pastura Vol. 1 No. 1 : 27 - 30

ISSN : 2088-818X

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PAKAN

MELALUI PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)

Nyimas Popi Indriani, Mansyur, Iin Susilawati, Romi Zamhir Islami

Fakultas Peternakan Unpad, Jl. Raya Jatinangor Km 21 Bandung 40600 nyimaspopi@yahoo.co.id

ABSTRACT

Forage is needed by ruminant in large quantity. Several forages have low feed quality and then it is required to improve the forage quality that generally from gramineae and leguminoseae. Biotechnology using AMF is one of good strategic management on forage. AMF from the symbiotic mutualism with host plant through it’s root, has important role in plant production, ecosystem health. The best known mycorrhizal effect is that mycorrhizal plants take up more soil phosphorus and grow faster than corresponding non-mycorrhizal control plants. While spores are considered to be the resistant structure and may be viewed as ‘long term’ propagules when viable host plants are not present, hyphae are considered to be the main source of inokula when host plants are present and the soil is not disturbed.

Key words: AMF, forage, phosphor, spore, hyphae

ABSTRAK

Tanaman pakan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak untuk ternak ruminansia. Sejumlah tanaman pakan mempunyai nilai manfaat rendah sehingga perlu upaya yang dapat meningkatkan nilai manfaat. Tanaman pakan umumnya terdiri dari Gramineae dan Leguminoseae. Bioteknologi menggunakan Fungi Mikoriza Arbuskula merupakan salah satu strategi manajemen di bidang tanaman pakan. FMA membentuk hubungan simbiotik dengan akar muda tanaman inang, memiliki peran terhadap produktivitas tanaman, berwawasan pada kesehatan ekosistem. Pengaruh yang paling populer dari FMA adalah mengambil fosfor dalam tanah lebih banyak dan pertumbuhan tanaman lebih cepat dari pada tumbuhan yang tidak mengandung mikoriza.Spora dianggap sebagai struktur yang tahan dan sebagai propagul jangka panjang ketika tanaman inang tidak ada, sedangkan hifa dianggap sumber utama inokulum ketika tanaman inang ada dan tanah tidak terganggu.

Kata kunci: FMA, tanaman makanan ternak, fosfor, spora, hifa

  • I.    PENDAHULUAN

Tanaman pakan merupakan kebutuhan pokok ternak ruminansia dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Ketersediaan pakan umumnya sangat tergantung terhadap sistem pertanian setempat. Sejumlah tanaman pakan mempunyai nilai manfaat yang rendah, sehingga perlu adanya upaya yang dapat meningkatkan nilai manfaat. Sumber daya tanaman pakan umumnya terdiri dari Gramineae (rumput-rumputan) dan Legumi-noseae ( kacang-kacangan).

Tanaman pakan sebaiknya ditanam dengan pola tanam campuran yang sudah tidak asing lagi dikalangan petani skala kecil karena dirasakan sangat menguntungkan, antara lain dapat memberikan imbangan nutrisi, sebagai kontrol terhadap gulma, mempertahankan kesuburan tanah, mencegah erosi dan mencegah kecenderungan peningkatan hama. Pola tanam campuran mempunyai peluang besar dalam menyumbangkan nitrogen karena melibatkan tanaman pakan leguminosa. Transfer nitrogen dari hasil fiksasi nitrogen dapat dimanfaatkan tanaman rumput-rumputan yang sangat membutuhkan nitrogen. Rhizobium dari tanaman leguminosa memasok nitrogen untuk rumput-rumputan.

Dalam sistem pertanian berkelanjutan dan ‘input’ rendah, peran mikroorganisme mikoriza dalam menjaga

kesuburan tanah dan biokontrol dari tanah patogen adalah lebih penting dari pada pertanian konvensional dimana keberadaannya telah dibatasi oleh ‘input’ tinggi ‘agrochemical’ yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Prinsip tanaman campuran yang dipadukan dengan bahan organik sebagai pupuk adalah pendekatan pertanian berwawasan lingkungan yang tidak terlepas dengan pendekatan ekosistem. Pertanaman campuran diketahui mempunyai potensi untuk menjaga populasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) karena adanya variasi tanaman.

