Nandur

Vol. 4, No. 1, Januari 2024

EISSN: 2746-6957 | Halaman 7-16

https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Faktor Erosivitas Hujan di DAS Buleleng

Ni Made Ely Ariani, Ni Made Trigunasih*), I Wayan Narka

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar 80231

*)Email: trigunasih@unud.ac.id

Abstract

Perubahan iklim merupakan perubahan keadaan iklim yang dapat diidentifikasi dari perubahan sifat-sifat iklim yang menyebabkan fenomena ENSO yang terdiri atas El Niño dan La Niña. Perubahan iklim mempengaruhi erosi tanah melalui perubahan curah hujan dan kondisi hidrologi pada suatu DAS yang berdampak pada ekosistem dan kesejahteraan manusia. Salah satu faktor yang mempengaruhi erosi pada persamaan USLE adalah nilai erosivitas hujan yang berkaitan dengan curah hujan. Oleh karena itu, penelitian terkait pengaruh perubahan iklim terhadap faktor erosivitas hujan di DAS Buleleng perlu diteliti karena ini akan menjadi faktor langsung yang mempengaruhi erosi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap laju erosivitas hujan (R) secara spasial dan temporal untuk periode 2014-2022 di DAS Buleleng. Perubahan iklim dianalisis berdasarkan data curah hujan CHIRPS (Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Station Data) untuk mengetahui pola hujan selama periode penelitian. Nilai erosivitas dianalisis berdasarkan persamaan Bols. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan di DAS Buleleng pada periode 2014-2022 mengalami peningkatan sebanyak 30% dengan adanya fenomena ENSO dan IOD. Nilai rata-rata erosivitas hujan di DAS Buleleng mengalami peningkatan akibat perubahan iklim secara temporal selama periode penelitian sebanyak 56%. Secara spasial, erosivitas hujan terkonsentrasi di wilayah hulu DAS Buleleng dengan curah hujan tahunan tinggi.

Keywords: Erosivitas Hujan, Perubahan Iklim, Penginderaan Jauh

  • 1.    Pendahuluan

Perubahan iklim merupakan perubahan keadaan iklim jangka panjang yang dapat diidentifikasi melalui perubahan rata-rata dan/variabilitas sifat-sifat iklim seperti suhu udara, curah hujan, dan keadaan permukaan laut (Hidayat & Suryanto, 2015). Perubahan iklim menyebabkan terjadinya berbagai fenomena diantaranya peningkatan suhu bumi, frekuensi gelombang panas dan intensitas curah hujan, laut menyerap lebih banyak CO2 sehingga menjadi lebih masam, permukaan laut meningkat, dan penyusutan permafrost. Salah satu indikator perubahan iklim di Indonesia yaitu adanya fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) dan ENSO (El Niño Southern Oscillation) yaitu La Niña atau El Niño

yang normalnya terjadi 5-7 tahun menjadi lebih sering 3-5 tahun (Ridha et al., 2016). La Niña menyebabkan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian Timur menurun dan angin pasat bergerak membawa udara hangat ke Indonesia sehingga curah hujan meningkat. Disisi lain, El Niño ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Timur Samudra Pasifik yang menyebabkan pertumbuhan awan di wilayah Indonesia menurun sehingga terjadi kemarau berkepanjangan. IOD menunjukkan perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah kutub (dipol) yaitu kutub barat di wilayah Samudra Hindia Barat dan kutub timur wilayah Timur Samudra Hindia. Fenomena ENSO di Indonesia mengakibatkan besaran distribusi air berubah sehingga ketika El Niño terjadi kekeringan dan kebakaran hutan, sedangkan ketika La Niña terjadi banjir, tanah longsor, dan erosi (Safitri, 2015).

