pastura Vol. 3 No. 2 : 79 - 83

ISSN : 2088-818X

PROSPEKTIF AGRONOMI DAN EKOFISIOLOGI Indigofera zollingeriana SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL HIJAUAN PAKAN BERKUALITAS TINGGI

L. Abdullah

Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Indigofera merupakan leguminosa dengan spesies dan kegunaan sangat beragam. Masyarakat industri pakaian mengenal Indigofera sebagai tanaman sumber pewarna alami yang sudah digunakan turun temurun. Spesies Indigofera zollingeriana telah banyak digunakan karena kelebihannya secara agronomis maupun nutrisi menjadikannya salah satu pilihan sumber pakan berkualitas. Pengetahuan agronomi tanaman Indigofera masih perlu disosialisaikan kepada masyarakat agar penggunaan hijauannya lebih luas. Beberapa informasi yang berhasil diperoleh dari penelitian selama ini menunjukan bahwa Indigofera secara agronomis mudah untuk dikembangkan secara generatif dan memiliki kemampuan produksi hijauan yang tinggi serta regrowing yang cepat. Selain itu memiliki kemampuan adaptasi kekeringan.

Kata kunci: Indigofera zollingeriana, secara gronomi, dan regrowing

ABSTRACT

Indigofera sp. are very diverse legume species. The plant has been utilized as a natural dye for generations. One such species namely Indigofera zollingeriana has been widely used as forage because of its advantages in the agronomic and nutritional aspect. However, agronomic knowledge about Indigofera is still limited. It is therefore, some results relating to agronomic and nutritional aspect of I. zollingeriana are elucidated in this paper. Some of the information obtained during this study showed that from agronomic view point I. zollingeriana is a prospective plant, ease to be developed generatively and has a high forage production capability and rapid regrowing. In addition it has the ability to adapt to drought condition.

Keyword: Indigofera zollingeriana, agronomic view, and regrowing

PENDAHULUAN

Indigofera zollingeriana termasuk salah satu genus tanaman yang memiliki kegunaan untuk industri baik industri pewarna secara alami maupun industri peternakan. Keberadaan Indigofera di Indonesia telah dikenal sejak lama untuk industri pewarna alami. Namun dilaporkan oleh banyak peneliti bahwa Indigofera selain sebagai sumber pewarna alami terdapat beberpa spesies Indigofera memiliki potensi sebagai hijauan pakan sumber protein. Setidaknya terdapat 700 spesies Indigofera yang telah teridentifikasi. Sebanyak 64 spesies ditemukan mengandung senyawa nitro alifatik dalam konsentrasi 2 sampai 12 mg NO2/g tanaman. Empat spesies yang diuji 4 sampai 12 mg NO2/g yang cukup beracun untuk umur anak ayam 1 minggu. Sekitar 20 spesies yang telah dipelajari untuk tanaman pakan. Beberapa spesies Indigofera yang diketahui memiliki peranan penting sebagai bahan pakan antara lain, Indigofera zollingeriana, Indigofera arrecta, Indigofera tinctoria, dan spesies lain seperti I. spicata and I. nigritana yang diujikan pada ternak tikus tidak menunjukan gejala abnormalitas secara histologi.

Secara nutritif telah dilaporkan bahwa I. zollin-geriana tergolong sebagai tanaman legum semak yang mampu menghasilkan hijauan pakan dengan

kualitas tinggi (Abdullah et al., 2010) seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi hijauan (daun dan bagian cabang edible) Indigofera zollingeriana

Komposisi

Kandungan

Bahan kering

88,11 ±2,73 %

Abu

6,!4±1,45%

Lcmak kasar

3,62 ±0,23 %

Protein kasar

29,16±2t37%

Scrat kasar

14,02±2,48%

NDF

47-61%

ADF

21-39%

TDN

75%-78⅜

Selulosa

11-16%

Lignin

10-24%

Ca

1.78 - 2.04%

P

0.34 - 0.46%

K

1.42%

Mg

0.51%

Vitamin A

5054, ILVlOOmg

Vitamin D

34.,7 (mg∕100g)

Vitamin E

13,2 (mg∕100g)

Kccemaan bahan kering (kambing %)

78-82%

Kecemaan bahan organik (kambing %)

