Pengaruh Lama Pemeraman Buah terhadap Perkembangan Mutu Benih Tomat (Solanum lycopersicum L.)
on
Nandur
Vol. 2, No. 1, Januari 2022 https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur
EISSN: 2746-6957 | Halaman 30-40 Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Pengaruh Lama Pemeraman Buah terhadap Perkembangan Mutu Benih Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Adevia Triyani Br Munthe, Anak Agung Made Astiningsih*), Ni Nyoman Ari Mayadewi
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali 80231
*)Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the effect of ripening time on the development of tomato seed quality. The experiment used was a Completely Randomized Design (CRD) one, namely the ripening time. Design with 5 treatment factors: ripening stage tomatoes (redness less than 10%) without ripening (Control), 2 days ripening (P1), 4 days ripening (P2), 6 days ripening (P3), 8 days ripening (P4). Observations were made on the variables of moisture content, weight of 1000 grains, germination and seed germination spirit simultaneously. The results showed that the time of fruit ripening had a significant effect on the development of tomato quality (physical and physiological quality of seeds). The highest seed moisture content was obtained from the control treatment, which was 49,50% then along with the ripening time of the fruit and the weight of 1000 seeds was constant. The ripening stage of broken tomatoes for 6 days resulted in the highest vigor and viability, respectively 89,66% and 86,26%.
Keywords: ripening time, seed quality, tomatoes
Tomat (Solanum lycopersicum L.) merupakan tanaman hortikultura keluarga Solanacea. Buah tomat memiliki nilai ekonomi dan manfaat yang tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat di Indonesia karena rasanya yang enak. Buah tomat biasanya dikonsumsi segar seperti salad, sandwich dan sebagai bahan masakan maupun olahan seperti saos, sambal, sari buah, jamu bahan kosmetik dan bahan industri lainnya. Buah tomat juga mengandung nilai gizi yang tinggi seperti vitamin A (karoten), vitamin C, gula (glukosa dan fruktosa), protein dan lemak yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Warianto, 2011).
Menurut data lima tahun terakhir Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2019), produksi tomat Indonesia mencapai 1.020.333 ton dengan luas lahan 54.780 ha, sedangkan produksi tomat di provinsi Bali baru mencapai 15.171 ton dengan luas lahan 818 ha. Berdasarkan proyeksi neraca penawaran dan permintaan tomat di Indonesia tahun 2014-2019, angka produksi tersebut belum memenuhi permintaan tomat yaitu 1.107.168 ton (Nuryati, 2014). Produksi tomat dapat ditingkatkan dengan cara penyediaan benih bermutu dengan jumlah tersedia dan harga terjangkau.
Mutu benih terdiri dari mutu fisik, mutu fisiologis dan genetik. Keseragaman bentuk, warna, ukuran, dan volume dapat menunjukkan mutu fisik suatu benih. Viabilitas dan vigor juga merupakan salah satu indikator mutu benih. Viabilitas yang baik akan menjadikan tanaman tumbuh secara normal dan vigor menjadikan tanaman mampu tumbuh dengan baik di lapangan yang beragam dan luas (Sadjad, 1993; Wiguna, 2013). Menurut Dias et al. (2006) viabilitas dan vigor tomat maksimum diperoleh dari buah yang dipanen masak secara fisiologis.
Tomat merupakan buah klimaterik yang pemanenannya dapat dilakukan sebelum matang penuh karena dapat matang sempurna setelah panen (Anonimus, 2015; Tarigan et al., 2016). Kematangan buah tomat sangat dipengaruhi oleh etilen yang merupakan hormon nabati yang diproduksi secara alami. Buah tomat dan buah klimaterik lainnya akan mengalami peningkatan respirasi dan produksi etilen setelah panen yang mendorong proses pematangan dan pembusukan (Sambeganarko, 2008).
