Isolasi dan Skrining Bakteri Selulolitik pada Feses Luwak
on
Nandur
Vol. 1, No. 3, Juli 2021
EISSN: 2746-6957 | Halaman 139-147
https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Isolasi dan Skrining Bakteri Selulolitik pada Feses Luwak
I Putu Eko Arymanto Wira Kesuma, I Nyoman Wijaya*), Made Sritamin Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali 80232 *)Email: [email protected]
Abstract
Civet (Paradoxurus hermaphroditus) are carnivorous animals, but also often eat fruit and one of them is coffee cherries. The coffee cherries that are eaten are not completely digested, so the coffee beans come out with the civet feces. In the civet digestion there are various kinds of bacteria that help the digestive process, one of them is cellulolytic bacteria. It is possible that coffee beans in civet feces contain cellulolytic bacteria.This study aims to determine the presence of cellulolytic bacteria in civet feces. The results of bacterial isolation in civet feces obtained 6 isolates that had different morphological characters. Cellulolytic bacteria screening results showed that 2 out of 6 isolates were positive as cellulolytic bacteria, namely FL2 isolate with a cellulolytic index of 2.38 (high reaction) and FL3 isolate with a cellulolytic index of 1.24 (medium reaction). The isolates FL2 and FL3 had different morphological characters in colony shape, margins and color, but had similarities in elevation, gram color and cell shape.
Keywords: Cellulolytic Bacteria, Civet Feces, Screening
Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah mamalia liar yang hidup dipepohonan (arboreal) dan aktif pada malam hari (nokturnal) (Muzaifa et al., 2016). Berdasarkan taksonomi Duckworth et al. (2016) luwak termasuk ke dalam hewan karnivora, yang memakan daging, seperti ayam, bebek, dan kelinci (Muzaifa et al., 2016). Namun, luwak juga sering memakan buah-buahan yang ranum dan rasanya manis, seperti pepaya, mangga, pisang, rambutan dan buah aren (Permentan, 2015). Rasa dan aroma buah kopi yang ranum sangat disukai oleh luwak (Muzaifa et al., 2016). Luwak memakan buah kopi dengan mengunyah kulit luarnya dan menelan daging buah serta bijinya (Andika, 2018). Lapisan luar buah kopi di dalam saluran pencernaan luwak mengalami proses pencernaan (Watanabe et al., 2020). Biji kopi yang tidak tercerna keluar bersama feses luwak (Muzaifa et al., 2016).
Menurut Rubiyo dan Towaha (2013), bakteri membantu proses pencernaan pada sistem pencernaan luwak di usus halus (intestinum tenue) dan usus buntu (caecum). Hasil penelitian Suhandono et al. (2016) menunjukkan bahwa pada lambung, usus halus dan usus besar luwak terdapat bakteri dengan genus Bacillus, Pseudomonas, Pantoea, Escherchia, Lactobacillus, Ochrobactrum, dan Kocuria. Bakteri tersebut kemungkinan
dapat menghasilkan berbagai macam enzim, salah satunya selulase. Bakteri yang dapat menghasilkan enzim selulase dikenal sebagai bakteri selulolitik (Arifin et al., 2019). Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri selulolitik yaitu Lactobacillus (Putri, 2016), Pseudomonas dan Bacillus (Ristiati et al., 2016).
Di dalam pencernaan luwak, lapisan luar kopi yang mengandung selulosa di degradasi oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri selulolitik. Namun pencernaan luwak tidak dapat mencerna biji kopi dan dikeluarkan dalam kondisi biji yang utuh dengan kulit tanduknya bersama feses. Biji kopi yang dimakan oleh luwak memiliki kandungan selulosa, sehingga kemungkinan besar terdapat bakteri selulolitik pada feses luwak. Berdasarkan hal tersebut, diduga bakteri selulolitik pada pencernaan luwak kemungkinan ikut keluar bersama biji kopi pada feses luwak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya bakteri selulolitik pada feses luwak.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Sampel feses luwak diambil di Agrowisata Kopi Luwak JM Landih, Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Penelitian dilaksanakan sejak Bulan Januari Tahun 2021 sampai dengan Bulan April Tahun 2021.
