Identifikasi Perbedaan Morfologi Alga Merah Bali (Gracilaria sp.) antara Bulung Gongseng dan Bulung Sangu
on
Nandur
Vol. 4, No. 1, Januari 2024 https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur
EISSN: 2746-6957 | Halaman 1-6 Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Identifikasi Perbedaan Morfologi Alga Merah Bali (Gracilaria sp.) antara Bulung Gongseng dan Bulung Sangu
I Kadek Aryawan*), I Gede Putu Wirawan, I Ketut Suada
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jln. PB. Sudirman Denpasar, Bali, 80232, Indonesia
*)Email: ikadekaryawan27@gmail.com
Abstract
Gracilaria sp. is a type of seaweed that grows in Indonesia, especially in the sea of Bali. There are two species of Gracilaria sp. known by the people of Bali, namely bulung gongseng and bulung sangu. The two species are morphologically similar. This research aims to identify the morphological differences between bulung gongseng and bulung sangu sangu taken from the sea of Tanjung Benoa. Observations were made on physical characteristics such as shape, length, thickness, surface texture, and thallus color of the bulung gongseng and bulung sangu which were then compared to each other, where observations on the surface of the thallus used a 24x magnification microscope. The results showed differences in morphology between the bulung gongseng and bulung sangu, including the thickness of the thallus of the bulung gongseng which was thicker, the lighter color of the bulung gongseng compared to the bulung sangu, and the nodule surface of the bulung gongseng compared to the smooth surface of the bulung sangu.
Keywords: Bulung gongseng, Bulung sangu, Morphology, Gracilaria
Rumput laut adalah tumbuhan berupa makroalga yang tumbuhnya menempel pada bebatuan di pesisir pantai (Kilinç et al., 2013). Rumput laut ini merupakan salah satu kelompok tumbuhan laut yang mempunyai sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh bagian tumbuhan disebut thalus, sehingga rumput laut tergolong tumbuhan tingkat rendah (Susanto et al., 2002). Rumput laut adalah salah satu potensi sumber daya perairan laut di Indonesia yang sangat populer karena nilai kemanfaatannya yang tinggi. Potensi rumput laut sendiri cukup menjanjikan yakni sebagai bahan baku industri makanan dan kesehatan (Suparmi et al., 2009). Indonesia sendiri adalah negara kepulauan dengan perairan yang memiliki sumber daya plasma nuftah rumput laut sebesar 6,42% dari total biodiversitas rumput laut di dunia (Surono, 2004). Hal ini membuat rumput laut menjadi sumber daya perairan laut Indonesia yang sangat potensial untuk terus digali dan dikembangkan.
Terdapat berbagai jenis rumput laut yang biasa disebut “bulung” oleh masyarakat lokal Bali, antara lain adalah bulung gongseng dan bulung sangu, spesies alga merah
yang umum ditemukan di perairan sekitar Bali. Bulung gongseng dan bulung sangu biasa dikonsumsi sebagai sayuran oleh masyarakat lokal. Bulung gongseng dan bulung sangu memiliki kemiripan secara morfologis, namun bila diperhatikan lebih seksama, kedua bulung ini memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain seperti bulung gongseng yang memiliki diameter thalus yang lebih tebal dibandingkan bulung sangu yang mana ini adalah ciri pembeda yang sudah dikenal oleh masyarakat terutama nelayan yang tinggal di sekitaran perairan Bali. Perlu dilakukan pengamatan antara bulung gongseng dan bulung sangu untuk menemukan ciri pembeda selain yang sudah diketahui masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan morfologi antara bulung gongseng dan bulung sangu yang didapat dari perairan Tanjung Benoa, Bali.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023. Penelitian ini dilaksanakan di UPT Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana. Tempat pengambilan sampel berada di perairan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Gambar 1 Tempat pengambilan sampel bulung gongseng dan bulung sangu
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain kedua sampel segar yakni bulung gongseng dan bulung sangu yang diambil langsung dari perairan lepas Tanjung Benoa.
