Pembentukan Mutan Hipovirulen Fusarium oxysporum f.sp cubense Penyebab Layu pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.) Menggunakan Asam Nitrat
on
Nandur
Vol. 1, No. 1, Januari 2021
EISSN: 2746-6957 | Halaman 1-10
https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Pembentukan Mutan Hipovirulen Fusarium oxysporum f.sp cubense Penyebab Layu pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.) Menggunakan Asam Nitrat
Fransen Sinaga*), Made Sritamin, I Ketut Suada
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232
*)Email: [email protected]
Abstract
The Formation of Fusarium oxysporum f.sp. cubense Hypovirulent Mutant Causes Wilt in Banana Plants (Musa Paradisiaca L.) Using Nitric Acid. Fusarium wilt disease is a type of disease that can cause a quantitative decrease in banana plant production. Fusarium wilt disease is classified as a disease that is difficult to control, because it is underground and forms chlamydospores. Control of Fusarium with biological agents has a positive impact on the environment, one way of biological control using antagonistic microorganisms. Biological agents used are biological agents that are hypovirulent. Hypovirulent properties will compete with host pathogens in competition for space, food, and toxin excretion, thereby suppressing fusarium fungi to enter the vascular tissue of banana plants. Chemical mutagens are mutagenic agents that can cause permanent changes in the composition of DNA. Nitric acid can cause DNA cross-linking in the same strands. Nitric acid was reported as a suitable mutagen to increase the production of lactic acid Lactobacillus delbrueckii. Nitric acid can change the acid-base pair of organisms so that mutations occur. obtained a mutant that is hypovirulent which can suppress the growth of fusarium fungus as a pathogen in banana plants. The results showed that the FOC fungus isolates with 1% treatment had hypovirulent properties compared to 0.05%, 0.1% and 0.5% treatments. Hypovirulent properties are derived from the timing of symptoms. In mutant FOC, 1% of symptoms appeared on day 6. The growth of hypovirulent mutants was expected to be higher than that of pathogenic FOCs. Based on the research, it was found that the fungi had the lowest pathogenicity level, as well as high diameter growth, total spore density, and high amount of inhibition.
Keywords: Fusarium oxysporum f.sp Cubense, mutation, and Hypovirulent
Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia. Selain memiliki manfaat yang banyak, pisang juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kandungan gizi yang terdapat didalam pisang meliputi vitamin, mineral dan karbohidrat. Penyakit layu fusarium merupakan salah satu jenis penyakit yang dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman pisang secara kuantitatis. Jenis penyakit ini hampir terdapat diseluruh tanaman pisang di dunia. Pengendalian Fusarium dengan agen hayati memiliki dampak positif terhadap lingkungan, salah satu cara pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme antagonis. Agen hayati yang digunakan yaitu agen hayati yang bersifat hipovirulen. Sifat hipovirulen akan bersaing dengan patogen inang dalam kompetisi ruang, makanan, dan eskresi toksin sehingga menekan jamur fusarium masuk jaringan pembuluh tanaman pisang. Agen hayati diharapkan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan tidak menimbulkan gejala pada tanaman pisang.
Mutagen kimia merupakan agen mutagenik yang dapat menyebabkan perubahan susunan
DNA secara permanen. Asam nitrat dapat menyebabkan terjadinya ikatan silang DNA dalam untaian yang sama. Asam nitrat dapat merubah pasangan asam basa dari organisme sehingga terjadinya mutasi. Mikroba yang menjadi hipovirulen akibat mutasi diharapkan dapat menekan patogen sehingga membantu tanaman dalam mengatasi serangan patogen. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam membentuk agen hayati dengan sifat-sifat yang mampu berantagonis dengan patogen yaitu mendapat Fusarium hipovirulen menggunakan asam nitrat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2020 sampai Oktober 2020. Untuk kegiatan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas Udayana.
