PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF MEMPENGARUHI TERJADINYA PENINGKATAN RESIKO JATUH PADA LANSIA DI DESA SUMERTA: STUDI CROSS-SECTIONAL
on
ORIGINAL ARTICLE
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
Volume 11, Nomor 3 (2023), Halaman 271-277 P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443
PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF MEMPENGARUHI TERJADINYA PENINGKATAN RESIKO JATUH PADA LANSIA DI DESA SUMERTA: STUDI CROSS-SECTIONAL
Tabita Febyola Wijaya1*, I Putu Yudi Pramana Putra2, Gede Parta Kinandana3, Nila Wahyuni4
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali
*Koresponden: [email protected]
Diajukan: 1 Juli 2022 | Diterima: 13 Juli 2022 | Diterbitkan: 15 September 2023
DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i03.p09
ABSTRAK
Pendahuluan: Jatuh merupakan kejadian yang sering dialami oleh lansia. Salah satu penyebab peningkatan resiko jatuh pada lansia adalah adanya penurunan fungsi kognitif yang terjadi karena adanya proses degeneratif. Fungsi kognitif ini dibutuhkan oleh lansia untuk melakukan tugas, seperti: atensi, psikomotor, memori, visuospasial, bahasa, dan fungsi eksekutif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dan arah hubungan antar kedua variabel pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur, Bali.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan di wilayah Banjar Ketapian Kelod, Desa Sumerta pada bulan Desember 2021 secara offline dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Simple random sampling merupakan Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan jumlah sampel sebanyak 59 sampel. Variabel dependen yang diukur adalah resiko jatuh menggunakan Timed Up and Go Test (tes TUG). Variabel independent yang diukur adalah fungsi kognitif dengan alat ukur Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina). Uji bivariat spearman rank correlation digunakan dalam menganalisis hubungan fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta.
Hasil: Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara nilai fungsi kognitif dan nilai resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta sebesar 0,000 (p< 0,01) dan nilai correlation coefficient negatif, yaitu -0,681 menunjukkan arah hubungan kedua variabel bersifat negatif atau tidak searah.
Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dengan risiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, dan arah korelasinya adalah negatif atau tidak searah.
Kata Kunci: MoCA-Ina, Tes TUG, fungsi kognitif, resiko jatuh, lansia
PENDAHULUAN
Berdasarkan UU tahun 1998 nomor 13, seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas merupakan definisi dari penduduk lansia.1 Prevalensi penduduk lansia saat ini meningkat pada struktur penduduk dunia, termasuk Indonesia. Namun, kemunduran banyak dialami oleh penduduk lansia dari segi psikologis, fisik, ekonomi, sosial, dan kesehatan.2 WHO memprediksikan adanya jumlah penduduk yang berlipat ganda dengan usia 60 tahun atau lebih pada tahun 2050, dan akan berjumlah 400 juta orang yang berusia 80 tahun atau lebih.3 Menurut kementrian kesehatan Indonesia, sebesar 8,5% penduduk merupakan penduduk lansia Indonesia tahun 2015, dan diprediksi akan menjadi 15,8% pada tahun 2035. Sedangkan pada tahun 2015, 10,3% penduduk di Bali merupakan penduduk lansia, dan mengalami peningkatan menjadi 11,30% pada tahun 2019.1,4 Menurut Riskesdas pada tahun 2013, pertambahan umur pada penduduk lansia menyebabkan terjadinya penurunan fungsi fisiologis akibat proses penuaan.5
Jatuh adalah kejadian tidak sengaja yang dapat menyebabkan cedera. Siapa saja dapat mengalami kejadian jatuh meskipun pada pria muda yang sehat, ataupun pada seseorang lansia dengan penyakit dan telah mengalami degeneratif atau penurunan fungsi tubuh.6 Lansia sering mengalami kejadian jatuh.7 Terdapat 2 faktor penyebab peningkatan resiko jatuh lansia, yaitu faktor intriksik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meningkatnya resiko jatuh lansia yaitu dari faktor lingkungan, aktifitas, dan obat-obatan. Faktor intrinsik peningkatan resiko jatuh pada lansia yaitu: kelemahan otot, gangguan keseimbangan, gangguan berjalan, gangguan penglihatan, dan penurunan kognitif terutama pada aspek atensi dan fungsi eksekutif.8
Selain resiko jatuh, penyakit degeneratif pada lansia merupakan salah satu masalah terbesar seperti menurunnya fungsi kognitif.5 Fungsi kognitif adalah proses mental dalam memperoleh pengetahuan, kemampuan serta kecerdasan, yang meliputi cara berpikir, pengertian, pelaksanaan, daya ingat, dan perencanaan.9 Faktor utama yang dapat menurunkan fungsi kognitif lansia adalah usia dan adanya trauma kepala sehingga terjadi penurunan yang progresif pada neuron otak, menebalnya selaput meningen, aliran darah ke otak yang mengalami penurunan, dan melambatnya metabolism pada otak. Seiring bertambahnya usia, terdapat beberapa aspek fungsi kognitif yang mengalami berbagai perubahan, diantaranya yaitu kesulitan mengenal benda yang menyebabkannya kesusahan menggunakan barang-barang meskipun barang tersebut sebenarnya mudah digunakan, dan penurunan memori seperti