FMA mampu membantu tanaman menyerap unsur hara baik makro maupun mikro terutama dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman. Pengaruh yang paling populer dari FMA adalah tanaman menyerap fosfor dalam tanah lebih banyak dan tumbuh lebih cepat dari pada tumbuhan yang tidak mengandung FMA. Sebagai tambahan selain fosfor, hifa juga mengangkut sumber hara lain ke tanaman inang seperti amonium, kalsium, sulfur, potasium, zink, copper dan air.

  • II.    DASAR PEMIKIRAN

Budidaya tanaman pakan akan berhasil jika terdapat ketepatan dalam mengelola sumber daya lahan. Lahan adalah media tumbuh bagi tanaman, merupakan suatu

yang dinamis, sehingga peran mikroorganisme dalam tanah sangat penting dalam perombakan bahan organik, proses enzimatik dan siklus hara dalam tanah. Budidaya tanaman pakan perlu ditingkatkan melalui pemberian FMA. Fungi menginfeksi akar tanaman dengan cara menembus epidermis akar, diusahakan inokulum dekat dengan tunas baru dari akar sehingga akar dapat menemukan FMA dengan cepat dan pertumbuhan FMA ini sangat bergantung pada tanaman inang. FMA menginfeksi akar tanaman melalui tiga sumber inokulum yaitu spora, potongan akar terinfeksi dan hifa fungi di dalam tanah, ketiga sumber inokulum ini disebut propagul. Spora lebih tahan terhadap tekanan lingkungan dari pada propagul lainnya, tetapi tidak memproduksi mikoriza secepat hifa atau potongan akar bermikoriza.

Ada beberapa keuntungan dari pola tanam campuran antara rumput dan leguminosa yang dapat menambat nitrogen udara bila bersimbiosis dengan bakteri rhizobium, yaitu nitrogen hasil fiksasi nitrogen dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang dan rhizobium, nitrogen hasil fiksasi merembes dari bintil akar ke tanah dan dimanfaatkan tanaman rumput untuk pertumbuhannya. Bila tanaman leguminosa dipanen atau mati, bintil akar akan mengalami mineralisasi dan nitrogen menyatu dengan tanah, sehingga nitrogen dalam tanah bertambah dan menjadi sumber nitrogen untuk tanaman berikutnya (Hargrove, 1986).

FMA dapat menyerap N dalam tanah lebih cepat, karena hifa mencapai nitrogen lebih dekat dari pada akar dan ion terlarut secara kimia atau biokimia, meningkatkan eksplorasi akar karena adanya hifa eksternal. Nilai konstanta Michaelis (km) dari hifa lebih rendah dibandingkan akar dan apabila konsentrasi N rendah pada larutan tanah, maka akar sudah tidak bisa menyerap unsur N sedangkan hifa eksternal dari mikoriza dapat menyerap N secara efisien (Barea dan Azcon-Aquilar, 1983 disitasi Nyimas, 2004). FMA juga mengandung ‘nitrate reductase’ yang telah dibuktikan secara biokimia dan genetik, sehingga hifa eksternal juga mempunyai kapasitas penyerapan nitrat (Bago et al., 1996).

Peningkatan serapan P oleh tanaman yang mengandung FMA, sebagian besar disebabkan oleh hifa eksternal yang berperan sebagai sistem perakaran yang menyebabkan tersedianya daerah serapan yang lebih luas dalam menyerap unsur hara, kemudian dipindahkan ke tanaman inang, sehingga sering hifa ini disebut jalan bebas hambatan untuk gerakan fosfat (Bolan, 1991).

Sistem penyerapan P oleh tanaman yang mengandung FMA, terdiri atas tiga komponen, yaitu tanah, tanaman dan FMA. Tingkat kemampuan FMA dalam meningkatkan penyerapan unsur P ditentukan oleh species tanaman, kandungan P tanah, tingkat infeksi FMA. Perkembangan FMA dipengaruhi oleh kepekaan tanaman inang terhadap infeksi, intensitas cahaya, temperatur, kadar air tanah, pH tanah, bahan organik, residu akar, ketersediaan hara, logam berat dan fungisida.