Alat yang digunakan antara lain seperangkat Personal Computer, buku, alat tulis, pisau, handphone, kamera, microscope slides glass, dan mikroskop.
Jenis penelitian ini adalah observasional. Metode penelitian dimulai dengan melakukan pengamatan pada bulung gongseng dan bulung sangu yang diambil dari perairan dan habitat yang sama. Ciri morfologi yang diamati antara lain bentuk, panjang, ketebalan, permukaan thalus, dan warna thalus. Data kemudian dicatat dan dibandingkan untuk mencari ciri pembeda antar kedua sampel.
Dilakukan pengambilan foto pada sampel segar bulung gongseng dan sangu, dimana permukaan thalus antar kedua sampel diamati dengan pembesaran mikroskop 24x. Foto morfologi dan permukaan thalus antara bulung gongseng dan bulung sangu diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bulung gongseng (A) dengan permukaan thalus berbintil (B) dan bulung sangu (C) dengan permukaan thalus yang halus (D)
Data ciri morfologi yang telah diamati pada bulung gongseng dan bulung sangu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data ciri morfologi bulung gongseng dan bulung sangu
Ciri Morfologi |
Bulung gongseng |
Bulung sangu |
Bentuk |
Thalus dengan beberapa |
Thalus dengan beberapa |
percabangan tidak beraturan |
percabangan dikotomi yang | |
yang berujung meruncing |
berujung meruncing | |
Panjang (cm) |
10-20 |
7-18 |
Diameter thalus |
1,5-3 |
1-1,5 |
(mm) | ||
Permukaan |
Berbintil |
Halus |
thalus | ||
Warna thalus |
Merah kecoklatan |
Merah kecoklatan gelap |
Identifikasi morfologi pada Gambar 1 memperlihatkan ciri morfologi bulung gongseng dan bulung sangu, dimana berdasarkan ciri tersebut maka kedua sampel masuk ke dalam genus Gracilaria. Gracilaria yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae) di mana hidup pada daerah tropik dan subtropik serta tumbuh dominan di perairan laut dangkal (Komarawidjaja & Kurniawan, 2008). Ciri-ciri umum rumput laut genus Gracilaria adalah bentuk thalus yang memipih atau silindris, membentuk rumpun dengan tipe percabangan yang tidak teratur, thalus menyempit pada pangkal percabangan. Sifat substansi thalus Gracilaria seperti tulang rawan (cartilagenous). Ujung-ujung thalus pada umumnya meruncing, permukaannya halus atau berbintil-bintil. Garis tengah thalus berkisar antara 0,5-4,0 mm. Panjang dari Gracilaria dapat mencapai 30 cm atau lebih. (Badan Penelitian & Pengembangan Pertanian, 2000). Gracilaria hidup dengan melekatkan thalusnya pada substrat yang berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu, pada kedalaman sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air (Lideman et al., 2016).
Berdasarkan data pada Tabel 1, didapati ciri morfologi bulung gongseng dan bulung sangu. Bulung gongseng merupakan alga merah memiliki ciri morfologi berupa thalus dengan beberapa percabangan yang tidak beraturan. Thalus pada bulung gongseng berujung meruncing, berdaging dan cukup tebal dengan diameter antara 1,5-3 mm. Permukaan pada thalus bulung gongseng cenderung memiliki bintil-bintil berupa sistokarp, yakni organ reproduksi pada alga merah berupa kantung dengan selubung yang mengandung karpospora (Wynne, 1994). Thalus pada bulung gongseng dapat tumbuh menjadi sepanjang 10-20 cm. Bulung gongseng memiliki warna merah kecoklatan, di mana warnanya akan sedikit memudar saat terlalu lama terkena sinar matahari. Bulung sangu merupakan alga merah memiliki ciri morfologi berupa thalus dengan beberapa percabangan dikotomi. Thalus pada bulung sangu berujung meruncing, berdaging dengan diameter antara 1-1,5 mm. Permukaan pada thalus bulung sangu cenderung halus. Thalus pada bulung sangu dapat tumbuh menjadi sepanjang 718 cm. Bulung sangu memiliki warna merah kecoklatan gelap, di mana warnanya akan sedikit memudar saat terlalu lama terkena sinar matahari. Sama dengan bulung
gongseng, bulung sangu hidup dengan menempel pada substrat lain menggunakan holdfast.