Erosi merupakan proses terlepas dan terangkutnya partikel-partikel tanah dari permukaan akibat tenaga geomorfologi yang menyebabkan penurunan kualitas tanah (Arsyad, 2010). Potensi erosi tanah di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) relatif tinggi dan cenderung meningkat karena jumlah, intensitas, dan pola distribusi curah hujan (Xu et al., 2019). Beberapa penelitian menemukan bahwa perubahan iklim dapat mempercepat laju erosi tanah karena perubahan jumlah dan intensitas curah hujan (Chen et al., 2020; Giang et al., 2017; Nugraha et al., 2021). Dampak langsung perubahan iklim terhadap erosi oleh air diduga karena efek dari perubahan erosivitas curah hujan (R) yaitu kemampuan hujan untuk menyebabkan erosi tanah (Almagro et al., 2017). Faktor R parameter penting untuk menilai risiko erosi yang dipengaruhi oleh parameter iklim curah hujan. Erosivitas tinggi ketika intensitas curah hujan tinggi yang dapat meningkatkan kapasitas pelepasan dan pengangkutan partikel tanah. Oleh karena itu, perubahan iklim dapat mengubah erosivitas hujan akibat perubahan pola curah hujan dalam hal ini berkaitan dengan fenomena La Niña dan El Niño (Mondal et al., 2016). Risiko percepatan erosi tanah relatif lebih tinggi terjadi ketika La Niña dan ketika El Niño yang diikuti dengan fenomena La Niña dan tahun-tahun netral atau transisi antara El Niño ke La Niña (Romero, et al., 2007). Fenomena El Niño yang menyebabkan kekeringan dan tutupan lahan rendah diikuti dengan La Niña dengan curah hujan relatif tinggi akan meningkatkan pelepasan partikel tanah oleh energi kinetik hujan dan limpasan (Eekhout & Vente, 2022).

DAS Tukad Buleleng merupakan salah satu Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Saba Daya dengan luas 3.359 ha. Kelas kemiringan lereng berbukit (10-30%) mendominasi DAS Tukad Buleleng dengan persentase 32,93% dari luas DAS. Wilayah DAS Buleleng memiliki curah hujan relatif tinggi antara 1.484-2.534 mm/tahun (20142022) dengan penggunaan lahan sebagian besar kebun campuran dan pemukiman. Oleh karena itu, DAS Buleleng memiliki potensi erosi tanah tinggi khususnya di wilayah hulu yang juga didukung adanya kejadian tanah longsor di sekitar wilayah DAS (Diara et al., 2022; Dwiastuti et al., 2021). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial dan temporal faktor erosivitas tanah dan pengaruh perubahan iklim (2014-2022) terhadap erosivitas hujan di DAS Buleleng.

  • 2.   Bahan dan Metode

    2.1  Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada April – Agustus 2023 yang berlokasi di DAS Buleleng. Berdasarkan letak geografis, DAS Buleleng terletak di antara 8°63’0,324”– 8°14’14,712” Lintang Selatan dan 115°09’23,112” – 115°04’55,416” Bujur Timur. Secara administratif, DAS Buleleng terletak di Kecamatan Sukasada, Buleleng, dan Banjar, berbatasan dengan Kecamatan Sawan di sebelah Timur, Kecamatan Banjar di sebelah Barat, dan Laut Bali di sebelah Utara (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Penelitian

  • 2.2    Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan adalah Peta Administrasi Kabupaten Buleleng, dan data curah hujan harian selama periode 2014-2022 yang didapatkan dari data Climate Hazards Group InfraRed Precipitation (CHIRPS). Alat yang digunakan meliputi laptop, alat tulis, Microsoft Word dan Excel, Google Earth Engine dan Arcgis 10.4.

  • 2.3    Pelaksanaan Penelitian

    • 2.3.1    Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dimulai dari studi pustaka terkait faktor erosivitas hujan termasuk dampaknya terhadap erosi tanah, perubahan iklim (fenomena

La Niña dan El Niño), dan penggunaan penginderaan jauh untuk analisis faktor erosivitas hujan. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data atau bahan penelitian.

