pastura Vol. 12 No. 2 : 93 - 99

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2023.v12.i02.p05

Pertumbuhan Kembali dan Hasil Asystasia gangetica Subsp. Micrantha yang Diberi Pupuk Organik Limbah Padat Virgin Coconut Oil dengan Dosis dan Waktu Dekomposisi Berbeda

Efraim Primsa Tarigan, M. Anuraga Putra Duarsa, dan N. M. Witariadi

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar-Bali Corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh serta interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis pupuk organik limbah padat virgin coconut oil (VCO) terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica subsp. Micrantha. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. Penelitian berlangsung selama 2 bulan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah waktu dekomposisi: 4 minggu (W4), 2 minggu (W2), dan 0 minggu (W0) dan faktor kedua terdiri atas dosis pupuk organik limbah padat VCO yaitu: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), dan 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil, dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis terhadap semua variabel kecuali variabel tinggi tanaman dan jumlah daun. Waktu dekomposisi 4 minggu dan 0 minggu memberikan respon lebih baik dibandingkan waktu dekomposisi 2 minggu. Dosis terbaik terhadap pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica yaitu 20 ton ha-1. Disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis serta perlakuan waktu dekomposisi 4 minggu dan dosis 20 ton ha-1 memberikan respon terbaik pada pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica subsp. Micrantha.

Kata kunci: Asystasia gangetica, dekomposisi, dosis, hasil, limbah padat VCO, pertumbuhan kembali

Regrowth and Yield of Asystasia gangetica Subsp. Micrantha Feeded Organic Fertilizer Solid Waste of Virgin Coconut Oil with Different Dosage and Decomposition Time

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect and interaction between the decomposition time and the dose of organic fertilizer solid waste virgin coconut oil (VCO) on the regrowth and yield of Asystasia gangetica subsp. Micrantha. The research was conducted at the Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa, the study lasted for 2 months, using a completely randomized design (CRD) with two factorial pattern. The first factor was the decomposition time: 4 weeks (W4), 2 weeks (W2), and 0 weeks (W0) and the second factor consists of dosage of organic fertilizer for solid waste VCO, namely: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), and 30 ton ha-1 (D30). There were 12 treatment combinations and each treatment was repeated four times so that there were 48 experimental units. The variables observed were growth variables, yield variables and plant growth characteristics variables. The results showed that there was an interaction between decomposition time and dosage on all variables except for plant height and number of leaves. The decomposition time of 4 weeks and time of 0 weeks gave a better response than the decomposition time of 2 weeks. The best dosage given for regrowth and yield of A. gangetica was 20 ton ha-1. It was concluded that there was an interaction between the decomposition time and the dosage and the treatment of decomposition time of 4 weeks and a dosage of 20 ton ha-1 gave the best response to the regrowth and yield of A. gangetica subsp. Micrantha.

Keywords: Asystasia gangetica, decomposition, dosage, yield, VCO solid waste, regrowth

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi ternak ruminansia memiliki hubungan yang erat dengan hijauan pakan. Sirait et al. (2005) menyatakan bahwa hampir 90% pakan ternak bersumber dari hijauan dengan konsumsi segar 10-15% dari berat badan perharinya. Produksi hijauan pakan dinilai dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kualitas hijauan pakan ditentukan dari nilai nutrien dan tingkat konsumsi hijauan. Kuantitas hijauan ditentukan dari pengukuran secara mekanis yaitu dengan pemotongan dan penimbangan. Kekurangan pakan akan berdampak negatif terhadap hidup pokok dan produksi ternak sehingga akan mengakibatkan kerugian pada peternak. A. gangetica merupakan tanaman yang dapat dijadikan sebagai salah satu hijauan pakan ternak.

