KLASTERISASI KARAKTERISTIK WISATAWAN MANCANEGARA MENGGUNAKAN METODE K-MEANS CLUSTERING
on
E-Jurnal Matematika Vol. 12(2), Mei 2023, pp. 140-148
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2023.v12.i02.p411
ISSN: 2303-1751
KLASTERISASI KARAKTERISTIK WISATAWAN MANCANEGARA MENGGUNAKAN METODE K-MEANS CLUSTERING
Annisa Agustin Mahardika1, Eka N Kencana2§, I Komang Gde Sukarsa3, Ketut Jayanegara4, IGN Lanang Wijayakusuma5, I Wayan Sumarjaya6
1,3,4,5,6 Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana Email: 1[email protected], 3[email protected], 4[email protected], 5[email protected], 6[email protected]
2Kelompok Studi Sosiometrika – Universitas Udayana
Email: [email protected]
§Corresponding Author
ABSTRACT
Since the Covid-19 pandemic, Indonesian tourism has experienced a drastic decline. This decline can be seen in the number of foreign tourists visiting Indonesia. The number of foreign tourist arrivals in 2020 and 2021 is far less compared to 2019 before Covid-19 entered. As a result, the Indonesian economy also suffered. Regarding the recovery of Indonesian tourism after the pandemic has been slow down, this study aims to cluster foreign tourists visiting Indonesia based on the amount of their expenditures and length of stays using the K-means algorithm. Secondary data from National Statistics Bureau classified the origin of tourists were 86 countries. Applying k-means algorithm methods to cluster country of origin, result showed they were three clusters formed based on the attributes of visiting, i.e. length of stay in Indonesia and total amount of their expenditures. Each cluster consists of 14, 54 and 18 countries. The first cluster is characterized by countries that have high tourism spending; the second cluster is formed by countries with moderate tourism spending; and the third cluster is characterized by countries with low tourism spending. The accuracy of the three clusters in explaining the variance of tourist spending is 68.8 percent.
Keywords: clustering, Covid-19, foreign tourists, k-means algorithm.
yaitu setiap orang yang melakukan perjalanan ke negara di luar negara tempat tinggalnya dalam kurun waktu maksimal 12 bulan dengan tujuan bukan untuk bekerja; (b) wisatawan nusantara (wisnus), didefinisikan sebagai warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan di dalam wilayah teritorial Indonesia untuk kurun waktu kurang dari enam bulan dengan tujuan bukan untuk bekerja atau bersekolah; dan (c) wisatawan nasional (wisnas), warga negara Indonesia yang berwisata ke negara lain dalam kurun waktu maksimum 12 bulan (Badan Pusat Statistik (BPS), 2019).
Sebagai salah satu fondasi pembangunan nasional, pariwisata Indonesia berperan penting dalam mendorong perekonomian nasional. Pada Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2019, tercatat kontribusi sektor pariwisata pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 280
triliun, sekitar 5,5 persen dari PDB nasional. Sayangnya, peran sektor pariwisata mengalami kemunduran sejak Indonesia mulai terdampak pandemi COVID-19. Kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020, 10 hari sebelum Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai kasus pendemik (Meriani et al., 2022; Susilo et al., 2020). Pada akhir tahun 2019, total kunjungan wisman ke Indonesia tercatat mencapai 16,1 juta
wisatawan, meningkat dari jumlah kunjungan pada tahun 2018 sebesar 15,8 juta. COVID-19 menyebabkan Indonesia serta negara-negara sumber utama wisatawan dan tujuan berwisata menutup perbatasan negara masing-masing, dan berdampak pada jatuhnya jumlah kunjungan wisman pada tahun 2020 yang tercatat hanya sekitar 4 juta orang. Gambar 1 menunjukkan perkembangan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada periode tahun 2000 – 2021.

