KOMPOSISI BOTANI DAN PERSEBARAN JENIS-JENIS HIJAUAN LOKAL PADANG PENGEMBALAAN ALAM DI PAPUA BARAT
on
pastura Vol. 4 No. 2 : 62 - 65
ISSN : 2088-818X
KOMPOSISI BOTANI DAN PERSEBARAN JENIS-JENIS HIJAUAN LOKAL PADANG PENGEMBALAAN ALAM DI PAPUA BARAT
Onesimus Yoku, Andoyo Supriyantono, Trisiwi Widayati dan Iriani Sumpe
Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua Jl. Gunung Salju Amban Manokwari
Telp/HP : 0853 2808 6570; email : [email protected]
ABSTRAK
Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan ternak sapi potong dan/atau usaha peternakan sapi bali karena wilayahnya yang luas dan cukup tersedia sumberdaya hijauan lokal sebagai pakan ternak. Padang penggembalaan alam merupakan sumber hijauan pakan bagi ternak ruminansia terutama oleh peternakan rakyat di daerah pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi botani dan persebaran jenis-jenis hijauan lokal di areal padang penggembalaan alam di dataran Kebar kabupaten Tambraw provinsi Papua Barat. Komposisi botani dianalisis dengan metode dry weight rank yaitu menaksir komposisi botani bahan kering tanpa melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan dan mengobservasi hanya tiga jenis hijauan yang mempunyai kontribusi besar, dan menetapkannya sebagai ranking 1, 2, dan 3. Persebaran jenis-jenis hijauan lokal dengan menginventarisir semua spesies yang ditemukan, dihitung frekuensi mutlak dan frekuensi relatif jenis. Komposisi botani dan persebaran jenis ditetapkan dengan metode cuplikan menggunakan kuadran berukuran 1 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padang penggembalaan alam dengan komposisi botani sekitar 82 – 87% rumput, 1% legum dan hijauan yang dapat dikonsumsi dan 12 -17% hijauan lain yang tidak dapat dikonsumsi ternak. Ditemukan sebanyak 40 spesies hijauan pada padang penggembalaan alam di dataran Kebar.
Kata kunci: padang penggembalaan alam, komposisi botani, sebaran jenis
ABSTRACT
West Papua is a high potential area for the development of beef cattle and/or bali cattle because wide area of local forage resources for animal feed. Natural grazing land (rangeland) is a source of forage for ruminant livestock, especially by farming system in rural areas. The study aimed to analyze the botanical composition and distribution of the types of local forage in areas of natural pasture in Kebar Tambraw district of West Papua. Botanical composition was analyzed by the method of ranking (dry weight rank) is to estimate the botanical composition of the dry matter without doing the cutting and separating of forage species and observed only three types of forage that had a big contribution, and set it as rank 1, 2, and 3, while the distribution local forage types with an inventory of all species found, and calculated the absolute frequency and relative frequency of the types of forage. Botanical composition and distribution of the type were specified by the method of footage using size 1 m2 quadrat. The results showed that the natural pasture botanical composition of about 82-87% grasses, legumes and consumed forage 1% and 12-17% other forage that can not be consumed by livestock. It was found that are 40 species of forage on natural pasture in the plains Kebar.
Key words : rangeland, botanical composition, distribution types
PENDAHULUAN
Padang penggembalaan ternak terdapat diberbagai kawasan di Indonesia yang memiliki prospek dalam pembangunan peternakan. Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan ternak sapi potong karena daya dukung wilayah berupa padang penggembalaan alami cukup luas yaitu sekitar 1.500 ha. Ketersediaan sumberdaya alam tersebut memberikan peluang besar bagi pengembangan usaha peternakan sapi bali, diharapkan mampu menjadi salah satu lumbung daging sapi di Papua Barat guna mendukung Program Swasembada Daging Sapi.
Pemanfaatan padang penggembalaan alami sebagai sumber pakan hijauan sudah lama dilakukan oleh peternakan kecil (peternakan rakyat) di pedesaan. Untuk memperoleh pakan hijauan bagi ternak yang dipeliharanya, peternak umumnya menggembalakan ternaknya pada padang penggembalaan alami yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Pada kenyataannya, pemeliharaan ternak ruminansia dengan sistem pemeliharaan tersebut cenderung memperlihatkan bahwa produksi yang dihasilkan relatif rendah.
Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas hijauan pakan. Analisis komposisi botani merupakan suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan adanya spesies-spesies tumbuhan tertentu serta proporsinya di dalam suatu ekosistem padangan. Komposisi suatu padangan tidak konstan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan susunan akibat adanya pengaruh iklim, kondisi tanah dan juga pemanfaatannya oleh ternak (Susetyo, 1980). Padang penggembalaan yang memiliki spesies hijauan yang bervariasi antara rumput dan leguminosa terutama spesies tanaman yang berkualitas baik akan meningkatkan kualitas hijauan pakannya (Anonymous, 1978).
Sistem peternakan yang masih umum dilakukan di dataran Kebar atau wilayah Papua Barat adalah penggembalaan secara liar di daerah padang penggembalaan alam. Dalam upaya untuk meningkatkan tingkat produktivitas dari sistem peternakan ini diperlukan pengetahuan tentang komposisi botani dan jenis-jenis hijauan yang ada pada padang penggembalaan alam, hingga saat ini informasi tersebut masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi botani dan persebaran jenis-jenis hijauan lokal dalam rangka pengembangan padang penggembalaan alam sebagai sumber pakan utama ternak sapi bali.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi yaitu padang penggembalaan alam kampung Inam dan kampung Jandurau. Kampung Inam dan Kampung Jandurau merupakan bagian dari wilayah distrik Kebar, kabupaten Tambrauw, provinsi Papua Barat.
Lokasi pengambilan sampel (cuplikan) ditetapkan secara purposif berdasarkan jenis vegetasi/hijauan dan luas padang penggembalaan alam. Menurut petunjuk Susetyo (1980) yaitu untuk padangan dengan luas 65 ha, ditetapkan sebanyak 100 cuplikan. Cuplikan diambil secara sistematik dengan arah diagonal. Identifikasi jenis atau spesies hijauan yang belum diketahui nama latinnya, dilakukan di Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati (PPKH) Universitas Negeri Papua.
Komposisi botani dihitung untuk mengetahui komposisi atau susunan spesies hijauan. Menurut Mannetje dan Haydock (1963), analisis komposisi botani untuk menentukan persentase vegetasi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Analisis ini menggunakan metode Dry Weight Rank (DWR) yaitu dengan menaksir komposisi botani bahan kering tanpa melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan. Metode DWR digunakan dengan mengobservasi hanya tiga jenis hijauan yang mempunyai kontribusi besar yang ditemukan dalam kuadran (ranking 1, 2, dan 3). Selanjutnya dikalikan dengan angka konstanta berturut-turut 8,02; 2,41; dan 1 (jika total tidak sama) atau angka koefisien 70,2; 21,1; dan 8,7 (jika total sama).
Persebaran jenis-jenis hijauan ditentukan berdasarkan seberapa banyak masing-masing spesies muncul dalam setiap cuplikan yang diambil dan dibuat
frekuensinya. Menurut Arrijani (2008) bahwa untuk mengetahui spesies yang dominan dalam padang penggembalaan dihitung frekuensi mutlak jenis (FMJ) dan frekuensi relatif jenis (FRJ), dengan rumus :
FMJ
Jumlah cuplikan spesies x Total cuplikan
x 100 %
FJR
FMJ
Total FMJ
x 100 %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Botani Padangan
Spesies hijauan yang tumbuh di padang penggembalaan alam cukup bervariasi dan hijauan yang tercatat dominan pada ranking satu, dua, dan tiga sesuai kelompok masing-masing pada lokasi penelitian adalah hijauan rumput berkisar antara 82 – 87%, legum/kacangan 1%, dan kelompok hijauan bukan pakan ternak berkisar antara 12-17%. Kelompok hijauan dan presentasenya untuk dua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis hijauan menurut kelompok hijauan
No. |
Kelompok hijauan |
Padang penggembalaan | |
Inam (%) |
Jandurau (%) | ||
1. |
Rumput |
87,58 |
81,88 |
2. |
Legum/kekacangan |
0,52 |
- |
3. |
Hijauan dapat dikonsumsi |
- |
0,73 |
4. |
Bukan pakan ternak |
11,90 |
17,39 |
Jenis hijauan yang paling dominan tumbuh pada padangan Inam adalah Imperata cylindrica 16,87%, Kyllinga brevifolia 14,54%, dan Ischaemum rugosum 13,28%. Spesies hijauan lainnya yang ditemukan pada lokasi padang penggembalaan Inam disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Spesies hijauan yang dominan di padangan Inam
No.