Asystasia gangetica (A. gangetica) merupakan tanaman gulma di lahan pertanian (Kumalasari dan Sunardi, 2015) yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak karena mempunyai nilai palatabilitas dan daya cerna yang tinggi (Grubben, 2004). A. gangetica memiliki kadar protein kasar hingga 33%, tergantung dari bagian tumbuhan yang dimanfaatkan (Putra, 2018). Tanaman ini mudah dijumpai di perkebunan kelapa sawit dan tepi jalan (Setiawan, 2013). Ade-tula (2004) dan Isnaini (2015) mengatakan bahwa A.gangetica memiliki cara tertentu untuk berkembang di lingkungan yang kurang menguntungkan bagi tanaman. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 m dengan bantuan topangan serta dapat tumbuh dan berkembangbiak sepanjang tahun. Sandoval dan Rodrigues (2016) menyebut A. gangetica merupakan gulma kurang menguntungkan karena kemampuannya menghasilkan biji yang banyak dan mudah membentuk populasi, sehingga merugikan pada perkebunan. Menurut Kumalasari et al. (2018) A. gangetica memiliki daya kecambah sekitar 71% dan A. gangetica akan mengalami pertumbuhan kembali (regrowth) setelah proses defoliasi.

Pertumbuhan kembali merupakan hasil dari kegiatan metabolisme tanaman setelah mengalami defoliasi dan akan mempengaruhi produktivitas tanaman (Setyati, 1979). Perkembangbiakan secara vegetatif (stek atau pertumbuhan kembali) memiliki keuntungan yaitu mudah dalam pemeliharaan, dapat memperoleh tanaman baru dalam jumlah yang lebih banyak, penggunaan lahan lebih efektif, serta sistem pemeliharaan yang lebih sederhana. Pada proses pertumbuhan kembali, tanaman cenderung memanfaatkan cadangan makanan dari karbohidrat untuk memunculkan tunas baru. Menurut Isbandi (1985) kecepatan pertumbuhan kembali ditentukan

dari berbagai faktor seperti kesuburan tanah, iklim, penerimaan cahaya, interval pemotongan, serta tinggi pemotongan. Untuk mempertahankan produktivitas A. gangetica perlu manajemen yang tepat termasuk ketersediaan unsur hara yang optimal.

Pertumbuhan dan hasil tanaman dipengaruhi oleh unsur hara yang lengkap dan berimbang (Nyanjang et al., 2003). Cara mendapatkan unsur hara tersebut dapat dilakukan dengan pemupukan. Volume aplikasi pupuk organik yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk anorganik membuat petani lebih memilih pupuk anorganik karena biaya transportasi yang lebih murah (Simanungkalit, 2006). Pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus dapat merusak sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Supadma, 2006). Alternatif untuk menyuburkan dan memperbaiki tanah dari dampak negatif pupuk anorganik dengan pemakaian pupuk organik. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) pupuk organik tersusun dari sebagian atau seluruhnya bahan organik yang berasal dari tanaman dan ternak berbentuk padat atau cair yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Kelebihan pupuk organik adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, dapat memperbaiki struktur tanah, memiliki daya simpan air yang tinggi, tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit, meningkatkan aktivitas mikroorganisme, dan memiliki residual effect yang positif, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman berikutnya tetap bagus (Hadisuwito, 2012). Menurut Parnata (2010) kecepatan penyerapan unsur hara pupuk organik oleh tanaman lebih lama dibandingkan dengan penyerapan unsur hara pupuk anorganik. Salah satu faktor yang menentukan ketersediaan unsur hara yaitu jenis dan dosis pupuk yang diberikan. Semakin tinggi dosis pupuk biourin diberikan semakin tinggi juga unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Kusumawati et al., 2017).

Dekomposisi pupuk organik penting dilakukan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan tanaman. Unsur makro atau unsur mikro bahan organik akan terlepas pada saat mengalami dekomposisi dalam tanah sehingga dapat diserap oleh tanaman (Rao dan Subba, 1994; Murbandono, 1998). Proses dekomposisi bahan organik tentu membutuhkan waktu. Semakin lama waktu dekomposisi yang diberikan maka akan menghasilkan kualitas pupuk yang lebih baik.