Alat yang digunakan autoklaf, cawan petri, haemocytometer, oven listrik, timbangan analitik, botol reaksi, gelas ukur, pinset, hand sprayer, pembakar bunsen,gelas benda, laminar air flow cabinet, tisu, shaker, mikroskop, kertas saring, pisau steril, sarung tangan, masker serta alat dokumentasi.Asam nitrat dengan kemurnian 68%, media PDA, alkohol 70%, kapas, tissue, HCl 1%, khloramphenicol, kertas label, irisan batang tanaman pisang kepok yang sehat dan isolat Fusarium oxysporum f.sp cubense tipe patogen yang berasal dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas Udayana.
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) sederhana dengan 5 perlakuan yaitu, tanpa perlakuan, 0,05%, 0,1%, 0,5%, dan 1%. Lama perlakuan yang digunakan dalam suspensi asam nitrat adalah 60 menit dengan ulangan sebanyak 4 kali. Sehingga total percobaan yang digunakan 20 unit.
Isolat FOC koleksi dari laboratorium Bioteknologi Pertanian dilakukan peremajaan pada media PDA sehingga diperoleh biakan jamur yang masih muda. Secara steril bagian koloni jamur beserta PDA diambil menggunakan cork borer kemudian dipindahan ke cawan petri baru yang sudah berisi PDA. Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar selama 5 hari.
Jamur yang akan dimutasi menggunakan asam nitrat adalah jamur yang sudah berumur 3 hari didalam media PDA. Proses mutasi jamur dilakukan didalam tabung reaksi dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi asam nitrat yang digunakan masing-masing 0%, 0,05%, 0,1%, 0,5% dan 1%. Jamur FOC patogen diambil menggunakan cork borer berserta medianya. Kemudian dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi asam nitrat dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Larutan tersebut kemudian di sentrifuse selama 5 menit untuk memastikan seluruh bagian jamur FOC terpapar asam nitrat. Suspensi tersebut di diamkan selama 60 menit pada suhu ruangan dengan kondisi steril.
Jamur FOC mutan dan kontrol masing-masing berdiameter 0,5 cm diletakkan saling berhadapan pada media PDA yang dengan jarak 3 cm, kemudian diinkubasi pada suhu ruangan. Dilakukan pengamatan 2 hari sekali sampai koloni memenuhi permukaan cawan petri. Persentase penghambatan pertumbuhan ditentukkan berdasarkan persamaan:
P(%)=r^100%.....................................................(1)
Dengan persamaan :
P= persentase penghambatan
r1= jari-jari jamur patogen yang berlawanan tumbuh dengan jamur antagonis r2= jari-jari jamur patogen yang tumbuh ke arah jamur antagonis.
Uji senyawa volatile dilakukan menggunakan metode Dennis & Webster (1971). Potongan biakan murni Foc mutan dan Foc patogen diambil menggunakan cork borer berserta media pda nya. Kemudian diletakkan pada bagian tengah media PDA yang baru dengan posisi cawan petri terpisah dan saling berhadapan. Potongan biakan FOC patogen berada di atas dan potongan biakan Foc mutan berada di bawah. Pada hari ke 7 setelah inokulasi dilakukan pengukuran diameter Foc patogen untuk dihitung persentasi daya hambatnya.
Batang pisang yang diambil memiliki ukuran setinggi ± 2 m. Tanaman pisang yang dipilih tidak memiliki gejala yang menampakkan terserang penyakit. Kemudian batang
pisang dipotong dengan menggunakan pisau yang steril dan batang pisang tersebut dibungkus dengan kertas. Setelah diperoleh batang pisang yang sehat kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian sejumlah yang dibutuhkan. Spora mutan jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense yang berumur 5 hari setelah masa pemurnian diambil untuk dilakukan tahap pengujian. Bagian yang digunakan untuk pengujian adalah pinggiran koloni mutan jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense , kemudian diinokulasikan pada permukaan irisan batang pisang sehat berdiameter 5 cm dan diletakkan pada cawan petri dengan alas tisu yang dibasahi dengan aquades. Inkubasi dengan suhu ruangan dan amati perubahan yang terjadi. Pengamatan ini dilakukan 5 kali setiap 2 hari sekali selama 10 hari untuk melihat kecepatan pembusukan yang dihasilkan oleh mutan jamur FOC.
