FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI PROVINSI JAWA BARAT
on
E-Jurnal Matematika Vol. 9(3), Agustus 2020, pp. 165-170
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2020.v09.i03.p294
ISSN: 2303-1751
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI PROVINSI JAWA BARAT
Ni Kadek Ariska Dewi1§, I Komang Gde Sukarsa2, I Gusti Ayu Made Srinadi3
1Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: ariskadewi31@yahoo.co.id] 2Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: gedesukarsa@unud.ac.id] 3Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: srinadi@unud.ac.id]
§Corresponding Author
ABSTRACT
The highest number of tuberculosis sufferers in Indonesia is in West Java Province. The spread of TB disease depends on a variety of different factors in each region. Due to differences in geographical conditions between regions in West Java, the differences between one variable and different variables give different responses at different locations in each study area. This is called spatial heterogeneity. The method that can be used to overcome the problem of spatial heterogeneity is the Weighted Geographic Regression (GWR) method. The best model of this research is the GWR model using the bisquare adaptive kernel weighting function. The resulting coefficient of determination is 93.79%. Significant variables are the number of households having clean and healthy life behavior (PHBS), the number of male residents, and the number of houses not meeting health requirements.
Keywords: Tuberculosis (TB), Geographically Weighted Regression (GWR), Kernel Adaptive
Bisquare
angka pravalensi TB 0.7% (rata-rata nasional 0.4%) (Yanti, 2016).
Penyebaran penyakit TBC dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda di setiap daerahnya. Karena perbedaan kondisi geografis antarwilayah di Jawa Barat menyebabkan terjadinya suatu keadaan dimana satu variabel bebas yang sama memberikan respon yang tidak sama pada lokasi yang berbeda dalam suatu wilayah penelitian. Hal ini disebut dengan heterogenitas spasial.
Salah satu metode penduga faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat adalah Geographically Weighted Regression (GWR) mengingat adanya heterogenitas spasial. GWR menghasilkan taksiran parameter dari model yang bersifat lokal setiap titik atau lokasi pengamatan, sehingga model yang dihasilkan akan berbeda (Fotheringham, et al., 2002)
Dalam kasus ini berarti pada suatu wilayah yang memiliki perbedaan kondisi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya yang ditinjau dari segi geografis, sosial-budaya maupun hal
lainnya (Munikah, et al., 2014). Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin menelaah mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat dengan memperhatikan faktor wilayah pada kasus tersebut. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk membentuk model penyebaran penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat adalah metode GWR. Metode ini meliputi faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dengan memerhatikan bahwa model hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas adalah linier.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2016. Data mengenai penyebaran penyakit TBC tahun 2016 di Provinisi Jawa Barat terdapat pada Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut berupa data masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel terikat ( K) dan Variabel bebas (X).
Tabel 1. Variabel Penelitian
Kode |
Variabel |
Definisi |
Skala |
Variabel Terikat: | |||
Y |
Jumlah penderita TBC |
Jumlah penderita TBC pada masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Barat. |
Rasio |
Variabel Bebas: | |||
Xl |
Rumah Tangga ber-PHBS |
Jumlah rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat pada masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Barat. |
Rasio |
X2 |
Penduduk Miskin |
Jumlah penduduk miskin pada masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Barat. |
Rasio |
X3 |
Penduduk Laki-laki |
Jumlah penduduk laki-laki pada masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Barat. |
Rasio |
X4 |
Rumah tidak memenuhi syarat kesehatan |
Jumlah rumah tidak memenuhi syarat kesehatan pada masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Barat. |
Rasio |
u |
Koordinat bujur (longitude) |
Koordinat yang dikonversikan kedalam satuan kilometer yang digunakan untuk menentukan lokasi disebelah barat atau timur. | |
V |
Koordinat lintang (latitude) |
Koordinat yang dikonversikan kedalam satuan kilometer yang digunakan untuk menentukan lokasi sebelah utara atau selatan. |
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu:
-
1. Membuat analisis deskriptif untuk melihat penyebaran penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat.
-
2. Membentuk model regresi linear
berganda.
-
3. Menganalisis model regresi linear
berganda dengan tahapan sebagai berikut:
-
a. Melakukan uji kenormalan dengan menggunakan uji Anderson Darling.
-
b. Melakukan uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF.
Hipotesis uji:
H0: tidak terdapat multikolinearitas antarvariabel bebas pada model regresi,
H1: terdapat multikolinearitas antarvariabel bebas pada model regresi.