Virgin coconut oil (VCO) merupakan olahan minyak kelapa murni yang menghasilkan produk dengan kadar air dan lemak bebas yang rendah, bening, harum, dan memiliki daya simpan hingga satu tahun karena diproses dengan suhu relatif rendah (Pratha-ma, 2012). Pada proses pengolahan VCO, salah satu

limbahnya berupa ampas kelapa yang masih memungkinkan untuk diolah lebih lanjut untuk menambah nilai guna seperti pupuk organik. Ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas 61% galaktomanan, 26% manosa, dan 13% selulosa (Balasubramanian, 1976). Dari 10.500 kg massa kelapa utuh dapat menghasilkan produk VCO sebanyak 250 liter dan limbah padat sebesar 2.100 kg (20%) (Aladin et al., 2017). Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2016-2020) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 produksi kelapa di Indonesia mencapai 2.798.980 ton. Oleh karena itu pemanfaatan limbah padat VCO efektif digunakan sebagai pupuk organik serta dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan VCO.

Dari uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui waktu dekomposisi dan dosis terbaik limbah padat VCO terhadap pertumbuhan kembali dan hasil tanaman Asystasia gangetica.

MATERI DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udaya-na dan berlangsung selama 8 minggu. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu tentang Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Organik Limbah Padat Virgin Coconut Oil terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Asystasia gangetica, yang sudah dilakukan panen pertama setinggi 10 cm dari atas permukaan tanah. Penelitian ini hanya memanfaatkan waktu dekomposisi dan dosis pupuk dari penelitian sebelumnya, sehingga pada penelitian ini tidak melakukan penambahan perlakuan.

Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik limbah padat virgin coconut oil (VCO). Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu waktu dekomposisi yang terdiri dari: 0 minggu (W0), 2 minggu (W2) dan 4 minggu (W4). Faktor kedua yaitu dosis pupuk yang terdiri dari: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diukur berupa variabel pertumbuhan kembali, hasil dan karakteristik tumbuh tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam (Gomez dan Gomez, 1995) dan apabila diantara nilai perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk pada variabel jumlah cabang, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, nisbah berat kering daun dengan berat kering berat kering batang dan luas daun per pot. Variabel tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi perlakuan waktu dekomposisi dengan dosis pupuk organik limbah padat virgin coconut oil. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan waktu dekomposisi dan perlakuan dosis pupuk organik limbah padat VCO dapat dilakukan secara bersamaan atau hanya satu perlakuan untuk mempengaruhi pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica subsp. Micrantha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan waktu dekomposisi 4 minggu dengan dosis 20 ton ha-1 (W4D20) menghasilkan pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica paling optimal. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengaruh zat sisa pupuk organik limbah padat VCO masih mampu meningkatkan pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica. Pengaruh pemberian dosis pupuk organik limbah padat VCO lebih dari 20 ton ha-1 berinteraksi dengan waktu dekomposisi semakin lama. Jumlah hara yang tersedia dari pupuk organik limbah padat VCO dapat dicapai dengan waktu dekomposisi semakin lama atau meningkatkan dosis dari 20 ton ha-1 dan kurang dari 30 ton ha-1.

Waktu dekomposisi limbah padat VCO berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica. Dekomposisi pupuk organik merupakan proses penyediaan unsur hara yang siap diserap tanaman melalui proses biologis oleh mikroorganisme pengurai. Sesuai dengan pendapat Omar et al. (2011), bahwa faktor yang sangat berperan dalam proses dekomposisi adalah adanya aktivitas mikroorganisme (jamur, bakteri, dan aktinomycetes). Lebih lanjut Widarti et al. (2015) menyatakan bahwa proses dekomposisi oleh mikroorganisme mengubah senyawa organik komplek menjadi sederhana dapat menghasilkan senyawa kalium yang siap diserap oleh tanaman.

