INDEKS MASSA TUBUH BERHHUBUNGAN DENGAN CHRONIC ANKLE INSTABILITY PADA ATLET BASKET SMA DI BADUNG

Trian Ocha Iswara1*, Ari Wibawa2, Ni Komang Ayu Juni Antari3, Anak Agung Gede Angga Puspa Negara4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2,3,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 5 Juli 2022 | Diterima: 11 Juli 2022 | Diterbitkan: 15 September 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i03.p03

ABSTRAK

Pendahuluan: Sprain ankle merupakan cedera yang tak asing bagi atlet basket. Cedera sprain ankle yang tidak tertangani dengan baik menyebabkan atlet mengalami gejala sisa seperti nyeri, ketidakstabilan, krepitasi, kelemahan, cedera berulang dan perasaan goyang dapat didefinisikan sebagai chronic ankle instability (CAI). Indeks massa tubuh salah satu faktor intrinsik terjadinya Chronic ankle instability. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung.

Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel, simple random sampling dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2022. Jumlah sampel sebanyak 77 responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data ini dilakukan dengan cara wawancara, untuk mengetahui responden mengalami Chronic ankle instability (CAI) menggunakan kuesioner Cumberland Ankle Instability Tool, untuk IMT didapatkan dari hasil matematis berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2) dan disesuaikan berdasarkan kategori.

Hasil: Analisis korelasi spearman rho dengan hasil p ialah 0,000 (p<0,05) dan nilai koefisien korelasi sebesar -0,515 dengan korelasi kuat.

Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan dan terdapat korelasi kuat dengan arah berlawanan antara indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung. Hubungan berlawan yaitu semakin tinggi nilai indeks massa tubuh (mengacu pada IMT overweight dan obesitas) maka semakin rendah score CAIT (score ≤24 responden teridentifikasi mengalami CAI).

Kata kunci: atlet basket, chronic ankle instability, indeks massa tubuh

PENDAHULUAN

Olahraga adalah salah satu aktivitas yang dilakukan untuk mencapai berbagai tujuan yaitu sebagai pekerjaan, untuk meningkatkan kebugaran maupun performa, dan juga sebagai rekreasi. Olahraga basket merupakan olahraga yang digemari masyarakat khusus pada kalangan remaja.1 Perkembangan potensi dan bakat bola basket di Indonesia terus meningkat. Hampir setiap sekolah memasukkan bola basket sebagai ekstrakurikuler yang dapat menyalurkan minat dan bakat siswa dalam bidang bola basket. Kompetisi dalam bola basket rutin diadakan setiap tahun sebagai acuan bagi mahasiswa untuk berlatih menjadi atlet. Kondisi fisik atlet penting untuk diperhatikan.

Dalam olahraga bola basket, tidak menutup kemungkinan adanya resiko yang berdampak pada cedera. Cedera ankle atau lateral ankle sprain merupakan cedera yang sering terjadi mengingat bola basket membutuhkan support dari ankle. Sprain ankle di Indonesia memiliki angka yang tinggi terbukti terjadi pada atlet saat sesi latihan PON 2012 di Politeknik KONI Provinsi DKI Jakarta, dilaporkan terdapat 416 kasus atau 41,1% dengan sprain ankle.2 Cedera sprain ankle yang tidak ditangani dengan baik menyebabkan atlet mengalami gejala sisa seperti nyeri, ketidakstabilan, krepitasi, dan kelemahan. Atlet dengan kondisi memiliki riwayat sprain ankle, terutama di sisi lateral, memiliki resiko cedera berulang yang lebih tinggi. Riwayat sprain ankle memiliki 70% sampai 80% resiko berkembang menjadi chronic ankle instability (CAI) di pada bola basket khususnya.3

Definisi chronic ankle instability adalah kondisi ketidakmampuan ankle karena riwayat cedera sebelumnya. Chronic Ankle Instability (CAI) sendiri memiliki teori patologis yang dapat muncul kompleks atau independen yang yaitu functional instability (ketidakstabilan fungsional), mechanical instability (ketidakstabilan mekanik), dan recurrent sprain atau sprain berulang. Functional instability dapat diartikan sebagai perasaan ketidakstabilan atau goyangan pada sendi ankle. Mechanical instability mengacu pada struktur yang menyusun ankle yang lebih spesifik, yaitu ligamen pada ankle.4