mudah lupa. Selain itu, lansia menjadi lebih rentan tersesat dilingkungannya karena adanya masalah pada bagian visuospasial. Terganggunya aspek fungsi eksekutif pada lansia menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari. Fungsi eksekutif merupakan aspek penting fungsi kognitif karena perannya pada keseimbangan. Lansia yang mengalami gangguan keseimbangan dapat terjadi oleh adanya perubahan pada bagian sistem saraf, motorik dan sistem saraf pusat khususnya yang mengatur keseimbangan, yaitu pada nervus vestibular. Menurunnya aspek kognitif juga menurunkan tingkat kemampuan koordinasi neuromotorik, psikomotor, dan fleksibilitas lansia yang menyebabkan peningkatan resiko cedera pada lansia seperti jatuh ketika berjalan dan keterbatasan aktifitas fisik.10
Prevalensi lansia berusia 60 tahun keatas dengan gangguan fungsi kognitif adalah sebanyak 3-42% dalam studi populasi umum.11 Prevalensi penduduk lansia dengan demensia di Indonesia yang merupakan salah satu penyakit gangguan fungsi kognitif pada tahun 2010 adalah 57,7%, dan diperkirakan akan mencapai 70,5% pada tahun 2050.12 Dan prevalensi lansia dengan gangguan fungsi kognitif yang akan mengalami insiden jatuh adalah sebanyak 60% setiap tahunnya. Proses kemampuan, kecerdasan, serta pengetahuan, meliputi proses berpikir, pengertian, pelaksanaan, memori, dan perencanaan merupakan definisi dari fungsi kognitif. Fungsi kognitif ini dibutuhkan oleh lansia untuk melakukan tugas, seperti: atensi, psikomotor, memori, visuospasial, bahasa, dan fungsi eksekutif.9
Fungsi eksekutif mencakup kontrol penghambatan, perhatian, mengalihkan perhatian, memori yang bekerja, dan fleksibilitas kognitif, sangat penting untuk proses normal berjalan.13 Fungsi eksekutif pada fungsi kognitif dapat mengontrol, mengintegrasikan, mengatur, dan mempertahankan kemampuan kognitif lainnya. Fungsi eksekutif dapat dibagi menjadi beberapa subdomain yang berbeda, yaitu: perencanaan tugas, penyelesaian masalah, integrasi sensorik, penilaian dan penalaran. Subdomain ini mengatur arah dan mobilisasi tubuh lansia. Defisit fungsi eksekutif mengurangi kemampuan untuk merekrut mekanisme kompensasi dalam menanggapi perubahan gaya berjalan dan keseimbangan sehingga meningkatkan risiko jatuh.14 Fungsi visuospasial mencakup kemampuan seseorang untuk menyalin gambar yang kompleks.15 Fungsi memori mencakup ingatan, kemampuan dalam bertindak dan mengambil keputusan.16 Domain atensi mencakup cara berkonsentrasi, dan mampu mengklasifikasikan masuknya informasi sensoris. Domain bahasa mencakup cara menilai komprehensi, repetisi dan kemampuan menulis. Dan, domain psikomotor mencakup memori kerja. Penurunan fungsi kognitif yang terjadi akan memberikan dampak pada pola interaksi lansia dengan lingkungan tempat tinggal, pola aktifitas sosial, dan anggota keluarga sehingga dapat menambah beban masyarakat, linkungan, dan keluarga.
Domain fungsi kognitif lainnya yang berperan dalam resiko jatuh adalah waktu reaksi. Hal ini berkenaan dengan kecepatan proses informasi yang mencakup komponen sensoris dan motoris, seperti kekuatan otot, pengelihatan, dan sensasi. Perubahan yang terjadi pada sistem neurologis menyebabkan adanya penurunan waktu reaksi. Lansia di panti jompo yang memiliki riwayat jatuh cenderung memiliki waktu reaksi yang jauh lebih lambat daripada mereka yang tidak jatuh. Penurunan psikomotor ini merupakan bentuk hilangnya keseimbangan pada lansia.17 Untuk mencegah jatuh dan menjaga keseimbangan lansia, fungsi kognitif diperlukan untuk mengintegrasikan domain kognitif.18 Dalam postur berjalan normal, lansia membutuhkan fungsi kognitif untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan postur tubuh. Fungsi kognitif khususnya domain atensi dan fungsi eksekutif memodulasi berbagai rencana, seperti hip and ankle strategy, dan stepping strategy pada saat berjalan. Fungsi kognitif juga memodulasi rescue reaction dan protective arm reaction ketika jatuh terjadi. Maka dari itu, fungsi kognitif sangat erat kaitannya dengan keseimbangan dan gait cycle dalam masalah resiko jatuh.
Lansia yang jatuh beresiko mengalami cedera pergelangan tangan, jaringan lunak, fraktur pada bagian paha, hingga kematian. Insiden Jatuh juga beresiko memberikan adanya keterbatasan mobilisasi, rasa nyeri, ketidaknyamanan secara fisik, dan lambatnya proses penyembuhan sehingga mempengaruhi kondisi lansia. Menurut WHO, peningkatan frekuensi resiko jatuh akan terjadi seiring bertambahnya usia. Bagi penduduk berusia 65 tahun ketas, sebanyak 28-35% diantaranya akan mengalami insiden jatuh setiap tahunnya, dan sebanyak 32-42% penduduk berusia 70 tahun jatuh setiap tahunnya. Hal ini dapat menyebabkan cedera seperti fraktur pinggul, cedera otak traumatis, dan cedera ekstremitas atas. Sebanyak 20% lansia dengan fraktur panggul meninggal setelah satu tahun setelah kecelakaan terjadi.7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyadharma tentang perbedaan fungsi kognitif pada lansia yang kualitas tidurnya baik dan buruk di banjar Peken, Desa Sumerta, ditemukan bahwa sebanyak 56.7% sampel lansia memiliki gangguan fungsi kognitif.19 Berdasarkan hal tersebut, hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur, Bali, dan adanya arah hubungan yang negatif atau tidak searah antara fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur, Bali. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui adanya pengaruh fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur, Bali 2) mengetahui arah hubungan antara fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur, Bali.