Alat yang dipakai yaitu autoklave, baker glass, blue tip, bunsen, botol kaca, botol semprot, cawan petri, colony counter, erlemeyer, gelas ukur, hot plate, inkubator, jarum ose, kantong aluminium, laminar air flow, lemari pendingin, mikropipet, mikroskop, neraca analitik, tabung reaksi, plastik wrapped, pipet tetes, spatula, thermometer dan vortex mixer. Bahan yang digunakan yaitu aquadest, alkohol 70%, etanol 95%, feses luwak, lugol, kristal violet, media CMC 1%, minyak imersi, NaCl, reagen congo red 0,1%, dan safranin.
Bakteri selulolitik diisolasi dengan menggunakan media agar spesifik Carboxymethyl Cellulose (CMC) untuk menumbuhkan bakteri selulolitik. Setelah tumbuh, dilakukan pengamatan karakter morfologis koloni bakteri dengan mengamati warna, bentuk, tepian, dan elevasi koloni, kemudian dimurnikan dan diuji pewarnaan gram dan diamati bentuk sel. Selanjutnya dilakukan uji potensi enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri untuk mengetahui adanya bakteri selulolitik. Data hasil penelitian akan dibahas dengan uraian, serta disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Sampel feses luwak diambil secara acak di tiga titik di dalam kandang luwak pada pagi hari. Sampel tersebut dikompositkan dan disimpan pada lemari pendingin sebelum dilakukan isolasi bakteri di Laboratorium.
Pembuatan media CMC dilakukan dengan mencampurkan 1,8 gr agar; 1 gr CMC; 0,2 gr ekstrak yeast; 0,1 gr glukosa; 0,075 gr KNO3; 0,05 gr K2HPO4; 0,02 gr MgSO4.7H2O; 0,004 gr CaCl2; dan 0,002 gr FeSO4 ke dalam 100 ml aquadest (Murtiyaningsih dan Hazmi, 2017), kemudian disterilisasi selama 15 menit dengan tekanan 1 atm dan suhu 121°C di dalam autoklave.
Isolasi bakteri dilakukan dengan melakukan pengenceran feses luwak secara bertingkat, kemudian dilanjutkan dengan menumbuhkan bakteri pada media CMC dengan metode spread plate. Pengenceran dilakukan dengan membuat suspensi kultur bakteri dengan cara memasukkan 5 gr feses luwak ke dalam sebuah erlenmeyer 100 ml yang berisi 45 ml aquadest steril, lalu divortex hingga homogen untuk mendapatkan pengenceran 10-1. Selanjutnya sebanyak 1 ml suspensi kultur diambil dan di letakkan di tabung reaksi, kemudian diencerkan kembali dengan menambahkan 9 ml aquadest untuk mendapatkan pengenceran 10-2, dan diulang hingga mendapatkan pengenceran 10-6 sampai 10-8. Selanjutnya, sebanyak 1 ml suspensi kultur pengenceran 10-6 sampai 10-8 diinokulasikan pada media CMC yang telah diletakkan di cawan petri (spread plate methode). Selanjutnya, cawan petri diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dengan kondisi anaerob.
Bakteri yang tumbuh dimurnikan menggunakan metode gores sinambung sesuai karakter morfologisnya dengan menggunakan jarum ose pada media CMC yang baru. Selanjutnya, isolat diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dengan kondisi anaerob.
Stok kultur bakteri dibuat dengan menginokulasikan isolat murni pada media CMC miring menggunakan jarum ose. Selanjutnya, isolat diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dengan kondisi anaerob.
Skrining bakteri selulolitik dilakukan dengan mengamati koloni bakteri yang membentuk zona bening pada media CMC setelah diberikan congo red 0,1%. Isolat bakteri ditanam pada media CMC dengan metode titik menggunakan jarum ose, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dengan kondisi anaerob. Selanjutnya ditetesi congo red 0,1% hingga menutupi isolat bakteri serta permukaan media dan didiamkan selama 15 menit, kemudian dibilas menggunakan NaCl 1%. Bakteri selulolitik akan menunjukkan zona bening disekitar koloni bakteri.