Indeks Massa tubuh (IMT) merupakan faktor intrinsik CAI pada atlet bola basket.Menurut hasil penelitian Menurut Wibowo tahun 2020 dari Asian Games, IMT normal atlet bola basket rata-rata 21,27. IMT yang tinggi akan membebani ankle yang dapat mempengaruhi perubahan anatomi, elastisitas ligamen dan otot, pusat gravitasi (COG), dan range of motion (ROM).5 Perubahan anatomi juga dapat mempengaruhi weight-bearing pada ekstremitas inferior. Ekstremitas inferior yang mendapat pembebanan salah satunya ankle, yang mana ankle sebagai tumpuan terbesar

saat kondisi diam atau bergerak. Sendi ankle diklaim dapat menahan pembebanan 120% saat berjalan dan hampir 275% saat berlari.6 Hal tersebut menjadikan ankle rawan mengalami cedera yang akan berujung pada chronic ankle instability

Penelitian sebelumnya tentang prevalensi CAI pada pemain bola basket SMA di Kabupaten Badung. Prevalensi yang ditemukan sebesar 51,2%, terhadap faktor resiko indeks massa tubuh sebanyak 60 responden (50%) mengalami CAI dan cenderung pada IMT obesitas dan overweight.7 Hal ini yang mendorong peneliti untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability Badung dikarenakan belum banyak yang meneliti kedua variabel tersebut di Indonesia terkhusus pada atlet bola basket SMA di Badung. Hal ini akan dijadikan bahan acuan bagi para atlet untuk menjaga IMT yang ideal sehingga dapat mengurangi resiko cedera yang merujuk pada CAI kedepannya.

METODE

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini merupakan observasional analitik, dengan pendekatan crosssectional. Beberapa sekolah SMA di Badung dipilih sebagai lokasi penelitian, pengambilan data penelitian berlangsung pada bulan Januari-Maret 2022. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 77 responden. Sampel dipilih dengan teknik simple random sampling dan melalui seksi kriteria inklusi dan eksklusi diantaranya berusia 15-17 tahun, anggota aktif ekstrakurikuler basket di Badung (minimal mengikuti sesi latihan 1 kali dalam seminggu), Memiliki riwayat cedera sprain ankle, tidak mendapatkan pelayanan medis setelah cedera, bersedia menjadi responden dan komunikatif, mendapat persetujuan dari orang tua, hadir untuk mengisi kuesioner Cumberland Ankle Instability Tool (CAIT) dan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dan tidak memiliki riwayat patah tulang atau pernah dilakukan tindakan operatif pada pergelangan kaki.

Indeks massa tubuh diukur menggunakan rumus matematis berat badan (kg) dibagi tinggi (m)! badan menggunakan alat bantu ukur timbangan dan stature meter.8 IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori menurut Kemenkes RI tahun 2019 dibagi menjadi kurus, normal, gemuk atau overweight, dan obesitas. Chronic ankle instability ditentukan menggunakan Cumberland Ankle Instability Tool (CAIT). CAIT merupakan kuesioner untuk mengklasifikasikan responden yang mengalami CAI dan tidak mengalami CAI dengan 9 pertanyaan yang mencakup kondisi ankle responden. Pertanyaan pada kuesioner memiliki opsi dan masing-masing memiliki skor dengan skor maksimum 30. Interpretasi CAIT score ≤24 dapat dinyatakan responden mengalami CAI. CAIT memiliki tingkat spesifisitas 86,6% dan sensitivitas 96,6%.9

Penelitian ini diawali dengan menjelaskan tujuan, manfaat, serta prosedur dari penelitian ini. Selanjutnya dilakukan wawancara dan anamnesis. Kemudian melakukan pengisian kuesioner CAIT setelah itu dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk mendapatkan nilai IMT. Waktu yang dibutuhkan sekitar 5-10 menit pada setiap responden. Penerapan single blinding dilakukan dalam pengumpulan data yang mana data diambil oleh rekan-rekan tim peneliti dalam usaha menghindari terjadinya bias.