Terdapat perbedaan karakteristik antara bulung gongseng dan bulung sangu yang diperlihatkan pada Gambar 2 dan berdasarkan pada data di Tabel 1. Bulung gongseng memiliki thalus yang lebih tebal dengan ketebalan 1,5-3 mm, sedangkan bulung sangu lebih tipis dengan ketebalan 1-1,5 mm. Walau warna kedua bulung sama-sama merah kecoklatan, tetapi warna bulung sangu cenderung sedikit lebih gelap dibandingkan bulung gongseng. Ciri dari bulung gongseng yang membedakannya dengan bulung sangu adalah permukaan thalus bulung sangu cenderung lebih halus dibandingkan permukaan thalus bulung gongseng, di mana kedua permukaan thalus diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran total 24x.
Bulung sangu memiliki kekerabatan dengan Gracilaria gracilis (Wirawan et al., 2021), di mana Gracilaria gracilis memiliki bintil berupa sistokarp pada thalusnya (Bunker et al., 2017). Tidak ditemukan sistokarp yang mestinya ada pada sampel bulung sangu dapat disebabkan oleh kemungkinan fase reproduktif kedua sampel tidak sama mengingat sampel diambil dari laut lepas dan tidak dibudidayakan secara bersamaan.
Berdasarkan identifikasi perbedaan morfologi, bulung gongseng dan bulung sangu memiliki perbedaan, dimana bulung gongseng memiliki thalus yang lebih tebal yakni 1,5-3 mm, warna thalus lebih cerah, dan permukaan yang berbintil dibandingkan bulung sangu yang memiliki diameter thalus 1-1,5 mm, warna thalus lebih gelap, dan permukaan yang halus.
Daftar Pustaka
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. (2000). Sumber Daya Indonesia Dan Pengelolaanya. Departemen Pertanian, Bogor.
Bunker, F., Brodie, J. A., Maggs, C. A., & Bunker, A. R. (2017). Seaweeds of Britain and Ireland. Volume 9, Princeton University Press.
Kilinç, B., Cirik, S., Turan, G., Tekogul, H., & Koru, E. (2013). Seaweeds For Food and Industrial Applications. In Food industry. IntechOpen.
Komarawidjaja, W., & Kurniawan, D. A. (2008). Tingkat Filtrasi Rumput Laut (Gracilaria sp.) terhadap Kandungan Ortofosfat (P2O5). Jurnal Teknik Lingkungan, 9(2); 180–183.
Lideman, Elman, A., Kasturi, & Fadli. (2016). Produksi Bibit Gracilaria Laut (Gracilaria sp.) Melalui Kultur Spora Pada Tali. Takalar; Balai perikanan Budidaya Air Payau Takalar
Suparmi, S., & Sahri, A. (2009). Mengenal Potensi Rumput Laut: Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Rumput Laut dari Aspek Industri dan Kesehatan. Majalah Ilmiah Sultan Agung, 44(118), 95-116.
Surono, A. (2004). Profil Rumput Laut Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Susanto, A. B., & Mucktiany, A. (2002). Strategi Pengembangan Rumput Laut Pada SMK dan Community College. In Pros. Seminar Riptek Kelautan Nasional.
Wirawan, I. G. P., Sasadara, M. M. V., Wijaya, I. N., & Krinandika, A. A. K. (2021). DNA barcoding in molecular identification and phylogenetic relationship of beneficial wild Balinese red algae, Bulung sangu (Gracilaria sp.). Bali Medical Journal, 10(1), 82-88.
Wynne, M. J. (1994). Seaweeds of the British Isles. Volume 1, Rhodophyta, Part 3A, Ceramiales.
6
Discussion and feedback