Potensi enzim selulase bakteri selulolitik dapat diketahui dengan mengukur indeks aktivitas selulase. Indeks aktivitas selulase diperoleh menggunakan rumus Murtiyaningsih dan Hazmi (2017), yaitu :
Indeks aktivitas selulolitik = DB- DK DK
Dimana : DB = diameter zona bening, DK = diameter koloni
Nilai indeks aktivitas selulolitik dapat dikategori yaitu reaksi kuat: nilai indeks aktivitas selulolitik lebih tinggi dari atau sama dengan 2, reaksi sedang: nilai indeks aktivitas selulolitik kurang dari 2 tetapi lebih dari 1, reaksi lemah: nilai indeks aktivitas selulolitik sama dengan atau kurang dari 1, dan tidak ada reaksi: tidak ada reaksi sama sekali (Choi et al., 2005).
Berdasarkan karakter morfologis koloni, karakterisasi isolat bakteri selulolitik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, tepian, elevasi koloni, bentuk sel dan pewarnaan gram. Bentuk, tepian, dan warna koloni diamati dari atas petri, sedangkan elevasi diamati dari samping petri. Pewarnaan gram dimulai dengan fiksasi bakteri dengan cara menggoreskan satu ose isolat bakteri selulolitik pada objek glass, lalu ditambahkan 1 tetes aquadest dan dilewatkan di atas api bunsen, sehingga terbentuk noda. Kemudian diteteskan dengan pewarna kristal violet, larutan lugol, alkohol, dan safranin secara bergantian di atas noda tersebut. Selanjutnya object glass ditutup dengan deg glass dan diamati di bawah mikrokop.
Data hasil isolasi dan skrining bakteri selulolitik pada feses luwak akan dianalisis dengan uraian, serta disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Sampel feses luwak diambil dari kandang luwak di Agrowisata Kopi Luwak JM Landih, Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli pada ketinggian 1100 mdpl dengan koordinat -8.3171317, 115.3842229. Luwak dilepaskan pada kandang alami berupa kebun kopi seluas 80 are yang telah dipagari setinggi 3,5 meter dengan jumlah 35 ekor luwak. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh pemilik agrowisata, luwak memilih sendiri kopi untuk dimakan. Pakan tambahan berupa buah pepaya, pisang dan sebagainya, serta obat yang dilarutkan bersama dengan air minumnya juga diberikan untuk luwak, serta setiap 3 hari sekali diberi ayam. Buah-buahan yang dimakan oleh luwak mengandung selulosa, sehingga dapat ditemukan bakteri selulolitik pada feses luwak. Hal ini disebabkan karena buah-buahan tersebut secara alami sudah terdapat bakteri yang dapat mendegradasi selulosa. Pada buah kopi, mikroorganismenya kebanyakan berasal dari kulit ceri, mulcilage, dan kulit tanduk kopi (Yusianto dan Widyotomo, 2013). Bakteri selulolitik tersebut ikut masuk ke dalam saluran pencernaan luwak dan membantu mengurai selulosa (Rahayu et al., 2018). Bakteri selulolitik tersebut nantinya akan ikut keluar bersamaan dengan feses luwak.
Isolasi bakteri dari feses luwak dilakukan dengan mengencerkan feses luwak secara bertingkat dan didapatkan 6 koloni bakteri dengan karakter morfologis berbeda yang disajikan pada Tabel 1. Koloni bakteri tersebut selanjutnya dimurnikan untuk memisahkan bakteri satu dengan lainnya. Isolasi bakteri memiliki prinsip dasar yaitu memisahkan bakteri satu dengan bakteri lainnya menggunakan medium agar. Sel bakteri akan tertangkap oleh medium agar pada beberapa tempat yang terpisah, kemudian tumbuh membentuk koloni bakteri tersendiri, sehingga dapat dipisahkan (Rohmah, 2017).