Perlakuan waktu dekomposisi 2 minggu (W2) memiliki hasil yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan vegetatif pertama tanaman A. gangetica sudah mampu menyerap unsur hara limbah padat VCO dengan waktu dekomposisi 2 minggu, sehingga pada pertumbuhan kembali (regrowth) dan hasil tanaman menjadi kecil. Penelitian Candra et al. (2021) menunjukkan bahwa waktu dekomposisi limbah padat VCO selama 2 minggu

memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil A. gangetica. Prinsip dari proses dekomposisi yaitu menurunkan rasio C/N bahan organik mendekati rasio C/N tanah, sehingga dapat diserap oleh tanaman (Setyorini et al., 2006).

Tabel 1. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Organik Limbah Padat VCO terhadap Variabel Pertumbuhan Kembali Tanaman A. gangetica

Variabel

Dekomposisi3)

Rataan

SEM2)

Dosis4)

W0

W2

W4

D0

34,25

34,25

34,25

34,25 C

Tinggi

D10

43,10

36,37

37,40

38,95 B

1,71

tanaman

D20

51,50

42,05

49,12

47,55 A

(cm)

D30

43,02

36,12

37,87

39,00 B

Rataan

42,96 a1)

37,20 c

39,66 b

D0

116,50

116,50

116,50

116,50 C

Jumlah

D10

151,50

131,50

161,25

148,08 B

6,38

daun

D20

185,50

160,25

172,50

172,50 A

(helai)

D30

165,75

138,50

168,50

157,58 B

Rataan

154,81 a

136,68 b

154,68 a

D0

6,25 a B

6,25 a C

6,25 a B

6,25 D

Jumlah

D10

7,75 a A

6,50 b BC

6,50 b B

6,92 C

0,26

cabang

D20

8,25 b A

8,50 ab A

9,25 a A

8,67 A

(cabang)

D30

8,50 a A

7,25 b B

8,50 a A

8,08 B

Rataan

7,68 a

7,12 b

7,62 a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil berbeda dalam satu baris dan huruf besar berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means 3) W0 = 0 minggu; W2 = 2 minggu; dan W4 = 4 minggu 4) D0 = 0 ton ha-1; D10 =10 ton ha-1; D20 = 20 ton ha-1; dan D30 = 30 ton ha-1

Penelitian Candra et al. (2021) menunjukkan bahwa pemanfaatan langsung limbah padat VCO sebagai pupuk organik menghasilkan rataan terendah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman A. gangetica. Pemanfaatan bahan organik secara langsung dengan dicampur dengan tanah akan mengalami proses peruraian secara aerob dan anaerob, sehingga mikroorganisme akan memanfaatkan hara N, P ,dan K tanah untuk penguraian bahan organik (Setyorini et al., 2006). Akibatnya pertumbuhan tanaman akan terganggu karena terjadi persaingan pengambilan unsur hara dengan mikroorganisme dan suhu yang meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan W0 menghasilkan rataan tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa pada saat pertumbuhan pertama tanaman A. gangetica belum mampu menyerap unsur hara dari limbah padat VCO, sedangkan pada pertumbuhan kembali tanaman A. gangetica dengan perlakuan W0 memiliki rataan tertinggi karena limbah padat VCO sudah mengalami proses dekomposisi yang cukup lama (pada saat pertumbuhan pertama) sehingga tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia.