METODE
Dengan menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional, penelitian ini dilaksanakan di Banjar Ketapian Kelod, Desa Sumerta, Denpasar Timur dengan jumlah lansia keseluruhan sebanyak 179 lansia. Pengambilan data dilakukan pada minggu ke-lima pada Bulan Desember 2021, dimana virus Covid-19 masih melanda Indonesia. Dari data infografis Covid-19 di Desa Sumerta, tidak ditemukan adanya kasus positif Covid-19 dalam minggu ke-lima bulan Desember, sehingga pelaksanaan penelitian dapat dilakukan satu kali di Banjar Ketapian Kelod ketika lansia mengikuti senam lansia dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.20
Berdasarkan rumus besaran sampel menurut Lemeshow, didapatkan jumlah sampel minimal yang diperlukan sebanyak 49 subjek. Penambahan 20% besaran sampel minimal dilakukan untuk mengantisipasi sampel drop out dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 59 subjek. Sampel dipilih berdasarkan teknik probability sampling dengan metode simple random sampling. Subjek dipilih dan ditentukan berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi. Penelitian ini
menggunakan kriteria inklusi yaitu berusia 60-74 tahun, memiliki kemampuan berbicara yang baik dengan pengisian kuesioner berupa tanya jawab, mampu berjalan yang ditanyakan terlebih dahulu apakah dapat berjalan dan dibuktikan dengan adanya 8 fase gait cycle, memiliki IMT normal (IMT≤25), dan bersedia secara sukarela berperan sebagai subjek penelitian dengan bukti tanda tangan pada informed consent yang tersedia. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah adanya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, riwayat trauma kepala, gangguan keseimbangan, gangguan motoris pada ekstremitas bawah, dan memiliki gangguan muskuloskeletal pada ekstremitas bawah. Kriteria eksklusi didapatkan dengan tanya jawab sebelum penelitian berlangsung. Subjek akan masuk kriteria drop out bila tidak bersedia mengikuti instruksi penelitian dan tidak merespon pada instruksi peneliti.
Pertama, subjek menandatangani informed consent dan dilanjutkan dengan tanya jawab terkait usia, nama, jenis kelamin, pengukuran tinggi badan dan berat badan, tanya jawab adanya gangguan-gangguan yang tertera pada kriteria eksklusi, dan dilanjutkan tes MoCA-Ina untuk mengukur nilai fungsi kognitif yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu pemeriksaan visuospasial-eksekutif (5 poin), uji penamaan (3 poin), uji memori, uji atensi (6 poin), uji bahasa (3 poin), uji abstraksi (2 poin), uji delayed recall (5 poin), dan uji orientasi (6 poin). Kategori nilai MoCA-Ina terbagi menjadi 4, yaitu normal (26-30 poin), gangguan kognitif ringan (20-25 poin), gangguan kognitif sedang (10-19 poin), dan gangguan kognitif berat (0-9 poin). Tes MoCA memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 95% dalam mendiagnosis gangguan kognitif dengan nilai batas <23. Dengan menggunakan pendekatan studi transkultural dan kalibrasi antara dua pemeriksa, MoCA dinilai validitas dan reliabilitasnya untuk diterapkan di Indonesia. Sebagai data validasi yang baik, MoCA-Ina mendapat skor total 0,820 kappa, domain fungsi eksekutif 0,817, identifikasi 0,985, perhatian 0,969, bahasa 0,990, abstraksi 0,957, dan orientasi 1,00.21
Wawancara dilanjutkan dengan pengukuran resiko jatuh menggunakan tes TUG atau Timed Up and Go Test yang mengukur durasi berjalan pada lansia sejauh 3 meter. Kategori nilai tes TUG terbagi menjadi 4, yaitu normal (<10 detik), resiko jatuh ringan (10-19 detik), resiko jatuh sedang (20-29 detik), dan resiko jatuh tinggi (≥30 detik). Dalam memprediksi risiko jatuh, tes TUG memiliki sensitivitas dan spesifisitas 87%.22 Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan etchical clearance atau kelaikan etik bernomor 1322/UN14.2.2.VII.14/LT/2021 tertanggal 7 Mei 2021 oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan SPSS v.26.0 untuk windows dengan analisis deskriptif meliputi usia, jenis kelamin, nilai MoCA-Ina, dan nilai tes TUG. Single Blinding digunakan dalam teknik penelitian ini untuk memastikan bahwa hasil tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang tidak relevan dan bahwa hasil studi tidak memihak. Pengujian hipotesis menggunakan spearman rank correlation untuk mengetahui hubungan dan arah hubungan dari variabel bebas dan terikat dengan skala ordinal. Jika nilai p < 0,05 maka kedua variabel memiliki hubungan, namun jika nilai p > 0,05 maka kedua variabel tidak memiliki hubungan. Kekuatan hubungan antar dua variabel ditentukan berdasarkan correlation coefficient, yaitu dimana 0,00-0,25 berarti korelasi sangat lemah, 0,26-0,50 berarti korelasi cukup, 0,51-0,75 berarti korelasi kuat, 0,76-0,99 berarti korelasi sangat kuat, dan 1,00 berarti korelasi sempurna. Kedua variabel memiliki hubungan yang searah bila nilai correlation coefficient positif, dan tidak searah bila nilai correlation coefficient negatif.
HASIL
Data analisis univariat pada penelitian ini mencakup jenis kelamin, usia, nilai MoCA-Ina, dan nilai tes TUG pada sampel penelitian yang berjumlah 59 sampel yang dikonfirmasi memenuhi syarat.