  • III.    PEMBAHASAN

Kolonisasi FMA pada Tanaman

Dalam kehidupannya FMA bersimbiosis mutualistik dengan tanaman inang (Sani dan Farahani, 2010). Suhu tanah adalah lebih penting dari pada suhu udara dalam memproduksi inokulum mikoriza. Dianjurkan untuk memproduksi inikulum mikoriza sebaiknya menggunakan suhu di atas suhu optimum tanaman inang. Umumnya suhu di bawah 15 oC menghambat kolonisasi mikoriza. Aktivitas mikoriza meningkat dengan meningkatnya temperatur tanah. Produksi spora mikoriza pada tanaman pakan yang umumnya rumput-rumputan, meningkat pada suhu 30 oC dimana suhu ini merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan tanaman yang tergolong Gramineae (Powell, 1984). Hal ini memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan inokulasi mikoriza di daerah tropika, tetapi temperatur yang sangat tinggi menjadi faktor pembatas bagi tanaman inang. Kelembaban tanah yang tinggi pada tanah yang basah akan merangsang perkecambahan spora dan terbentuknya kolonisasi dengan tanaman inang (Delvian, 2004).

Kondisi pH tanah juga mempengaruhi kolonisasi FMA. Spora FMA di dalam tanah terjadi pada kisaran pH 3,8-8,0. Toleransi dan kemampuan tanaman tumbuh pada tanah masam karena adanya asosiasi kolonisasi FMA dengan akar tanaman dan kemampuan FMA beradaptasi terhadap kondisi pH yang rendah (Sieverding, 1991).

Kesuksesan pada pembentukan struktur tanah hanya terjadi pada tanah yang mengandung FMA dari pada tanah yang tidak mengandung FMA. Sebagai media dari struktur tanah, FMA dapat menentukan aliran air, nutrisi, udara, arah pertumbuhan akar dan membuka saluran untuk kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Sebagai penentu dari komunitas mikrobia, FMA menentukan proses metabolik dalam tanah, dengan kata lain FMA praktis sama dengan fungsi ekosistem (St.John, 2005).

Persemaian tanaman pada tanah yang penuh dengan hifa mikoriza akan tumbuh sangat cepat bila dibandingkan dengan persemaian tanaman pada tanah yang mengandung banyak spora saja. Jaringan hifa mikoriza sangat menyukai keragaman spesies tanaman dan menjadikan tanaman tersebut menjadi tanaman yang mengandung mikoriza. Sebagai alat untuk kolonisasi akar secara cepat, maka jaringan mikoriza secara alami sangat menentukan komposisi spesies tanaman dalam komunitas (St.John, 2005).

Hasil penelitian dengan memper-hatikan keadaan lingkungan tanah, spesies tanaman rumput Dactylis glomerata yang terinfeksi mikoriza, ditanam bersebelahan dengan Centaurea maculosa forb yang agresif, mikoriza bergeser dan merefleksikan komposisi komunitas mikoriza dari akar bermikoriza (Dactylis glomerata) berhubungan dengan akar tanaman yang semula tidak bermikoriza menjadi bermikoriza (Centaurea maculosa). Terlihat disini, hasil penelitian ini menegaskan bahwa pengaruh penyebaran tanaman

ini pada komunitas mikoriza, khususnya pada akar yang dapat menyumbangkan kesuksesan penyebaran-nya. (Mummey, et.al., 2005).

Rata-rata kolonisasi akar oleh Gigaspora margaritha (53%) relatif lebih rendah dibandingkan dengan kolonisasi akar oleh Glomus manihotis (68%) yang dikenal sebagai FMA yang sangat agresif mengkolonisasi berbagai akar tanaman tropika yang tumbuh pada tanah-tanah mineral masam (Sieverding, 1991).

