SIMPANAN KARBON DAN KANDUNGAN NUTRISI BEBERAPA SPESIES RUMPUT TROPIS ASAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN PROPINSI JAMBI
on
pastura Vol. 4 No. 2 : 66 - 69
ISSN : 2088-818X
SIMPANAN KARBON DAN KANDUNGAN NUTRISI BEBERAPA SPESIES RUMPUT TROPIS ASAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN PROPINSI JAMBI
I. Martaguri*), L. Abdullah**), P.D.M.H Karti**), I.K.G. Wiryawan**), R. Dianita***)
-
*)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
-
**)Dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
***)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Jambi e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Grasses are known as part of palm plantation ecology and has benefits as source of ruminant feed. Besides, it is believed to have ability as Carbon Storage. However, to what extent the grass can be capable as Carbon Storage and what are the species that can be best fitted as Carbon Storage are still questionable especially for those that are grown on plantation. Thus, investigation was carried out to identify tropical grasses grown under palm plantation coverage that can be functioned as Carbon Storage as well as to determine its nutrition contents. Due to having many traditional plantations, Pauh District of Sarolangon Jambi was opted as observation area. From there, samples were taken randomly from plots and sub-plots that were pre-created. Grass samples are grouped into three groups; leave, stem and root, and taken to laboratory for analysis. Among those that were observed, Panicum brevifolium, Axonopus compressus, Centotheca longilamina, Centotheca longilamina ohwi and Schleria sumatrensis were shown their capability as carbon storage. However, those are carbon storage capable have slightly different in carbon and nitrogen contents, Acid Detergent Fiber (ADF) and Neutral Detergent Fiber (NDF) analysis and almost the same in fiber fractions.
Keyword: Grasses, Carbon Storage and Palm Plantation
PENDAHULUAN
Produktifitas ternak sangat bergantung pada kontinuitas penyediaan pakan sepanjang tahun. Rumput merupakan salah satu hijauan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Hijauan berperan sebagai faktor penggertak agar rumen sapi dapat berfungsi normal sehingga berpengaruh pada kesehatan dan produktifitasnya (Abdullah dkk, 2005). Hampir 70% hijauan yang dikonsumsi ternak di Indonesiaberasal dari spesies rumput lokal (Abdullah 2006).
Berbagai spesies rumput lokal dapat ditemukan di bawah naungan perkebunan kelapa sawit dan telah menjadi bagian dari ekologi perkebunan tersebut. Keberadaan rumput diperkebunan kelapa sawit diperkirakan karena adanya intersepsi cahaya yang masuk diantara pepohonan kelapa sawit sehingga masih memungkinkan untuk rumput berfotosintesis dengan baik.
Belum banyak data ditemukan mengenai potensi nutrisi rumput lokal di perkebunan kelapa sawit sebagai pakan ternak. Peningkatan jumlah perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun telah membuka peluang lahan baru bagi pemeliharaan dan penyediaan rumput bagi sektor peternakan. Salah satu propinsi yang memiliki luasan perkebunan kelapa sawit yang cukup besar adalah propinsi Jambi dengan luasan perkebunan kelapa sawit sebesar 721.400 ha (BPS 2013). Perkebunan tersebut tersebar di beberapa kabupaten salah satunya di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun. Perkebunan
kelapa sawit yang berada di Kecamatan Pauh sebagian besar merupakan peralihan fungsi hutan yang dikelola oleh masyarakat setempat dan sebagian kecil telah dikelola oleh perusahaan besar.