Nama hijauan/Spesies
Ranking
Jumlah Persen Ket
Satu Dua Tiga
-
1. Imperata cylindrica 32,16
-
2. Kyllinga brevifolia (teki) 16,08
-
3. Ischaemum rugosum 16,08
tauge)
Keterangan : Ket. = Keterangan, R = Rumput, BP = Bukan pakan ternak
Spesies yang dominan pada padangan Jandurau adalah Imperata cylindrica 20,76%, Paspalum conjugatum 18,28%, dan Ischaemum rugosum 12,88%. Jenis hijauan lainnya yang ditemukan pada
lokasi padang penggembalaan Jandurau disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Spesies hijauan yang dominan di padangan Jandurau
No |
Nama hijauan/Spesies |
Ranking |
Jumlah |
Ket. | ||
Satu |
Dua |
Tiga | ||||
1. |
Imperata cylindrica |
17,55 |
1,76 |
1,45 |
20,76 |
R |
2. |
Paspalum conjugatum |
17,55 |
0,00 |
0,73 |
18,28 |
R |
3. |
Ischaemum rugosum |
5,85 |
7,03 |
0,00 |
12,88 |
R |
4. |
Osmunda regalis (paku tauge) |
11,70 |
0,00 |
0,00 |
11,70 |
BP |
5. |
Hyparrhenia hirta |
5,85 |
1,76 |
2,18 |
9,78 |
R |
6. |
Cyperus rotundus (teki) |
5,85 |
3,52 |
0,00 |
9,37 |
R |
7. |
Hijauan lain |
— |
— |
— |
17,23 |
Keterangan : Ket. = Keterangan, R = Rumput, BP = Bukan pakan ternak
Spesies hijauan yang sama ditemukan pada dua lokasi penelitian termasuk dalam kelompok rumput, masing-masing Imperata cylindrica, Ischaemum rugosum, Paspalum conjugatum, dan jenis tumbuhan teki-tekian serta paku-pakuan. Menurut Kristianto dan Nappu (2004), sistem pemeliharaan sapi potong di tingkat petani dinilai masih kurang optimal, karena ternak sapi diikat atau dibiarkan di padang penggembalaan alam dengan kualitas hijauan yang masih rendah, karena komposisi hijauan pakan ternak didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica) dan semak belukar. Kondisi ini dikemukakan pula oleh Setiana (2010) bahwa ternak ruminansia secara alami memanfaatkan tumbuhan untuk kebutuhan hidupnya, terutama jenis tumbuhan berasal dari famili Gramineae (Poacea) atau rumputan.
Persebaran Jenis-jenis Hijauan Lokal
Hasil studi memperlihatkan bahwa spesies tumbuhan yang ditemukan pada padang penggembalaan alam lokasi kampung Inam sebanyak 23 spesies yang terdiri atas 14 spesies rumput, 1 spesies legum, 1 spesies hijauan yang dapat dikonsumsi dan 7 spesies hijauan lain atau non pakan, sedangkan padang penggembalaan lokasi Jandurau sebanyak 28 spesies hijauan yang terdiri dari 14 spesies rumput, 1 spesies legum dan 3 spesies hijauan dapat dikonsumsi dan 10 spesies non pakan. Selanjutnya proporsi spesies tumbuhan menentukan tingkat dominasi spesies di padang penggembalaan alam dan penetapannya dilakukan dengan menghitung frekuensi relatif jenis (FRJ). Dominasi spesies hijauan untuk lokasi Inam berturut-turut 73,24% rumput, 5,63% legum, 4,23% hijauan dapat dikonsumsi ternak dan 16,90% hijauan non pakan. Pada lokasi Jandurau ditemukan 67,16% rumput, 1,49% legum, 11,94% dapat dikonsumsi, dan 19,40% hijauan non pakan.
Penelitian ini menunjukkan padang penggembalaan alam di dataran Kebar didominasi jenis rumput. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sawen dan Junaidi (2011), proporsi spesies tumbuhan berdasarkan frekuensi ditemukannya pada padang penggembalaan alam di kabupaten Sorong terdiri dari 53% rumput, 13% legum, dan hijauan lain 34%,
sedangkan di kabupaten Fakfak terdiri dari 56% rumput, 30% legum, dan hijauan lain 14%. Namun demikian hasil penelitian Sawen dan Junaidi (2011) lebih baik dari hasil penellitian ini dengan adanya sampai sekitar 30% di padangan.