Gambar 1. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisman, Tahun 2000 – 2021 Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2022)
Gambar 1 menunjukkan, pada periode tahun 2019 – 2021, kunjungan wisman ke Indonesia ‘terjun bebas’ hingga tercapai laju pertumbuhan negatif tertinggi dalam sejarah kepariwisataan Indonesia. Pada periode tahun 2019 – 2020 laju pertumbuhan kunjungan tercatat -74,4 persen, lebih rendah dibandingkan laju yang tercatat saat peristiwa bom Bali I yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 yang berdampak pada turunnya jumlah kunjungan wisman di tahun berikutnya.
Sebagai salah satu fondasi perekonomian nasional, menurunnya kunjungan wisman juga dirasakan di berbagai daerah, khususnya yang menitikberatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan daerah. Sebagai misal, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali tercatat negatif sebesar -9,33 persen, penurunan terdalam dibandingkan dengan penurunan yang dialami oleh 33 provinsi lain di Indonesia (BPS Provinsi Bali, 2022).
Seiring berkurangnya dampak dari pandemi COVID-19, triwulan II tahun 2022 merupakan titik awal dari pemulihan kunjungan wisman ke berbagai destinasi di Indonesia. Sebagai sentra pariwisata Indonesia, jumlah kunjungan wisman
ke Bali pada April 2022 tercatat 58335 orang, meningkat hampir 400 persen dari kunjungan pada Maret 2022 sejumlah 14620 orang (BPS Provinsi Bali, 2022). Pemulihan kepariwisataan Indonesia seyogyanya diikuti dengan tindakan penguatan destinasi, meningkatkan mutu industri, mengefektifkan promosi, dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pariwisata.
Salah satu tindakan untuk meningkatkan efektivitas promosi kepariwisataan Indonesia adalah dengan melakukan segmentasi yang tepat (segmenting) dari pasar wisatawan mancanegara yang berkunjung. Segmentasi pasar wisman di Indonesia, pada ranah Statistika, dapat dilakukan dengan melakukan klasterisasi wisman menurut sejumlah karakteristik atau atribut penciri dari wisman. Hingga saat ini aplikasi analisis klaster pada kepariwisataan Indonesia lebih ditujukan pada perspektif penawaran wisata.
Savitri et al. (2021) menerapkan teknik K-means clustering untuk mengklasterisasi 42 objek wisata di Kabupaten Kulon Progo yang diduga akan berkembang seiring dibangunnya Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di kabupaten ini. Penelitian Savitri et al.
menunjukkan terdapat tiga klaster objek wisata, yaitu: (a) klaster jumlah pengunjung rendah beranggotakan 20 objek; (b) klaster jumlah pengunjung sedang beranggotakan 15 objek; dan (c) klaster jumlah pengunjung tinggi sebanyak dua objek, yaitu Banjaroyo dan Pantai Glagah.
Riset yang dilakukan Iswandhani & Muhajir (2018) yang ditujukan untuk mengklasterisasi 126 destinasi Yogyakarta menghasilkan terdapat tiga klaster, masing-masing beranggotakan 52, 9, dan 60 destinasi yang diteliti. Atribut destinasi yang digunakan melakukan klasterisasi adalah kepopuleran destinasi di media sosial instagram dengan teknik diaplikasikan K-means clustering. Riset yang dilakukan Iswandhani & Muhajir juga mengidentifikasi 10 destinasi dengan tingkat kepopuleran tertinggi, dua diantaranya, Candi Sewu dan Candi Prambanan, tergolong sebagai anggota dari klaster kepopuleran tinggi.
Salah satu riset sebelumnya yang ditujukan mengelompokkan wisatawan yang berkunjung ke Manado di Provinsi Sulawesi Utara oleh Koyongian et al. (2021). Menggunakan analisis klaster, karakteristik demografi dan psikografi dari wisman digunakan Koyongian et al. dalam mengidentifikasi empat klaster yang disebutnya sebagai like-everything tourist, future optimistic adventurer, food lover adventurer, dan socializer adventurer. Analisis karakteristik demografi wisman menunjukkan tidak terdapat bukti bahwa gender, umur, jenis pekerjaan, dan jumlah kunjungan ke Manado sebagai penyebab dari perbedaan antarklaster. Perbedaan disebabkan oleh karakteristik psikografi, meliputi aktivitas dan minat berkunjung serta opini wisman pada kemenarikan Kota Manado sebagai destinasi wisata.