Tabel 2. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Organik Limbah Padat VCO terhadap Variabel Hasil Tanaman A. gangetica

Dekomposisi3)

Rataan

SEM2)

Variabel

Dosis4)

W0

W2

W4

D0

1,20 a C

1,20 a C

1,20 a C

1,20 D

Berat

D10

2,35 b A

1,30 b C

2,98 a A

2,21 B

kering daun

D20

2,45 b A

2,48 b A

3,18 a A

2,70 A

0,07

(g)

D30

1,58 c B

1,75 b B

2,63 a B

1,98 C

Rataan

1,89 b1)

1,68 c

2,49 a

Berat

D0

4,10 a C

4,10 a B

4,10 a C

4,10 C

kering

D10

5,80 a B

4,25 b B

5,80 a A

5,28 B

0,21

batang

D20

8,00 a A

5,35 b A

5,55 b AB

6,30 A

(g)

D30

5,25 a B

4,53 b B

5,00 ab B

4,92 B

Rataan

5,78 a

4,55 c

5,11 b

D0

0,75 a C

0,75 a C

0,75 a C

0,75 D

Berat

D10

1,53 b B

2,58 a B

2,53 a B

2,21 C

kering akar (g)

D20

2,15 c A

5,08 a A

4,15 b A

3,79 A

0,12

D30

2,10 c A

2,58 b B

4,25 a A

2,97 B

Rataan

1,63 b

2,75 a

2,92 a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil berbeda dalam satu baris dan huruf besar berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) W0 = 0 minggu; W2 = 2 minggu; dan W4 = 4 minggu

4) D0 = 0 ton ha-1; D10 =10 ton ha-1; D20 = 20 ton ha-1; dan D30 = 30 ton ha-1

Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan W0 dan W4 menunjukkan hasil berbeda tidak nyata pada variabel jumlah daun, jumlah cabang, dan luas daun perpot. Pada variabel tinggi tanaman dan berat kering batang perlakuan W0 memiliki hasil yang terbaik sedangkan pada variabel berat kering daun, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dan berat kering akar perlakuan W4 memiliki rataan tertinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu dekomposisi 4 minggu merupakan perlakuan waktu dekomposisi terbaik untuk pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica.

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah pengotan yang memiliki unsur hara yang rendah terutama kandungan C-organik dan dan N. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa unsur hara N dapat merangsang pertumbuhan dan produksi tanaman, berfungsi menyusun asam amino, protein dan protoplasma, sehingga unsur hara N diperlukan dalam jumlah banyak. Lebih lanjut oleh Poerwawidodo (1992) dan Sutedjo (2002) bahwa nitrogen juga dapat memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil. Salah satu tujuan pemberian pupuk organik ke dalam tanah yaitu untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Kusumawati, 2015).

Tabel 3. Analisis Limbah Padat VCO dan Tanah di Pangotan

Parameter

Satuan

Hasil Analisis Limbah padat VCO

Kriteria Pupuk

Hasil Analisis Tanah

Kriteria Tanah

pH (1 : 2,5)

H2O

6,420

Agak masam

6,500

Agak masam

DHL

mmhos/cm

0,870

Sangat rendah

14,080

Sangat tinggi

C-Organik

%

33,510

Sangat Tinggi

1,590

Rendah

N total

%

2,260

Sangat tinggi

0,170

Rendah

P-tersedia

ppm

238,490

Sangat Tinggi

154,210

Sangat tinggi

K-tersedia

Kadar Air

  • -    KU

  • -    KL

Tekstur

  • -    Pasir

  • -    Debu

  • -    Liat

ppm

% %

% % %

589,120

2,260

Sangat Tinggi

531,730

2,26 18,00 Lempung 76,92 15,22 7,86

Sangat tinggi

Sumber: LaboratoriumIlmu Tanah FakultasPertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Bali (2021)

Keterangan                      Metode

DHL: DayaHantar Listrik              C Organik : Metode Walkley & Black

KU : Kering Udara                     N Total   : MetodeKjeldhall

KL : KapasitasLapang                  Tekstur   : Metode Pipet

C, N: Karbon, Nitrogen                 P & K     : Metode Bray-1

P   : Posfor                            KU       : MetodeGravimetri

K  : Kalium                           DHL      : Kehantaran Listrik

Tabel 4. Pengaruh Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Organik Limbah Padat VCO terhadap Variabel Karakteristik Tumbuh Tanaman A. gangetica