Tabel 1. Pengelompokan Koloni Bakteri Berdasarkan Karakter Morfologis
Isolat |
Morfologi | ||||
Kode |
Jumlah |
Bentuk koloni |
Tepian |
Elevasi |
Warna |
FL1 |
1 |
Bulat |
Berombak |
Timbul |
Putih |
FL2 |
2 |
Bulat |
Berombak |
Cembung |
Kuning |
FL3 |
1 |
Tidak beraturan |
Tidak |
Cembung |
Putih |
beraturan |
Kekuningan | ||||
FL4 |
2 |
Bulat |
Halus |
Timbul |
Kuning |
FL5 |
4 |
Bulat |
Halus |
Timbul |
Putih |
FL6 |
1 |
Bulat |
Halus |
Cembung |
Krem |
Hasil skrining bakteri selulolitik menunjukkan bahwa hanya 2 dari 6 isolat yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi selulosa (Tabel 2). Isolat FL2 dan FL3 dapat dikategorikan sebagai bakteri selulolitik dikarenakan terdapat zona bening di sekitar koloni menunjukan adanya aktivitas selulolitik, sedangkan isolat lainnya tidak menunjukkan adanya aktivitas selulolitik. Hasil perhitungan nilai indeks selulolitik menunjukkan isolat FL2 memiliki nilai indeks selulolitik 2,38 sedangkan isolat FL3 memiliki nilai indeks selulolitik 1,24. Bakteri selulolitik akan menunjukkan zona bening disekitar koloni bakteri pada media CMC setelah diberikan congo red 0,1% (Gambar 1). Zona bening tersebut merupakan indikator adanya degradasi selulosa pada media CMC (Rahayu et al., 2018). Hal tersebut terjadi karena congo red tidak mampu terikat pada media CMC ketika dibilas menggunakan NaCl 1% akibat terdegradasinya selulosa pada media CMC. Congo red merupakan pewarna yang berikatan kuat dengan ikatan β-1,4-glikosidik pada rantai utama selulosa (Ristiati et al., 2016). Menurut Rahayu et al. (2011), Selulase akan mendegradasi selulosa menjadi glukosa sehingga tidak dapat berikatan dengan congo red.
Tabel 2. Skrining dan Seleksi Bakteri Selulolitik
No |
Isolat |
Diameter Koloni (cm) |
Diameter Zona Bening (cm) |
Indek Selulolitik |
Kategori |
Keterangan |
1 |
FL1 |
0,500 |
0 |
- |
Tidak ada reaksi |
Bukan bakteri selulolitik |
2 |
FL2 |
0,425 |
1,437 |
2,38 |
Reaksi kuat |
Bakteri selulolitik |
3 |
FL3 |
0,625 |
1,4 |
1,24 |
Reaksi sedang |
Bakteri selulolitik |
4 |
FL4 |
0,550 |
0 |
- |
Tidak ada reaksi |
Bukan bakteri selulolitik |
5 |
FL5 |
0,450 |
0 |
- |
Tidak ada reaksi |
Bukan bakteri selulolitik |
6 |
FL6 |
0,500 |
0 |
- |
Tidak ada reaksi |
Bukan bakteri selulolitik |
Gambar 1. Skrining Bakteri Selulolitik
Berdasarkan hasil uji pewarnaan gram didapatkan 5 isolat termasuk ke dalam gram negatif dan 1 isolat termasuk ke dalam gram positif (Tabel 3).
Tabel 3. Gram dan Bentuk Sel Bakteri
No |
Isolat |
Gram |
Bentuk sel |
1 |
FL1 |
- |
Cocobasil |
2 |
FL2 |
- |
Basil |
3 |
FL3 |
- |
Basil |
4 |
FL4 |
- |
Coccus |
5 |
FL5 |
- |
Coccus |
6 |
FL6 |
+ |
Coccus |
Menguji kekuatan dinding sel bakteri dalam mengikat warna kristal violet (warna dasar) ketika dilakukan pembilasan dengan alkohol merupakan prinsip dasar dari pada pewarnaan gram (Fitrah et al., 2017). Isolat FL1, FL2, FL3, FL4, FL5 merupakan bakteri gram negatif karena tampak berwarna merah, sedangkan Isolat FL6 merupakan bakteri gram positif karena tampak berwarna ungu. Menurut Nurhidayati et al. (2015), bakteri gram positif dapat mempertahankan warna kristal violet setelah dibilas menggunakan alkohol sehingga tampak berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif tampak berwarna merah akibat safranin karena warna kristal violet ketika dibilas dengan alkohol tidak mampu dipertahankan. Perbedaan dalam kemampuan mempertahankan warna tersebut terjadi akibat adanya perbedaan dari pada struktur dinding selnya. Dinding sel bakteri gram positif 50% terdiri lapisan-lapisan peptidoglikan dari bahan dinding selnya, sedangkan bakteri gram negative hanya terdiri 5-10% lapis peptidoglikan dari bahan dinding selnya (Putri et al., 2017). Selain itu, bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid yang tinggi pada struktur dinding sel (Nurhidayati et al., 2015). Perbedaan penyerapan warna oleh bakteri gram negatif dan bakteri gram positif juga terjadi akibat perbedaan letak titik isoelektrik dari protoplasma bakteri. Pada bakteri gram positif, titik isolektriknya terletak pada pH +- 2 akibat adanya asam ribonukleat dan teikoat, sedangkan bakteri gram negatif titik isoelektriknya terletak pada pH +- 5, hal ini yang menyebabkan bakteri gram positif mengikat zat warna basa jauh lebih kuat dari pada bakteri gram negatif (Ali, 2005).