Memperhatikan terbatasnya publikasi yang diarahkan untuk melakukan segmentasi wisman, artikel ini ditujukan melengkapi keterbatasan tersebut dengan melakukan segmentasi dari pasar wisatawan melalui klasterisasi wisman yang berkunjung ke Indonesia. Sebagai teknik analisis peubah ganda (Hair et al., 2019), analisis klaster (cluster analysis) merupakan jenis analisis yang ditujukan memberikan informasi tambahan dari matriks data Xn×p dengan n menyatakan jumlah observasi dan p jumlah atribut. Informasi yang diinginkan adalah melakukan penyekatan n objek ke dalam k kelompok (klaster) menurut p atribut. Kriteria penyekatan adalah memaksimumkan kemiripan ni objek pada klaster ke-i; i = 1, ..., k dan memaksimumkan ketakmiripan objek-objek pada klaster ke-i dengan klaster ke-j; i. ≠ j (Li &
Wu, 2012). Menyitir Kencana (2020), klasterisasi diarahkan untuk membentuk k grup (k «< n) sehingga keragaman intragrup (within group) minimum; dan keragaman antargrup, disebut separasi eksternal, maksimum. Seperti teknik analisis kuantitatif lain yang tidak pernah sempurna, kelemahan analisis klaster terletak pada tidak adanya teknik untuk memvalidasi relevansi dari atribut yang digunakan untuk membentuk klaster (Kencana & Darmayanti, 2022, p. 56).
Menyitir Izenman (2008) dan Hair et al. (2019), terdapat 2 teknik klasterisasi yaitu (a) tak berhirarki, dan (b) berhirarki. Teknik klaster K-means clustering adalah teknik klasterisasi tak berhirarki, dan tergolong teknik klasterisasi yang masif diaplikasikan mengingat kesederhanaan algoritmanya. Kassambara (2017) menyatakan tahapan pembentukan klaster pada K-means clustering sebagai berikut:
-
1. Menentukan jumlah klaster k yang diinginkan dengan alasan-alasan yang rasional;
-
2. Memilih k observasi secara acak sebagai pengawalan dari pusat klaster (centroid), juga nilai pusat klaster (Han & Kamber, 2011);
-
3. Mendistribusikan (n — k') observasi tersisa ke centroid terdekat menurut jarak observasi ke centroid;
-
4. Meng-update centroid dengan menghitung nilai rataan klaster yang baru. Rataan baru dihitung menggunakan Vx ∈ kj;j = 1, — ,k. x merupakan observasi anggota dari kj;
-
5. Mengiterasi (2) hingga (4) hingga jumlah kuadrat intraklaster (within sum square/WSS) minimum atau jumlah iterasi maksimum telah tercapai.
Dalam menentukan k pada tahap (1), meski ditetapkan a priori melalui sejumlah alasan rasional, terdapat 3 metode yang biasa digunakan sebagai indikator dari jumlah klaster yang layak dibentuk. Ketiga metode ini adalah (a) membuat plot antara jumlah klaster pada sumbu horizontal dengan total WSS pada sumbu vertikal; (b) plot antara jumlah klaster pada sumbu horizontal dengan nilai rataan lebar siluet (Rousseeuw, 1986) pada sumbu vertikal; dan (c) menghitung statistik Gap (Tibshirani et al., 2001).