77%

Kecemaan protein

86,32%

Tanin

0,027-0,1%

Saponin

2.24 - 4,20%

Sumber : (Abdullah et al., 2010)

Pengujian secara in vivo terhadap kambing perah PE dan Saanen dengan pemberian hijauan I. zollingeriana dalam bentuk segar sampai taraf 100% menunjukkan peningkatan produksi susu 14-28% dan persistensi produksi menjelang masa kering (Apdini, 2012). Produksi susu kambing menjelang masa kering dari ternak kambing Saanen dan peranakan etawah (PE) yang diberi pellet daun I. zollingeriana sebanyak berturut-turut 761 ml dan 675 ml dibandingkan produksi susu kambing pada waktu yang sama dari kambing Saanen dan PE berturut-turut yang hanya 379 ml dan 390 ml.

Banyak pertanyaan di lapangan tentang prospek Indigofera sebagai tanaman pakan yang baru-baru ini mulai banyak dibicarakan dalam forum ilmiah. Secara ekofisiologis, I. zollingeriana termasuk tanaman yang sangat adaptif terhadap kondisi lingkungan yang relatif kering, karena mekanisme fisiologi yang dibangun dalam sistem tubuh tanaman tersebut melalui ekskresi prolin menjadi salah satu cirinya, disamping terdapat mekanisme interaksi dengan hifa mikoriza yang sangat membantu I. zollingeriana untuk mempertahankan produksi daun (Dianita, 2012). Indigofera dapat mempertahankan potensial air sangat rendah dibandingkan legum lainnya pada keadaan kekeringan, selama ada mikoriza yang berinteraksi dengannya. Secara agronomis Indigofera merupakan tanaman yang sangat mudah dikembangkan, karena potensi reproduksinya yang tinggi untuk menghasilkan polong dengan biji bernas, sifat tumbuh kembali (regrowing) yang baik memungkinkan perkembangan cabang secara progresif, sehingga produksi daun yang tinggi, responsif terhadap pemupukan baik melalui media (tanah) maupun langsung pada permukaan daun, dapat diperlakukan dengan menyisakan batang pada ketinggian 75-150 meter.

Produksi Hijauan dan Pembentukan Cabang/ Ranting

Indikator produktivitas yang mudah diukur pada tanaman pakan adalah produksi hijauan pakan (BK) selama setahun atau beberapa kali pemanenan. Hijauan yang dimaksud meliputi daun, tangkai daun dan ranting yang dapat dimakan (edible). Indigofera termasuk dalam salah satu jenis tanaman herba yang mampu menghasilkan hijauan pakan cukup tinggi (Gambar 1.) Kisaran produksi hijauan Indigofera di kebun percobaan di Darmaga dan Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan IPB Jonggol antara 7-10 ton BK/ha/panen (catatan: bahwa produksi hijauan ini diperoleh dari tanaman yang diberi pupuk daun). Hasil pengamatan selama ini Indigofera memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan karena alasan karakteristik agronomi dan nilai nutrisinya (Abdullah et al., 2012). Secara agronomis produksi hijauan pakan mengalami peningkatan dari pemangkasan pertama hinga pemangkasan ke-4 (saat puncak musim hujan) secara eksponensial, namun mengalami pengurangan biomassa setelah pemanenan ke-6. Tingginya pemangkasan (intensitas defoliasi)

berpengaruh terhadap produksi hijauan, meskipun faktor ini tidak nampak pengaruhnya terhadap produksi hijauan hingga pemanenan ke-6. Setelah pemangkasan ke-6 pemangkasan dengan tinggi 1,00 meter menghasilkan hijauan pakan lebih tinggi dibandingkan dengan pemangkasan lebih pendek (0,75 m). Pemangkasan yang lebih tinggi hingga 1,5 m dilaporkan oleh Tarigan et al. (2010), produksi hijauan lebih banyak dibandingkan pemangkasan yang lebih pendek, namun tidak mengubah jumlah cabang yaitu sekitar 15-24 buah cabang.