Rumput dipandang sebagai spesies yang mampu menyimpan karbon. Sebagai tanaman C4 , rumput diketahui memiliki laju fotosintesis yang tinggi (Gardner et al, 2008). Selama terjadinya fotosintesis, terjadi sekuestrasi karbon oleh rumput untuk pembentukan karbohidrat dengan bantuan cahaya matahari. Sekuestrasi karbon diartikan sebagai pengambilan CO2 dari udara secara (semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, dapat juga disebut fiksasi karbon (Hairiah et al. 2001). Simpanan karbon setiap spesies rumput bisa sangat bervariasi tergantung spesies, konsentrasi CO2 di udara, intensitas cahaya dan kondisi lingkungan lainnya. Ekosistem padang rumput alami dapat berkontribusi sebesar 20% sebagai penyimpan karbon di bumi (Scurlock and Hall, 1998). Sebuah penelitian di China menyimpulkan bahwa biomassa tanaman di beberapa padang rumput dapat menjadi carbon storage dengan angka yang bervariasi sesuai tipe padang rumputnya (Fan et al, 2008). Akan tetapi belum ditemukan data empiris mengenai potensi padang rumput di Indonesia sebagai penyimpan karbon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies rumput yang dapat tumbuh dan berkembang optimal di bawah naungan tanaman kelapa sawit
sekaligus mengetahui potensi simpanan karbon dan kandungan nutrisinya sebagai pakan ternak. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai rekomendasi untuk pengembangan spesies rumput lokal yang baik kualitas nutrisinya sekaligus dapat menjadi media penyimpanan karbon sehingga berkontribusi langsung pada pengendalian kenaikan temperatur bumi oleh gas rumah kaca (green house gasses).
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit milik masyarakat yang berada di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi pada bulan November 2012, dilanjutkan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB pada bulan November 2012 – Februari 2013. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui pengambilan sampel di lapangan. Di lokasi penelitian dibuat tiga buah plot secara acak berukuran 50m x 50m (Gambar 1). Setiap plot memiliki 3 buah sub plot berukuran 5mx5m sehingga terdapat 9 sub plot keseluruhan. Jarak antara satu plot dengan plot lainnya adalah ± 100 meter. Untuk memudahkan identifikasi di setiap sub plot dibuat petakan (kuadran) 1x1 m2 ditandai dengan tali rafia yang bisa dipindah-pindahkan.
Rumput yang ditemukan diberi kode dan dicatat kemudian dibuat herbarium dengan cara disemprot alkohol 70% lalu disimpan dalam amplop kertas untuk keperluan identifikasi. Sampel yang diambil adalah rumput dan tanah. Setiap spesises rumput diambil sekitar 500 gr lalu dipisahkan akar, batang dan daunnya untuk keperluan analisa di laboratorium. Tanah yang diambil adalah tanah yang berada langsung dibawah akar tanaman. Peubah yang diamati adalah kandungan C organik tanah dan tanaman (akar,batang, daun) dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC 1999), kandungan N daun dan batang tanaman (AOAC 1999), kandungan ADF dan NDF serta fraksi serat (selulosa, hemi selulosa, lignin dan silika) setiap spesies tanaman dilakukan dengan metode Van Soest (1991). Nilai rataan dan keragaman setiap peubah ditampilkan dan dibahas secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi spesies rumput
Identifikasi spesies dilakukan dengan cara melakukan pengamatan detil terhadap herbarium yang dibawa dari lapangan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB dan membandingkan hasilnya dengan data-data yang telah ada di literatur. Dari hasil identifikasi ditemukan lima spesies rumput yang banyak tumbuh di perkebunan kelapa sawit Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi adalah :
-
1. Scleria sumatrensis Retz
-
2. Axonopus compressus
-
3. Centotheca longilamina
-
4. Centotheca longilamina ohwi
-
5. Panicum brevifolium
Sub plot 5x5 m Plot 50x50 m
Gambar 1 Plot penelitian, sub plot dan kuadran didalam sub plot penelitian
Pada awalnya tercatat setidaknya 8 spesies rumput, namun setelah dicermati dengan seksama ternyata hanya 5 yang merupakan spesies utama sedangkan sisanya merupakan variasi dari spesies tertentu. Variasi tersebut diduga disebabkan oleh cara tanaman tersebut beradaptasi terhadap lingkungannya. Lakitan (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman ditentukan oleh kondisi lingkungan sekitarnya seperti suhu, curah hujan, intensitas cahaya dan kesuburan tanah.