-
2. METODE PENELITIAN
-
2.1 Sumber Data dan Variabel Penelitian
-
Data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari publikasi Statistik Pengeluaran Wisatawan Mancanegara 2019 (BPS Indonesia, 2020), dan variabel yang digunakan melakukan klasterisasi wisatawan mancanegara ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel Penelitian
No |
Kode |
Deskripsi Ringkas |
Satuan |
Skala |
1 |
ORG |
Negara asal |
- |
Nominal |
2 |
ACC |
Akomodasi |
US$ |
Rasio |
3 |
FnB |
Makan dan minum |
US$ |
Rasio |
4 |
TRA |
Transportasi lokal |
US$ |
Rasio |
5 |
TOU |
Paket wisata lokal |
US$ |
Rasio |
6 |
OTH |
Belanja lain |
US$ |
Rasio |
7 |
LoS |
Lama tinggal di Indonesia |
Hari |
Rasio |
-
2.2 Tahapan Kegiatan dan Analisis Data
Pembentukan klaster wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2019 menurut karakteristiknya seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dilakukan melalui sejumlah tahapan berikut:
-
1. Menghitung matriks jarak antarnegara asal
wisman (D86X86). Matriks jarak dihitung dari
matriks data asal pada Tabel 1, X86x7, dengan jumlah observasi 86 negara. Jarak antardua negara asal, Pi dan P2 pada ruang R6 dihitung menggunakan Jarak Euclid menurut pers. (1).
dP1,P2
=j∑1^-^ρ^
(1)
-
2. Menduga jumlah klaster awal k = 3 sebagai representasi klaster dengan pengeluaran tinggi; klaster dengan pengeluaran menengah; dan klaster dengan pengeluaran rendah;
-
3. Memvalidasi k = 3 dengan membuat elbow plot dan menghitung nilai siluet s(i) amatan ke-i (Rousseeuw, 1986) serta menghitung nilai statistik Gap Gn(k) (Tibshirani et al., 2001). Bila terindikasi ada ketaksesuaian antara k dengan hasil validasi, jumlah klaster akhir ditentukan dengan mencermati hasil validasi;
-
4. Memeriksa dan menginterpretasikan klaster yang terbentuk.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1 Korelasi Antarpasangan Atribut
-
Seperti ditunjukkan pada Tabel 1, terdapat 6 atribut yang digunakan mengklasterisasi wisman menurut karakteristik kunjungannya. Scatter plot antarpasangan atribut diperlihatkan Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Antaratribut Karakteristik Kunjungan Wisman
Gambar 2 memperlihatkan, kecuali dengan atribut TRA dan LoS, antarpasangan atribut lain terlihat memiliki korelasi positif yang bermakna. Pemeriksaan nilai koefisien korelasi Pearson (ρ) antaratribut menunjukkan ρ berkisar antara -0,02 hingga 0,82 seperti diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks Korelasi Antarpasangan Atribut
ACC |
FnB |
TRA |
OTH |
TOU |
LoS | |
ACC |
1,00 |
0,82 |
0,64 |
0,64 |
0,28 |
0,02 |
FnB |
0,82 |
1,00 |
0,71 |
0,54 |
0,34 |
0,24 |
TRA |
0,64 |
0,71 |
1,00 |
0,56 |
0,38 |
0,18 |
OTH |
0,64 |
0,54 |
0,56 |
1,00 |
0,19 |
-0,08 |
TOU |
0,28 |
0,34 |
0,38 |
0,19 |
1,00 |
-0,02 |
LoS |
0,02 |
0,24 |
0,18 |
-0,08 |
-0,02 |
1,00 |
Sumber: data primer (2023), dianalisis.
Menurut Hinkle et al. (2003) yang menyatakan | ρ | < 0,30 sebagai korelasi tak bermakna; maka hubungan antara LoS dengan lima atribut lain merupakan hubungan-hubungan yang tak bermakna; TOU dengan ACC dan OTH memiliki koefisien korelasi tak bermakna; dan korelasi antarpasangan lain adalah rendah, moderat, atau korelasi tinggi yang teramati pada pACC;FnB dan PFnB;TRA. Pemahaman mengenai struktur matriks korelasi antarpasangan atribut yang digunakan sangat membantu dalam memahami klaster yang terbentuk.