Tabel 1. Karakteristik umum subjek penelitian (n=59)
Variabel |
Mean ± SD atau n (%) |
Jenis Kelamin | |
Perempuan |
35 (59,3%) |
Laki-laki |
24 (40,7%) |
Usia |
66,08 ± 4,89 |
MoCA-Ina |
24,22 ± 3,65 |
Tes TUG |
13,15 ± 4,41 |
Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 59 sampel, 24 sampel adalah laki-laki, dan 35 sampel adalah perempuan dan berusia rata-rata 66,08 tahun. Pemeriksaan fungsi kognitif yang dilakukan didapatkan rata-rata nilai MoCA-Ina sebesar 24,22 yang merupakan kategori gangguan fungsi kognitif ringan, dan dari pengukuran resiko jatuh didapatkan rata-rata nilai tes TUG sebesar 13,15 detik yang termasuk dalam kategori resiko jatuh ringan. Dari tabel tersebut, tidak ada data yang hilang.
Tabel 2. Distribusi frekuensi nilai fungsi kognitif (MoCA-Ina)
Kategori |
Jenis Kelamin |
Total (%) | |
Perempuan |
Laki-laki | ||
Fungsi kognitif baik |
9 |
12 |
21 (35,6%) |
(Normal) | |||
Gangguan ringan |
21 |
10 |
31 (52,5%) |
Gangguan sedang |
5 |
2 |
7 (11,9%) |
Gangguan berat |
0 |
0 |
0 (0%) |
Berdasarkan Tabel 2. hasil pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan MoCA-Ina dari 59 sampel, adanya dominasi gangguan fungsi kognitif ringan pada sampel sebanyak 52,5% (31 sampel) dengan 21 subjek perempuan dan 10 subjek laki-laki.
Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat nilai resiko jatuh (Tes TUG)
Kategori |
Jenis Kelamin |
Total (%) | |
Perempuan |
Laki-Laki | ||
Kemandirian penuh |
3 |
5 |
8 (13,5%) |
(Normal) | |||
Resiko jatuh rendah |
27 |
17 |
44 (74,6%) |
Resiko jatuh sedang |
5 |
2 |
7 (11,9%) |
Resiko jatuh tinggi |
0 |
0 |
0 (0%) |
Berdasarkan Tabel 3, hasil pengukuran resiko jatuh menggunakan Tes TUG dari 59 sampel, didapatkan adanya dominasi resiko jatuh rendah pada sampel sebanyak 74,6% (44 sampel) dengan 27 subjek perempuan dan 17 subjek laki-laki.
Tabel 4. Tabulasi silang fungsi kognitif (MoCA-Ina) terhadap resiko jatuh (Tes TUG) pada lansia
TUG
Kemandirian |
Resiko Jatuh |
Resiko Jatuh |
Resiko |
Total | ||
Penuh |
Ringan |
Sedang |
Jatuh Tinggi | |||
Gangguan Berat |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 | |
MoCA- |
Gangguan Sedang |
0 |
0 |
7 |
0 |
7 |
Ina |
Gangguan Ringan |
2 |
29 |
0 |
0 |
31 |
Normal |
6 |
15 |
0 |
0 |
21 | |
Total |
8 |
44 |
7 |
0 |
59 |
Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 4. dari 59 sampel, didapatkan 29 sampel yang mengalami gangguan fungsi kognitif ringan dan resiko jatuh ringan yang merupakan dominasi nilai MoCA-Ina dan tes TUG pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 5. Hubungan fungsi kognitif (MoCA-Ina) terhadap resiko jatuh (Tes TUG) pada lansia
MoCA-Ina |
Tes TUG | ||
MoCA- |
Correlation Coeficient |
1,000 |
-,681** |
Ina |
Sig. (2-tailed) |
,000 | |
Tes |
Correlation Coeficient |
-,681** |
1,000 |
TUG |
Sig. (2-tailed) |
,000 |
**korelasi signifikan pada level 0,01 (2-tailed)
Hasil uji bivariat spearman rank correlation pada Tabel 5 menunjukkan tingkat kekuatan korelasi yang kuat sebesar 0,681 dengan korelasi kedua variabel yang bernilai signifikan pada level 0,01 (p = 0,000). Nilai correlation coefficient negatif, yaitu -0,681 menunjukkan kedua variabel yang berhubungan secara negatif atau tidak searah sehingga semakin tinggi nilai MoCA-Ina, maka semakin rendah nilai tes TUG, begitupun sebaliknya.
DISKUSI
Karakteriktik Responden
Hasil penelitian menunjukkan dominasi sampel berjenis kelamin perempuan, dimana menurut Myers, perempuan lebih cenderung mengalami penurunan kognitif karena level hormon seks endogen mempengaruhi perubahan fungsi kognitif.23 Namun penelitian yang dilakukan oleh Rasyid tentang hubungan faktor resiko dengan fungsi kognitif pada lanjut usia di kecamatan Padang Panjang Timur menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistika antara jenis kelamin terhadap resiko jatuh meskipun terdapat perbedaan jumlah gangguan fungsi kognitif pada perempuan dan laki-laki pada penelitian tersebut. Ini terjadi karena tingginya angka harapan hidup perempuan mempengaruhi banyaknya jumlah lansia perempuan sehingga meningkatkan peluang lansia perempuan mengalami penurunan fungsi kognitif.24 Menurut penelitian oleh Safitri tentang hubungan jenis kelamin dan usia dengan resiko jatuh pada lansia, menunjukkan tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dan lansia dengan resiko jatuh.25 Hasil tersebut mendukung penelitian Annisa dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan resiko jatuh dengan nilai signifikansi 0,202.26
Pengukuran resiko jatuh menggunakan tes TUG yang didapatkan terbanyak dengan nilai 11,1 detik sebanyak 4 orang (6,8%), nilai tes TUG terendah adalah 7,1 detik berjumlah 1 orang (1,7%), dan nilai tes TUG tertinggi adalah 27,3 detik berjumlah 1 orang (1,7%). Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan MoCA-Ina yang didapatkan terbanyak dengan skor 24 dan 26 sebanyak 14 orang (23,7%), nilai MoCA-Ina terendah adalah 10 berjumlah 1 orang (1,7%), dan nilai MoCA-Ina tertinggi adalah 30 berjumlah 4 orang (6,8%).
Pengaruh Penurunan Fungsi Kognitif Terhadap Peningkatan Resiko Jatuh
Hasil penelitian pada tabel 2 mengenai pemeriksaan fungsi kognitif dengan MoCA-Ina menunjukkan bahwa sampel penelitian lebih dominan memiliki gangguan fungsi kognitif berjumlah 31 orang (52.5%), sedangkan yang memiliki fungsi kognitif normal berjumlah 21 orang (35.6%). Hasil pada penelitian serupa dengan penelitian oleh Al Rasyid pada tahun 2017 tentang hubungan faktor risiko dengan fungsi kognitif pada lansia yang menunjukkan sampel dengan fungsi kognitif yang terganggu lebih dominan dengan jumlah 64 orang (66%), sedangkan yang memiliki fungsi kognitif normal berjumlah 33 orang (34%).24 Hasil penelitian juga serupa dengan penelitian Pramadita pada tahun 2019 tentang hubungan fungsi kognitif dengan gangguan keseimbangan postural pada lansia yang menunjukkan sampel dengan fungsi kognitif terganggu lebih dominan dengan 19 orang (76%), dan sampel dengan fungsi kognitif normal sebanyak 6 orang (24%). Hasil ini muncul karena adanya penurunan fungsi kognitif secara fisiologis pada lansia yang disebabkan oleh bertambahnya usia. Perubahan struktur dan fungsi karena adanya atrofi otak bagian prefrontal oleh
penurunan ukuran otak yang stabil menyebabkan sulitnya berkonsentrasi dan daya ingat jangka pendek yang menurun. Selain itu, adanya penurunan densitas reseptor dopamin di otak karena pertambahan usia berpengaruh pada penurunan fungsi kognitif, dimana reseptor ini berperan dalam mengatur pusat perhatian dan memodulasi respon terhadap rangsangan.27
Hasil penelitian pada tabel 3 mengenai resiko jatuh lansia menunjukkan bahwa sampel penelitian lebih dominan memiliki resiko jatuh rendah berjumlah 44 orang (74,6%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sejenis oleh Yulidarwati pada tahun 2021 dimana sampel yang memerlukan waktu >14 detik dan dikategorikan beresiko jatuh terdapat sebanyak 76%.28 Penelitian ini juga serupa berdasarkan penelitian Aprilia pada tahun 2019 tentang hubungan fungsi kognitif dengan resiko jatuh pada lansia di panti sosial yang menunjukkan adanya dominasi pasien dengan adanya resiko jatuh sebanyak 34 sampel (54%). Hal ini terjadi karena adanya peningkatan usia dapat menyebabkan penurunan keseimbangan dan rasa takut akan jatuh pada lansia. Rasa takut akan jatuh dapat menurunkan aktivitas fisik lansia sehingga tubuh tidak lagi fleksibel dan mempengaruhi kemampuan keseimbangan tubuh.29
Hasil analisis bivariat spearman rank correlation pada tabel 5 tentang hubungan fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta dengan nilai p=0,000 yang berarti nilai p<0,01. Dari hasil tersebut, diketahui bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti adanya hubungan antara fungsi kognitif dan resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur. Jumlah sampel yang kami gunakan ditentukan berdasarkan rumus ukuran sampel dengan pendekatan cross-sectional pada penelitian observasional analitik dan jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 49 sampel. Namun, penambahan 20% hasil sampel dilakukan untuk antisipasi sampel drop out dan didapatkan jumlah sampel yang diperlukan adalah 59 sampel. Generalisasi dari hasil penelitian dapat mewakili keseluruhan subjek pada banjar Ketapian Kelod, namun memerlukan lebih banyak subjek penelitian untuk dapat mewakili Desa Sumerta, Kota Denpasar, dan Provinsi Bali.