Data curah hujan pada penelitian ini didapatkan dari penginderaan jauh yang diperoleh dari data CHIRPS. Data CHIRPS adalah database curah hujan daratan yang merupakan kombinasi dari tiga informasi curah hujan yaitu klimatologi global, estimasi curah hujan berbasis satelit, dan curah hujan hasil pengamatan in-situ (Funk et al., 2014). CHIRPS menggabungkan data klimatologi curah hujan bulanan dari Climate Hazards Group Precipitation Climatolofy (CHP Clim), Quasi-Global Geostationary Thermal Infrared Satellite Observations, produk Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), model atmosfer curah hujan dari NOAA CFS (Climate Forest System) dan cara curah hujan observasi dari berbagai sumber termasuk sumber National and Regional Meteorogical Services seperti BMKG Indonesia (Fadholi & Adzani, 2018). Data CHIRPS yang digunakan merupakan data harian dengan panjang data 9 tahun (2014 - 2022).

  • 2.3.2    Analisis Data

Analisis Erosivitas Hujan (R) dilakukan untuk mengetahui kemampuan air hujan untuk menimbulkan erosi tanah. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data-data hujan diantaranya jumlah curah hujan, intensitas curah hujan, dan karakteristik musiman. Penelitian ini menggunakan perhitungan Bols (1978) untuk menentukan tingkat erosivitas hujan dengan persamaan:

R = 6,119 (RAIN)1,21 x (DAYS)-0,47 x (MAXP)0,53

Keterangan:

R     = Erosivitas hujan bulanan

RAIN = Curah Hujan bulanan rata – rata (cm)

DAYS = Jumlah hari hujan per bulan (hari)

MAXP = Curah hujan maksimal selama 24 jam dalam bulan bersangkutan (cm)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Hasil

Hasil analisis curah hujan wilayah DAS Buleleng menggunakan CHIRPS (20142022) ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil menunjukkan selama periode penelitian curah hujan meningkat 30%. Curah hujan tahunan bervariasi dengan curah hujan tahunan tertinggi terjadi di tahun 2021 mencapai 2.534,63 mm/tahun dan curah hujan terendah yaitu tahun 2019 hanya 1.483,92 mm/tahun. Data 2014-2022 menunjukkan bahwa curah hujan yang relatif tinggi terkonsentrasi di wilayah hulu DAS Buleleng. Topografi dan monsun mempengaruhi distribusi curah hujan di wilayah penelitian. Semakin tinggi ketinggian, semakin sedikit curah hujan. Ketinggian yang tinggi dan pola sirkulasi atmosfer telah menciptakan lingkungan dingin, kering, dan rapuh yang sangat sensitif terhadap erosi tanah.

Hasil analisis erosivitas hujan pada Tabel 2, menunjukkan nilai min, max, mean, dan standar deviasi erosivitas hujan selama 9 tahun (2014-2022). Erosivitas hujan tahunan di DAS Buleleng menunjukkan sedikit fluktuasi nilai selama periode penelitian. Nilai

minimum erosivitas hujan paling rendah terjadi di tahun 2015 dan 2019, masing-masing 851,60 dan 964,37 MJ mm/ha/tahun. Erosivitas hujan nilai maksimum tertinggi terjadi pada tahun 2021 mencapai 3.094,60 MJ mm/ha/tahun, diikuti tahun 2022 (2.946,03 MJ mm/ha/tahun) dan 2016 (2.855,50 MJ mm/ha/tahun). Gambar 2 menunjukkan tren erosivitas hujan rata-rata selama periode penelitian yang cenderung meningkat sebanyak 817,22 MJ mm/ha/tahun (56,0%), sedangkan nilai maksimal meningkat sebanyak 970,34 MJ mm/ha/tahun (49,1%). Erosivitas hujan rata-rata pada tahun 2014-2016 dan 20192021 menunjukkan tren peningkatan hingga 55% dan 103%, sedangkan dari tahun 20172019 tren erosivitas hujan rata-rata menurun hingga 704,86 MJ mm/ha/tahun (37%). Erosivitas rata-rata 2014-2022 bernilai >1.000 MJ mm/ha/tahun dengan variabilitas rendah yang dinyatakan oleh standar deviasi di bawah rata-rata (182,39 - 543,68 MJ mm/ha/tahun), yang menunjukkan bahwa persebaran nilai erosivitas selama periode penelitian tidak bervariasi artinya setiap nilai erosivitas hujan tidak berbeda jauh.