-
3.2 Pemeriksaan Jumlah Klaster Awal
Pemeriksaan kesesuaian jumlah klaster awal k = 3 dilakukan dengan membuat elbow plot, plot siluet, dan statistik Gap. Elbow plot memetakan jumlah klaster yang diduga dengan nilai total kuadrat intra klaster (total within sum-squares atau Total WSS), dan dihitung menggunakan pers. (2).
k nk
Total WSS = ∑ ∑ (xij - Xi) (2)
i=ι j=i
Jumlah klaster yang dianggap layak adalah saat plot mulai ‘melandai’.
Identifikasi jumlah klaster yang dianggap layak menggunakan plot siluet dilakukan dengan memetakan jumlah klaster dengan nilai siluet s(i) dihitung dengan pers. (3) (Reddy & Vinzamuri, 2014).
y N bI-O-I
i=1 max(ai,bi)
S(1) =-----N-----
(3)
Pada pers. (3) ai dan bi masing-masing menyatakan nilai rataan jarak observasi ke-i ke seluruh amatan dalam klaster yang sama, dan bi menyatakan nilai rataan jarak observasi ke-i ke seluruh amatan yang tergabung pada klaster yang lain. Pada metode siluet, jumlah klaster yang dianggap layak adalah saat nilai s(i) maksimum.
Metode ketiga yang digunakan memvalidasi k = 3 adalah membuat plot jumlah klaster dengan statistik Gap, dan dihitung menggunakan pers. (4) (Reddy & Vinzamuri, 2014):
1
Gap (k) = g × ∑ log(Wb(k)) - log(W(k)) (4) b
Pada pers. (4), Wb (k) menyatakan WSS pada klaster ke-k bila diasumsikan anggota klaster menyebar mengikuti distribusi seragam. Jumlah klaster yang dinilai layak adalah nilai k terkecil yang memenuhi pers. (5):
Gap (k) ≥ Gap (k + 1) - Sk+i (5)
Suku sk+1 pada pers. (5) menyatakan simpangan baku dari Wb(k). Menggunakan library factoextra (Kassambara & Mundt, 2020) pada R 4.1.2, plot dari statistik yang dihitung diperlihatkan pada Gambar 3.
Plot elbow mengindikasikan bentuk ‘siku’ mulai terbentuk saat jumlah klaster k = 4 dengan Total WSS ≈ 550 065. Plot mengindikasikan jumlah klaster lebih banyak dibandingkan dengan dugaan jumlah klaster awal. Pada plot nilai rataan siluet, rataan tertinggi dijumpai pada k = 2; lebih kecil dibandingkan jumlah dugaan awal. Meski demikian, nilai rataan siluet untuk k = 3 terhitung sebesar 0,422 – lebih kecil 4,5 persen dari nilai s(2) sebesar 0,442. Pemeriksaan statistik Gap menghasilkan Gap (k) terkecil terdapat pada jumlah klaster k = 3 sebesar 0,414. Mencermati hasil verifikasi tentang jumlah klaster yang layak dibentuk pada K-means clustering cenderung menuju jumlah klaster k = 3, maka klasterisasi karakteristik wisman ke Indonesia pada tahun 2019 dilakukan dengan menetapkan 3 klaster, dengan penciri setiap klaster akan diidentifikasi dengan menggunakan analisis komponen utama pada keenam atribut/karakteristik kunjungan wisman menurut negara asal pada Tabel 1.
-
3.3 Klasterisasi Karakteristik Wisman
Ketiga klaster yang dibentuk menggunakan fungsi kmeans pada R 4.1.2 masing-masing beranggotakan 14, 54, dan 18 negara dengan
tingkat akurasi – rasio jumlah kuadrat antarkelas dengan jumlah kudrat total, sebesar 68,8 persen. Gambar 4 memperlihatkan peta ketiga klaster dengan anggota-anggotanya.