Karakterisasi jamur Foc patogen dan jamur Foc mutan dengan perlakuan asam nitrat dilakukan dengan cara mengukur diameter pertumbuhan koloni jamur setiap dua kali sehari. Hasil pengamatan hingga hari ke 10 diperoleh data yang kemudian disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Pertumbuhan diameter koloni jamur Foc akibat pengaruh asam nitrat
No |
Perlakuan (%) |
Diameter Koloni (cm) |
Penurunan Diameter Koloni (%) |
Berat kering koloni |
Penurunan berat kering Koloni (%) |
1 |
Patogen |
6,50 d |
- |
1,56e |
- |
2 |
0,05 |
6,03 bc |
7 |
1,09a |
30 |
3 |
0,1 |
5,91 b |
9 |
1,30b |
17 |
4 |
0,5 |
5,28 a |
19 |
1,43bc |
8 |
5 |
1 |
6,28 cd |
3 |
1,50de |
4 |
Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. KK (Koefisien Keragaman) diameter koloni = 3,32% dan KK( Koefisien Keragaman) Berat kering koloni = 2,72%
Mutasi Foc menggunakan asam nitrat menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi 1% memiliki diameter tertinggi dengan ukuran 6,2 cm atau menurun 3% dari Foc patogen. Perlakuan dengan konsetrasi tersebut tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan jamur patogen (kontrol) namun dibandingkan dengan perlakuan lainnya, konstentrasi 1% berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Perlakuan dengan konsentrasi 0,5% mempunyai diameter koloni terkecil diantara semua perlakuan dengan diameter 5,28 cm atau menurun 19% dari diameter Foc Patogen. Sedangkan perlakuan konsentrasi 0,05% dan 0,1% tidak berbeda nyata dengan diameter masing-masing 6,03 cm dan 5,91 cm atau besaran tersebut mengalami penurunan 7% dan 9% dari diameter Foc patogen.
Berat kering miselia yang digunakan dalam pengukuran adalah biakan yang berumur 10 hari setelah inokulasi. Berat kering miselia yang paling tinggi dimiliki oleh jamur Foc mutan 1% hal tersebut tidak berbeda nyata dengan berat kering miselia Foc patogen yang memiliki berat rata-rata 1,56 gr. Berbeda dengan perlakuan lainnya, perlakuan 0,05%, 0,1% dan 0,5% memiliki berat kering yang lebih rendah dibandingkan dengan Foc patogen.
Hal tersebut diduga bahwa mutasi dengan asam nitrat dapat mengubah susunan basa yang menyebabkan terjadinya pengurangan berat massa jamur Foc. mutasi menggunakan asam nitrat termasuk mutasi acak. Mutasi acak merupakan mutasi yang dapat menghasilkan sifat yang menguntungkan dan dapat juga menimbulkan sifat yang merugikan.
Jenis mutasi yang terjadi akibat terpapar asam nitrat adalah jenis mutasi pada tingkat sel dimana sel somatik dari jamur Foc mengalami perubahan penurunan kecepatan pertumbuhan jamur dan berat kering miselia. Jenis mutasi ini sering disebut sebagai mutasi somatik. Mutasi somatik dapat menurunkan sifat mutasi kegenerasi berikutnya dan dapat pula tidak diturunkan.
Hasil penelitian metode biakan ganda diperoleh bahwa perlakuan dengan konsentrasi 0,5% menghasilkan daya hambat terkecil dengan nilai 19,39% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan konsentrasi 0,1% dan 0,5% yang memiliki nilai 22,26% dan 22,53%. Persentase daya hambat terhadap pertumbuhan patogen terbaik dimiliki oleh jamur FOC mutan dengan perlakuan 1% dengan nilai 26,19% seperti yang disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Daya hambat jamur Foc mutan terhadap Foc patogen dengan metode biakan
ganda | ||
No |
Perlakuan (%) |
Daya hambat (%) |
1 |
0,05 |
22,26 a |
2 |
0,10 |
22,53 a |
3 |
0,50 |
19,39 a |
4 |
1 |
26,19 b |
Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. KK (Koefisien Keragaman) = 14,22%
Uji daya hambat Foc patogen dan Foc mutan dilakuan dengan metode dual culture. Masing-masing jamur ditumbuhkan secara bersamaan pada satu media PDA. Tujuan dilakukan metode biakan ganda untuk mengetahui jenis jamur yang paling dominan dari segi kompetisi ruang, makanan, dan sifat saling merugikan satu dengan yang lain. Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan asam nitrat dengan konsentrasi 1% mampu menekan pertumbuhan jamur Foc patogen.
