PENURUNAN RISIKO JATUH PADA LANSIA DENGAN LATIHAN TANDEM WALKING
on
PENURUNAN RISIKO JATUH PADA LANSIA DENGAN LATIHAN TANDEM WALKING
Murjito1*, Byba Melda2
-
1,2 Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia, Kediri, Jawa Timur *Koresponden: [email protected]
Diajukan: 18 Mei 2021 | Diterima: 10 Juni 2021 | Diterbitkan: 15 September 2022
DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i03.p04
ABSTRAK
Pendahuluan: Lansia mengalami penurunan fungsi neurologis, sensoris dan muskuloskeletal berakibat menurunnya keseimbangan sehingga meningkatkan risiko jatuh. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan latihan keseimbangan seperti latihan tandem walking. Studi ini bertujuan untuk menganalisis adanya penurunan risiko jatuh setelah diberikan latian tandem walking pada responden lansia.
Metode: Penelitian eksperimental pre-test.and.post-test with control group designs. Melibatkan 26 responden didistribusikan kedalam kelompok perlakuan.dan.kelompok kontrol sama besar masing-masing 13 responden. Kelompok perlakuan diberikan latihan tandem walking 2 set per pekan selama 2 pekan, pada kelompok kontrol tidak ada intervensi khusus melainkan hanya mengikuti kegiatan rutin lansia di ruang rawat inap. Instrumen yang digunakan yakni TimexUp and Go (TuG) dan Morse Fall Score (MFS). Uji statistik menggunakan paired t-test dan independent t-test dengan tingkat signifikansi α=0,05.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paired sample t-test (TuG) kelompok perlakuan p=0,000 (p<0,05) dengan selisih nilai rerata pretest-posttest 10,230, kelompok kontrol sebesar 2,384. Paired sample t-test (MFS) pada kelompok.perlakuan p=0,000 (p<0,05) dengan selisih nilai rerata pretest-posttest sebesar 31,923, kelompok kontrol sebesar 11,153. Independent.sample.t-test pada post-test (TuG) antara kelompok perlakuan dengan kontrol p=0,000 (p<0,05) dengan selisih rerata sebesar 8,307. Independent.sample T-test pada post.test (MFS) antara kelompok perlakuan dengan kontrol p=0,000 (p<0,05) dengan selisih rerata sebesar 31,153.
Simpulan: Latihan tandem walking efektiflmeningkatkanlkeseimbanganldanlmenurunkanlrisikoljatuhlpadallansia.
Kata Kunci: lansia, latihan tandem walking, risiko jatuh
PENDAHULUAN
Lansia adalah lanjutan tahapan proses kehidupan individu memiliki ciri khusus yakni menurunnya fungsi organ tubuh, menurunnya fungsi dan sistem tubuh secara fisiologis.1 Jumlah penduduk lansia usia diatas 80 tahun di dunia pada saat ini adalah 125 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2050, jumlah penduduk lansia dengan usia diatas 60 tahun di dunia diperkirakan sebanyak 2 milyar, meningkat dua kali dibanding 2015 yang hanya 900 juta.2 Jumlah penduduk dalam kisaran usia lansia di Indonesia juga cukup besar. Pada tahun 2020 data yang disadur dari Badap Pusat Statistik (BPS) mencatatkan proporsi lansia sebesar 9,92% dari total keseluruhan penduduk Indonesia, atau jika dinominalkan setara dengan 26 juta penduduk.3
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan insiden pasien jatuh saat menjalani perawatan di rumah sakit sebesar 3,2–16,6% di beberapa negara maju.4 Sedangkan di Indonesia, WHO melaporkan setiap dari 1000 tempat tidur terdapat 2,2–7 kejadian pasien jatuh di ruang perawatan akut pertahun, dengan perkiraan sebesar 29-48% diantaranya mengalami cidera, yang 7,5% nya berakibat pada terjadinya cidera yang cukup serius.4 Jumlah pasien lansia berisiko tinggi jatuh di Instalasi Psikogeriatri RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang kurun waktu periode Agustus 2020—September 2021 sebanyak 17,77% dari total pasien.5
Salah satu faktor yang berkorelasi dengan tingkat risiko jatuh lansia adalah kemampuan keseimbangan.6 Penurunan keseimbangan pada lansia terjadi karena proses degeneratif, dimana terjadi perubahan komponen biomekanik diantaranya yaitu penurunan kekuatan otot dan kontrol postural.7
Penurunan keseimbangan pada lansia meningkatkan risiko jatuh hingga 2,9 kali atau hampir 3 kali lipat dibanding lansia yang tidak mengalami penurunan keseimbangan.7 Latian keseimbangan diperlukan untuk menurunkan risiko jatuh.1
Banyak manfaat dari tandem walking dalam upaya perbaikan fungsi fisiologis otot. Diantaranya otot ankle, otot abdomen, hingga koordinasi otot trunk. Selain itu, kontrol postur tubuh juga dapat diperbaiki melalui upaya latian tandem walking. Latian berupa langkah berjalan melalui line yang telah disiapkan oleh fisioterapis. Jarak latian disiapkan sepanjang 3—6 meter. Selama berjalan fisioterapis mengarahkan agar salah satu tumit kaki pasien menyentuh jari kaki lainnya, hal ini berfungsi untuk memastikan agar antara kedua kaki berposisi saling behimpitan lurus. Pandangan mata selalu terbuka dan menghadap kedepan, hingga jarak latian tercapai secara sempurna.8 Tandem walking bermanfaat
untuk memperbaiki fungsi motorik, stabilitas keseimbangan dinamik, dan kontrol postural sehingga dapat menurunankan tingkat risiko jatuh.1
Namun, yang penulis amati di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, penanganan pasien dengan risiko jatuh, bertujuan untuk menghindari terjadinya insiden jatuh saja, diantaranya yaitu dengan cara : ditandai dengan seragam warna kuning, dilakukan immobilisasi dengan manseting, dan dilayani dengan pendampingan perawat secara ketat untuk setiap aktifitas activity daily living (ADL) nya, sehingga belum ada upaya pemberian latihan keseimbangan dalam jangka panjang bermanfaat untuk menurunkan risiko jatuh, sekaligus dapat meningkatkan kemandirian ADL pasien lansia.