Bakteri selulolitik pada feses luwak dikarakterisasi berdasarkan karakter morfologis dengan mengamati bentuk, tepian, elevasi, warna koloni, bentuk sel dan pewarnaan gram. Berdasarkan Tabel 4, isolat FL2 dan FL3 memiliki perbedaan karakter morfologis pada bentuk koloni, tepian dan warna, namun memiliki kesamaan pada elevasi, warna gram dan bentuk sel. Kedua isolat tersebut memiliki kemiripan dengan genus bakteri selulolitik yang diidentifikasi pada penelitian Rahayu et al. (2018). Berdasarkan hasil pembandingan dengan penelitian Rahayu et al. (2018), isolat FL2 diduga termasuk ke dalam genus Xylophilus karena memiliki kesamaan karakter yaitu memiliki bentuk sel basil, gram negatif, mampu mendegradasi selulosa, dan koloni bakteri berwarna kuning, sedangkan isolat FL3 diduga termasuk ke dalam genus
Halomonas karena memiliki kesamaan karakter yaitu memiliki bentuk sel basil, gram negatif, mampu mendegradasi selulosa, dan koloni berwarna putih kekuningan.
Tabel 4. Karakterisasi Bakteri Selulolitik pada Feses Luwak Karakteristik
Indeks Isolat Bentuk Selulolitik Koloni |
Tepian |
Elevasi |
Warna |
Gram Bentuk Sel | ||
FL2 |
2,38 |
Bulat |
Berombak |
Cembung |
Kuning |
- Basil |
FL3 |
1,24 |
Tidak |
Tidak |
Cembung |
Putih |
- Basil |
Beraturan |
Beraturan |
Kekuningan |
Berdasarkan hasil isolasi bakteri pada feses luwak didapatkan 6 isolat yang memiliki karakter morfologis berbeda. Hasil skrining bakteri selulolitik menunjukkan bahwa dari 6 isolat, 2 diantaranya positif sebagai bakteri selulolitik yaitu isolat FL2 dengan indeks selulolitik 2,38 (reaksi tinggi) dan isolat FL3 dengan indeks selulolitik 1,24 (reaksi sedang). Isolat FL2 dan FL3 memiliki perbedaan karakter morfologis pada bentuk koloni, tepian dan warna, namun memiliki kesamaan pada elevasi, warna gram dan bentuk sel.
Daftar Pustaka
Ali, A. (2005). Mikrobiologi Dasar. Makassar : State University of Makassar Press.
Andika, Y. (2018). Analisis Strategi Promosi Kopi Luwak dalam Meningkatkan Penjualan Produk Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Study Pada CV Kopi Luwak Original Mr Zian Kabupaten Lampung Barat). Lampung : Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Arifin, Z., I. B. W. Gunam, N. S. Antara, dan Y. Setiyo. (2019). Isolasi Bakteri Selulolitik Pendegradasi Selulosa dari Kompos. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri 7 (1) : 30-37.
Choi, Y.W., I.J. Hodgkiss, dan K.D. Hyde. (2005). Enzyme Production by Endophytes of Brucea javanica. Journal of Agricultural Technology 1: xx-xx.