Selanjutnya dari 5 spesies rumput yang ditemukan memiliki tinggi rata-rata 35-50 cm. Pertumbuhan rumput yang terbatas diperkirakan karena kurangnya hara tanah yang di dapat oleh rumput selama pertumbuhannya. Selain itu intensitas cahaya matahari yang minim membuat tanaman tidak dapat berfotosintesis secara optimal sehingga berpengaruh terhadap pembentukan biomasanya.
Kandungan C organik dan Nitrogen
Kandungan C organik tanah, bagian daun, batang dan akar rumput serta kandungan Nitrogen bagian daun dan batang tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.
-
1. Kandungan C organik dan Nitrogen rumput yang
ditemukan di perkebunan kelapa sawit Pauh Sarolangun Jambi
Spesies |
C Organik (%) |
Nitrogen (%) | ||||
Tanah |
Daun |
Batang |
Akar |
Daun |
Batang | |
Scleria sumatrensis |
3.59 |
51.27 |
40.19 |
43.50 |
1.22 |
0.58 |
Retz Axonopus c |
1.27 |
53.24 |
38.39 |
43.03 |
1.36 |
1.04 |
ompressus Centotheca |
1.75 |
49.72 |
45.27 |
41.43 |
1.78 |
1.25 |
longilamina Ohwi Centotheca |
2.00 |
50.43 |
45.68 |
45.73 |
2.19 |
1.01 |
longilamina Panicum brevifolium |
4.22 |
49.82 |
44.57 |
44.62 |
2.58 |
0.77 |
Dari Tabel 1 diketahui bahwa kandungan C orgranik pada daun, batang dan akar dari rumput yang tumbuh diperkebunan kelapa sawit berkisar
antara 38.39-53.24% dari berat bahan keringnya. Persentase ini hampir sama dengan persentase yang ditemukan dari beberapa hasil penelitian mengenai kandungan C organik dari berbagai jenis pohon, yaitu berkisar antara 45-50 % dari bahan kering tanaman seperti yang dirangkum oleh Brown (1997). Selanjutnya dari hasil rangkuman disampaikan bahwa persentase kandungan C organik sebesar itu memiliki kemampuan penyimpanan karbon yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumput lokal yang tumbuh di perkebunan sawit di daerah observasi memiliki kemampuan penyimpanan karbon yang baik.
Diantara kelima spesies yang ditemukan, Axonopus compressus memiliki kandungan C organik tertinggi yang sebagian besar tersimpan di bagian daun daripada bagian lainnya. Hal ini juga terjadi pada semua spesies yang diamati. Kecenderungan ini terjadi disebabkan rumput yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibanding batang dan bagian batangnya juga cenderung tidak berkayu. Selanjutnya, meskipun kandungan C organik lebih banyak di bagian daun namun kalau dilihat dari distribusi yang ditampilkan pada Tabel 1 terihat bahwa persentase C organik untuk semua bagian rumput memiliki nilai yang hampir sama. Ini memperlihatkan bahwa kemampuan yang baik dalam mendistribusikan karbon ke bagian-bagian tubuhnya sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar tanaman rumput maka akan semakin besar kandungan C organiknya. Namun terdapat nilai C organik yang rendah pada tanah dibawah akar tanaman rumput yaitu 1.274.22%. Di duga bahwa kandungan C organik pada akar tidak mempengaruhi kondisi C organik pada tanah dibawahnya.
Berbeda dengan persentase C organik yang tinggi, rumput di perkebunan kelapa sawit memiliki kandungan nitrogen (N) yang sangat rendah yaitu hanya berkisar 0.58-2.58% saja dari berat kering bagiannya. Seperti halnya C organik, kandungan Nitrogen juga ditemukan lebih banyak di bagian daun dibandingkan bagian lainnya. Kandungan N terendah terdapat pada tanaman Scleria sumatrensis Retz baik pada bagian daun maupun batangnya. Rendahnya N pada rumput tersebut diperkirakan disebabkan rendahnya unsur hara tanah yang dapat dimanfaatkan oleh rumput karena sebagian besar unsur hara diambil oleh tanaman kelapa sawit untuk pertumbuhan dan pembentukan buahnya.
