantangan Pariwisata dan Kesehatan Pangan di Bali Hygiene , Sanitation and Potential Existence of Virulent Genes of E . coli in Lawar Bali in Kuta: The Challenge for Tour. Public Heal Prev Med. 2015;3(2):124–32.

  • 10.    Putri IGALP, Darmayasa IBG, Parwanayoni NMS. Kualitas sate lilit yang beredar di pasar tradisional karangasem, bali dari.        J        Simbiosis.

2015;3(1):313–6.

  • 11.    Purnama SG, Purnama H, Subrata     IM.     Kualitas

Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan Pariwisata. J Kesehat Lingkung Indones. 2017;16(2):56–62.

  • 12.    Yan X, Wang B, Tao X, Hu Q, Cui Z, Zhang J, et al. Characterization            of

Staphylococcus aureus strains associated with food poisoning in Shenzhen, China. Appl Environ           Microbiol.

2012;78(18):6637–42.

  • 13.    Adetutu A, Titilope B, Iyabo G, State O. The Effect of Hand Treatments on Staphylococcus Aureus: A Normal Flora of the Human Palms. Adv Biosci


    2019


Bioeng. 2013;1(2):44–53.

  • 14.    Damayanthi E, Yuliati LN, Suprapti VY, Sari F. Aspek Sanitasi dan Higiene di Kantin

Asrama Tingkat Persiapan

Bersama (TPB) Institut

Pertanian Bogor. J Gizi dan

Pangan. 2008;3(1):22–9.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum