MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK ANAK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR
on
E-Jurnal Matematika Vol. 6 (3), Agustus 2017, pp. 176-182
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2017.v06.i03.p163
ISSN: 2303-1751
MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK ANAK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR
Maman Ahdiyat1§, Lasia Agustina2, Nurul Hikmah3
1Fakultas Tekhnik dan MIPA, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta [Email: [email protected]] 2Fakultas Tekhnik dan MIPA, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta [Email: [email protected]]
3Fakultas Tekhnik dan MIPA, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta [Email: [email protected]]
§Corresponding Author
ABSTRACT
The objective of this research is to obtain data about the model of learning that is designed specifically for children who have difficulty in studying in the State Elementary School of Inclusive Education in South Jakarta. The research is done by Research and Development method with qualitative approach with descriptive analysis Observation and documentary study). Population is State Elementary School Provider of Inclusive Education in South Jakarta with a large sample of 10 schools, with sampling technique used is random sampling. Instrument research used questionnaire. Result is: 1) There is no single school that uses a specific learning model for children with learning difficulties, 2) The learning model used still uses conventional learning model where children are treated the same as normal children (no learning difficulties).
Keywords: Learning model, inclusive education, learning difficulties
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang perlu mendapat kesempatan dan layanan dan tidak boleh adanya perlakuan diskriminatif, harus mampu menjangkau semua warga masyarakat tanpa terkecuali termasuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Menurut Kamus Media Taber (1981), kesulitan belajar (learning disability) ialah ketidakmampuan belajar yang terjadi pada anak-anak dan dimanifestasikan oleh kesulitan dalam belajar keterampilan dasar seperti menulis, membaca dan matematika. Jadi, anak berkesulitan belajar ialah anak yang karena satu dan lain hal secara signifikan menunjukkan kesulitan dalam mengikuti pendidikan pada umumnya, tidak mampu mengembangkan potensinya secara optimal, prestasi belajar yang dicapai berada di bawah potensinya sehingga mereka memerlukan perhatian dan pelayanan khusus untuk mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya. (Munawir Yusuf, 2005: 55).
Oleh karena itu pendekatan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar harus mengacu pada kecenderungan perkembangan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus, dengan Model Pembelajaran yang dirancang secara khusus.
Di Jakarta Selatan kebijakan penanganan pendidikan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus, termasuk anak yang mengalami kesulitan belajar di Sekolah Dasar Negeri telah diberlakukan di semua sekolah melalui sekolah inklusif, namun dalam kenyataannya belum semua sekolah melaksanakan, dan saat ini yang sudah melaksanakan baru di 47 Sekolah. Permasalahannya adalah: (1) Apakah pembelajaran untuk anak yang mengalami kesulitan belajar sudah mempergunakan Model Pembelajaran yang sesuai; (2) Apakah Model Pembelajran untuk anak yang mengalami kesulitan belajar sudah tersedia secara khusus.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai model pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk anak yang
mengalami kesulitan belajar pada SD Negeri penyelenggara Pendidikan Inklusif di Jakarta Selatan.
Untuk mengetahui kondisi dilapangan maka dilakukan Penelitan dengan tahapan :
Pada tahun pertama adalah menghimpun data mengenai model pembelajara yang dirancang secara khusus untuk anak yang mengalami kesulitan belajar pada SD Negeri penyelenggara Pendidikan Inklusif di Jakarta Selatan. Adapun target penelitian pada tahun pertama adalah terhimpunnya data tentang model pembelajara yang dirancang secara khusus untuk anak yang mengalami kesulitan belajar pada SD Negeri penyelenggara Pendidikan Inklusif di Jakarta Selatan.
Pada tahun kedua membuat Rancangan Model pembelajaran untuk layanan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajarekolah Dasar.
-
2. LANDASAN TEORI
Model Pembelajaran Pendidikan Inklusif
a. Hakikat Model Pembelajaran
Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman, (Suprijono, 2011: 2). Djamarah dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar, menyatakan: “Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan” (Djamarah, 2006: 10).
Sedangkan yang dimaksud pembelajaran secara sederhananya adalah produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Kompleksnya yang dikatakan pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya
(interaksi siswa terhadap sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2013;17). Menurut Rusman (2013;1) pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang masing-masing harus diperhatikan oleh guru dalam memilih atau menentukan model-model pembelajaran.
Menurut Joyce (1992) dalam Trianto (2013;22) diungkap mengenai Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran, termasuk di dalamnya buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Menurut Soekamto, dkk. (dikutip dalam Trianto, 2013: 22) bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungis sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Pendapat Arends (1997) dalam Trianto (2013:22) dinyatakan bahwa istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif).
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O'Neil, 1994). Pendidikan inklusif mengandung arti bahwa sekolah perlu mengakomodasi pendidikan semua anak- dengan tidak menghiraukan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa dan kondisi-kondisi lainnya (UNESCO, 2004). Sehingga anak-anak normal, anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki latar belakang bahasa, etnik minoritas dan dari kondisi yang kurang beruntung lainnya perlu mendapatkan akses terhadap pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan realisasi dari komitmen yang berkaitan dengan education for all seperti yang dicanangkan oleh UNESCO di Jomtien, Thailand pada tahun 1990.
Pendidikan inklusif bertujuan: (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik (Pasal 2 Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif). Adapun sekolah inklusif adalah sekolah pelaksana pendidikan inklusif, yaitu sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan reguler dalam satu sistem persekolahan untuk mengakomodasikan kebutuhan khusus setiap peserta didik (Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Jakarta Selatan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, 2010;3). Sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980).
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977 yang dikenal dengan Public Law (PL) 94-142, yang hampir identik dengan definisi yang dikemukakan oleh The National Advisory Committee on Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi tersebut dikutip oleh Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1991: 14) bahwa kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut bisa dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan. Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika (Abdurahman, 2012: 2). Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung (Hammill, et al., 1981: 336).
Penelitian Relevan
Hasil Penelitian yang relevan telah dilaksanakan oleh Wiwik Sustiwi Riani pada Tahun 2007. Dengan judul “Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul“ menyimpulkan bahwa: (1) Kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa kelas V SD di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Gunungkidul pada pokok bahasan bilangan bulat pada perkalian bilangan bulat positif, pembulatan ke ribuan terdekat, pembagian bilangan bulat positif, konsep luas persegi dan bentuk kuadrat, dan pengurangan bilangan bulat dengan bilat bulat positif, dan materi yang belum dikuasai oleh siswa adalah materi tentang pengurangan bilangan bulat dengan bilangan negatif, menentukan KPK dan FPB, menentukan bentuk kuadrat dari bilangan bulat positif, menentukan akar kuadrat dari bilangan bulat positif. ateri yang sudah dikuasai siswa yaitu dengan frekuensi relatif sebesar lebih dari 60% adalah pada materi penjumlahan bilangan bulat dengan frekuensi relatif sebesar 90,78%. Kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa adalah menentukan FPB dengan frekuensi relatif 54,85%, menyelesaikan soal cerita dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan KPK dengan frekuensi relatif sebesar 42,23%, pada penentuan letak suatu titik pada garis bilangan yaitu dengan frekuensi relatif sebesar 36,41%, dengan kata lain penggunaan garis bilangan bulat belum dipahami.cxi; (2) Kesulitan yang menjadi penyebab atau sumber terjadinya kesalahan siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika adalah kesulitan dalam mema hami dan menggunakan lambang, menggunakan proses yang tepat, menggunakan bahasa, menguasai fakta dan konsep prasyarat, menerapkan aturan yang relevan, mengerjakan soal tidak teliti, memahami konsep, perhitungan atau komputasi, mengingat, memahami maksud soal, mengambil keputusan, memahami gambar, dan mengaitkan konsep dan mengaitkan fakta. Aspek kognitif sebagai acuannya, kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa adalah pada C4 yaitu menampilkan pemahaman tentang gagasangagasan serta konsep-konsep matematika. Dengan rata-rata kesalahan adalah 47,36; (3) untuk mengatasi kesulitan dalam memahami konsep bilangan bulat dan operasi hitungnya, dalam pembelajaran yang dilaksanakan masih diperlukan sesuatu yang menjembataninya diantaranya adalah dengan menggunakan alat peraga maupun dengan pembelajaran secara kontekstual.
Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Ni Nym. Yuni Darjiani, I Gd. Meter, I Gst Agung Oka Negara pada tahun 2015 dengan judul “Analisis Kesulitan-kesulitan belajar Matematika siswa kelas V dalam implementasi kurikulum 2013 di SD Piloting se Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2014/2015, menyimpulkan bahwa kesulitan belajar matematika siswa kelas V di SD Piloting Kurikulum 2013 masih tinggi. hal ini terlihat dari masih tingginya kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam penyelesaian soal. Rata-rata siswa yang melakukan kesalahan dalam pengerjaan soal adalah 49,25 persen, dengan jenis kesalahan tertinggi adalah kesalahan dalam keterampilan berhitung sebesar 14,23 persen, kesalahan dalam aspek konsep rata-rata 8,65persen, kesalahan dalam aspek pemecahan masalah rata-rata 7,26 persen, kesalahan dalam 2 aspek sekaligus yakni konsep dan keterampilan berhitung rata-rata 4,93 persen, kesalahan dalam aspek konsep dan pemecahan masalah sekaligus rata-rata 0,90 persen, kesalahan dalam aspek keterampilan berhitung dan pemecahan masalah rata-rata 4,70 persen, dan kesalahan dalam tiga aspek sekaligus yakni aspek penguasaan konsep,keterampilan berhitung dan pemecahan masalah rata-rata 8,37 persen.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas V di SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kabupaten Gianyar meliputi faktor intern yaitu minat dan motivasi, dan faktor ekstern yaitu faktor guru, faktor lingkungan sosial dan faktor kurikulum.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraini Dhian K pada tahun 2016 dengan judul Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Sosrowijayan Kota Yogyakarta, menyimpulkan bahwa: (1) Tingkat kesulitan belajar siswa kelas V SD Negeri Sosrowijayan berada pada kategori sedang. Tingkat kesulitan belajar yang sedang berarti siswa tersebut hanya mengalami kesulitan pada materi-materi tertentu dan dapat diatasi dengan pendalaman pada materi-materi tersebut; (2) Bidang studi yang sulit dipelajari oleh siswa adalah bidang studi matematika; (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar
siswa kelas V SD Negeri Sosrowijayan adalah:
-
a. Faktor internal: 1) Motivasi belajar. Motivasi belajar siswa masih berupa motivasi belajar ektrinsik yang berasal dari rasa takut mereka akan amarah atau hukuman dari guru dan takut mendapat nilai yang rendah; 2) Kebiasaan belajar. Siswa sering belajar sembari menonton televisi atau mendengarkan musik. Siswa lebih mudah memahami materi dengan melakukan kegiatan sedangkan guru sering menerangkan dengan cara ceramah; 3) Sikap dalam belajar. Aspek kognitif siswa dalam belajar belum baik. Hal tesebut ditunjukkan oleh siswa sering tidak dapat mengerjakan tugas dengan tepat dan menjawab pertanyaan dengan benar. Aspek afektif dalam sikap ditunjukkan saat pembelajaran. Mereka mudah merasa bosan dan kurang menghargai proses pembelajaran yang berlangsung. Maka mereka memilih untuk ngobrol, bermain, dan mengganggu teman yang lain; 4) Minat belajar. Minat belajar keempat siswa tersebut yang masih rendah menyebabkan prestasi belajar mereka rendah juga. Minat siswa Hg hanya pada bidang olahraga saja sehingga ia tidak tertarik materi pelajaran kurang sesuai.Siswa memiliki bakat diluar bidang akademik.
-
b. Faktor eksternal:1) Lingkungan keluarga. Penciptaan suasana belajar dalam keluarga kurang kondusif sehingga tidak mendukung keberhasilan belajar anak.Pendampingan belajar dari orang tua dalam mengatasi materi yang sulit mereka pahami juga kurang terlihat.Pola asuh orang tua yang diterapkan dan kualitas atau perhatian hubungan antara orang tua dan anak juga menjadi hal yang dapat membentuk perilaku Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa (Anggraini Dhian K.) 181 siswa dalam belajar dan mencapai keberhasilan; 2) Lingkungan masyarakat. Minat anak terhadap teman sebaya di ingkungan rumahnya sangat tinggi. Teman sebaya Ag memiliki kebiasaan yang kurang baik. Mereka suka bermain hingga larut malam. Hal itu juga akhirnya dilakukan Ag. Siswa Hg, Ag, Ct, dan Nv menonton televisi saat pulang sekolah hingga sore dan
akan dilanjutkan pada malam hari setelah bermain sembari ia belajar hingga tidur. Jumlah jam belajar anak di rumah lebih sedikit disbanding jumlah jam untuk menonton televisi; 3) Lingkungan Sekolah. Suasana lingkungan di sekitar sekolah menimbulkan ketidaknyamanan belajar siswa. Suara bising sering muncul dari pesawat yang terbang rendah dan suara peralatan mesin kegiatan pembangunan hotel di belakang sekolah. Pembatas satu kelas dan kelas lain yang berupa rolling door membuat suara siswa dari kelas sebelah masuk ke kelas V. Selain itu, peneliti nilai KKM yang ditetapkan sekolah masih terlalu tinggi dan belum sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa; 4) Kesulitan belajar siswa bersifat sementara, karena dipengaruhi oleh factor-faktor eksternal (bukan berasal dari cacat tubuh).
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis deskriptif (wawancara Observasi dan studi dokumenter). Adapun tahapan penelitian pada tahun pertama ini antara lain :
-
1. Studi kepustakaan
Mengumpulkan dan mempelajari referensi kepustakaan yang relevan dengan masalah dalam penelitian ini, termasuk juga ketentuan perundang-undangan serta petunjuk dan pelaksanaan program sekolah penyelenggara pendidikan Inklusiff di wilayah DKI Jakarta.
-
2. Observasi dan pengumpulan data
Melakukan observasi ke tempat penelitian (sample) dalam rangka pengumpulan data mengenai model pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar di 10 SD Negeri di Wilayah Jakarta Selatan, melalui wawancara kepada Guru,dan observasi.
-
3. Deskripsi dan analisis hasil temuan
Yakni dengan cara mengolah data hasil wawancara dan observasi serta melakukan analisis tentang layanan dan model pembelajaran kepada anak yang mengalami
kesulitan belajar. Data disajikan dalam bentuk deskriptif.
Teknik sampling pada penelitian ini adalah random sampling, dimana dari 96 Sekolah Dasar (SD) Negeri yang sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif di Jakarta Selatan diambil 10 SD Negeri. Adapun yang menjadi Responden dari penelitian ini adalah Guru Pembimbing Khusus dari 10 Sekolah Dasar Negeri di wilayah Jakarta Selatan.
Pendidikan inklusif dalam hal ini adalah sekolah inklusif diselenggarakan untuk memberikan layanan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Dalam hal ini anak yang
mengalami kesulitan belajar adalah salah satu dari beberapa jenis anak yang dikatagorikan sebagai anak yang berkebutuhan khusus sudah semestinya mendapatkan layanan pendidikan yang layak sepeti layanan kepada anak normal pada umumnya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Model pembelajaran pada sekolah inklusif umumnya menyesuaikan dengan keberagaman siswa yang ada dikelas. Untuk memperoleh data mengenai kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran khusus bagi anak yang mengalami kesulitan belajar,dibuat instrument yang hasilnya sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Penelitian terhadap 10 SD Negeri penyelenggara Pendidikan Inklusif
No. |
Nama Sekolah |
Menggunakan Model Pembelajaran Khusus |
Menggunakan Model Pembelajaran Konvensional |
1. |
SDN Lebak Bulus |
- |
V |
2. |
SDN Pela Mampang 01 Pagi |
- |
V |
3. |
SDN Cipedak 03 Pagi |
- |
V |
4. |
SDN Ragunan 04 Petang |
- |
V |
5. |
SDN Cipete Utara 12 Pagi |
- |
V |
6. |
SDN Cipete Selatan 04 Pagi |
- |
V |
7. |
SDN Pancoran 05 |
- |
V |
8. |
SDN Bukit Duri 05 Pagi |
- |
V |
9. |
SDN Menteng Atas 04 Pagi |
- |
V |
10. |
SDN Pondok Labu 01 Pagi |
- |
V |
Sumber : Data primer (2016)
Keterangan :
Tanda ( - ) tidak menggunakan
Tanda ( v ) menggunakan
Hasil penelitian terhadap 10 SD Negeri penyelenggara pendidikan inklusif ternyata belum ada satu sekolahpun yang menggunakan Model Pembelajaran khusus untuk anak yang mengalami kesulitan belajar, model pembelajaran yang digunakan masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional dimana anak diperlakukan sama dengan anak yang normal (tidak mengalami kesulitan belajar). Oleh karena itu pada penelitian tahun kedua akan dibuat rancangan
model pembelajaran khusus pada SD inklusif untuk anak yang mengalami kesulitan belajar.
-
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil Penelitian terhadap 10 Sampel SD Negeri penyelenggara Pendidikan Inklusif untuk anak yang mengalami kesulitan belajar di Jakarta Selatan,belum ada yang menggunakan Model Pembelajaran khusus.
Model pembelajaran yang digunakan untuk
anak yang mengalami kesulitan belajar masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional,dimana anak diperlakukan sama dengan anak yang normal (tidak mengalami kesulitan belajar).
Saran
-
1. Untuk efektifnya layanan pembelajaran di SD Negeri penyelenggara pendidikan Inklusif untuk anak yang mengalami kesulitan belajar perlu diterapkan model pembelajaran yang sesuai yakni model pembelajaran dengan memberikan layanan khusus berupa Remedial Khusus bagi Anak yang mengalami kesulitan belajar oleh Guru Remedial khusus.
-
2. Untuk layanan pembelajaran kepada Anak yang mengalami kesulitan belajar di SD dapat diklasifikasikan kedalam Kesulitan Belajar Bahasa,Kesulitan Belajar
Membaca,Kesulitan Belajar menulis dan Kesulitan Belajar Matematika.
-
3. Sekolah-sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusif,seharusnya dilengkapi dengan sarana dan prasarna pembelajaran agar dapat terselenggara dan tercapainya tujuan pendidikan.
-
4. Kepala Sekolah dan Guru peda Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan Inklusif hendaknya diberikan pembekalan,pelatihan atau bimbingan agar penyelenggaran dan tujuan pendidikan inklusif dapt terlaksana secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis dan Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Dinas Pendidikan Jakarta Selatan, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Jakarta Selatan
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hallahan, D.P.; Kauffman, J.M.; & Lloyd,
J.W..1991. Introduction to Learning Disabilities. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hamid, S. 2011. Metode Edutainment Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas. Jogjakarta: DIVA Press.
Hammill, D.D,; Leigh, J. E.; McNutt, H,: & Larsen, S.C.. 1981. “A New Definition of
Learning Disabilities”, Learning Disabilities Quarterly, 4 (4), 336-342.
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Press.
Suprijono, Agus. 2011. Cooverative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkta Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
182
Discussion and feedback