Beberapa faktor lingkungan seperti deraan cuaca, hama dan penyakit selama proses mencapai kematangan penuh menyebabkan buah tomat tidak dapat dipanen dan tidak layak dijadikan benih. Pada tanaman tomat yang sama terdapat buah dan biji dengan tingkat kematangan yang berbeda, sehingga saat panen optimal tidak dapat ditentukan dan pemanenan dengan kematangan yang sama tidak dapat dilakukan (Edwards dan Sunsdstrom, 1987; Dias et al., 2006). Faktor lainnya yaitu pemasaran buah untuk jarak jauh biasanya dipanen saat masih hijau masak (kemerahan sekitar 15%), hal ini dilakukan karena pemasarannya memerlukan waktu yang lebih lama.
Pemeraman dapat mempercepat kematangan buah tomat karena respirasi dan produksi etilen sebagai pemacu pemasakan buah, semakin meningkat setelah panen (Sambeganarko, 2008; Tarigan et al., 2016). Pematangan biji berlangsung bersamaan dengan pematangan buah dan diharapkan terjadi pula pada buah yang masak di pemeraman. Penelitian mengenai pengaruh lama pemeraman buah sudah beberapa kali dilakukan pada buah pepaya yang juga merupakan buah klimaterik. Lumbangaol (2008) menemukan bahwa viabilitas dan vigor benih buah pepaya yang dipanen mengkal dapat meningkat seiring pematangan buah dengan tindakan pemeraman. Bahkan pemeraman buah pepaya mengkal selama 4 sampai 7 hari menghasilkan vigor dan viabilitas yang sama baiknya dengan buah yang dipanen dengan kematangan penuh di pohonnya.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2021 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu buah tomat varietas Agatha dari Desa Songan, air, HCl 2% dan pasir. Alat yang digunakan antara lain koran, kardus, kertas label, pisau, sendok, ember, nampan, kertas buram, saringan, karung, oven, amplop,
timbangan digital, pinset, aluminium foil, germinator, sprayer, kamera ponsel dan alat tulis.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu lama pemeraman buah breaker stage (kemerahan <10%) terdiri dari lima taraf, yaitu Kontrol= tanpa pemeraman, P1= pemeraman 2 hari, P2= pemeraman 4 hari, P3= pemeraman 6 hari dan P4= pemeraman 8 hari. Buah tomat yang dipanen red stage (kemerahan >90%) tidak diperam dan digunakan untuk data penunjang. Pengujian tomat red stage ini digunakan sebagai data penunjang penelitian. Masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali sehingga terdapat 25 unit percobaan.
Pengukuran warna buah tomat dapat dilakukan dengan cara mencocokkan warna buah sesuai dengan skala warna yang tertera pada chart skala warna buah tomat menurut standar USDA. Pengukuran warna dilakukan saat panen, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-6 dan hari ke-8 setelah panen.
Pemanenan buah dilakukan pada hari yang sama dari pertanaman milik petani di Desa Songan, Kintamani. Adapun buah yang dipanen yaitu 250 buah breaker stage (kemerahan kurang dari 10%) dan 50 buah red stage (kemerahan lebih dari 90 %).
Buah tomat breaker stage diperam selama 2, 4, 6 dan 8 hari sesuai dengan perlakuan, sedangkan buah yang tidak diperam digunakan sebagai kontrol. Buah tomat yang dipanen red stage tidak diperam dan diberi perlakuan yang sama dengan kontrol. Buah tomat diperam dengan cara membungkus buah dengan satu lapis kertas koran, memasukkan ke dalam kardus (tidak berlapis), lalu disimpan pada suhu kamar (25°C -30°C).