Gambar 1. Dinamika produksi hijauan dan percabangan tanaman Indigofera zollingeriana (Sumber : Abdullah et al., 2010)

Pertumbuhan dan produksi hijauan tanaman pakan dipengaruhi oleh intensitas pembentukan percabangan/ ranting. Jumlah cabang tanaman Indigofera pada umumnya berkisar antara 8-30 cabang sejak pemangkasan pertama hingga pemangkasan ke-10. Setiap cabang memiliki sekitar 2-6 ranting yang pada umumnya masih dapat dikonsumsi ternak terutama dalam keadaan segar. Jumlah ranting dan cabang meningkat secara eksponensial sampai pemangkasan ke-6 dan cenderung melambat di atas pemangkasan ke-8. Produksi hijauan sampai pada pemangkasan ke-6 masih mengikuti pola pembentukan cabang dan ranting, sehingga korelasi keduanya positif (r = 0,894). Peningkatan jumlah percabangan setelah pemangkasan ke-6 menyebabkan pertumbuhan daun (kanopi) saling menutupi dan banyak daun tidak efektif dalam melakukan proses fotosintesis akibat ternaungi oleh daun diatasnya. Perbanyakan cabang ini menyebabkan penurunan produksi sehingga korelasi keduanya negatif (r = -0.979). Berdasarkan pengalaman ini maka perlu dilakukan manajemen percabangan jika sistem pemangkasan dilakukan hingga ketinggian tanaman 0,75-1,00 m.

Ketahanan terhadap Cekaman Kekeringan

Sebuah kajian ekofisiologi yang mempelajari ketahanan Indigofera zollingeriana terhadap cekaman kekeringan telah dilakukan oleh Herdiawan et al. (2012) dan Sowmen (2012). Kedua studi menemukan hasil bahwa Indigofera termasuk kedalam jenis tanaman pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Kemampuan I. zollingeriana terhadap cekaman

Gambar 1. Bentuk tanaman dan polong Indigofera zollingeriana

kekeringan ditunjukkan dengan nilai potensial air daun yang berkisar antara -1,8 mPa sampai -7,9 mPa. Selang nilai potensial air daun ini menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi terhadap berbagai kondisi kekeringan yang ekstrim. Herdiawan et al (2012) mengungkapkan bahwa meskipun terjadi penurunan produksi tajuk hingga 33,96% akibat pengurangan air hingga 25% kapasitas lapang, namun tanaman ini tetap menghasilkan tajuk, dan mengalami pemulihan ketika tanaman mendapatkan air kembali.

Tanaman I. zollingeriana berumur sekitar 2 bulan mengalami titik layu permanen hingga umur 20 minggu, dimana kadar air tanah tinggal 23%. Pada kondisi seperti ini tanaman menunjukan nilai potensi air daun terrendah yaitu -7,9 (Sowmen, 2012). Temuan ini mengungkap bahwa I. zollingeriana merupakan tanaman pakan yang dapat bertahan pada kondisi kering.

Budidaya Tanaman Indigofera

Produksi benih

I. zollingeriana merupakan salah satu jenis leguminosa semak yang sangat mudah menghasilkan benih. Jumlah polong dalam setiap tangkai bervariasi antara 7-17 buah dengan panjang polong antara 2,53,4 cm. Jumlah benih per polong antara 5-7 butir dan didominasi benih bernas 64-82% (Gambar 1). Indigofera mulai berbunga sejak umur 2 bulan setelah transplantasi, dan bunga berkembang menjadi polong memerlukan waktu sekitar 3-4 minggu. Pematangan fisiologis benih terjadi hingga minggu ke-6 tergantung curah hujan. Warna polong yang sudah mengalami masak fisiologis adalah hitam kecoklatan dan terdapat relief pada setiap segmen benih yang menunjukkan benih bernas. Polong merupakan salah satu bagian tanaman yang paling mudah diserang hama. Frekuensi investasi hama dan penyakit seperti jamur pada polong dapat mencapai 36% pada musim hujan.