Gambar 3. Pemeriksaan Jumlah Klaster yang Layak Dibentuk

Gambar 4. Plot Klaster Menurut Karakteristik Kunjungan Wisman
Plot 2 dimensi pada Gambar 4 memetakan skor faktor masing-masing negara asal wisman dengan sumbu horizontal merupakan komponen
utama (KU) I dan sumbu vertikal merupakan KU II. Kedua komponen utama menjelaskan variansi total atribut yang digunakan pada klasterisasi,
masing-masing 52,6 persen dan 17,9 persen, dan total variansi terjelaskan sebesar 70,5 persen. Plot menunjukkan terjadi overlapping pada klaster, mengindikasikan separasi antarklaster belum optimal. Hasil analisis untuk k = 3 diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Centroid dan WSS dari Klaster Terbentuk
Klaster I |
Klaster II |
Klaster III | |
ACC |
675,454 |
477,493 |
277,449 |
FnB |
322,338 |
268,696 |
157,112 |
TRA |
184,697 |
172,902 |
109,906 |
OTH |
227,136 |
183,176 |
135,546 |
TOU |
23,831 |
21,983 |
14,502 |
LoS |
11,544 |
12,880 |
9,682 |
Anggota |
14 |
54 |
18 |
WSS |
148013 |
370275 |
225193 |
Sumber: data primer (2023), dianalisis.
Hasil telaah Tabel 3 memberikan gambaran Klaster I merupakan klaster yang beranggotakan negara-negara dengan belanja wisata tertinggi; Klaster II beranggotakan negara-negara dengan belanja wisata moderat; dan Klaster III adalah klaster beranggotakan negara-negara dengan belanja wisata rendah.
-
3.4 Interpretasi Klaster
Pada Klaster I, klaster yang beranggotakan negara asal wisman dengan lima atribut pertama pada Tabel 3 memiliki rataan nilai tertinggi. Total jumlah intraklaster (WSS) pada klaster sebesar 148013. Sepuluh besar negara asal wisman yang tergabung ke dalam Klaster I menurut total belanja ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sepuluh Besar Negara Asal pada Klaster I | |||
Kode |
Negara Asal |
Total Belanja* |
LoS |
BHR |
Bahrain |
1697,57 |
11,04 |
ARE |
Uni Emirat Arab |
1631,39 |
9,05 |
KWT |
Kuwait |
1520,78 |
10,23 |
ROU |
Rumania |
1489,03 |
11,98 |
SAU |
Arab Saudi |
1443,56 |
13,17 |
LTU |
Lituania |
1440,43 |
15,42 |
LBN |
Lebanon |
1441,52 |
10,35 |
JOR |
Yordania |
1439,23 |
11,13 |
ECU |
Ekuador |
1397,09 |
11,67 |
QAT |
Qatar |
1340,50 |
8,08 |
* Total Belanja = ACC + FnB + TRA + OTH + TOU Sumber: data primer (2023), dianalisis.
Tabel 4 menunjukkan tujuh dari 10 negara merupakan kelompok negara yang berlokasi di Jazirah Arab. Tiga negara lain berada di kawasan Eropa (Lituania dan Rumania) serta Ekuador berada di kawasan Amerika Latin. Negara asal wisman dengan LoS tertinggi berturut-turut Lituania, Arab Saudi, dan Rumania.
Klaster II yang beranggotakan negara asal wisman dengan belanja wisata moderat memiliki WSS sebesar 370275, dengan 10 besar negara asal wisman pada klaster ini ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sepuluh Besar Negara Asal pada Klaster II
Kode |
Negara Asal |
Total Belanja* |
LoS |
IRQ |
Irak |
1318,58 |
18,55 |
TUN |
Tunisia |
1314,86 |
10,55 |
NPL |
Nepal |
1295,32 |
6,30 |
BEL |
Belgia |
1266,26 |
14,91 |
NLD |
Belanda |
1258,60 |
18,03 |
IRL |
Irlandia |
1258,09 |
11,07 |
AUS |
Australia |
1252,94 |
9,43 |
BGR |
Bulgaria |
1234,41 |
14,14 |
ESP |
Spanyol |
1233,53 |
13,72 |
NZL |
Selandia Baru |
1233,22 |
10,13 |
* Total Belanja = ACC + FnB + TRA + OTH + TOU Sumber: data primer (2023), dianalisis.