Variabel

Dekomposisi3)                       Rataan      SEM2)

Dosis4)          W0           W2           W4

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

D0            0,29 a B          0,29 a C          0,29 a C          0,29 C

D10            0,41 b A          0,31 c C          0,52 a B           0,41 B        001

D20            0,31 c B          0,46 b A          0,57 a A          0,45 A

D30           0,30 c B          0,39 b B          0,53 a B          0,40 B

Rataan           0,33 c1)            0,36 b            0,48 a

Luas daun per pot (cm2)

D0           774,30 a C        774,30 a B        774,30 a B        774,30 C

D10          1195,01 b B        897,53 c B       1387,84 a A       1160,13 B

D20         1488,73 a A      1248,94 b A      1441,74 ab A       1393,14 A      5,9

D30          1415,79 a A       785,85 b B       1349,47 a A       1183,70 B

Rataan         1218,46 a         926,65 b         1238,33 a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil berbeda dalam satu baris dan huruf besar berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) W0 = 0 minggu; W2 = 2 minggu; dan W4 = 4 minggu

4) D0 = 0 ton ha-1; D10 =10 ton ha-1; D20 = 20 ton ha-1; dan D30 = 30 ton ha-1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pupuk menghasilkan rataan terendah di semua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara yang ada didalam tanah tidak mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman A. gangetica. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dan mengganti unsur hara dalam tanah perlu dilakukan proses pemupukan sehingga produksi tanaman meningkat (Riskananda, 2011).

Pemberian dosis 20 ton ha-1 memberikan hasil tertinggi, hal ini membuktikan secara efesien tanaman A. gangetica dapat memanfaatkan unsur hara limbah padat VCO dengan dosis 20 ton ha-1 untuk pertumbuhan kembali dan hasil yang tinggi. Pemberian pu-

puk dengan dosis 30 ton ha-1 mengalami penurunan karena pemberian kandungan unsur hara melebihi kebutuhan tanaman A. Gangetica, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Untuk meningkatkan efe-siensi pemupukan maka pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman (Setyamidjaja, 1986). Lanjut dikatakan bahwa pemupukan dengan dosis yang terlalu banyak dapat menyebabkan larutan tanah terlalu pekat, sehingga tanaman bisa keracunan. Didukung oleh Tata (1995) bahwa pemupukan yang berlebihan tidak selalu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebaliknya bila pemupukan terlalu sedikit pengaruh pemupukan pada tanaman tidak terlalu tampak.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis pupuk organik limbah padat virgin coconut oil (VCO) serta perlakuan waktu dekomposisi 4 minggu dan dosis 20 ton ha-1 memberikan respon terbaik. Untuk mendapatkan titik optimum perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan meningkatkan dosis pupuk organik limbah padat VCO lebih dari 20 ton ha-1 dan kurang dari 30 ton ha-1

DAFTAR PUSTAKA

Adetula, O. A. 2004. Asystasia gangetica (L) Anderson. Wageningen: Plant Resources of Tropical Africa.

Aladin, A., Yani, S., Modding, B., Wiyani, L. dan F.

Djaya. 2017. Usaha produksi minuman emulsi Virgin Coconut Oil (VCO) secara terpadu dengan pemanfaatan limbah VCO. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Palembang.

Balasubramanian, B. 1976. Pollysaccharida of The Kernel of Maturing and Matured Coconuts Joutnal of Food Science. 41: 1370-1372.

Candra, G. A., Duarsa, M. A. P., dan N. M. Witariadi. 2021.Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk organik limbah padat Virgin Cococnut Oil (VCO) terhadap pertumbuhan dan hasil Asysta-sia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Pastura,11 (1).

Gomez, K.A. dan A. A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16.