Hasil penelitian memperlihatkan tren temporal dan spasial erosivitas hujan koheren dengan data curah hujan di DAS Buleleng, yang menunjukkan bahwa curah hujan menentukan erosivitas hujan. Curah hujan secara jumlah maupun distribusi spasial menjadi faktor utama yang menyebabkan erosivitas curah hujan (Liu et al., 2020) karena energi kinetik dalam air hujan secara langsung maupun tidak langsung mengenai tanah (Keya, 2020). Shin et al. (2015) dalam Keya (2020) melaporkan bahwa energi kinetik curah hujan merupakan salah satu indeks untuk mengetahui kemampuan curah hujan melepas partikel tanah dari permukaan tanah. Energi kinetik curah hujan berasal dari energi kinetik tetesan hujan individu yang mengenai tanah yang ditentukan melalui kuantitas dan kecepatan air hujan. Parameter-parameter curah hujan yang mempengaruhi erosivitas hujan diantaranya intensitas, kecepatan, waktu, jumlah, dan pola hujan serta Raindrop Size Distribution (DSD) (Keya, 2020; Silva et al., 2020). Gu et al. (2020) mendapatkan uji korelasi terhadap hubungan antara curah hujan dan intensitas hujan dengan erosivitas hujan, yang menunjukkan pengaruh signifikan terhadap erosivitas hujan dengan nilai korelasi sebesar 0,92. Penelitian Karyati (2015) menaksirkan indeks erosivitas hujan di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh curah hujan tahunan, hari hujan tahunan dan curah hujan maksimal dengan hasil uji T masing-masing 15,22; 6,54; dan 4,05.

Tabel 1. Data Curah Hujan di DAS Buleleng (2014-2022)

Bulan

2015

2016

2017

Tahun

2018

2019

2020

2021

2022

Rata-Rata

2014

Januari

450,06

308,50

213,46

366,69

554,89

414,78

256,11

462,22

438,18

384,99

Februari

340,97

278,20

437,37

342,27

408,42

242,21

325,33

465,40

277,23

346,38

Maret

173,58

348,13

232,20

301,80

247,87

417,00

349,21

303,21

381,34

306,04

April

152,51

269,39

135,76

189,58

49,15

176,82

182,64

205,63

173,13

170,51

Mei

36,97

49,57

141,91

70,92

14,88

23,31

133,81

33,22

170,42

75,00

Juni

33,91

63,07

169,58

123,21

26,07

20,80

30,34

159,79

98,46

80,58

Juli

57,41

16,59

194,80

35,88

25,53

18,23

31,57

27,62

40,53

49,79

Agustus

15,98

21,93

29,92

16,70

36,89

15,90

29,31

29,07

29,16

24,99

September

2,86

1,77

17,98

4,02

3,62

3,66

12,86

23,87

20,33

10,11

Oktober

10,96

8,58

157,06

30,71

7,88

9,61

114,90

60,05

165,55

62,81

November

112,95

27,85

163,22

306,34

157,51

30,52

112,18

359,93

362,51

181,45

Desember

303,09

252,66

443,62

330,88

127,95

111,08

355,08

404,61

268,13

288,57

Total

1691,26

1646,25

2336,89

2119,00

1660,66

1483,92

1933,34

2534,63

2424,98

Rata-Rata

140,94

137,19

194,74

176,58

138,39

123,66

161,11

211,22

202,08

Tabel 2. Data Erosivitas Hujan

No

Tahun

Nilai Statistik

Min

Max

Mean

Sd

1

2014

0,0042

0,0487

0,0143

0,0082

2

2015

0,0038

0,0495

0,0146

0,0083

3

2016

0,0012

0,0507

0,0122

0,0079

4

2017

0,0035

0,0602

0,0124

0,0085

5

2018

0,0048

0,0483

0,0144

0,0085

6

2019

0,0047

0,0558

0,0153

0,0089

7

2020

0,0037

0,0581

0,0140

0,0092

8

2021

0,0031

0,0531

0,0124

0,0087

9

2022

0,0037

0,0512

0,0122

0,0085

Gambar 3. Peta Distribusi Spasial dan Temporal Laju Erosi Tanah di DAS Buleleng tahun 2014-2022