Kadar air benih Indigofera untuk penyimpanan bisa mencapai 8-9%. Benih normal I. zollingeriana berkecambah pada umur 4 hari dengan persentase perkecambahan (daya kecambah) 28-35% jika benih pernah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Pada umumnya daya kecambah yang rendah disebabkan oleh kulit benih yang tebal dan invasi jamur pada saat perkecambahan. Pengalaman di laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB menunjukkan pemberian bahan organik (pupuk organik) pada media penyemaian meningkatkan daya kecambah menjadi 67%-74%. Perlakuan benih dengan skarifikasi pemanasan kering dari 30oC menjadi 45oC menurunkan daya kecambah dari 58% menjadi 29% pada pengamatan umur perkecambahan 7 hari. Benih I. zollingeriana tergolong benih dengan sifat fotoblastik negatif, karena benih yang berkecambah pada germinator gelap lebih banyak dibandingkan germinator terang (44% - 57% vs 24% - 29%; P<0,05). Karakteristik fisiologi lainnya dari benih I. zollingeriana adalah menurunnya daya kecambah benih jika mengalami penyimpanan dan penundaan waktu berkecambah. Penyimpanan lebih dari 4 minggu menurunkan daya kecambah benih hingga 24%.

Secara fisik benih berwarna coklat (b) dan coklat kehitaman (c) bulat berisi lebih baik dibandingkan dengan benih berwarna kuning atau hijau kecoklatan (Gambar 2). Penambahan panjang hipokotil dari umur kecambah 4 hari ke umur 7 hari mencapai 177%, namun penambahan tinggi hipokotil menurun 26,26% dengan bertambahnya umur kecambah menjadi 14 hari. Pengeringan benih hingga 45oC menurunkan daya kecambah benih hingga 29,85% dan 41,53% berturut-turut pada umur kecambah 4 hari dan 14 hari.

Gambar 2. Bentuk dan warna benih Indigofera pada kondisi masak fisiologis berbeda. Benih berwarna coklat kehitaman lebih bernas dibanding yang masih muda

(Sumber Foto: Nanda dan Rhoma, 2011)

Persemaian

Persemaian benih pada baki yang berisi media tumbuh pasir, tanah dan pupuk kandang (1:1:1). Setelah pengujian benih, benih langsung ditabur secara merata ke permukaan media tanam pada baki. Penyiraman dilakukan hati-hati agar kecambah tidak rusak, tidak tergenang (Gambar 3). Hari ke 7-10 dipindahkan ke polibag ukuran 0,5 kg. Bibit muda dipelihara di bawah naungan dengan menggunakan paranet naungan 65%. Pembersihan lahan, pembajakan, penggaruan, penggemburan, pengguludan dan dibuat jarak tanam

  • 1,5 × 1 m. Jarak individu tanaman antar guludan 1, 5 m dan jarak invidu tanaman dalam guludan 1m. Populasi tanaman 6600 individu tanaman/ha. Tanaman berumur 1 bulan dapat dipindahkan secara hati-hati ke lubang tanaman dengan jarak tanam yang sudah ditentukan.

perontok (daun kering dengan sendirinya terlepas dari batang edible). Pengeringan dengan sinar matahari 4 jam sudah menyisakan kadar air sekitar 28%, dan pada 2 jam pertama kadar air sudah mencapai 30%, atau pengeringan dengan oven 70oC selama 2 jam. Kadar air ini sangat sesuai untuk pembuatan tepung (agar tidak terlalu berdebu) dan mudah dibentuk pelet.

Gambar 3. Proses penyemaian dan pembibitan tanaman Indigofera


Gambar 4. Pertumbuhan, pembentukan tajuk dan penyemprotan pupuk cair pada daun Indigofera.


Untuk hasil yang baik, pemberian pupuk kandang dalam lubang tanam sebanyak 250-300g/lubang. Untuk menghasilkan bentuk tajuk yang baik dan pertumbuhan cabang yang baik, potong tanaman dengan ketinggian 75-100cm. Pemotongan pertama sebaiknya dilakukan setelah tanaman mencapai target ketinggian yang diharapkan. Pemberian pupuk cair anorganik maupun organik seperti urin sapi dapat memacu pertumbuhan dan pembentukan tajuk lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (tanpa pupuk). Salah satu pupuk buatan yang dikembangkan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB yang dirancang khusus untuk pertumbuhan tajuk Indigofera adalah INDIGO-FERTILIZER dalam kemasan 1 l/botol (Abdullah, 2010). Pupuk ini untuk setiap satu liter diencerkan dalam 100-150 liter, tergantung hasil yang diharapkan. Kebutuhan pupuk cair untuk satu hektar adalah 10 botol untuk sekali penyemprotan. Pupuk daun diberikan 4 kali selama periode penanaman, yaitu pada saat tanaman berumur 30, 34, 38 dan 42 hari setelah pemangkasan atau panen sebelumnya (Gambar 4).