Pada kriteria inklusi, sampel harus berusia kategori lanjut usia berdasarkan WHO, yaitu 60-74 tahun.3 Sampel harus mampu berbicara dengan baik karena pengisian kuesioner MoCA-Ina membutuhkan kemampuan berbicara dalam menjawab wawancara kuesioner MoCA-Ina, dan sampel harus mampu berjalan karena pengukuran tes TUG membutuhkan kemampuan berjalan yang ditanyakan terlebih dahulu apakah dapat berjalan dan dibuktikan dengan adanya 8 fase gait cycle, yaitu initial contact, loading response, midstance, terminal stance, pre swing, initial swing, mid swing, dan late swing Sehingga segala bentuk gangguan yang dapat mengganggu pemeriksaan dan pengukuran pada penelitian ini dimasukkan kedalam eksklusi seperti memiliki gangguan penglihatan, memiliki gangguan pendegaran, memiliki gangguan keseimbangan, memiliki gangguan motoris pada ekstremitas bawah, memiliki gangguan muskuloskeletal. Sampel juga diberi pilihan apakah bersedia secara sukarela menjadi sampel dibuktikan dengan tanda tangan pada informed consent. Terakhir, sampel diharuskan memiliki IMT yang normal (IMT ≤ 25) karena menurut Yulidarwati pada tahun 2021 tentang hubungan IMT dengan keseimbangan dinamis pada lansia menjelaskan adanya korelasi yang kuat antara indeks masa tubuh dan keseimbangan dinamis lansia, dimana hubungan tersebut searah yang berarti bila IMT tinggi, maka nilai tes TUG akan meninggi dan menyebabkan tingginya resiko jatuh pada lansia.28 Selanjutnya untuk kriteria eksklusi terakhir adalah memiliki riwayat trauma kepala karena menurut Pramana dan Imran pada tahun 2019 tentang hubungan trauma kepala terhadap fungsi kognitif menunjukkan adanya korelasi yang signifikan pada tingkat cedera kepala dan fungsi kognitif karena sering ditemukannya neurodegenerasi pada pasien dengan riwayat trauma kepala seperti disfungsi kognitif, gejala yang berhubungan dengan motorik, dan gangguan perilaku.30
Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengetahui hubungan fungsi kognitif terhadap resiko jatuh lansia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasyiqah pada tahun 2019 tentang fungsi kognitif dan tingkat resiko jatuh lansia menunjukkan hasil nilai p=0,000 dengan artian adanya hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dan tingkat resiko jatuh lansia di Banda Aceh. Hal ini terjadi karena keseimbangan yang terganggu merupakan penyebab jatuh yang sering terjadi pada lansia. Gangguan keseimbangan tersebut terjadi karena sistem saraf, motorik, dan sistem saraf pusat yang berubah. Perubahan sistem saraf yang terjadi karena proses penuaan dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi, aktifitas visual, pergerakan, sistem pembuluh darah, dan kemampuan fungsi kognitif.10 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Aprilia pada tahun 2019 tentang hubungan fungsi kognitif dengan resiko jatuh pada lansia di panti sosial juga menunjukkan hasil hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dan resiko jatuh pada lansia. Menurut penelitian, perubahan gaya berjalan dan keseimbangan akibat penuaan dapat merubah pusat gravitasi atau centre of gravity sehingga meningkatkan resiko jatuh pada lansia.29
Terjadinya proses penuaan dapat memengaruhi sistem tubuh manusia seperti: sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, integumen, gastrointestinal, endokrin, respiratori, reproduksi, urinari, dan neurologi. Efek penuaan pada sistem neurologis salah satunya adalah atrofi pada otak sehingga menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif. Fungsi kognitif yang terganggu pada aspek fungsi eksekutif dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada lansia. Selain itu, aspek atensi, kemampuan psikomotor, koordinasi neuromotorik, dan fleksibilitas yang terganggu pada fungsi kognitif dapat meningkatkan resiko seperti jatuh dan terbatas dalam melakukan aktifitas fisik pada lansia.10
Peningkatan resiko jatuh akibat adanya penuaan dikaitkan dengan adanya neurodegeneratif pada bagian otak tertentu seperti prefrontal cortex (PFC) sebagai pengaktivasi kortikal yang melibatkan domain fungsi eksekutif.31 PFC juga mengatur perilaku dan atensi pada hubungan jaringan sel piramida, dan bersifat bergantung pada lingkungan sekitarnya. Adanya perubahan pada katekolamin, norepinefrin, dan dopamin dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada PFC.32 Atensi, memori, psikomotor, dan keseimbangan diatur oleh neurotransmisi kolinergik sentral. Neuron otak kolinergik banyak ditemukan di hipokampus, nukleus basalis Meynert, basal ganglia, thalamus, dan nukleus pedunculopontine. Aktifitas kolinergik thalamik, yang sebagian besar berasal dari terminal neuron nukleus pedunculopontine, mengontrol pola pergerakan pada gait performance 13 Terjadinya denervasi asetilkolin sentral menyebabkan lambatnya gaya berjalan dan jatuh pada lansia. Hal ini terjadi karena proses neurodegeneratif mempengaruhi struktur kortikal dan subkortikal di otak seperti adanya kelainan vaskular yang terlibat dalam output
motor dalam meningkatnya ketidakstabilan gaya berjalan pada lansia dan berefek pada variabilitas gaya berjalan.33 Selain itu, gangguan fungsi kognitif juga menyebabkan perlambatan waktu reaksi karena proses neurodegeneratif yang terjadi menyebabkan penurunan kecepatan proses informasi yang mencakup komponen sensoris dan motoris sehingga terjadinya penurunan waktu reaksi yang berakibat pada tingginya resiko jatuh pada lansia karena kesulitan mengantisipasi bila terpeleset, dan tersandung.29 Hal ini dikaitkan dengan adanya penurunan massa otak dan penurunan aliran darah pada gangguan saraf pusat dan menyebabkan proliferasi dari atrosit, sehingga ada perubahan neurotransmitter, seperti serotonin dan dopamin. Kemudian terdapat peningkatan aktivitas dari enzim monoaminoksidase (MOA) karena adanya perubahan pada neurotransmitter yang memberikan dampak melambatnya waktu reaksi dan proses sentral.34
Manajemen fisioterapi yang sering diberikan dalam kasus defisit fungsi kognitif adalah olahraga yang diberikan dalam berbagai variasi dan kombinasi sesuai kebutuhan masing-masing individu. Tujuan diberikannya olahraga adalah untuk mempertahankan kapasitas fisik, khususnya kekuatan dan keseimbangan yang merupakan bagian yang beresiko menyebabkan terjadinya jatuh. Melakukan 3 kali seminggu olahraga sangat dianjurkan untuk lansia, seperti yoga atau jalan kaki, ataupun senam lansia. Neuronal growth dan faktor tropik dapat distimulasi oleh aktivitas fisik, yang kemudian dapat menghambat penurunan fungsi kognitif. Level dopamin dapat ditingkatkan oleh aktivitas fisik yang kemudian dapat meningkatkan vaskularisasi otak dan struktur molekuler dari faktor neutropik. Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) merupakan faktor neurotropik yang meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan dari beberapa tipe neuron. BDNF merupakan mediator utama dari penghubungan sel saraf, efikasi sinaptik, dan plastisitas sel saraf. Aktivitas fisik dapat memfasilitasi metabolisme neurotransmiter, stimulasi aktivitas selular, meningkatkan molekuler di otak, dan merangsang neurogenesis yang menghasilkan faktor tropik.