Statistik uji:
viFk = ⅛ (1)
Jika nilai VIF > 5 maka tolak H0, yang artinya terdapat multikolinearitas antarvariabel bebas pada model regresi.
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2020.v09.i03.p294
-
c. Jika terjadi multikolinearitas maka pemilihan variabel dilakukan dengan stepwise regression.
-
d. Melakukan uji Breusch-Pagan untuk menyelidiki heterogenitas spasial pada data.
Hipotesis uji:
TT zτ2 _ λ-2 _ _ λ-2 _ λ-2
“0 : = =⋯= =
(tidak terdapat heterogenitas spasial pada data),
^l : minimal ada satu σn ≠ σ2 (terdapat heterogenitas spasial pada data).
Statistik uji:
BP = (XτX) ~1Xτf (2)
f adalah vektor berukuran n×1 yang elemennya dirumuskan sebagai berikut:
dengan,
̂2 =∑i=ι ei n
Si =∑(Y1 - ̂ .)2
ei merupakan nilai kuadrat galat, ̂2 merupakan varian galat dan X merupakan matriks berukuran n×(P+1).
Tolak H0 jika BP > Xp atau Pvalue <a(0,05) yang artinya terdapat heterogenitas spasial pada data.
-
4. Menyusun model GWR dengan
langkah sebagai berikut:
-
a. Menghitung jarak Euclid antar kabupaten ke-i dan ke-j berdasarkan lintang dan bujur.
d t j =√(Ui - Uj )2+(vi - vi )2 (3)
-
b. Menentukan nilai bandwidth optimum dengan menggunakan Cross Validation (CV).
CV=∑F=i [yi -ŷ ^i (b)] 2 (4)
-
c. Menetukan matriks pembobot dengan fungsi kernel fixed bisquare dan adaptive bisquare.
-
d. Menduga parameter model dengan menggunakan matriks pembobot yang telah diperoleh.
-
e. Melakukan uji kesesuaian model dengan uji F untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara model
regresi linear berganda dengan model GWR.
SSE (Po)
P (Afl)
r hitung = ( Pi )
(Af2 ) f. Melakukan uji
(5) signifikansi
parameter dengan uji T (Caraka & Yasin, 2017).
= k( Ui , Vi )
* hitung = ̂k(Ui,Vi ) (6)
-
5. Interpretasi hasil.
Berikut merupakan statistika deskriptif dari masing-masing variabel:
Tabel 2. Statistika Deskriptif
Variabel |
Maks. |
Min. |
Std. Deviasi |
Y |
8.444 |
365 |
1688,417 |
Xl |
519.724 |
17.615 |
123382,876 |
X2 |
522.934 |
256.770 |
72352,923 |
X2 |
2.856.530 |
89.910 |
617892,698 |
X4 |
419.426 |
163 |
119986,080 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota. Jumlah kasus terkonfirmasi penyakit TBC tertinggi di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 terdapat di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 8.444 orang atau sebesar 14,75% sedangkan yang terendah terdapat di Kota Banjar yaitu sebesar 365 orang atau sebesar 0,63%.
Dengan menggunakan bantuan software R i386 3.5.2 diperoleh model regresi linear berganda jumlah penderita penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 sebagai berikut:
̂=883,8+0,003204Xi - 0,002348X2 + 0,002287X2 - 0,003056X4
Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui sebaran residual berdistribusi normal atau tidak. Uji Anderson-Darling digunakan dalam pengujian normalitas. Dengan menggunakan software R i386 3.5.2 diperoleh perhitungan p-value sebesar 0,3196. Dengan menggunakan taraf signifikan , maka diperoleh p-value > α maka terima Hq . Dengan demikian, residual berdistribusi normal.
Nilai Variance Inflation Factor (VIF) digunakan untuk mendeterminasi adanya multikolinearitas. Berdasarkan perhitungan menggunakan software R i386 3.5.2 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Uji Multikolinearitas
Variabel bebas X1______X2_______X3______X4
Nilai VIF 1,869 1,152 2,316 1,545
Tabel 4. menunjukkan bahwa variabel X1, X2, X3 dan X4 bernilai VIF < 5. Dengan demikian, tidak ada multikolinearitas antarvariabel bebas pada model regresi.
Untuk mengetahui adanya heterogenitas spasial pada data digunakan uji Breusch-Pagan.