Pemanenan dilakukan dengan interval 60 hari, menyisakan tegakan tanaman 75-100 cm. Bagian tanaman yang dipanen daun dan batang (edible). Batang yang tidak terpakai hasil pemangkasan yang dianggap tidak dapat dimakan dapat digunakan sebagai kayu bakar ringan atau digunakan untuk mulsa. Pertumbuhan kembali (regrowth) tajuk Indigofera akan terlihat setelah satu minggu jika cukup curah hujan (Gambar 5). Daun dan batang dikeringkan, kemudian dirontokkan dengan mesin

Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah et al. (2010), mengungkapkan bahwa aplikasi pupuk daun dapat memperbaiki produksi hijauan tanaman Indigofera, total produksi daun, rataan tinggi tanaman, rataan jumlah cabang, rataan persentase pucuk terhadap total daun dan rasio daun-batang. Seperti terlihat pada Tabel 1. Respons tanaman I. zollingeriana terhadap perlakuan pemupukan daun menunjukkan bahwa terdapat peluang yang besar untuk meningkatkan produktivitasnya. Pemupukan daun dengan menggunakan pupuk cair INDIGOFERTILIZER juga dapat memperbaiki komposisi dan konsentrasi asam amino pada daun (Abdullah dan Kumalasari 2012). Pemupukan tidak hanya melalui daun tetapi praktek pemupukan dengan pupuk organik pada tanah sangat dianjurkan, karena dapat meningkatkan produksi hijauan pakan secara signifikan (18%).

Tabel 1. Pengaruh dosis pupuk cair daun terhadap produksi hijauan dan pertumbuhan tanaman Indigofera

Pcubah

Dosis Aplikasi Pupuk (g/1 OL)

0

10

20

30

40

50

Rataan produksi daun (ton

BKuhapancn)

Total produksi daun (ton

6.4c

7.2b

8.3a

8.6a

7.2b

7.4b

BK/ha/tahun)

38.6c

43.0

49.8a

51.6a

43.4b

44.4b

Rataan tinggi tanaman (cm)

188.9b

191.1b

187.6b

190.8b

199.7a

186.7b

Rataan Jumlah Cabang

Rataan Persentase pucuk

69.6c

68.7c

121.6a

72.1c

74.4c

92.9b

terhadap total daun (%)

16.9b

13.1c

19.3a

20.9a

14.8bc

16.3b

Rasio Daun : Batang

2.38b

2.68ab

2.75a

2.93a

2.44b

2.38b

Sumber : Abdullah dan Kumalasari (2010)

Produksi dan kualitas hijauan pakan sangat

dipengaruhi oleh komposisi daun muda dan daun tua tanaman Indigofera. Dinamika komposisi antara daun muda dan daun tua terjadi sesuai waktu pemangkasan. Hasil studi menunjukan bahwa semakin tua umur pemangkasan dari 38 hari menjadi 88 hari semakin meningkat proporsi daun tua dari 58,4% menjadi 75,3% dan semakin menurun proporsi daun muda dari 41,6% menjadi 24,7% (Abdullah dan Suharlina, 2010), meskipun produksi total hijauan meningkat dari 2673 kg BK/ha/panen menjadi 5410 kg BK/ha/ panen. Konsekuensi perubahan komposisi ini adalah penurunan kualitas yang ditunjukan oleh penurunan kandungan protein dari 22% menjadi 20%, dan penurunan kecernaan bahan kering dari 74,52% menjadi 67,39% serta penurunan kecernaan 73,79% menjadi 69,63%.