Peran FMA dalam Sistem Serapan P

Fosfor disebut juga sumber kehidupan pada tanaman karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan. Fosfor merupakan penyusun komponen setiap sel hidup dan cenderung lebih banyak terdapat pada biji dan titik tumbuh. Di dalam tanah P tersedia bagi tanaman kurang dari 1% P total tanah (Bolan, 1991) berarti lebih banyak P yang tidak tersedia bagi tanaman. Rendahnya ketersediaan P ini disebabkan oleh terikatnya unsur P secara kuat pada koloid tanah serta adanya retensi P yang tinggi. Retensi P merupakan masalah terutama pada tanah kering masam dengan tekstur liat yang banyak mengandung oksida Al dan Fe (Tan, 2008). Tanah yang kering akan mengurangi pengambilan P dan tanaman akan kekurangan fosfor. Gejala kekurangan fosfor adalah lambat pertumbuhannya, daun berwarna hijau tua dan daun yang tua terdapat pigmen ungu.

Diameter hifa FMA jauh lebih kecil dari pada diameter akar, panjang serta tersebar luas mengisi rongga dalam media menyebabkan semakin meluasnya permukaan untuk menyerap unsur hara dan air, sehingga tambahan hara terutama NPK dapat diserap tanaman lebih banyak dan kebutuhan air tercukupi (Bonfante dan Scannerini, 1992). FMA berperan meningkatkan unsur hara makro dan mikro dan yang paling berperan dalam meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. FMA memiliki struktur hifa yang menjalar luas ke dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar. Pada saat P berada disekitar rambut akar, maka hifa membantu menyerap P di tempat-tempat yang tidak dapat dijangkau rambut akar. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza. FMA dalam akar tanaman akan membantu tanaman dalam menyerap unsur hara P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. (Simanungkalit, 2007).

Selain meningkatkan penyerapan P dan pertumbuhan, FMA juga meningkatkan hasil tanaman (Kabirun, 2002). Peningkatan unsur hara dengan adanya FMA pada akar tanaman dapat menyebabkan perumbuhan tanaman semakin meningkat, dimana peningkatan pertumbuhan tanaman dicirikan dengan meningkatnya bobot kering. FMA juga mampu meningkatkan pertambahan jumlah dan panjang akar tanaman, dengan demikian unsur hara yang diserap semakin meningkat.(Sartini, 2004). Pemberian FMA meningkatkan bahan kering tanaman leguminosa kudzu tropika dibandingkan tanpa mikoriza, yaitu dengan pemberian batuan offset 200 kg/ha di dapatkan hasil bobot kering tertinggi (Nyimas dkk.,

2006).

Glomus fasciculatum ternyata sangat efisien dalam meningkatkan bobot kering dibandingkan Gigaspora margaritha. Glomus fasciculatum, G.constrictum dan G.mossae lebih efektif dalam penyerapan hara N, P, K, Ca dan Mg dibandingkan dengan Gigaspora margarita, Sclerocystis rubiformis dan Scutellospora calospora (Mathur dan Vyas, 2000).

FMA dan Rhizobium

Nitrogen dalam tanaman berupa asam amino, asam nukleat, enzim-enzim, bahan-bahan yang menyalurkan energi seperti klorofil, NADPH, dan ATP. Tanaman yang sedang tumbuh sangat membutuhkan nitrogen untuk membentuk sel-sel baru. Bila tanaman kekurangan nitrogen, akan menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi. Kekurangan nitrogen adalah salah satu penyebab tanaman menjadi kerdil (Tisdale et.al., 1990). Warna pucat pada tanaman yang kekurangan nitrogen berasal dari terhambatnya pembentukan klorofil selanjutnya pertumbuhan akan berjalan dengan lambat karena klorofil dibutuhkan untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Warna pucat karena kekurangan nitrogen biasanya terjadi lebih dahulu pada daun-daun tua terutama pada tulang-tulang daun. Warna coklat kekuningan tampak sepanjang tulang daun pada bagian ujung daun tua dan terus meluas (Gardner et.al., 1991).