  • 3.2    Pembahasan

Penelitian terkait pengaruh perubahan iklim di beberapa wilayah, seperti Brazil (Almagro et al., 2017), Thailand (Plangoen & Udmale, 2017), China (Li & Ye, 2018; Gu et al., 2020), dan India (Mondal et al., 2016) menunjukkan perubahan iklim berdampak signifikan terhadap erosivitas hujan. Hal ini juga berpengaruh terhadap erosivitas hujan di DAS Buleleng selama periode penelitian (2014-2022). Fenomena iklim yang mempengaruhi yaitu distribusi dan intensitas curah hujan. Hal ini didukung oleh Romadhoni et al. (2021) yang menemukan bahwa indeks erosivitas hujan tahunan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Saguling mengalami peningkatan erosivitas seiring dengan peningkatan curah hujan akibat perubahan iklim sebanyak 44,1%.

Perubahan curah hujan bergantung pada perubahan kandungan air atmosfer yang dipindahkan dari laut dalam skala besar. Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh faktor lokal (elevasi, pegunungan dan perairan) dan regional (Monsun, ENSO, IOD dan Siklon Tropis) (Nugroho, 2022) yang berinteraksi sehingga mengakibatkan perubahan jumlah dan pola spasial curah hujan (Enyew & Steenveld (2014) dalam Prasetyo et al. (2018). Jika fenomena-fenomena regional menyebabkan peningkatan curah hujan di Indonesia dan didukung oleh faktor lokal yang mengalami peningkatan suhu udara, evaporasi dan/evapotranspirasi maka menghasilkan hujan yang ekstrim (Nugroho, 2022). Penelitian oleh (Lee, 2015) menemukan bahwa faktor penting yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia tengah yaitu ENSO dan Monsun Malaysia-Australia. Lee, juga menjelaskan

ketika fase La Niña arus lintas Indonesia memiliki laju aliran dan volume transportasi kecil namun waktu pemaparan dan penguapan yang relatif lama. Oleh karena itu, terjadi peningkatan penguapan air laut yang menghasilkan angin kumulus yang selanjutnya dibawa oleh angin pasat ke Indonesia Bagian Tengah (termasuk Bali), serta terjadi peningkatan curah hujan di wilayah tersebut.

Selama periode penelitian, fenomena El Niño terjadi di tahun 2014, 2015, dan IOD positif 2019 menyebabkan penurunan curah hujan di wilayah Indonesia akibat perubahan sirkulasi atmosfer. El Niño terjadi karena peningkatan suhu permukaan laut (SPL) di Samudra Pasifik dan menyebabkan angin pasat timur melemah sehingga pertumbuhan awan di wilayah Indonesia terhambat (Yuniasih et al., 2022). Sedangkan, fenomena La Niña terjadi pada tahun 2016, 2021, 2022 yang menyebabkan peningkatan curah hujan di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa penurunan curah hujan ketika El Niño berdampak pada penurunan erosivitas hujan dan fenomena La Niña menyebabkan erosivitas hujan meningkat. Zhao et al. (2023) juga menemukan hubungan linier antara La Niña dan El Niño selama periode 1960-2019 di DAS Wuding, China. Ketika La Niña rata-rata erosivitas hujan bulanan yaitu 98,31 MJ mm hm-2 h-1 a-1 sedangkan ketika El Niño nilai rata-rata erosivitas hujan bulanan lebih rendah (71,35 MJ mm hm-2 h-1 a-1) serta terjadi penurunan erosivitas hujan yang signifikan pada tahun 2015. Penelitian lain juga menemukan, fenomena La Niña memiliki pengaruh lebih signifikan terhadap erosivitas hujan rata-rata bulanan di Dataran Tinggi Tibetan (Cui et al., 2021) dan di Dataran Tinggi Yunnan-Guizhou (Zhu et al., 2019). Oleh karena itu, curah hujan yang lebih intensif dan frekuensi yang lebih tinggi selama La Niña berkontribusi terhadap peningkatan erosivitas hujan. Erosivitas hujan yang meningkat, berdampak pada peningkatan erosi tanah, yang menyebabkan degradasi lingkungan dan hilangnya sumber daya alam dapat dilihat pada Gambar 3.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan curah hujan di DAS Buleleng selama 9 tahun. Hal yang sama juga terjadi pada erosivitas hujan yang mengalami peningkatan nilai rata-rata sebanyak 56% dan maksimum meningkat 49,1%. Erosivitas tertinggi terjadi di tahun 2021 dengan nilai max 3.094,60 MJ mm/ha/tahun dan erosivitas terendah terjadi di tahun 2015 dengan iliai minimum 851,60 MJ mm/ha/tahun. Secara spasial, erosivitas tinggi terjadi di wilayah hulu dengan curah hujan dan kemiringan lereng tinggi dan erosivitas rendah terjadi di wilayah hilir. Perubahan iklim mempengaruhi erosivitas melalui fenomena El Niño dan IOS positif yang menurunkan nilai erosivitas (2015 dan 2019) dan La Niña yang dapat meningkatkan erosivitas (2016, 2021, 2022).

Daftar Pustaka

Almagro, A., Oliveira, P. T. S., Nearing, M. A., & Hagemann, S. (2017). Projected climate change impacts in rainfall erosivity over Brazil. Scientific Reports. 7. https://doi.org/10.1038/s41598-017-08298-y

Chen, C. N., Tfwala, S. S., & Tsai, C. H. (2020). Climate Change Impacts on Soil Erosion and Sediment Yield in a Watershed.    Water.    12(8):    1-21.

https://doi.org/10.3390/w12082247

Cui, B., Zhang, Y., Liu, L., Xu, Z., Wang, Z., Gu, C., Wei, B., & Gong, D. (2021). Spatiotemporal Variation in Rainfall Erosivity and Correlation with the ENSO on the Tibetan Plateau since 1971. Int J Environ Res Public Health. 18(21):

https://doi.org/10.3390%2Fijerph182111054

Eekhout, J. P.C., & Vente, J. d. (2022). Global impact of climate change on soil erosion and potential for adaptation through soil conservation. Earth-Science Reviews. 226. https://doi.org/10.1016/j.earscirev.2022.103921

Funk. C. C., Peterson. P. J., Lansfeld. M. F. (2014). A Quasi-Global Precipitation Time Series for Drought Monitoring. U. S. Geological Survey Data Series. 832 (4).

Giang, P. Q., Giang, L. T., & Toshiki, K. (2017). Spatial and Temporal Responses of Soil Erosion to Climate Change Impacts in a Transnational Watershed in Southeast Asia. Climate. 5(1). https://doi.org/10.3390/cli5010022

Gu, Z., Feng, D., Duan, X., Gong, K., Li, Y., & Yue, T. (2020). Spatial and Temporal Patterns of Rainfall Erosivity in the Tibetan Plateau.  Water.  12(1).

https://doi.org/10.3390/w12010200

Jiang, Y., Gao, J., Yang, L., Wu, S., & Dai, E. (2021). The interactive effects of elevation, precipitation and lithology on karst rainfall and runoff erosivity. Catena. 2017. https://doi.org/10.1016/j.catena.2021.105588

Karyati. (2015). Parameter-Parameter Curah Hujan Yang Mempengaruhi Penaksiran Indeks Erosivitas Hujan Di Sri Aman, Sarawak. Agrifor. 14(1).