Klaster II memperlihatkan Australia sebagai negara asal wisman yang rutin mengunjungi Indonesia memiliki LoS 9,43 hari. Temuan yang menarik adalah posisi Irak di peringkat pertama dari total belanja dan LoS-nya. Sebagai salah satu negara di Asia Tengah yang masih belum pulih sepenuhnya dari dampak perang, posisi Irak di peringkat pertama memerlukan kajian lanjutan. Empat negara lain yang menjadi fokus pemasaran wisata Indonesia – Rusia, Tiongkok, India, dan Korea Selatan bergabung ke dalam klaster ini.
Klaster III, 10 besar negara asal wisman dengan total belanja wisata rendah diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sepuluh Besar Negara Asal pada Klaster III | |||
Kode |
Negara Asal |
Total Belanja* |
LoS |
BGD |
Bangladesh |
909,95 |
5,97 |
UZB |
Uzbekistan |
880,51 |
13,53 |
TWN |
Taiwan |
883,40 |
7,56 |
JPN |
Jepang |
836,43 |
6,94 |
ARG |
Argentina |
814,95 |
15,90 |
URY |
Uruguay |
783,94 |
13,53 |
KEN |
Kenya |
779,95 |
9,77 |
THA |
Thailand |
777,14 |
7,89 |
LKA |
Sri Lanka |
777,27 |
7,12 |
GHA |
Ghana |
770,10 |
13,68 |
* Total Belanja = ACC + FnB + TRA + OTH + TOU Sumber: data primer (2023), dianalisis.
Menggunakan data kunjungan wisman tahun 2019, Tabel 6 memperlihatkan Jepang sebagai negara asal wisman yang banyak berkontribusi pada kepariwisataan Indonesia berada di Klaster III. Hal ini diduga tidak terlepas dari menurunnya jumlah kunjungan wisman Jepang dari 573130 pada tahun 2017 menjadi 519623 orang pada tahun 2019 (BPS Indonesia, 2021). Wisman dari negara ASEAN seperti Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia teramati juga merupakan anggota pada Klaster III.
-
4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
-
4.1 Simpulan
-
Terkait klasterisasi karakteristik kunjungan wisman ke Indonesia pada tahun 2019 ke dalam tiga klaster, artikel ini menyimpulkan tiga hal berikut:
-
1. Klaster I yang dicirikan belanja wisata dan lama menginap (LoS) tertinggi beranggotakan 14 negara, yang didominasi oleh wisman yang berasal dari negara-negara di Jazirah Arab;
-
2. Klaster II yang dicirikan belanja wisata dan LoS moderat beranggotakan 54 negara-negara Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika yang selama ini menjadi tujuan promosi pariwisata;
-
3. Klaster III dengan penciri belanja wisata dan LoS terkecil beranggotakan 18 negara di mana negara anggota ASEAN berada pada klaster ini.
-
4.2 Rekomendasi
Untuk meningkatkan kualitas klaster dan interpretasi yang diperoleh pada penelitian ini, riset selanjutnya disarankan untuk:
-
1. Mengelaborasi kemungkinan jumlah klaster yang dibentuk tidak hanya 3 klaster. Mencermati plot elbow yang juga melandai untuk k = 4 atau k = 5; maka kedua nilai k layak untuk diperiksa;
-
2. Melakukan eksplorasi matriks data dengan menekankan pada pemeriksaan pencilan pada karakteristik wisman. Negara asal wisman yang tergolong pencilan, khususnya pencilan bawah, disarankan untuk dieliminasi sebelum dilakukan klasterisasi;
-
3. Mengelaborasi teknik klasterisasi yang lain, misalnya K-medoids atau kelas klasterisasi berhirarki seperti klasterisasi aglomeratif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAR) 2017.
BPS Indonesia. (2020). Statistik Pengeluaran Wisatawan Mancanegara 2019. BPS
Indonesia.