Hasil penelitian senyawa volatile menunjukkan bahwa semua Foc mutan memiliki daya hambat yang berbeda nyata dengan pertumbuhan Foc patogen. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perlakuan dengan konsentrasi 0,05% mengakibatkan daya hambat pertumbuhan koloni jamur patogen 7,23 % dan merupakan yang terbaik dalam menekan pertumbuhan jamur Foc patogen. Sedangkan kosentrasi dengan 0,1% mengakibatkan pertumbuhan jamur patogen terkecil dengan nilai 6,83%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,5% menghasilkan daya hambat 7,13% dan perlakuan dengan konsentrasi 1% menghasilkan daya hambat patogen sebesar 7,03%. Berdasarkan analisis data BNT 5% yang telah dilakukan terhadap pertumbuhan jamur Foc mutan bahwa tidak berbeda nyata antara perlakuan satu dengan yang lainnya. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut
Tabel 3. Daya hambat patogen metode metabolik sekunder dengan uji volatile | ||
No |
Perlakuan (%) |
Daya hambat patogen (%) |
1 |
0,05 |
7,23 a |
2 |
0,10 |
6,83 a |
3 |
0,50 |
7,13 a |
4 |
1 |
7,03 a |
Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda | ||
nyata pada uji BNT 5%. KK (Koefisien Keragaman) |
= 3,66% |
Uji daya hambat senyawa volatile menunjukkan nilai yang sangat kecil berkisar dibawah 10%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa Foc mutan tidak menghasilkan senyawa kimia yang mampu menghambat pertumbuhan Foc patogen. Metabolit sekunder yang menyebabkan menghambat pertumbuhan patogen dapat disebabkan karena jenis strain jamur Foc patogen tersebut.
-
3.4 Karakterisasi berdasarkan spora hasil mutasi jamur F. oxysporum f.sp.
cubense
Mutasi menggunakan asam nitrat menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 0,1% menghasilkan kerapatan spora yang terendah dibandingkan semua perlakuan lainnya dengan penurunan persentase 27% dari jumlah spora mutan dengan jumlah total spora 0,93 x 106 spora/ml sedangkan perlakuan dengan konsentrasi 1% menghasilkan kerapatan spora yang tertinggi dengan total spora 1,23 x 106 spora/ml. Perlakuan konsentrasi 0,05% dan konsentrasi 0,5% masing-masing memiliki kerapatan spora yang hampir sama yaitu 1,20 x 106 dan 1,2 x 106 dari data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah kerapatan spora dari masing-masing perlakuan tidak menimbulkan perbedaan yang nyata dengan jumlah kerapatan spora dari Foc patogen. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kerapatan spora jamur Foc mutan dan patogen | |||
No |
Perlakuan (%) |
Kerapatan Spora (Spora/ml) |
Penurunan kerapatan spora (%) |
1 |
Patogen |
1,28 x 106 a |
- |
2 |
0,05 |
1,20 x 106 a |
6 |
3 |
0,1 |
0,93 x 106 a |
27 |
4 |
0,5 |
1,21 x 106 a |
5 |
5 |
1 |
1,23 x 106 a |
4 |
Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda | |||
nyata pada uji BNT 5%. KK (Koefisien Keragaman) = |
9,35% |
Hasil mutasi menggunakan asam nitrat dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi. Dalam penelitian ini, asam nitrat mengubah terjadinya perubahan morfologi pada jamur Foc. Perubahan tersebut yang paling tampak adalah perubahan warna dan ketebalan koloni jamur. Dari berbagai konsentrasi asam nitrat yang digunakan menyebabkan perubahan bentuk dan warna yang berbeda-beda antara konsentrasi yang satu maupun dengan kontrol. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. berikut.