Gambar 5. Pemanenan menghasilkan hijauan pakan dan batang untuk kayu bakar. Pertumbuhan kembali setelah pemanenan pada musim hujan bisa terlihat setelah satu minggu

Peran Tanaman Indigofera terhadap Kesuburan Tanah

Sebagai tanaman leguminosa yang akan dikembangkan untuk sumber hijauan pakan, Indigofera juga diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap kestabilan kesuburan tanah. Mekanisme simbiosis untuk fiksasi nitrogen udara dengan bakteri rhizobium dan transfer unsur hara dan air melalui simbiosis dengan mikoriza diharapkan dapat meningkatkan peran Indigofera dalam menjaga ekologi tanah. Hasil pengamatan pada pot terkontrol di rumah kaca menunjukkan bahwa keberadaan Indigofera dipandang mampu mempertahankan kandungan C, N dan P. Indigofera mampu meningkatkan residu akar dan asam organik pada tanah sehingga dapat meningkatkan taraf kandungan karbon organik tanah sebesar 16.8%, yang berarti dapat memberikan peluang untuk berkembangnya mikroorganisme tanah (Suharlina dan Abdullah, 2012). Demikian halnya dengan kandungan N dan P tanah yang relatif masih stabil setelah penanaman Indigofera, meskipun sebagian telah dimanfaatkan (uptake) oleh tanaman untuk kebutuhan pertumbuhan dan pembentukan tajuk. Hal penting lainnya secara mikrobiologis, keberadaan perakaran Indigofera pada tanah dapat

meningkatkan populasi bakteri pelarut fosfat, yang diduga menjadi salah satu faktor stabilnya kandungan fosfat tersedia pada tanah setelah penanaman miring.

SIMPULAN

Indigofera zollingeriana sebagai tanaman leguminosa sangat potensial sebagai sumber hijauan pakan, secara agronomis mudah dikembangkan melalui benih. Reproduktivitas yang tinggi memungkinkan pengembangan secara nasional untuk suplementasi protein dan perbaikan asupan nutrisi lainnya untuk ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2010. Herbage production and quality of Indigofera treated by different concentration of foliar fertilizer. Med Pet., 33(3): 169-175

Abdullah, L and Suharlina, 2010. Herbage yield and quality of two vegetative parts of Indigofera at different time of first regrowth defoliation. Med. Pet., 1(33): 44-49.

Abdullah, L. N. R. Kumalasari, Nahrowi dan Suharlina. 2010. Pengembangan Produk Hay, Tepung dan Pelet Daun Indigofera sp. sebagai Alternatif Sumber Protein Murah Pakan Kambing Perah. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan IPB.

Abdullah, L. and N. R. Kumalasari. 2012. Amino Acid Contents of Indigofera arrecta Leaves after Application of Foliar Fertilizer. Journal of Agricultural Science and Technology Vol. 1 No.8, hal 1224-1227, Des 2011, ISSN 2161-6256, David Publishing Co. Illinois, Amerika Serikat.

Abdullah, L., A. Tarigan, Suharlina, D. Budhi, I. Jovintry dan T.

  • A. Apdini. 2012. Indigofera zollingeriana : A promising forage and shrubby legume crop for Indonesia. Proceeding the 2nd International Seminar on Animal Industry. JCC, Jakarta p.149-153.

Apdini, T. A. P. 2011. Pemanfaatan Pellet Indigofera sp. pada Kambing Perah Peranakan Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun Karso Farm , Skripsi, IPB.

Aylward, J. H., Court, R. D., Strickland, R.W., Hegarty, M. P. 1987. Indigofera species with agronomic potential in the tropics. Rat toxicity studies. Australian Journal of Agricultural Research. v. 38(1) p. 177-186.

Dianita, R. 2012. Study of Nitrogen and Phosphorus Utilization on Legume and non Legume Plants in Integrated System. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Iwan Herdiawan, L. Abdullah, D. Sopandi, P. D. M. H. Karti and N. Hidayati. 2012. Productivity of Indigofera sp. At different drought stress level and defoliation interval. J. Animal and Veterinary Sci. 17(2):276-283

Suharlina dan L. Abdullah., 2012. Peningkatan produktivitas Indigofera sp. Sebagai pakan hijauan berkualitas tinggi melalui aplikasi pupuk organik cair : 1. Produksi hijauan dan dampaknya terhadap kondisi tanah. Pastura, Journal Tumbuhan Pakan Tropika, 1(2): 39-43

Tarigan, A., L. Abdullah, S. P. Ginting dan I G. Permana. 2010. Produksi dan komposisi serta nutrisi In vitro Indigofera sp. Pada interval dan tinggi pemotongan berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 15(3): 188-195.

Williams., M. C 1981. Nitro Compounds in Indigofera Species.

Agronomy Journal, Vol. 73 No. 3, :434-436.

83