BPS Indonesia. (2021). Statistik Indonesia 2020. In Statistik Indonesia 2020. BPS Indonesia.
BPS Provinsi Bali. (2022). Provinsi Bali Dalam Angka 2022 (Issue December).
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., &
Anderson, R. E. (2019). Multivariate Data Analysis (Eighth ed). Cengage Learning.
Han, J., & Kamber, M. (2011). Data Mining: Concepts and Techniques (2nd ed.). Morgan Kaufmann Publishers.
Hinkle, D. E., Wiersma, W., & Jurs, S. G. (2003). Applied Statistics for the Behavioral Sciences (Fifth Ed.). Houghton Mifflin.
Iswandhani, N., & Muhajir, M. (2018). K-means cluster analysis of tourist destination in special region of Yogyakarta using spatial approach and social network analysis (a case study: Post of @explorejogja instagram account in 2016). Journal of Physics: Conference Series, 974(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/974/1/012033
Izenman, A. J. (2008). Modern Multivariate Statistical Techniques: Regression,
Classification, and Manifold Learning (G. Casella, S. Fienberg, & I. Olkin (eds.)). Springer Science+Business Media, LLC.
Kassambara, A. (2017). Practical Guide To Cluster Analysis in R: Unsupervised Machine Learning. Journal of
Computational and Graphical Statistics.
Kassambara, A., & Mundt, F. (2020). factoextra: Extract and Visualize the Results of Multivariate Data Analyses (R package version 1.0.7).
Kencana, E. N. (2020). Sains Data dengan R: Klasterisasi Menggunakan K-Means Clustering (Issue May).
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.
29495.34721
Kencana, E. N., & Darmayanti, T. (2022).
Pengantar Sains Data: Analisis Statistika pada Data Besar dengan R (K. Dharmawan (ed.); Pertama). In Press.
Koyongian, Y., Katuuk, D. A., Rotty, V. N. J., & Lengkong, J. S. J. (2021). Segmentasi Wisatawan Asing Sulawesi Utara: Analisis pada Faktor Demografis dan Lifestyle Typology. Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan, 10(1), 71–78.
https://doi.org/10.24036/jbmp.v10i1.11213 0
Li, Y., & Wu, H. (2012). A Clustering Method Based on K-Means Algorithm. Physics Procedia, 25, 1104–1109.
https://doi.org/10.1016/j.phpro.2012.03.206
Meriani, I. K., Sukarsa, K. G., Jayanegara, K., & Kencana, E. N. (2022). Faktor Kepatuhan Masyarakat Kota Denpasar pada Protokol Kesehatan COVID-19. E-Jurnal
Matematika, 11(November), 268–277.
24843/MTK.2022.v11.i04.p391
Reddy, C., & Vinzamuri, B. (2014). A Survey of Partitional and Hierarchical Clustering Algorithms. In C. Aggarwal & C. K. Reddy (Eds.), Data Clustering: Algorithms and Applications. CRC Press.
RI. (2009). Undang-undang Nomor 10 Tahun.
Rousseeuw, P. J. (1986). Silhouettes: a graphical aid to the interpretation and validation of cluster analysis. Journal of Computational
and Applied Mathematics, 20, 53–65.
Savitri, N., Pranata, R., Clara, A. N. M., & Rahajeng, O. S. (2021). Pengelompokan Kunjungan Wisata Kabupaten Kulon Progo Tahun 2019 Menggunakan K-Means Clustering. Jurnal Sistem Informasi, Teknologi Informasi Dan Komputer, 12(1), 38–45. https://jurnal.umj.ac.id/
index.php/just-it/index
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L. K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan, C., & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45–67.
https://doi.org/10.25104/transla.v22i2.1682
Tibshirani, R., Walther, G., & Hastie, T. (2001). Estimating the number of data clusters via the gap statistic. In Journal of the Royal Statistical Society: Series B (Vol. 63, Issue Part 2, pp. 411–423).
148
Discussion and feedback