Buah diekstraksi secara bertahap yaitu selang waktu dua hari sesuai dengan perlakuan. Proses ekstraksi diawali dengan membelah buah tomat dan diambil bijinya, dilakukan perendaman dengan HCl 2% selama 2 jam. HCl 2% didapatkan dengan cara mengencerkan HCl 32% dengan air. Berdasarkan rumus pengenceran yaitu M1.V1 =M2.V2, dimana M adalah konsentrasi larutan, V= volume, indeks 1 untuk HCl 2 %, indeks 2 untuk HCl 32%, untuk mendapatkan satu liter HCl 2% diperlukan sebanyak 62 ml larutan HCl 32%. Wadah yang berisi 1 liter air ditambahkan 62 ml larutan HCl 32% yang dipindahkan menggunakan filler dan pipet ukur 10 ml kemudian diaduk hingga
tercampur rata. Banyaknya HCl 2% yang digunakan, disamakan dengan volume pulp buah tomat.
Pengeringan benih bertujuan untuk menurunkan kadar air agar aman untuk disimpan. Benih disebar merata dalam nampan yang sudah diberi alas kampil plastik sebelumnya. Pengeringan dilakukan dengan diangin-anginkan di dalam ruangan selama 3 sampai 4 hari. Pengeringan dilakukan hingga benih mencapai kadar air sekitar 5-8%. Kadar air benih diukur menggunakan metode oven. Sebanyak 0,5 g benih sampel dioven pada suhu 135°C selama 1 jam dan dilakukan perhitungan kadar air (Budiarti et al., 2011; Ananda et al., 2016).
Benih dikecambahkan dengan metode uji diatas kertas (UDK). Kertas buram dibasahi sampai lembab (tidak ada air menetes jika diangkat). Kertas tersebut diletakkan di atas nampan plastik yang sudah dipersiapkan. Selanjutnya 70 benih tomat disusun diatas kertas dengan jarak yang tidak berdekatan dan diberi label. Nampan diletakkan di germinator dengan kelembaban yang tetap terjaga. Untuk uji vigor keserempakan tumbuh, pasir dimasukkan kedalam nampan dan disiram. Kemudian 70 butir benih ditanam dengan kedalaman 0,5 cm lalu ditutup dengan pasir. Nampan diletakkan di dalam laboratorium.
Kadar air benih sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengecambahan benih. Kadar air benih tiap percobaan diukur dengan menggunakan metode oven suhu konstan, sebagai berikut: Biji dari hasil ektraksi dikeringanginkan sampai tidak terlalu basah. Timbang 1gram benih tomat menggunakan timbangan analitik. Letakkan biji ke dalam wadah (amplop) dan dimasukkan ke dalam oven suhu tetap (105°C) sampai mendapatkan berat konstan. Kadar air dihitung sesuai rumus standar yang diberikan ISTA (2010) yaitu:
Kadar Air Benih (%) = (Berat awal (gr) - Berat konstan (gr)) / (Berat awal (gr)) ×100%
Pengukuran bobot 1000 butir benih dilakukan untuk mengetahui penyusutan atau pertambahan bobot benih selama penyimpanan akibat dari proses respirasi yang terjadi di dalam benih. Selain itu juga, menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar di musim tanam yang akan datang. Penentuan berat 1.000 butir benih dilakukan dengan cara menimbang 1000 butir secara langsung.
Daya berkecambah benih yaitu kemampuan benih tumbuh normal dalam kondisi yang optimum. Daya kecambah biasanya diamati pada hari ke-7 setelah semai meliputi kecambah normal, abnormal dan mati. Daya kecambah didasarkan pada persentase kecambah normal.
Daya Kecambah (%) = (Jumlah kecambah normal (biji)) / (Jumlah benih yang dikecambahkan (biji)) ×100%
Vigor keserempakan tumbuh diuji dengan menanam benih pada media pasir dalam wadah/ nampan. Pengujian ini didasarkan pada persentase kecambah normal pada hari ke-7 setelah semai. Nilai vigor keserempakan tumbuh dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Vigor Keserempakan Tumbuh (%) = (Kecambah normal (biji))/ (Jumlah benih yang dikecambahkan (biji)) ×100%
Data dianalisis sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji beda nilai rata-rata menggunakan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui perbandingan masing-masing perlakuan.