Selain itu, manajemen fisioterapi yang juga dapat diberikan adalah brain gym atau senam otak dimana terdapat serangkaian gerakan latihan sederhana dan menggunakan keseluruhan aspek otak dengan melakukan koordinasi otak dan badan. Gerakan ringan olah kaki dan tangan ini baik dalam memberikan stimulus pada otak untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Latihan yang dianjurkan adalah sekitar 15-30 menit, sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Menurut penelitian menurut oleh Atmaja pada tahun 2018, terdapat peningkatan keseimbangan setelah pemberian brain gym 35 Penelitian lainnya oleh Wijianto pada tahun 2017 juga mendukung bahwa adanya pemberian senam lansia dan brain gym dapat meningkatkan koordinasi gerakan pada lansia.36
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang perlu dipertimbangkan yaitu kami tidak dapat mengukur semua faktor yang telah dikaitkan dengan resiko jatuh berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik yang buruk telah menunjukkan dapat meningkatkan resiko jatuh.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan olah data SPSS uji spearman rank correlation, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan atau pengaruh yang signifikan antara fungsi kognitif dan resiko jatuh pada lansia di Desa Sumerta, Denpasar Timur dengan nilai p=0,000. Arah hubungan dari kedua variabel bersifat negatif atau tidak searah yang dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai fungsi kognitif, maka semakin rendah nilai resiko jatuh, begitupun sebaliknya.
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi fisioterapis untuk dapat membantu mengambil keputusan dalam memberikan tindakan pencegahan, planning, dan intervensi gangguan kognitif sehingga mengurangi resiko jatuh dan cedera lainnya pada lansia. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan atau referensi untuk peneliti selanjutnya yang membahas mengenai hubungan fungsi kognitif terhadap resiko jatuh pada lansia
UCAPAN TERIMA KASIH ATAU INFORMASI LAINNYA
TFW telah melakukan penelitian, bertanggung jawab atas desain penelitian, pengumpulan data, analisis data menggunakan SPSS, dan menyusun naskah hasil penelitian. IPYPP, GPK, dan NW membantu penelitian literatur dan draft naskah. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada 59 peserta yang telah menyumbangkan waktu dan tenaga mereka dan 10 teman yang membantu pengumpulan data untuk penelitian ini. Penelitian ini bersifat swadana dan merupakan bagian dari skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes RI. Infodatin: Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Published 2016. Accessed May 6, 2020. https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin lansia 2016.pdf
-
2. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia Provinsi Bali. Published 2010. Accessed May 6, 2020. https://www.bps.go.id/publication/2011/03/30/04ed301d669021fd9cdf80d8/statistik-penduduk-lanjut-usia-provinsi-bali-2010-hasil-sensus-penduduk-2010.html
-
3. WHO. Ageing and health. Published 2018. Accessed June 9, 2022. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health
-
4. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lansia. Published 2019. Accessed June 9, 2022. https://www.bps.go.id/publication/2019/12/20/ab17e75dbe630e05110ae53b/statistik-penduduk-lanjut-usia-2019.html
-
5. Riskesdas. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Published 2013. Accessed May 6, 2020. http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Data Riskesdas 2013.pdf
-
6. Kalina RM, Mosler D. Risk of Injuries Caused by Fall of People Differing in Age, Sex, Health and Motor Experience. Adv Intell Syst Comput. 2018;603:84-88. doi:10.1007/978-3-319-60822-8_8
-
7. Rohima V, Rusdi I, Karota E. Faktor Resiko Jatuh pada Lansia di Unit Pelayanan Primer Puskesmas Medan Johor. J Persat Perawat Nas Indones. 2020;4(2):108. doi:10.32419/jppni.v4i2.184
-
8. Pramita I, Susanto AD. Pengaruh Pemberian Square Stepping Exercise Untuk Meningkatkan Keseimbangan
Dinamis Pada Lansia. Sport Fit J. 2018;6(3):1-7. doi:10.24843/spj.2018.v06.i03.p01
-
9. Sauliyusta M, Rekawati E. Aktivitas Fisik Memengaruhi Fungsi Kognitif Lansia. J Keperawatan Indones. 2016;19(2):71-77. doi:10.7454/jki.v19i2.463
-
10. Rasyiqah F, Khairani. Cognitive Function Between the Risk Level of Falling in The Elderly in Banda Aceh. Idea Nurs J. 2019;X(2):40-46.
-
11. Untari I, Subijanto AA, Mirawati DK, Probandari AN, Sanusi R. A Combination of Cognitive Training and Physical Exercise for Elderly with the Mild Cognitive Impairment: A Systematic Review. J Heal Res. 2019;33(6):504-516. doi:10.1108/JHR-11-2018-0135
-
12. Ayu TP NRI, Setyaningsih RD, Sukmaningtyas W. Pemberian Terapi Warna Mandala dan Peningkatan Fungsi Kognitif Pada Lansia dengan Demensia. Media Kesehat Politek Kesehat Makassar. 2019;14(2):127-134.