Grubben, G. J. H. 2004. Plant Resources of Tropical Africa 2 Vegetables. Belanda: PROTA Foundation.

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair.

Jakarta: AgroMedia

Isbandi. 1985. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Isnaini, N. 2015. Strategi Hidup Gulma Asystasia ga-ngetica. Medan: Bakrie Sumatera Utara.

Kumalasari, N. R dan Sunardi. 2015. Keragaman vegetasi potensial hijauan pakan di areal persawahan pada kondisi ketinggian yang berbeda. Pastura. 4 (2): 59-61. https://ojs.unud.ac.id/index.php/ pastura/article/view/13675/9340

Kumalasari, N. R., Wahyuni, L., dan Abdullah. 2018. Germination of Asystasia gangetica seeds exposed to different source, color, size, storage duration and pre-germinative treatments. Proceeding of the 4th Intenational Seminar on Animal Industry.

Bogor (ID). Page: 130-134

Kusumawati, A. 2015. Analisa Karakteristik Pupuk Kompos. In Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta. pp. 323–329.

Kusumawati, N. N. C., Witariadi, N. M., Budiasa, I. K. M., Suranjaya, I. G., dan N. G. K. Roni. 2017. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan dan hasil rumput panicum maximum pada pemotongan ketiga. Pastura. 6 (2): 66–69. https://ojs.unud.ac.id/index.php/ pastura/article/view/45431/27540

Murbandono. 1998. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya. Page: 44.

Nyanjang, R., A. A. Salim., Y. Rahmiati. 2003. Penggunaan pupuk majemuk NPK 25-7-7 terhadap peningkatan produksi mutu pada tanaman teh menghasilkan di tanah andisols. PT. Perkebunan Nusantara XII. Prosiding Teh Nasional. Gambung. Hal 181-185.

Parnata, A. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Poerwawidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung.

Prathama, A. 2012. Analisis Efisiensi Teknisdan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteunhi-lir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor), Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Putra, R. I. 2018. Morfologi, Produksi Biomassa dan Kualitas Ara Sungsang (Asystasia gangetica (L.) T. Anderson) sebagai Hijauan Pakan di Beberapa Wilayah Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB.

Rao, N. S. and Subba, 1994. Microorganisme Tanah dan Pertumbuhan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Page: 353.

Rizkananda, F. R. 2011. Makalah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. https://ml.scribd.com

Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Sandoval, J. R. and P. A. Rodriguez. 2016. Asystasia gangetica (Chinese violet). Department of Bo-tany-Smithsonian NMNH, Washington DC, USA.

Setiawan, I. 2013. Gulma Asystasia gangetica. Indonesia: Jakarta: Rineka Cipta.

Setyamidjaja, D. M. E. 1986. Pupuk Dan Pemupukan. Penerbit CV. Simplex. Jakarta.

Setyati, S. H. 1979. Pengantar Agronomi.Cet. 1. PT. Jakarta: Gramedia.

Setyorini, D., Saraswati, R., dan E. K. Anwar. 2006. Kompos dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertani-

an, Badan Litbang.

Simanungkalit, R. D. M. 2006. Prospek Pupuk Organik dan Pupuk Hayati di Indonesia. Dalam Siman-ungkalit, R. D. M., Suriadikarta, D. A., Saraswati, R., Setyorini, D. dan W. Hartatik. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian. Bogor. Hal: 265-272.

Sirait, J., N. D. Purwantari dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 10 (3): 175 - 181. htt-ps://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/ jitv/article/download/441/450

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supadma. 2006. Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka Buana.

Suriadikarta, D. A. dan R. D. M. Simanungkalit. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Tata, T. 1995. Pengaruh Jenis dan Level Kotoran Ternak terhadap Produktivitas Arachis pintoi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udaya-na, Denpasar.

Widarti, B.N., Wardhini, W. K. dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi Proses 5(2): 75-80.

100