Buah tomat yang dipanen red stage (Gambar 1) menghasilkan mutu benih yang maksimum. Terlihat pada nilai rata-rata variabel mutu benih yang diamati (Tabel 1).
Gambar 1. Buah tomat yang dipanen red stage
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Variabel Mutu Benih Tomat yang dipanen Red Stage
Variabel yang diamati |
Nilai rata-rata |
Kadar Air (%) Berat 1000 Butir (g) Daya Kecambah (%) Vigor Keserempakan Tumbuh (%) |
39,40 3,51 92,82 90,08 |
Gambar 2. Pengaruh Lama Pemeraman terhadap Perubahan Warna Kulit Buah
Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Perlakuan pemeraman buah berpengaruh nyata terhadap perubahan warna buah tomat. Pada perlakuan kontrol buah masih berwarna dominan hijau dan sedikit warna merah (breaker stage). Warna buah pada P1 berubah menjadi hijau kekuningan (turning stage), menjadi merah kekuningan (pink stage) pada P2 dan merah sempurna (red stage) pada P3 dan P4 (Gambar 2).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 2) lama pemeraman buah berpengaruh sangat nyata terhadap variabel kadar air, daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh benih, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap berat 1000 butir benih. Nilai rata-rata pengaruh lama pemeraman buah terhadap variabel yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Signifikansi Pengaruh Lama Pemeraman Buah terhadap Variabel Mutu Benih
yang Diamati
Variabel Pengamatan |
F Hitung |
F Tabel |
Signifikansi | |
5% |
1% | |||
Kadar air benih (%) |
23,52 |
2,86 |
4,43 |
** |
Berat 1000 butir benih (g) |
0,12 |
2,86 |
4,43 |
ns |
Daya kecambah benih (%) |
25,68 |
2,86 |
4,43 |
** |
Vigor keserempakan tumbuh (%) |
25,56 |
2,86 |
4,43 |
** |
Keterangan: ns = berpengaruh tidak nyata (P <0,05)
**= berpengaruh sangat nyata (0.01< P > 0,05)
Tabel 3. Nilai rata-rata pengaruh lama pemeraman buah terhadap kadar air, berat 1000
butir, daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh benih.
Perlakuan |
Kadar Air (%) |
Berat 1000 Butir (g) |
Daya Kecambah (%) |
Vigor Keserempakan Tumbuh (%) |
Kontrol |
49,80 c |
3,518 a |
76,82 a |
68,28 a |
P1 |
48,80 c |
3,514 a |
77,66 a |
75,68 b |
P2 |
47,20 b |
3,510 a |
82,16 b |
80,84 c |
P3 |
45,60 a |
3,512 a |
89,66 c |
86,26 cd |
P4 |
45,80 a |
3,504 a |
87,58 c |
84,26 d |
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama padan kolom yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji Duncan taraf 5 %.
Grafik 1. Grafik perkembangan kadar air dan berat 1000 butir selama pemeraman.
Mutu fisik fisik benih dalam penelitian ini diwakili oleh kadar air benih dan berat 1000 butir benih. Kadar air benih mengalami penurunan yang signifikan selama proses pemeraman buah dapat dilihat pada Grafik 1a. Kadar air pada perlakuan kontrol merupakan kadar air tertinggi yaitu 49,80% mengalami penurunan yang nyata sampai 45,60 pada P3. Buah yang diperam akan memproduksi etilen seiring peningkatan laju respirasi. Pada buah klimaterik, laju respirasi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan buah non klimaterik. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dan menghasilkan CO2, energi dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah maupun biji. Semakin rendah kadar air pada suatu benih maka semakin bagus kualitas benihnya. Kadar air benih yang tinggi dapat menyebab terjadinya keriput saat prosesing benih (Sirivatanapa, 2006; Fajrina dan Kuswanto, 2019).