-
13. Montero-Odasso M, Camicioli R. Falls and Cognition in Older Persons.; 2019. doi:https://doi.org/10.1007/978-3-
030-24233-6_5
-
14. WHO. Global Report on Falls Prevention in Older Age. Published 2014. Accessed June 9, 2022. https://extranet.who.int/agefriendlyworld/global-report-on-falls-prevention-in-older-age/
-
15. Toreh ME, Pertiwi JM, Warouw F, et al. Gambaran Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting. J Sinaps. 2019;2(1):33-42.
-
16. Pinilih SS, Astuti RT, Rini DR. Hubungan Antara Lifestyle dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia. J Holist Nurs Sci.
2018;5(1):25-35.
-
17. Segev-Jacubovski O, Herman T, Yogev-Seligmann G, Mirelman A, Giladi N, Hausdorff JM. The Interplay
Between Gait, Falls and Cognition: Can Cognitive Therapy Reduce Fall Risk? Expert Rev Neurother. 2011;11(7):1057-1075. doi:10.1586/ern.11.69
-
18. Morley JE. F3ALLS Approach to Preventing Falls. J Nutr Heal Aging. 2018;22(7):748-750. doi:10.1007/s12603-018-1046-0
-
19. Widyadharma putu eka, Budiarsa IGN, Meidiary AAA. Perbedaan Fungsi Kognitif Pada Lansia Yang Kualitas Tidurnya Baik dan Buruk. Neurona. 2012;30(1):1-12.
-
20. covid19 - Denpasar Safe City. Accessed June 9, 2022. https://safecity.denpasarkota.go.id/id/covid19
-
21. Lestari S, Mistivani I, Rumende CM, Kusumaningsih W. Comparison Between Mini Mental State Examination (MMSE) and Montreal Cognitive Assessment Indonesian Version (MoCA-Ina) as an Early Detection of Cognitive Impairments in Post-Stroke Patients. J Phys Conf Ser. 2017;884(1). doi:10.1088/1742-6596/884/1/012153
-
22. Ginting S, Marlina S. Hubungan Tes “ Timed Up And Go ” Dengan Frekuensi Jatuh Pada Lansia. 2018;1(1):37-40.
-
23. Eni E, Safitri A. Gangguan Kognitif Terhadap Resiko Terjadinya Jatuh Pada Lansia. J Ilm Ilmu Keperawatan Indones. 2019;8(01):363-371. doi:10.33221/jiiki.v8i01.323
-
24. Al Rasyid I, Syafrita Y, Sastri S. Hubungan Faktor Risiko dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang. J Kesehat Andalas. 2017;6(1):49. doi:10.25077/jka.v6i1.643
-
25. Safitri TAA, Poerwandari D, Trisnawati Y. Hubungan Jenis Kelamin Dan Usia Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia.; 2016. https://repository.unair.ac.id/52928/
-
26. Annisa L, Pramantara IDP, Arianti A, Rahmawati F. Hubungan Penggunaan Obat Psikoaktif dengan Risiko Jatuh pada Pasien Geriatri di Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit di Madiun. Indones J Clin Pharm. 2019;8(3). doi:10.15416/ijcp.2019.8.3.217
-
27. Pramadita AP, Wati AP, Muhartomo H, Kognitif F, Romberg T. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Gangguan Keseimbangan Postural Pada Lansia. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokt Diponegoro). 2019;8(2):626-641.
-
28. Yuliadarwati NM, Navila DS, Rahmanto S. Hubungan Indeks Massa Tubuh (Obesitas) dengan Keseimbangan Dinamis Pada Lansia di Posyandu Lansia. J Sport Sci. 2021;11(2):100-105.
-
29. Aprilia SM, Lestari DR, Rachmawati K. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Risiko Jatuh Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Din Kesehat J Kebidanan Dan Keperawatan. 2020;10(1):402-413. doi:10.33859/dksm.v10i1.460
-
30. Pramana R, Imran Y. Hubungan Antara Trauma Kepala dan Fungsi Kognitif Pada Usia Dewasa Muda. J Biomedika dan Kesehat. 2019;2(4):149-153. doi:10.18051/jbiomedkes.2019.v2.149-153
-
31. Mirelman A, Herman T, Brozgol M, et al. Executive Function and Falls in Older Adults: New Findings from a Five-Year Prospective Study Link Fall Risk to Cognition. PLoS One. 2012;7(6):1-8. doi:10.1371/journal.pone.0040297
-
32. Fatwikiningsih N. Rehabilitasi Neuropsikologi Dalam Upaya Memperbaiki Defisit Executive Function (Fungsi Eksekutif) Klien Gangguan Mental. J An-Nafs Kaji Penelit Psikol. 2016;1(2):320-335. doi:10.33367/psi.v1i2.296
-
33. Bruce-Keller AJ, Brouillette RM, Tudor-Locke C, et al. Relationship Between Cognitive Domains, Physical
Performance, and Gait in Elderly and Demented Subjects. J Alzheimer’s Dis. 2012;30(4):899-908. doi:10.3233/JAD-2012-120025
-
34. Marlina, Mudayati S, Sutriningsih A. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Melakukan Aktifitas Sehari-Hari di Kelurahan Tunggul Wulung Kota Malang. J Nurs News. 2017;2(1):380-390.
-
35. Atmaja H. Pengaruh Brain Gym (Senam Otak) Terhadap Peningkatan Keseimbangan Pasien Stroke Non Hemoragik di RS Kota Mataram. PrimA J Ilm Ilmu Kesehat. 2018;4(2):50-56.
-
36. Wijianto, Widayati RS, Rosdiana GS. Pengaruh Pemberian Brain Gym Terhadap Peningkatan Koordinasi Gerak pada Lansia di Posyandu Lansia Lestari Idaman Pulosari Jaten Karanganyar. Urecol. Published online 2017:145-150.
Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 3 (2023), Halaman 271-277, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |277|
Discussion and feedback