Analisi data pada penelitian menggunakan aplikasi IBM SPSS statistics v26.0 pada data univariat dan bivariat. Sebelumnya peneliti telah melakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Analisis univariat dalam penelitian ini antara lain CAI, umur, jenis kelamin, dan IMT. Analisis bivariat menggunakan Spearman rho rank untuk uji korelatif antara indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability.

Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar sudah menyetujui penelitian ini. Informasi Kelayakan Etis/Perizinan Etis dengan nomor 2505/UN14.2.2.VII.14/LT/2021. Informed consent yang telah disetujui responden diperoleh sebelum melakukan penelitian.

HASIL

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase (%)

jenis kelamin

a.

Laki-laki

60

77,9

b.

Perempuan

17

22,1

Usia

a.

15 Tahun

9

11,7

b.

16 Tahun

38

49,3

c.

17 Tahun

30

39

Indek Massa Tubuh

a.

Kurus

7

9,1

b.

Normal

42

54,5

c.

Gemuk

18

23,4

d.

Obesitas

10

13

Berdasarkan Tabel 1. Informasi yang didapatkan jumlah jenis kelamin laki–laki dan perempuan memiliki selisih yang begitu jauh, yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 60 responden (77,9%) dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang (22,1%). Berdasarkan variabel usia dapat dilihat bahwa usia terendah dari siswa yang mengikuti ekstrakurikuler basket yaitu 15 tahun dengan jumlah yang paling sedikit 9 responden (11,7%), usia tertinggi yaitu 17 tahun dengan jumlah sebanyak 30 responden (39%), dan usia yang paling dominan pada penelitian ini adalah 16 tahun memiliki selisih yang sedikit dengan usia 17 tahun yakni sebanyak 38 responden (49,3%). Jika dilihat berdasarkan variabel IMT didapatkan bahwa responden dengan kategori normal lebih mendominasi, yaitu sebanyak 42 responden (54,5%), sedangkan dengan IMT kategori kurus dengan jumlah paling sedikit sebanyak 7 responden (9,1%), kategori imt gemuk dan obesitas sebanyak 18 responden (23,4%) dan 10 responden (13%).

Tabel 2. Distribusi IMT berdasarkan Jenis Kelamin

IMT

Jenis Kelamin

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Kurus

4

6,7

Normal

Laki-laki

33

55

Gemuk

15

25

Obesitas

8

13,3

Kurus

3

17,7

Normal

Perempuan

9

52,9

Gemuk

3

17,7

Obesitas

2

11,7

Tabel 2. Distribusi IMT berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa responden dengan IMT kurus sebanyak 4 (6,7%), dengan IMT normal sejumlah 33 responden (55%), responden kategori overweight berjumlah 15 (25%), dan pada kategori obesitas sebanyak 8 responden (13,3%) pada jenis kelamin laki-laki dari 60 responden responden. Pada jenis kelamin perempuan dimana didapatkan dengan IMT kategori kurus sebanyak 3 responden (17,7%), IMT dengan kategori normal sebanyak 9 responden (52,9%), kategori overweight sebanyak 3 responden (17,7%), dan kategori obesitas sebanyak 2 responden (11,7%) pada jenis kelamin perempuan dari 17 responden responden.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik responden berdasarkan CAI

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Prevalensi CAI         Ya

50

64,9

Tidak

27

35,1

Berdasarkan Tabel 3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan CAI diketahui bahwa responden yang mengalami CAI dan tidak CAI memiliki selisih yang jauh, di dominasi mengalami CAI dari 77 responden, 50 responden (64,9%) diantaranya mengalami CAI dan 27 responden (35,1%) tidak mengalami CAI.

Tabel 4. Distribusi CAI berdasarkan Jenis Kelamin

CAI

Jenis kelamin

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Ya

Laki-laki

39

78

Perempuan

11

22

Tidak

Laki-laki

21

77,8

Perempuan

6

22,2

Berdasarkan Tabel 4. Distribusi CAI berdasarkan jenis kelamin diketahui yang mengalami CAI dari laki-laki sebanyak 39 responden (78%) dan dari perempuan sebanyak 11 responden (22%) dari 50 responden, sedangkan yang tidak mengalami CAI sebanyak 21 responden (77,8%) laki-laki dan 6 responden (22,2%) perempuan dari 27 responden.

Tabel 5. Hubungan Indek Massa Tubuh dengan Chronic ankle instability

IMT

CAI

Total

P

R

Ya

Tidak

Kurus

3 (3,9%)

4 (5,2%)

7 (9,1%)

Normal

19 (24,7%)

23 (29,9%)

42 (54,5%)

0,000

-0,515

Gemuk

18 (23,4%)

0 (0%)

18 (23,4%)

Obesitas

10 (13%)

0 (0%)

10 (13%)

Total

50 (64,9%)

27 (35,1%)

77 (100%)

Berdasarkan Tabel 5. Hasil uji analisis spearman didapatkan nilai signifikan 0,000 dengan (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan pada kedua variabel yaitu indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung. Selain itu pada hasil uji analisis ini didapatkan nilai koefisien korelasi yaitu -0,515. Tanda negatif (-) dapat diartikan kedua variabel memiliki hubungan yang tidak searah dengan tingkat korelasi kuat dengan rentang nilai berada kisaran 0,51-0,75. Hubungan tidak searah adalah semakin tinggi nilai IMT (mengacu pada nilai IMT di atas normal gemuk atau overweight dan obesitas) maka semakin rendah score CAIT ≤24 (responden teridentifikasi mengalami CAI) pada atlet basket SMA di Badung.

DISKUSI

Karakteristik Responden Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Badung. Responden pada penelitian ini merupakan atlet basket SMA di Badung dengan rentang usia 15-17 tahun. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling diterapkan pada penelitian ini. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara luring dan daring didapat sebanyak 77 responden. Berdasarkan Tabel 1. Dari variabel jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki sebanyak 60 responden dan perempuan sebanyak 17 responden, sehingga memiliki selisih yang begitu jauh. Hal ini dikarenakan dari seluruh responden pada sekolah yang dilakukan penelitian peminat dari ekstrakurikuler basket lebih banyak dari kalangan siswa laki-laki dibandingkan siswi perempuan. Pada penelitian Bruene pada tahun 2014 menemukan atlet laki-laki 1,6 kali lebih mudah menderita cedera pergelangan kaki daripada perempuan. Ching Yee pada tahun 2016 menemukan insiden cedera ankle pada laki-laki lebih tinggi (60,3%) daripada perempuan (54,0%). Penelitian terbaru menunjukkan laki-laki lebih banyak mengalami cedera dari pada perempuan dikarenakan jumlah atlet laki-laki lebih banyak dari perempuan dan menurunnya jumlah atlet perempuan. Penyebab laki-laki memiliki resiko lebih tinggi mengalami cedera dikarenakan pola permainan basket yang berbeda antara laki-laki dengan perempuan.10

Berdasarkan usia, dapat diketahui rentang usia responden merupakan usia 15-17 tahun dengan responden terbanyak berasal dari usia 16 tahun. Hal ini karena dari sekolah yang dilakukan penelitian responden terbanyak mengikuti ekstrakurikuler basket pada kelas XI ,kelas X dan XII sedikit dikarenakan kelas X baru mulai mengikuti ekstrakurikuler pada semester genap saat sekolah dilaksanakan secara tatap muka, sedangkan kelas XII dibebaskan untuk tidak mengikuti ekstrakurikuler dikarenakan persiapan ujian nasional. Mayoritas siswa dan siswi yang mengikuti ekstrakurikuler basket kelas XI memiliki usia 16-17 tahun. Berdasarkan penelitian dari catatan emergency department record of the United States, tingginya angka cedera ada pada rentang usia remaja 15-19 tahun, masa remaja cenderung memiliki aktivitas yang tinggi dan terjadi lonjakan pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya elastisitas dari ligamen seperti saat anak–anak. Ligamen yang elastis menjadi salah satu penentu untuk meminimalisir cedera saat diam atau saat berlari. Pada saat melakukan aktivitas fisik olahraga dibutuhkan tenaga yang kuat sehingga terjadi regangan atau robekan pada ligamen.11 Usia remaja merupakan masa perkembangan neurologis yang berhubungan dengan aktivitas fisik, kognitif, dan sosial–emosional yang mempengaruhi tingginya resiko cedera ankle yang penyebab chronic ankle instability.12

Berdasarkan variabel indeks massa tubuh dapat diketahui responden indeks massa tubuh tersebar dalam kategori kurus sebanyak 7 responden, 42 responden dengan kategori normal , kategori gemuk (overweight) sebanyak 18 responden, dan dengan kategori obesitas sebanyak 10 responden. Indeks massa tubuh dengan kategori normal mendominasi dalam penelitian. IMT normal, atlet memiliki kondisi fisik yang ideal yang dapat berpengaruh baik kepada keterampilan seseorang. Selain itu, atlet yang memiliki indeks massa tubuh yang normal dapat meminimalisir resiko cedera. Karena jika memiliki indeks massa tubuh dibawah normal, maka atlet tersebut akan lebih mudah.13 Penelitian dari Karunia et al tahun 2016, indeks massa tubuh yang normal memiliki stabilisasi yang lebih baik dibandingkan dengan IMT yang tidak normal seperti kurus, overweight, dan obesitas. Peningkatan IMT akan mempengaruhi terjadi kelemahan kekuatan otot dikarenakan otot tidak dapat berkontraksi secara maksimal dalam menopang massa tubuh sehingga terjadi masalah keseimbangan pemicu resiko cedera.

Berdasarkan Tabel 2. Distribusi IMT berdasarkan jenis kelamin diketahui pada jenis IMT normal lebih mendominasi sebanyak 33 (55%) responden pada jenis kelamin laki-laki dan sebanyak 9 (52,9%) responden pada jenis kelamin perempuan. Hal ini menggambarkan kecukupan nutrisi pada seseorang atau keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke tubuh dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Pada remaja diperlukan kecukupan nutrisi seimbang untuk mencegah terjadinya malnutrisi maupun obesitas pada remaja.14

Berdasarkan Tabel 3. Karakteristik responden penelitian berdasarkan CAI, sebanyak 50 responden (64,9%) diantaranya mengalami CAI. Hasil ini dapat dinyatakan cukup tinggi. Study sebelumnya menunjukan prevalensi CAI pada atlet basket (4% hingga 64%) dengan ukuran sampel kecil (n = 22-57). Prevalensi kejadian CAI tinggi pada olahraga basket dikarenakan olahraga basket berfokus pada gerakan melompat, memotong secara tajam, berhenti, dengan cepat, dan merubah arah secara spontan yang mana memberikan pembebanan dari ankle sehingga memicu terjadinya cedera.3

Berdasarkan Tabel 4. Distribusi CAI berdasarkan jenis kelamin, diperoleh CAI lebih banyak dialami oleh laki laki dibandingkan perempuan. Menurut penelitian secara faktor intrinsik perempuan lebih beresiko mengalami CAI dibandingkan laki-laki akibat cedera, dikarenakan perbedaan kekuatan ligamen, hormon, tinggi badan, berat badan, dan metabolisme energi. Pada perempuan perubahan siklus menstruasi, estrogen yang tinggi, massa otot yang sedikit dibandingkan lemak tubuh sehingga beresiko mengalami CAI.15 Penyebab responden laki-laki lebih banyak mengalami CAI dikarenakan temuan di lapangan saat pengambilan data dominan responden laki-laki (n = 39 dari 60;65%) dibandingkan dengan perempuan (n = 11 dari 27;40,7%).