Tabel 4. Uji Breusch Pagan
Uji Breusch- BP DF p-value
Pagan 14,128 4 0,006896
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh p-value (0,006896) < α (0,05) yang artinya tolak H0. Dengan demikian, terdapat heterogenitas spasial pada data. Karena terdapat heterogenitas spasial pada data maka analisis regresi linear berganda kurang tepat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran penyakit TBC pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Untuk mengatasi masalah terjadinya heterogenitas spasial maka digunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR) (Fotheringham, et al., 2002).
-
3.6 Pemodelan Geographically Weighted
Regression (GWR)
Tahapan awal dalam membentuk model GWR adalah mengonversi koordinat lintang dan bujur (u, v) setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menjadi satuan kilometer (km). Koordinat lintang dan bujur untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat diperoleh dari google earth.
Tahap selanjutnya menentukan matriks pembobot dengan menggunakan fungsi kernel fixed bisquare dan adaptive bisquare. Dalam perhitungan ini diperlukan jarak euclid dan nilai bandwidth yang optimum. Nilai bandwidth didapat dengan menggunakan
metode cross validation (CV). Semakin kecil nilai CV maka nilai bandwidth semakin optimum.
Setelah matriks pembobot dengan fungsi kernel fixed bisquare dan adaptive bisquare terbentuk maka akan menghasilkan model untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Pada model GWR dengan menggunakan pembobot fixed kernel bisquare diperoleh Fhitung sebesar 0,7216 dengan Ftabeκa,dfι,df2) sebesar 2,366. Karena Fhttmg < Ftabet maka terima H0 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara model regresi linear dengan model GWR.
Selanjutnya pada model GWR dengan menggunakan pembobot adaptive bisquare diperoleh Fhitugg sebesar 2,577 dengan Ftabel (a,dfl,df2 ) sebesar 2,003. Karena Fhitung > Fabbel maka tolak H0 yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara model regresi linear dengan model GWR.
Uji signifikansi parameter model dengan selang kepercayaan α(0,05) dan derajat bebas 22 menghasilkan tbbbet sebesar 2,074. Berikut merupakan hasil pengujian signifikansi parameter model GWR di Kabupaten Bogor dengan pembobot fixed bisquare.
Tabel 5. Hasil Uji Signifikansi Parameter Kabupaten Bogor dengan pembobot Fixed Bisquare
Nilai β |
∣th i tugg| |
^tabel |
Keputusan | |
A β1 |
0,00187 |
1,844 |
2,074 |
Terima H0 |
β?. |
0,00265 |
0,898 |
2,074 |
Terima H0 |
1'3 |
0,00042 |
5,558 |
2,074 |
Tolak H0 |
β. |
0,00183 |
1,646 |
2,074 |
Terima H0 |
Tabel 5 menunjukkan variabel yang signifikan terhadap jumlah penderita TBC di Kabupaten Bogor adalah jumlah penduduk laki-laki (X3 ). Hal ini dikarenakan sebagian besar laki-laki mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat terkena penyakit TBC (Manalu, 2010).
Adapun variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, seperti tabel 6:
Tabel 6. Pengelompokkan Kabupaten/Kota
Kelompok |
Kabupaten/kota |
Variabel yang signifikan |
1 |
Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Bandung, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka,. Kab. Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Subang, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, Kab. Bandung Barat, Kab. Pangandaran, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar. | |
2 |
Kota Depok |
^l dan ¾ I |
Selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter model GWR di Kabupaten Bogor menggunakan pembobot adaptive bisquare.
Tabel 7. Hasil Uji Signifikansi Parameter Kabupaten Bogor dengan pembobot Adaptive Bisquare
Nilai ̂ |
| ^hitung | |
^tabel |
Keputusan | |
A ̂1 |
0,0010488 |
3,6319 |
2,0034 |
Tolak H0 |
A ̂2 |
0,0015751 |
1,5602 |
2,0034 |
Terima Hq |
A ̂3 |
0,00024 |
9,6771 |
2,0034 |
Tolak H0 |
A ̂4 |
0,001055 |
3,0342 |
2,0034 |
Tolak H0 |
Tabel 7 menunjukkan variabel yang signifikan terhadap jumlah penderita TBC di Kabupaten Bogor adalah jumlah rumah tangga ber-PHBS (*1), jumlah penduduk laki-laki (Xg) dan jumlah rumah tidak memenuhi syarat kesehatan ( ¾).