NDF, ADF dan Fraksi Serat
Van Soest (1982) membagi hijauan pakan atas dua fraksi yaitu isi sel dan dinding sel. Isi sel terdiri dari fraksi-fraksi protein, karbohidrat non struktural, mineral dan lemak yang mudah larut dalam pelarut deterjen netral. Dinding sel yang tidak larut dalam pelarut deterjen netral (NDF) dibagi menjadi beberapa fraksi berdasarkan kelarutannya dalam pelarut deterjen asam. Fraksi yang larut terdiri dari hemiselulosa dan protein dinding sel (N dinding sel), sedangkan yang tidak larut adalah selulosa, lignin, lignoselulosa, dan
silika atau dikenal dengan serat deterjen asam (Acid Detergent Fiber/ADF). Teknik analisis van soest ini sangat bermanfaat dalam evalusi nutrisi hijauan pakan (Suryahadi, 1990).
Kandungan NDF, ADF dan fraksi serat (sellulosa, hemi sellulosa dan lignin) masing-masing rumput di perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa nilai NDF berkisar antara 66.90-72.13 g/100g. Axonopus compressus dan Panicum brevifolium memiliki nilai NDF yang paling tinggi diantara spesies lainnya. Secara umum kandungan NDF pada rumput yang ada di lokasi penelitian tergolong tinggi sehingga diduga akan menurunkan nilai kecernaan rumput tersebut. Van Soest (1982) menyatakan kandungan NDF sangat mempengaruhi kemampuan mengkonsumsi pakan pada ternak ruminansia. Kandungan NDF hijauan yang dapat dicerna oleh ternak berkisar 30-60 g/100g bahan kering (Ruddel et al, 2002).
Tabel 2. Kandungan NDF, ADF, sellulosa, hemisellulosa dan Lignin rumput pada perkebunan kelapa sawit
Spesies |
NDF (g/100g) |
ADF (g/100g) |
Fraksi Serat | ||
Sellulosa (g/100g) |
Hemi sellulosa (g/100g) |
Lignin (g/100g) | |||
Scleria sumatrensis Retz |
71.74 |
52.26 |
35.83 |
19.48 |
8.25 |
Axonopus compressus |
72.13 |
46.60 |
35.43 |
25.53 |
5.19 |
Centotheca |
68.64 |
48.14 |
24.83 |
20.50 |
5.28 |
longilamina Ohwi | |||||
Centotheca longilamina |
66.90 |
43.48 |
32.90 |
23.34 |
6.82 |
Panicum brevifolium |
72.13 |
48.79 |
34.85 |
23.34 |
7.29 |
Selanjutnya dari Tabel 2 juga diketahui bahwa nilai ADF rumput di perkebunan kelapa sawit Sarolangun Jambi berkisar 43.48-53.26 g/100g dari berat keringnya. Nilai ADF tertinggi ditunjukkan oleh spesies Scleria sumatrensis Retz. Secara umum seluruh spesies rumput yang ditemukan di lokasi penelitian memiliki kadar ADF yang tinggi yang juga akan sangat mempengaruhi kecernaan dari rumput tersebut. Nilai ADF optimal yang dapat dicerna oleh mikroba rumen ternak ruminansia adalah 25-45 g/100g dari berat keringnya (Ruddel et al, 2002).