Tabel 5. Ciri makroskopis jamur Foc mutan dan Foc patogen
No |
Perlakuan |
Koloni | |
Warna pusat koloni |
Ketebalan | ||
1 |
Kontrol |
Merah keunguan |
Tipis |
2 |
0,05% |
Ungu |
Tebal |
3 |
0,1% |
Ungu kemerahan |
Tipis |
4 |
0,5% |
Putih |
Tebal |
5 |
1% |
Ungu |
Tebal |
Hasil pengamatan yang dilakukan warna dan ketebalan koloni berbeda satu dengan yang lain. Pada umumnya jamur foc memiliki warna ungu kemerahan dan tingkat ketebalan koloni nya tipis. Sedangkan perlakuan dengan konsentrasi 0,05% memiliki warna ungu pada pusat koloni sedangkan ketebalannya tinggi, hal ini serupa dengan perlakuan menggunakan konsetrasi 0,5% dan 1%. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan warna dibagian tepi koloni masing masing perlakuan. Hal ini merupakan ciri umum dari jamur Foc jika tepi koloni berwarna putih menunjukkan bahwa jamur tersebut berusia lebih muda.
Patogen 0,05% 0,1% 0,5% 1%
Gambar 1. Ciri makroskopis Foc mutan dan Foc Patogen pada media PDA
Hasil uji yang dilakukan pada batang pisang yang sehat, dapat dilihat bahwa kecepatan perkembangan gejala busuk paling cepat ditimbulkan oleh perlakuan asam nitrat dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1% sedangkan gejala layu yang paling lambat ditimbulkan oleh perlakuan dengan konsentrasi 1% dan 0,5%. Hal ini dapat dilihat pada gambar irisan melintang batang pisang dengan konsetrasi asam nitrat 0,05% menimbulkan gejala warna tampak menghitam pada bagian tengah batang pisang lebih cepat dibandikan dengan perlakuan lain. Gejala muncul pada hari ke 2. Secara morfologi tidak ada perubahan fisik yang terjadi pada perlakuan dengan konsetrasi 0,05% dan 0,1% namun gejala busuk yang ditimbulkan lebih cepat.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa pada hari ke 2 sampai ke hari ke 4 batang pisang yang sehat telah tumbuh hifa jamur Foc mutan dengan konsentrasi 0,05% hal tersebut membuktikan tingkat patogenesitas yang ditimbulkan dengan konsentrasi tersebut lebih cepat dibandingkan dengan jamur patogen tanpa perlakuan (kontrol) dan perlakuan lainnya. Jamur Foc dengan perlakuan 0,1% mengalami penurunan daya patogenesitasnya dilihat dari membandingkan dengan jamur patogen (kontrol) dimana perlakuan dengan 0,1% memiliki warna dan gejala busuk yang hampir sama dengan batang pisang tanpa inokulasi jamur. Jamur dengan perlakuan 0,5% memiliki daya patogenesitas yang hampir sama dengan jamur patogen dilihat dengan membandingkan warna hitam dan gejala yang ditimbulkan pada batang pisang yang sehat. Sedangkan batang pisang tanpa perlakuan jamur Foc mulai membusuk pada hari ke 6 setelah inokulasi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya mutasi yang menyebabkan terjadinya perubahan genetik. Perubahan yang terjadi dapat meningkatkan atau menurunkan daya patogenesitas jamur Foc.