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Chronic ankle instability pada Atlet Basket

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji spearman karena didasarkan hasil uji normalitas kolmogorov-smirnov ditemukan hasil signifikansi pada kedua variabel yaitu IMT dan CAI adalah 0,000 dengan p<0,05 diartikan data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan Tabel 5 hubungan indeks massa tubuh terhadap chronic ankle instability didapatkan nilai p 0,000 dengan p<0,05 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh terhadap chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung. Selain itu pada penelitian ini didapatkan pula nilai koefisien korelasi antara indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability sebesar -0,515. Tanda minus (-) pada koefisien korelasi bermakna terdapat hubungan yang tidak searah yaitu semakin tinggi nilai indeks massa tubuh (mengacu pada IMT overweight dan obesitas) maka semakin rendah score CAIT (score ≤24 responden teridentifikasi mengalami CAI).

Atlet basket dituntut memiliki kemampuan fisik yang baik. Basket, merupakan olahraga yang memiliki intensitas tinggi, kontak fisik yang signifikan, kecepatan tinggi dan sering melompat serta perubahan konstan.1 Indeks massa tubuh merupakan salah satu indikator atlet senantiasa dalam kondisi yang high performance dan stabil.16 Indeks massa tubuh di atas normal yaitu overweight dan obesitas akan memberikan pembebanan yang besar dalam menjaga stabilisasi. Stabilisasi bergantung pada pusat massa tubuh (center of mass) dan pusat gravitasi (center of gravity) dari titik tumpu (base of support).17 Studi sebelumnya, chronic ankle instability lebih banyak dialami oleh remaja dengan IMT kategori overweight dan obese. Tinggi badan dan massa indeks tubuh yang besar menambah massa momentum inersia pada sendi talocrural dan berpotensi meningkatkan resiko instabilisasi pergelangan kaki kronik.18

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasada et al tahun 2020 mengenai prevalensi kejadian chronic ankle instability terhadap faktor resiko salah satunya indeks massa tubuh menemukan pada kategori IMT overweight lebih banyak ditemukan CAI dibandingkan pada IMT normal ataupun obesitas. Resiko merasakan cedera gejala sisa akibat cedera sebelumnya, yang dimaksud merupakan perasaan tidak stabil cenderung pada IMT. Perubahan tersebut merupakan peranan dari peroneal reaction time (PRT). Seseorang dengan IMT tinggi (overweight atau obesitas) berpengaruh pada peningkatan beban kinerja PRT yang mana akan mempengaruhi penurunan fungsi proprioseptif

pada ankle sehingga menimbulkan sensasi goyang atau tidak stabil. Hasil yang diperoleh IMT kategori overweight dan obesitas yakni (n = 16 dari 28) 57,1% dan (n = 9 dari 14) 64,3% lebih banyak mengalami CAI, lebih sedikit terjadi pada IMT normal didapati (n = 61 dari 120) 50,8% responden dengan CAI. Prevalensi CAI seharusnya memang lebih besar pada kedua kategori tersebut. Namun, tiap kategori IMT tidak proporsional jumlah respondennya.

SIMPULAN

Simpulan yang dapat ditarik bahwa terdapat hubungan signifikan antara indeks massa tubuh dengan chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung. Selain itu, ditemukan hubungan yang tidak searah atau berlawanan semakin tinggi nilai indeks massa tubuh berhubungan dengan terjadinya chronic ankle instability pada atlet basket SMA di Badung dengan tingkat korelasi yang kuat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya di cabang olahraga lain, menjadi bahan evaluasi untuk tim basket agar menyediakan tim medis sehingga dapat menangani cedera secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta dapat menjadi bahan edukasi bagi atlet basket dalam menjaga indeks massa tubuh ideal sehingga meminimalisir terjadi cedera akibat berat badan badan berlebih yang berdampak pada CAI dikemudian hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak terkait yang berperan dalam menyelesaikan penelitian “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Chronic Ankle Instability pada Atlet Basket SMA di Badung”. Hasil penelitian ini kedepannya diharapkan dapat menjadi sarana informasi terkait hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Chronic Ankle Instability pada masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Putra RT, Kartiko DC. PENERAPAN PERMAINAN BOLA BASKET UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DRIBBLE BOLA BASKET. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 2014;02:398–401.