Duckworth, J.W., R. J. Timmins, A. Choudhury, W. Chutipong, D. H. A.Willcox, D.
Mudappa, H. Rahman, P. Widmann, A. Wilting, dan W. Xu. (2016). Paradoxurus hermaphroditus. The IUCN Red List of Threatened Species 2016: e.T41693A45217835. Tersedia di : https://www.iucnredlist.org/. Di download pada 15 November 2020.
Fitrah, R., M. Irfan dan R. Saragih. (2017). Analisis Bakteri Tanah Di Hutan Larangan Adat Rumbio. Jurnal Agroteknologi 8 (1) : 17-22.
Murtiyaningsih, H., dan M. Hazmi. (2017). Isolasi dan Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Bakteri Selulolitik asal Tanah Sampah. Agritrop, 15 (2) : 293 - 308.
Muzaifa, M., A. Patria, A. Abubakar, Febriani, F. Rahmi, D. Hasni, I. Sulaiman. (2016). Kopi Luwak : Produksi, Mutu dan Permasalahannya. Banda Aceh : Syiah Kuala University Press : 1-83.
Nurhidayati, S., Faturrahman, M. Ghazali. (2015). Deteksi Bakteri Patogen yang
Berasosiasi dengan Kappaphycus alvarezii (Doty) Bergejala Penyakit Ice-Ice. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan 1 (2) : 24-30.
Permentan. (2015). Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 37/Permentan/KB.120/6/2015 Tentang Cara Produksi Kopi Luwak Melalui Pemeliharaan Luwak Yang Memenuhi Prinsip Kesejahteraan Hewan. Jakarta : Kementerian Pertanian.
Putri, M.H., Sukini, dan Yodong. (2017). Mikrobiologi Keperawatan Gigi. Jakarta Selatan : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Putri, S. (2016). Karakterisasi Enzim Selulase yang Dihasilkan oleh Lactobacillus Plantarum pada Variasi Suhu, pH dan Konsentrasi Substrat. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Rahayu, F., Sudjindro, dan B. Hariyono. (2011). Uji Efektivitas Isolat Indigenous Air Rendaman Kenaf sebagai Inokulum dalam Proses Retting Kenaf. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan 2011 : 163-174.
Rahayu, S., Rahmawati, dan R. Kurniatuhadi. (2018). Deteksi Bakteri Selulolitik pada Kotoran Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) dari Kebun Binatang Bandung. Jurnal Protobiont 7 (2) : 19 – 28.
Ristiati, N. P., S. Mulyadiharja, dan R. A. Adhiguna. (2016). Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase pada Rayap (Coptotermes
curvignathus Holmgren). Seminar Nasional Riset Inovatif (Senari) Ke-4 Tahun 2016 : 24-33.
Rohmah, N. S. (2017). Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi Menjadi Bioremediasi Timbal (Pb) dari Lumpur Lapindo. Malang : Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Rubiyo dan J. Towaha. (2013). Pengaruh Fermentasi Terhadap Citarasa Kopi Luwak Probiotik. Buletin RISTRI 4 (2) : 175-182.
Suhandono, S., H. Setiadi, T. Kristianti, A. B. Kusuma, A. W. Wedaringtyas, D. T. Djajadi, Dan I N. P. Aryantha. (2016). Diversity of Culturable Bacterial in Various Parts of Luwak’s (Paradoxurus hermaprodithus javanica)
Gastrointestinal Tract. Microbiology Indonesia 10 (2) : 65-70.
Watanabe, H., C. H. Ng, V. Limviphuvadh, S. Suzuki dan T. Yamada. (2020). Gluconobacter dominates the gut microbiomeof the Asian palm civet Paradoxurus hermaphroditus that produces kopi luwak. PeerJ 8:e9579 DOI 10.7717/peerj.9579.
Yusianto dan S. Widyotomo. (2013). Mutu dan Citarasa Kopi Arabika Hasil Beberapa Pemurlakuan Fermentasi: Suhu, Jenis Wadah, dan Penambahan Agens Fermentasi. Jurnal Pelita Perkebunan 29 (3) : 220-239.
147
Discussion and feedback