Tanaman leguminosa mempunyai kemampuan bersimbiosis secara mutualistis dengan bakteri rhizobium sp yang tumbuh di daerah perakarannya. Adanya bakteri ini menyebabkan terbentuknya nodul/ bintil/akar yang mampu memfiksasi nitrogen bebas dari udara sehingga dapat mensuplai kebutuhan tanaman akan unsur N tersedia. Hasil simbiosis ini diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman pakan. Fiksasi nitrogen oleh tanaman leguminosa merupakan upaya yang efektif dalam praktek farming system tanaman ternak. Kebutuhan N leguminosa dapat dicukupi dari asimilasi N dan fiksasi N. Kemampuan untuk memfiksasi nitrogen dapat mengurangi biaya pembelian pupuk buatan, sehingga aplikasi rhizobium pada tanaman leguminosa menjadi sangat penting untuk memacu fiksasi nitrogen (Fuskhah, dkk., 2009). Penggunaan pupuk buatan yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah, oleh karena itu penggunaan jasad hidup yang bersimbiosis dengan tanaman merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan.

Menurut penelitian oleh USDA (2001), kehadiran FMA dalam tanah menyebabkan organisme patogen lebih sedikit dan bakteria tanah yang menguntungkan lebih banyak dibandingkan tanah yang tidak mengandung FMA. Pertumbuhan tanaman dengan rhizobakteria mengakibatkan tingginya kolonisasi FMA dan mempercepat pertumbuhan akar,bila dibandingkan dengan Azospirillum sp.

Para peneliti telah melaporkan keberhasilan simbiosis FMA dengan rhizobium dalam meningkatkan pertumbuhan dan mutu tanaman serta untuk merehabilitasi lahan kritis. Inokulasi rhizobium bersama-

sama FMA pada tanaman leguminosa menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian rhizobium atau mikoriza saja, dan interaksi antara FMA dengan rhizobium dapat meningkatkan sematan N oleh tanaman yang tumbuh pada tanah miskin unsur P (Nusantara, 2002). Seiring dengan bertambahnya waktu, jumlah anak daun semakin bertambah banyak sehingga fotosintat dapat dialokasikan ke tajuk dan akar untuk menggerakkan simbiosis dengan rhizobium dan mikoriza (Husin, et al., 1999).

Azcon-Aguilar et.al., (1979) yang disitasi oleh Quilambo (2003) menunjukkan bahwa inokulasi Glomus Mossae dapat meningkatkan aktivitas Rhizobium meliloti pada tanaman Medicago sativa. Hal ini disebabkan karena FMA dapat memasok P yang diperlukan oleh rhizobium untuk membentuk nodul dan menambat Nitrogen dari udara. Peningkatan serapan P dapat mencapai 48 kali lipat dan serapan N 30 kali lipat untuk tanaman yang mengandung FMA (Haselwandter dan Bowen, 1996).

  • IV.    KESIMPULAN

FMA memiliki kemampuan membantu tanaman inang dalam menyerap unsur-unsur hara yang diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan tanaman memberikan fotosintat bagi kelangsungan hidup FMA. Hubungan ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. FMA berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara atau ketersediaan hara bagi tanaman. FMA menjadi faktor yang utama menjaga keragaman tanaman dan berperan penting dalam komunitas dengan keragaman tanaman yang tinggi, menentukan produktivitas tanaman dan respon species tanaman tertentu. FMA dapat hidup berdampingan dengan rhizobium sehingga menjadi salah satu penentu keberhasilan simbiosis FMA dan rhizobium dalam meningkatkan produktivitas tanaman pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Bago B, Vierhelliq Y, Piche and Azcon-Agullar. 1996. Nitrate depletion and pH changes Induced by the extraradical mycellium of the arbuscular mycorrhizal (fungus glomus intradices grown in monoxenic culture). New Phytol 133:273-280.

Bolan, N.S. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plant. Plant Soil. 134:189-207.

Bonfante F.P and Scannerini S. 1992. The cellular basis of plant fungus interchanges in mycorrhizal association In Michael F Allen, Editor. Mycorrhizal Function : An Integrative Plant-Fungal Process. New York. Routledge Champman & Hall. Inc.