  • 2.    Junaidi. CEDERA OLAHRAGA PADA ATLET PELATDA PON XVIII DKI JAKARTA. Jurnal Fisioterapi. 2013;13(1):12.

  • 3.    Tanen L, Docherty CL, Van Der Pol B, Simon J, Schrader J. Prevalence of Chronic Ankle Instability in High School and Division I Athletes. Foot and Ankle Specialist. 2014;7(1):37–44.

  • 4.    Attenborough AS, Hiller CE, Smith RM, Stuelcken M, Greene A, Sinclair PJ. Chronic Ankle Instability in Sporting Populations. Sports Medicine. 2014;44(11):1545-1556.

  • 5.    Fitria DA, Berawi KN. HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP KESEIMBANGAN POSTURAL . JIMKI. 2019;7(2).

  • 6.    Dutton M. Dutton’s Orthopaedic Examination Evaluation and Intervention. Third Edition. Pennysylvania: Mc Graw Hill Medical; 2012. 1439 p.

  • 7.    Prasada VK, Tianing NW, Saraswati PAS, Sutadarma IWG. Prevalensi Kejadian Chronic Ankle Instability Pada Atlet Basket Sma Di Kabupaten Badung. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2020;8(1):11.

  • 8.    Amin N, Lestari YNA. Hubungan Status Gizi, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Kecepatan pada Atlet Hockey Kota Surabaya. Sport and Nutrition Journal. 2019;1(1):19–26.

  • 9.    Wright CJ, Arnold BL, Ross SE, Linens SW. Recalibration and validation of the Cumberland ankle instability tool cutoff score for individuals with chronic ankle instability. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation. 2014;95(10):1853–9.

  • 10.    De Soto PCM, Abellán Guillén JF, León AR, Bravo Zurita MJ, Quintanilla IM. Epidemiology of injury in a non professional basketball club during a regular season: A prospective study. Archivos de Medicina del Deporte. 2018;35(3):144–9.

  • 11.    Wiranata P, Handoyo HR, Kurniawan PM. Body Mass Index And Age With Ankle Injury In Basketball Player. Journal Widya Medika Junior. 2020;2(1):65–74.

  • 12.    Pourkazemi F, Hiller CE, Raymond J, Nightingale EJ, Refshauge KM. Predictors of chronic ankle instability after an index lateral ankle sprain: A systematic review. Journal of Science and Medicine in Sport. 2014;17(6):568–73.

  • 13.    Annas B, Dinata K, Daniyantara D. HUBUNGAN IMT DENGAN KELINCAHAN MENGGIRING BOLA PADA SISWA PUTERA EKSTRAKURIKULER SEPAK BOLA SISWA SMAN 1 AIKEL TAHUN 2017. Jurnal Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi. 2014;7(2):107–15.

  • 14.    Juniartha IGN, Darmayanti NPE. Gambaran Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama (Smp) Di Kuta, Bali. Coping: Community of Publishing in Nursing. 2020;8(2):133.

  • 15.    Tummala S V., Hartigan DE, Makovicka JL, Patel KA, Chhabra A. 10-Year Epidemiology of Ankle Injuries in Men’s and Women’s Collegiate Basketball. Orthopaedic Journal of Sports Medicine. 2018;6(11):1–9.

  • 16.    Wibowo ET, Hakim AA. Profil Indeks Massa Tubuh Pada Atlet Tim Nasional Indonesia Pada Asian Games 2018. Jurnal Kesehatan Olahraga. 2019;8(1):131–40.

  • 17.    Kamayoga DA, Silakarma D, Adiputra IN. Hubungan Chronic Ankle Instability dengan Keseimbangan Dinamis pada Pemain Skateboard di Denpasar Bali. Majalah Ilmah Fisioterapi Indonesia. 2015;03(03):05.

  • 18.    McCriskin BJ, Cameron KL, Orr JD, Waterman BR. Management and prevention of acute and chronic lateral ankle instability in athletic patient populations. World Journal Orthopaedic. 2015;6(2):161–71.

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 3 (2023), Halaman 240-244 Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |244|