Sebagai gambaran tentang rendahnya kualitas hijauan pakan pada padang penggembalaan alam di Kebar, hasil penelitian Andoyo, dkk (2012) melaporkan bahwa keadaan gizi padang penggembalaan alam termasuk dalam kategori sangat rendah. Rata-rata kandungan gizi masing-masing protein kasar (PK) 3,54 – 4,42%, serat kasar (SK) 37,37 – 46,63%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sekitar 42,20 – 49,21%. Menurut Siregar (1994) bahwa hijauan dikategorikan pada kualitas rendah bila kandungan protein kasarnya kurang dari 5%, sedang bila kandungan PK adalah 5–10%, dan tinggi bila PK hijauan adalah lebih besar dari 10%.
Rata-rata kandungan PK padang penggembalaan dengan kisaran 3,54% - 4,42% atau rata-rata 3,99% tergolong rendah disebabkan karena komposisi botani hijauan sebagian besar adalah jenis rumput, sebagian kecil hijauan bukan pakan, dan tanpa leguminosa. Kondisi padang penggembalaan ini akan berdampak pada rendahnya produktivitas ternak karena kebutuhan minimal PK bagi ternak ruminansia sebesar 8% tidak terpenuhi. Menurut Aboenawan (1991) rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia dan rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak. Misalnya ACIAR (2008) menyatakan bahwa rumput alam tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrien ternak, dan ternak yang sedang dalam periode pertumbuhan akan memperlihatkan tingkat pertambahan bobot badan yang rendah. Ketersediaan dan kualitas nutrien rumput alam juga akan makin menurun saat musim kering dan hal ini akan berpengaruh langsung terhadap produktivitas ternak.
Oleh sebab alasan tersebut diatas dan memperhatikan kondisi lokasi penelitian, maka upaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas pakan, ternak sapi potong perlu diberikan pakan tambahan berupa hijauan pakan kelompok legum/kekacangan, seperti; gamal (Gliricidia sepium), Lamtoro/petai (Leucaena leucocephala), dan dedaunan seperti; dadap (Eritrina spp), nangka (Arthrocarpus spp), waru.
SIMPULAN
Spesies hijauan yang mendominasi padang penggembalaan alam Kebar adalah jenis rumput yaitu Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, dan Ischaemum rugosum, dan Kyllinga brevifolia. Komposisi botani padang penggembalaan alam lokasi Inam adalah 87,58% rumput, 0,52% legum, dan 11,90% hijauan non pakan, sedangkan lokasi Jandurau berturut-turut 81,88% rumput, 0,75% hijauan dapat dikonsumsi, dan 17,39% hijauan non pakan.
Produktivitas padang penggembalaan alam dataran
Kebar dapat ditingkatkan dengan introduksi spesies yang cocok dan potensi produksi tinggi dan/atau perlu dilakukan program pemberian pakan tambahan (dasar hijauan pakan).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui Proyek: DP2M Ditjen Dikti, Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Nomor Kontrak: 244/SP2H/PL/ Dit.Litabmas/ III/2012.
DAFTAR PUSTAKA
Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan total digestible nutrient (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
ACIAR. 2008. Strategies to Increase Growth of Weaned Bali Cattle. Final Report. Project number LPS 2004 023.
Andoyo, S., O. Yoku, T. Widayati, I. Sumpe. 2012. Pengembangan Village Breeding Center Sapi Bali dalam Mendukung
Program Kecukupan Daging Sapi di Papua Barat. Laporan penelitian prioritas nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Universitas Negeri Papua. Manokwari.
Anonymous. 1978. Penuntun Pembuatan Padang Penggembalaan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Arrijani. 2008. Struktur dan Komposisi Vegetasi Zona Montana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. Volume 9, Nomor 2. Hal 134-141.
Kristanto, L.K dan M. B. Nappu. 2004. Prospek Pengembangan Sapi Potong Melalui Pola Pengembangan Kolektif Dalam Upaya Swasembada Daging Sapi di Kalimantan Timur. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Samarinda.
Mannetje, L. & K. P. Haydock. 1963. The dry weight rank method for the botanical analysis of pasture. J. British Grassland Society. Vol. 18.
Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak. BPFE. Yogyakarta.
Sawen D. dan M. Junaidi. 2011. Potensi Padang Penggembalaan Alam Pada Dua Kabupaten di Provinsi Papua Barat.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 835-840.
Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Cetakan Pertama. Swadaya, Jakarta.
Susetyo, S, 1980. Pengelolaan dan Potensi Hijauan Makanan Terak untuk Produksi Ternak Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
65
Discussion and feedback