Delvian.2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dalam Reklamasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Medan. Hal. 5-7.

Fuskhah, E., R.D. Soetrisno, S.P.S. Budhi dan A. Maas. 2009. Pertumbuhan dan produksi leguminosa pakan hasil aso-

siasi dengan rhizobium pada media tanah salin.Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan.Hal.289-294.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L.Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI Press. Jakarta.

Hargrove, W.L. 1986. Winter legumes as a nitrogen sources for no-till grain sorghum. Agron.J. 78:70-74.

Haselwandter, K and G.D. Bowen. 1996. Mycorrhizal relations in trees for agro-forestry and land rehabilitation. Forest Ecology and management. 81:1-17.

Husin, E.F., S. Syafei, M. Kasim dan R.Hartawan. 1999. Respon pertumbuhan bibit mangium di persemaian terhadap mikoriza dan rhizobium. Prosiding Seminar Mikoriza I. Setiadi, dkk. (editor). Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Britis Council. Bogor.

Kabirun, S. 2002. Tanggapan padi gogo terhadap inokulasi jamur mikoriza arbuskula dan pemupukan offset di enti-sol. J.Ilmu Tanah dan Lingkungan. 3 (2):49-56.

Mathur, N. and A.Vyas. 2000. Influence of arbuscular mycorrhizae on biomass production, nutrient uptake and physiological changes in Ziziphus mauritiana Lam. under water stress. J. Arid Envir.45:191-195.

Mummey, D.L., M.C. Rillig, and W.E.Holben. 2005. Neighbouring plant influences on arbuscular mycorrhizal fungal community composition as assessed by T-RFLP analysis. Plant and Soil. 271:83-90.

Nusantara, A.D. 2002. Tanggap semai sengon{(Paraserianthes falcataria(L) Nielsen} terhadap inokulasi ganda cendawan mikoriza arbuskula dan rhizobium sp. J. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia.4(2):62-70.

Nyimas, P.I.. 2004. Kontribusi Mikoriza dengan Batuan Fosfat dan Waktu Penjarangan pada Tanaman Jagung (Zea mays L) Penghasil Jagung Semi dan Hijauan Pakan Ternak. Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nyimas, P.I., Mansyur, K. Lizah. 2006. Pengaruh pemberian bahan organik, mikoriza dan batuan fosfat terhadap produksi, serapan fosfor pada tanaman Kudzu Tropika (Pueraria phaseoloides Benth). J. Ilmu Ternak. 6(2): 158-162.

Powell, C.L. 1984. V A Mycorrhiza.Florida. CRC. Press. Inc. Boca Raton

Quilambo, O.A.2003. Review of the vesicular-arbuscular mycorrhiza symbiosis. J.Biotechnol. 2 (12):539-546.

Sani, B., and H.A.Farahani. 2010. Effect of P2O5 on coriander induced by AMF under water deficit stress. Journal of Ecology and The Natural Environment.2(4):52-58.

Sartini. 2004. Mikoriza arbuskula dan kascing : Pengaruh terhadap Pertumbuhan tanaman. Jurnal Bidang Ilmu Pertanian.2 (1) :36-38.

Sieverding, E.1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae Management in Tropical Agrosystem. Eschborn Germany.

Simanungkalit, R.D.M,. 2007. Cendawan mikoriza arbuskular. Dalam: Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang. Sumber Daya Lahan Pertanian.Hal.159-190.

St.John, T.2005. The Instant Expert Guide to Mycorrhiza, The Connection for Functional Ecosystems.www.mycorrhiza. org/EXPERTflat.PDF.

Tan, K.H.2008.Soils in the Humic Tropics and Monsoon Region of Indonesia. CRC.Press. Taylor and Francis Group.Boca Raton London. New York.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1990.Soil Fertility and Fertilizer.4th Ed.Macmillan Publishing Co. New York.

USDA.2001. Natural Resource Conservation Service Plant Guide, Tall Fescue.

30