Berbeda dengan kadar air, perlakuan pemeraman buah justru pengaruh tidak nyata terhadap berat 1000 butir. Perubahan yang terjadi tidak signifikan dan cenderung konstan (Grafik 1b). Benih yang berasal dari P4 menghasilkan nilai rata-rata berat 1000 butir terkecil yaitu 3,504 g berbeda tidak nyata dengan benih P1, P2, P3 serta kontrol masing-masing 3,514 g, 3,510 g, 3,512 g, 3,518 g. Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot
benih yaitu kandungan endosperm pada benih yang juga mempengaruhi ukuran buah. Berat 1000 butir pada perlakuan pemeraman selama 2 sampai 8 hari berbeda tidak nyata dengan perlakuan kontrol mengindikasikan bahwa benih pada buah tersebut telah mencapai perkembangan buah dan biji yang maksimum yang selanjutnya memasuki fase pematangan benih.
Panggabean (2012) mengungkapkan bahwa pada fase pematangan benih, hubungan buah dengan tanaman induk telah terputus. Pada fase ini kadar air akan mengalami penurunan sampai 10-20% yang diikuti oleh perubahan warna dalam benih dan buah (menghilangnya klorofil dan warna buah), tetapi ukuran benih tidak lagi bertambah serta pertambahan bobot yang lambat dan cenderung konstan. Hal ini disebabkan terbentuknya lapisan gabus pada dasar biji yang memutuskan hubungan dengan tanaman induk sehingga biji tidak mendapat pasokan air maupun asimilat.
3.2.2 Mutu Fisiologis
Grafik 2. Perkembangan daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh benih
selama pemeraman
Mutu fisiologi benih dalam penelitian ini meliputi variabel daya kecambah (Grafik 2a) dan vigor keserempakan tumbuh benih (Grafik 2b). Kontrol menghasilkan vigor dan viabilitas yang lebih rendah dibanding dengan benih yang berasal dari buah tomat breaker stage yang diikuti pemeraman selama 2, 4, 6 dan 8 hari. Viabilitas dan vigor pada kontrol rendah karena banyak kecambah yang lemah atau abnormal. Kadar air yang cukup tinggi pada perlakuan tersebut dapat mempengaruhi kekuatan benih saat prosesing dan perkecambahannya. Buah pada perlakuan tersebut diduga belum mengalami proses pematangan buah dan benih yang optimum. Viabilitas dan vigor maksimum pada perlakuan P3 diduga karena benih dari buah tersebut sudah sampai tahap masak fisiologis. Masak fisiologis ditandai dengan kadar air yang rendah, bobot benih serta vigor dan viabilitas yang maksimal.
Nilai rata-rata pengaruh lama pemeraman buah terhadap daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh benih menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas dan vigor benih yang diperoleh dari buah breaker stage selama pemeraman. Peningkatan viabilitas dan vigor terjadi karena adanya penurunan kadar air selama pemeraman dan bobot benih yang sudah maksimum. Diketahui bahwa kadar air dan bobot benih sangat berpengaruh
terhadap viabilitas dan vigor benih. Semakin rendah kadar air benih maka semakin bagus vigor dan viabilitasnya. Semakin berat bobot benih maka kandungan endosperm dalam benih juga tinggi. Endosperm sangat menentukan proses perkecambahan karena endosperm adalah cadangan makanan yang dibutuhkan selama proses perkecambahan (Rajjou et al., 2012; Fajrina dan Kuswanto, 2019).
Peningkatan viabilitas dan vigor benih selama pemeraman buah dapat terjadi karena buah tomat breaker stage yang diperam telah mencapai tahapan perkembangan buah yang optimum, fase terjadi ketika buah masih menempel pada tanaman induk. Tahapan perkembangan buah dilanjutkan dengan proses pematangan buah yang dapat berlangsung meskipun buah sudah tidak menempel pada tanaman induk. Proses pematangan buah ditandai dengan hilangnya warna hijau kekuningan pada buah. Proses pematangan biji terjadi selama pematangan buah karena funikulus benih masih melekat pada dinding buah, sehingga disimpulkan bahwa peningkatan viabilitas dan vigor benih yang terjadi dikarenakan proses pematangan benih masih berlangsung selama proses pemeraman buah.