Sedangkan nilai sellulosa kelima spesies rumput berkisar 24.83-35.83% g/100g dari berat keringnya (BK). Sementara untuk kandungan hemi sellulosa berkisar 19.48-25.53 g/100g BK dan kandungan ligninnya berkisar 5.19 – 8.25 g/100g BK. Hal ini menunjukkan bahwa spesies rumput yang hidup di bawah naungan kelapa sawit memiliki fraksi serat yang tinggi sehingga kemungkinan akan sulit dicerna oleh ternak ruminansia. Tingginya nilai masing-masing fraksi serat rumput diperkirakan karena kemampuan rumput yang tinggi dalam menyerap karbon selama fotosintesis, lebih banyak dirubah menjadi komponen karbohidrat struktural. Faktor lainnya adalah karena rumput yang ada di perkebunan kelapa sawit biasanya jarang dipotong sehingga diperkirakan umur rumput tersebut sudah terlalu tua sehingga menyebabkan kualitas nutrisinya rendah untuk dapat di manfaatkan sebagai pakan ruminansia.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat lima spesies rumput (graminae) yang tumbuh dengan baik dan mendominasi di bawah naungan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Pauh Sarolangun Jambi. Kelima spesies tersebut memiliki kemampuan menyimpan karbon yang hampir sama baiknya dengan beberapa jenis pohon. Spesies yang paling baik kemampuannya dalam menyimpan karbon adalah Axonopus compressus. Namun kelima spesies rumput tersebut memiliki kandungan nitrogen yang rendah serta kandungan NDF, ADF dan fraksi serat tinggi yang menunjukkan rendahnya kualitas spesies rumput tersebut sebagai pakan ternak.
SARAN
-
1. Perlu dilakukan uji kecernaan spesies rumput yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit pada ternak ruminansia.
-
2. Diperlukan upaya pegolahan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nutrisi rumput di perkebunan kelapa sawit sebagai pakan ternak.
-
3. Diperlukan uji metabolit sekunder pada spesies rumput untuk memastikan tidak terdapat anti nutrisi yang dapat merugikan kesehatan ternak.
-
4. Perlu dilakukan penelitian lapang secara lebih terukur untuk mengetahui waktu optimal yang dibutuhkan spesies rumput dalam menyimpan karbon secara maksimal tetapi masih dapat memberikan kualitas nutrisi yang baik sebagai pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, L. 2006. The development of integrated forage production system for ruminants in rainy tropical regions- the case of research and extension activity in java, Indonesia. Bull. Facul.Agric.Univ. 58: 125-128.
Abdullah L, Karti PDMH, Harjosoewignjo S. 2005. Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Fakultas Peternakan. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Puslitbang Peternakan. p 11-17.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International.
Ed ke-8. Maryland: AOAC International.
BPS. 2012. Statistik Indonesia 2012. Badan Pusat Statistik.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. USA: FAO.10-13.
Fan J, H. Zhong, W. Harris, G. Yu, S. Wang, Z. Hu, Y. Yue. 2008. Carbon storage in the grasslands of China based on field measurements of above- and below-ground biomass. Climatic Change 86:375–396
Gardner, F.P. R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Hairiah K, Sitompul SM, van Noorwijk M, Palm CA. 2001. Carbon Stocks of Tropical Land Use System as part Of The Global C Balance: Effects of Forest Conversion and Option for Clean Development Activities. Bogor. Indonesia: ICRAF
Lakitan, B. 2011. Dasar Dasar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan ke-10. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Ruddel. A., S. Filley and M. Porat, 2002. Understanding Your Forage Test Result. Oregon State University. Extension Service. [diakses 25 Januari 2014 pada http://alfalfa. ucdavis.edu/SUBPAGES/ForageQuality/interpreting-fqreport.pdf.].
Scurlock JMO, Hall DO (1998) The global carbon sink: a grassland perspective. Glob Chang Biol 4:229–233
Suryahadi (1990). Penuntun praktikum ilmu nutrisi ruminansia. Bogor. Pusat Antar Universitas. Program Studi Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.
Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods of dietary fibre, neutral detergent fibre, and non-starch polysacca-harides in relation to animal nutrition. J Dairy Science. 74:3583-3597.
69
Discussion and feedback