Keya, D. R. (2020). Building Models to Estimate Rainfall Erosivity Factor from Rainfall Depth in Iraqi Kurdistan Region. Dissertattion. Salahaddin University-Erbil.

Lee, H. S. (2015). General Rainfall Patterns in Indonesia and the Potential Impacts of Local Seas on Rainfall Intensity.    Water.    7(4):    1751-1768.

https://doi.org/10.3390/w7041751

Liu, H., Zhang, G., Zhang, P., & Zhu, S. (2020). Spatial Distribution and Temporal Trends of Rainfall Erosivity in Three Gorges Reservoir Area of China. Mathematical        Problems        in        Engineering.         1-15.

https://doi.org/10.1155/2020/5302679

Mondal, A., Khare, D., & Kundu, S. (2016). Change in rainfall erosivity in the past and future due to climate change in the central part of India. International Soil and Water Conservation Research. 4(3): 186-194.

Nugraha, D. K., Nugroho, B. D. A., & Setyawan, C. (2021). Dampak Perubahan Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Erosi Tanah di Sub DAS Merawu, Jawa Tengah. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 10(3): 356-366.

Nugroho, A. (2022). Banyak Faktor Pengaruhi Tingginya Curah Hujan. Universitas Gadjah Mada. Retrieved October 16, 2023, from https://ugm.ac.id/id/berita/22459-pengamat-ugm-banyak-faktor-pengaruhi-tingginya-curah-hujan/

Panagos, P., Borrelli, P., Meusburger, K., Yu, B., Klik, A., Lim, y. J., Yang, J.E., Ni, J., Miao, C., Chattopadhyay, N., Sadeghi, S. H., Hazbavi, Z., Zabihi, M., Larionov, G. A., Krasnov, S. F., Gorobets, A. V., Levi, Y., Erpul, G., Birkel, C., Ballabio, C. (2017). Global rainfall erosivity assessment based on high-temporal resolution rainfall records. Scientific Reports. 7. https://doi.org/10.1038/s41598-017-04282-8

Plangoen, P., & Udmale, P. (2017). Impacts of Climate Change on Rainfall Erosivity in the Huai Luang Watershed, Thailand.    Atmosphere.    8(8).

https://doi.org/10.3390/atmos8080143

Prasetyo, B., Irwandi, H., & Pusparini, N. (2018). Karakteristik Curah Hujan Berdasarkan Ragam Topografi Di Sumatera Utara. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. 19(1): 11-20.

Romadhoni, A. Z., Wulandari, D. A., & Suharyanto. (2021). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Indeks Erosivitas Hujan Pada Daerah Tangkapan Air Waduk Saguling. Jurnal Rekayasa Sipil dan Lingkungan. 5(2): 107-120.

Silva, R. M. d., Santos, C. A. G., Silva, J. F. C. B. d. C., Silva, A. M., & Neto, R. M. B. (2020). Spatial distribution and estimation of rainfall trends and erosivity in the Epitácio Pessoa reservoir catchment, Paraíba, Brazil. Nat Hazards. 102, 829-849. https://doi.org/10.1007/s11069-020-03926-9

Yuniasih, B., Harahap, W. N., & Wardana, D. A. S. (2022). Anomali Iklim El Niño dan La Niña di Indonesia pada 2013-2022. Agroista: Jurnal Agroteknologi. 6(2):136-143. https://jurnal.instiperjogja.ac.id/index.php/AGI/

Zhao, J., Zhao, J., & Huang, Q. (2023). ENSO Forcing of Rainfall Erosivity in the Wuding River Basin. Atmosphere. 14(6). https://doi.org/10.3390/atmos14061030

Zhu, D., Xiong, K., Xiao, H., & Gu, X. (2019). Variation characteristics of rainfall erosivity in Guizhou Province and the correlation with the El Niño Southern Oscillation. Science of the Total Environment. 691:   835-847.

https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.07.150

16