Buah tomat breaker stage telah berada di fase pemecahan dan perubahan warna yang mengindikasikan awal pematangan buah. Pada fase ini, likopen penyebab warna merah pada tomat mulai terakumulasi dan konsentrasinya meningkat 500 kali lipat. Hasil penelitian Eveline et al. (2014) menyatakan bahwa likopen tomat pada kematangan awal cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan dan akan menurun saat kematangan buah sudah memasuki proses pembusukan atau kelewat masak. Pembentukan likopen yang terjadi seiring proses pematangan buah tomat. Pematangan buah mengakibatkan adanya pendewasaan biji, perubahan warna, peningkatan laju respirasi dan produksi etilen. Proses respirasi yang menghasilkan air, karbondioksida dan energi menyebabkan adanya kenaikan suhu di sekitar penyimpanan buah. Suhu ini lah mendorong kerja etilen dan likopen yang berperan dalam pematangan dan perubahan warna buah tomat.
Benih yang memiliki viabilitas dan vigor sebesar 80% adalah salah satu syarat minimum untuk benih tomat dapat disertifikasi. Buah tomat yang dipanen saat red stage menghasilkan viabilitas dan vigor yang sangat tinggi yaitu masing-masing 92.82% dan 90.08% hal ini mendukung pernyataan bahwa buah merah telah masak fisiologis dan menghasilkan viabilitas dan vigor yang tinggi. Perlakuan P2, P3, P4 menghasilkan viabilitas yang sudah memenuhi syarat tersebut masing-masing nilainya yaitu 82.16%, 89.66%, 87.58%. Syarat untuk vigor juga dipenuhi pada perlakuan P2, P3, P4 (80.84%, 86.26%, 84.26%). Pemeraman buah lebih dari 6 hari tidak menyebabkan peningkatan viabilitas dan vigor yang lebih lanjut. Pada perlakuan pemeraman selama 8 hari daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh cenderung menurun. Hal ini dapat terjadi karena buah tersebut sudah kelewat masak. Kwon dan Bradford (1987 dalam Dias et al., 2006) juga menyatakan bahwa laju dan persentase perkecambahan benih tomat meningkat selama perkembangan buah dari buah warna hijau menjelang masak hingga merah sempurna, dan turun ketika buah lewat masak. Kencenderungan menurun juga dapat dilihat dari penampilan buah yang diperam selama 6 hari serupa dengan penampilan
buah yang masak di pohon dengan warna kemerahan >90% (red stage), sedangkan penampilan buah yang diperam selama 8 hari mempunyai kulit buah yang sudah sedikit lembek. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa buah tomat sebaiknya dipanen pada 70 hari setelah antesis (buah berwarna merah dan masih keras). Pada saat itu perkecambahan paling cepat dan penundaan panen lebih lanjut menyebabkan terjadinya kemunduran benih (Valdes dan Gray, 1998; Lumbangaol, 2008).
Pemeraman buah berpengaruh nyata terhadap kadar air, daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh benih, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap berat 1000 butir benih. Mutu benih buah tomat breaker stage dapat dipertahankan dengan perlakuan pemeraman buah sehingga dapat dijadikan solusi apabila buah harus dipanen sebelum masak fisiologis. Pemeraman buah selama 6 hari menghasilkan mutu benih terbaik dengan kadar air yang rendah (45,60%), berat 1000 butir yang maksimal (3,512 g) serta daya kecambah dan vigor keserempakan tumbuh yang paling tinggi masing-masing 89,66% dan 86,26%.
Daftar Pustaka
Ananda, D. N. P., Raka, I. G. N., & Mayadewi, N. N. A. (2016). Uji Efektivitas Teknik Ekstraksi dan Dry Heat Treatment terhadap Kesehatan Bibit Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology), 5(1): 30-39.