Adapun variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, seperti tabel berikut:
Tabel 8. Pengelompokkan Kabupaten/Kota
Kelompok |
Kabupaten/kota |
Variabel yang signifikan |
1 |
Kab. Bandung dan Kab. Indramayu |
¾ dan *4 |
2 |
Kab. Cianjur, Kab. Purwakarta dan Kota Sukabumi. |
^l dan Xg |
3 |
Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Subang, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, Kota Bogor, Kota Bekasi dan Kota Depok. |
*1 , ¾ dan ^4 |
4 |
Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Bandung Barat, Kab. Pangandaran, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar. |
*3 |
Berikut merupakan tabel perbandingan nilai R2 dari model regresi linear berganda dan model GWR dengan pembobot fixed bisquare dan adaptive bisquare.
Tabel 9. Perbandingan Nilai R2
Model |
R2 |
Regresi Linear Berganda |
85,63% |
GWR Fixed Bisquare |
87,02% |
Adaptive Bisquare |
93,79% |
Tabel 10 menunjukkan bahwa model terbaik yang dapat digunakan untuk memodelkan jumlah penderita TBC di Provinsi Jawa Barat adalah model GWR dengan pembobot adaptive bisquare karena model tersebut memiliki nilai R2 terbesar yaitu 93,79%. Model GWR dengan pembobot adaptive bisquare dapat dilihat pada tabel 4.10. Sebagai contoh Kabupaten Bandung dengan variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan diantaranya jumlah penduduk laki-laki ( ^3) dan jumlah rumah tidak memenuhi syarat kesehatan (¾). Estimasi model GWR untuk Kabupaten Bandung yaitu:
̂ Kab.Bandung = 174,7429 + 0,002066832X3 + 0,002881171X4
Interpretasi dari model diperoleh adalah jika penduduk laki-laki ( X3 ) dan rumah tidak memenuhi syarat kesehatan (X4) nilainya adalah 0 maka jumlah penderita TBC di Kabupaten Bandung sebesar 174,7429 orang, apabila penduduk laki-laki ( ^3 ) di Kabupaten Bandung meningkat sebesar satu orang, maka jumlah penderita TBC di Kabupaten Bandung meningkat sebesar 0,002066832 orang dengan variabel lainnya dianggap konstan. Selanjutnya apabila rumah tidak memenuhi syarat kesehatan ( ¾ ) di Kabupaten Bandung meningkat sebesar satu rumah, maka dapat meningkatkan jumlah penderita TBC di Kabupaten Bandung sebesar 0,002881171 orang dengan variabel lainnya dianggap konstan.
Berdasarkan perbandingan nilai R2 diperoleh model GWR yang pembobotnya adaptive bisquare lebih sesuai digunakan untuk memodelkan jumlah penderita TBC di Provinsi Jawa Barat karena memiliki nilai R2 yang lebih besar. Model tersebut mampu menjelaskan jumlah penderita TBC sebesar 93,79%. Hal ini menunjukkan bahwa GWR merupakan metode yang tepat dikarenakan terdapat heterogenitas spasial pada data.
Berdasarkan variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dengan pembobot adaptive bisquare dikelompokkan menjadi empat kelompok. Variabel yang paling banyak berpengaruh terhadap jumlah penderita TBC pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat adalah jumlah penduduk laki-laki (X3).
Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang tidak berpengaruh terhadap model yaitu jumlah penduduk miskin. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang berkaitan dengan penyebaran penyakit TBC di Provinsi Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, W., Z. & B. R., 2013. Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, p. 7.
Caraka, R. E. & Yasin, H., 2017.
Geographically Weighted Regression
(GWR). 1st ed. Yogyakarta: Mobius.
Fotheringham, A., Brunsdon, C. & Charlton, M., 2002. Geographically Weighted
Regression: The Analysis of Spatial
Varying Relationships. England: Wiley.
Manalu, H. S. P., 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, Volume 9, pp. 1340-1346.
Munikah, T., Pramoedyo, H. & Fitriana, R., 2014. Pemodelan Geographically Weighted Regression dengan Pembobot Fixed Gaussian Kernel pada Data Spasial (Studi Kasus Ketahanan Pangan di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan). Natural B, 2(3), pp. 296-302.
Suherni, N. A. D. & Maduratna, M., 2013. Analisis Pengelompokan Kecamatan di Kota Surabaya Berdasarkan Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit
Tuberkulosis. Jurnal Sains dan Seni ITS, p. 2.
Wulandari, A. A., Nurjazuli, N. & Adi, M. S., 2016. Faktor Risiko dan Potensi Penularan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14(1), pp. 7-13.
Yanti, N. L. P. E., 2016. Pengendalian Kasus Tuberkulosis Melalui Kelompok Kader Peduli TB (KKP-TB). Jurnal
Keperawatan.
170
Discussion and feedback