Tabel 6. Uji Patogenesitas pada batang pisang sehat | |||
No |
Perlakuan |
Masa inkubasi |
Keterangan |
1 |
Tanpa Foc |
8 |
Pada hari ke 8 muncul gejala kecoklatan yang akibat reaksi dengan suhu dan udara. |
2 |
Foc patogen |
2 |
Pada hari ke 2 muncul gejala akibat serangan Foc patogen yang diinokulasi. |
3 |
0,05% |
2 |
Hari ke 2 muncul gejala akibat serangan Foc mutan yang diinokulasi. Hari munculnya gejala sama dengan Foc patogen yang diinokulasi. |
4 |
0,1% |
2 |
Foc mutan yang diinokulasi ke Foc ini dianggap virulen karena menimbulkan gejala pada hari yang sama dengan patogen. |
5 |
0,5% |
6 |
Foc mutan yang diinokulasi menimbulkan gejala pada hari ke 6. Berdasarkan waktu gejala yang ditimbulkan isolat ini bersifat virulen namun menimbulkan gejala yang lebih lambat. |
6 |
1% |
6 |
Foc mutan dengan perlakuan 1% dianggap paling hipovirulen dibuktikan dengan hari munculnya gejala pada hari ke 6, sifat perkembangan yang lebih cepat, daya hambat paling besar dengan metode biakan ganda |
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan yaitu Mutan Fusarium oxysporum f.sp cubense yang bersifat hipovirulen dihasilkan dari perlakuan asam nitrat dengan konsentrasi 1%. Foc mutan 1% adalah yang paling baik digunakan sebagai agen hayati dalam mengendalikan patogen Fusarium oxysporum f.sp cubense penyebab penyakit layu pada tanaman pisang.
Daftar Pustaka
Damayanti, D. (2009. Jamur Fusarium oxysporum.
http://lookaroundusnow.blogspot.com/ [10 Desember 2019]
Dewi, W. (2014). Pengujian Isolat Hipovirulen Jamur Fusarium oxysporum pada Resistensi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Terhadap Penyakit Layu Fusarium. Skripsi. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Hadisutrisno, B., Somowiyarjo, S., dan Sunarminto, B.H. (1999). Pola Agihan dan Intensitas Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Agroteknos, 4(1):58-65.
Ingraham, J. (2000). Introduction to Microbiology. Pacific Grove, Calif.: Brooks/Cole Pub.
John, R.P., Gangadharan, D.,Nampoothiri, K.M. (2008). Genome shuffling of Lactobacillus delbrueckii mutant and Bacillus amyloliquefaciens through protoplasmic fusion for L-lactic acid production from starchy wastes. Bioresource Technology, 99(17), 8008–8015.
Keanekaragaman dan Patogenisitas Fusarium spp. Asal beberapa Kultivar Pisang . Vol 13, No. 6, Hal 216–228. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jurnal
Leslie JF, Summerell BA. (2006). The Fusarium laboratory manual. Blackwell Professional, Ames, Iowa, USA
Nester, E. (2000). Microbiology: A Human Perspective. Boston: McGraw-Hill Higher Education.
Ploetz RC. (1990). Variability in Fusarium oxysporum f. sp. cubense. Can J Bot.68(6):1357–1363. DOI: http://dx.doi.org/10.1139/b90-173.
Ramdana, S. Dan Andriyani. P, (2016). Isolasi Dan Karakterisasi Jamur Patogen pada Tanaman Murbei (Morus sp.) di Persemaian. Balai Penelitian Dan Pengembangan Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Sulawesi Selatan. Makassar.
Saragih, SD. (2009). Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.
Sastrahidayat. (1989). Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.
Semangun H. 2(000). Penyakit - Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Semangun, H (2007). Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soesanto, L., Soedarmono, N. Prihatiningsih, A. Manan, E. Iriani, & J. Pramono. (2002). Kajian Geofitopatologis Penyakit Busuk Rimpang Tanaman Jahe di Wilayah Jawa Tengah. Laporan Kegiatan. Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan BPTP Jateng, Ungaran. 47 hlm.
Suribabu, K., Govardhan, T.L. & Hemalatha K.P.J. (2014). Strain improvement of Brevibacillus borostelensis R1 for optimization of α-amylase production by mutagens. Journal of Microbiology and Biochemical Technology, 6(3), 123- 127. Doi.org/10.4172/1948- 5948.1000132.
Susetyo, P. (2010). Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Tjitrosoepomo G. (1991). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
10
Discussion and feedback