Anonimus. (2015). Penanganan segar pada penyimpanan tomat dengan pelapisan lilin untuk memperpanjang masa simpan. IPTEK Hortikultura.
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/modul/pdf. Diakses tanggal 14 September 2021.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. (2019). Sub Sektor Hortikultura. [online].
https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61 Diakses tanggal 03 Oktober 2020.
Budiarti, S. P., Hartati, Widiastuti, A., Mariyanti, D., Arianingsih, N. P. I., Egistiani, V., & Afifah, N. (2011). Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Depok. Balai Besar Pengembangan Pengujian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Hal. 2-7.
Dias, D. C. F. S., Ribeiro, F. P., Silva, D. J. H., & Vidigal, D. S. (2006). Tomato Seed Quality in Relation to Fruit Maturation and Post-Harvest Storage. Seed Science and Technology, 34(3): 691-699.
Edwards, R. L., & Sundstrom, F. J. (1987). Afterripening and harvesting effects on Tabasco pepper seed germination performance. HortScience, 22, 473–475.
Eveline, Tagor M. S., & Sanny. (2014). Studi Aktivitas Antioksidan Pada Tomat (Lycopersicon esculentum) Konvensional dan Organik Selama Penyimpanan. Prosiding SNST Fakultas Teknik. 1(1).
Fajrina, H. N., & Kuswanto, K. (2019). Uji Viabilitas Benih Melon (Cucumis melo L.) Pada Berbagai Taraf Waktu Penyimpanan Buah dan Pengeringan Biji. PLANTROPICA: Journal of Agricultural Science, 4(1): 19-29.
ISTA. (2010). International Rules for Seed Testing Edition 2010. Switzerland: International Seed Testing Association.
Kwon, O.S., dan Bradford, K. J. (1987). Tomato Seed Development and Quality as Influenced by Preharvest Treatment with Ethephon. Hort Science, 22: 588–591.
Lumbangaol, P. (2008). Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Viabilitas Benih Pepaya (Carica papaya L.). Skripsi. Prodi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Nuryati, L., Novianti (penyunting). (2014). Outlook Komoditi Tomat. Pusat Data dan Sistem Jenderal Kementerian Permintaan 2014: Jakarta.
Panggabean, E. L. (2012). Teknologi Benih. Diktat. Fakultas Pertanian Universitas Medan Area.
Rajjou, L., Duval, M., Gallardo, K., Catusse, J., Bally, J., Job, C., & Job, D. (2012). Seed Germination and Vigor. Annual Review Plant Biology. 63 (3): 507–533.
Sadjad, S. (1993). Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Gramedia.
Sambeganarko, A. (2008). Pengaruh Aplikasi KMnO4 Ethylene Block, Larutan CaCl2 dan CaO Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Pisang (Muasa paradisiacal L.) Varietas Raja Bulu. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sirivatanapa, S. (2006). Packaging and Transportation of Fruits and Vegetables for Better Marketing. In: Postharvest management of fruit and vegetables in the Asia-Pacific Region. Food and Agriculture Organization of the United Nations Agricultural and Food Engineering Technologies Service, Rome. p 43-48.
Tarigan, N. Y. S., Utama, I. M. S., & Kencana, P. K. D. (2016). Mempertahankan Mutu Buah Tomat Segar Dengan Pelapisan Minyak Nabati. Jurnal BETA, 4(1): 1-9.
Valdes, V.M., & Gray, D. (1998). The Influence of Stage of Fruit Maturation on Seed Quality in Tomato (Lycopersicon lycopersicum L.). Seed Science and Technology, 26, 309–318.
Warianto, C. (2011). Teknik Penyiapan Benih Tomat (Solanum lycopersicum). Prosiding Seminar Hasil. Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan Bogor.
Wiguna, G. (2013). Perbaikan viabilitas dan kualitas fisik benih tomat melalui pengaturan lama fermentasi dan penggunaan NaOCl pada saat pencucian benih. Mediagro, 9(2): 68-76.
40
Discussion and feedback