Berdasarkan kajian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian eksperimental judul “Peningkatan Keseimbangan dan Penurunan Risiko Jatuh pada Lansia Ditinjau dari Aspek Manfaat Pemberian Latihan Tandem Walking“. Studi ini sepenuhnya bertujuan untuk menganalisis adanya perbaikan keseimbangan dan perbaikan risiko jatuh yang pada lansia melalui pemberian latihan tandem walking.
METODE
Studi kuantitatif quasy experimental designs menggunakan kelompok pembanding (kontrol) disertai pengambilan data penelitian pada titik sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) intervensi tandem walking. Populasi yang menjadi target penelitian yakni yaitu setiap subjek (pasien) dengan usia 60 tahun ke atas yang tengah mendapatkan perawatan di Instalasi Psikogeriatri di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Teknik purposive sampling menjadi acuan untuk memilih sampel penelitian melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu (1) Subjek adalah pasien yang dirawat di Instalasi Psikogeriatri RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, dengan rentang usia lebih dari 60 tahun, dan berisiko jatuh tingkat sedang ( nilai MFS ≥ 25), (2) Subjek adalah pasien yang secara fisik dan psikis mampu untuk diberikan intervensi berupa latihan keseimbangan dalam penelitian ini, (3) Subjek kooperatif dan bersedia mengikuti program penelitian dan menandatangani informed concern. Kriteria eksklusi yaitu (1) Kondisi kejiwaan subjek secara umum masih belum tenang, gelisah dan tidak kooperatif sehingga masih belum memungkinkan untuk diberikan intervensi latihan keseimbangan, (2) Subjek menyatakan batal dan memutuskan keluar atau menolak untuk mengikuti intervensi yang ditentukan hingga program selesai. Hasil dari seleksi sampel didapatkan sejumlah 26 lansia secara sukarela bergabung menjadi responden. Keseluruhan responden kemudian dibagi acak kedalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, masing-masing kelompok terdiri dari 13 responden. Kelompok perlakuan diberikan latihan tandem walking sejauh 3 meter sebanyak 2 set per pekan selama 2 pekan, kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Variabel independen (X) pada penelitian ini yaitu latihan tandem walking. Variabel dependen adalah keseimbangan (Y1) dan risiko jatuh (Y2). Data dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian yakni Time up and go test (TUG) untuk mengukur tingkat keseimbangan responden dan Morse Fall Scale (MFS) untuk mengkaji tingkat risiko jatuh dari responden penelitian. Uji normalitas data dengan uji kolmogorof smirnof atau liliefors. Uji levene dipilih untuk menganalisis tingkat homogenitas data penelitian. Uji pengaruh dengan paired sample T-test, perbandingan perbedaan pengaruh antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan independent sample T-test dengan nilai signifikansi α=0,05. Penelitian ini telah mendapatkan keterangan layak etik No. LB.02.03/XXVII.5.7/3628/2022 oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada lansia yang sedang menjalani rawat inap di Ruang Kenanga dan Ruang Betet mulai tanggal 2 Maret–12 April 2022. Hasil gambaran umum responden penelitian disampaikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi rentang usia dan rerata usia responden (tahun)
Usia |
KelompokxPerlakuanx(n=13) |
KelompokxKontrolx(n=13) |
Usia minimal |
60 |
62 |
Usia maksimal |
75 |
74 |
Rerata |
51,076 |
52,538 |
BerdasarkanxTabelx1.xdiketahuixbahwa rentang usiaxrespondenxpadaxkelompok perlakuan sebesar 15 tahun. Usia minimal ditemukan yakni 60 tahun sedangkan usia tertinggi usia 75 tahun. Rentang usia pada kelompok kontrol lebih sempit yakni 12 tahun, dimana usia lansia minimal 62 tahun sedangkan usia tertinggi 74 tahun. Nilai rerata usia pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol secara berururtan yakni 51,076 dan 52.538 tahun.
Tabel 2. Distribusixfrekuensixrespondenxberdasarkanxjenisxkelamin
JenisxKelamin |
KelompokxPerlakuan (n=13) |
KelompokxKontrol (n=13) |
Laki-Lakix |
5(38,5%) |
5(35,5%) |
Perempuanx |
8(61,5%) |
8(61,5%) |
Total |
13(100%) |
13(100%) |
BerdasarkanxTabel 2. distribusi frekuensi data jenisxkelamin responden,padaxkelompok perlakuan didapatkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 (38,5%) dan responden dengan jenis kelamin perempuan 8 (61,5%). Pada kelompok kontrol didapatkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 (38,5)xdan respondenxdengan jenisxkelaminxperempuanxsebanyak 8 responden (61,5%).
Tabel 3. Nilai rerata TUG dan MFS pada kedua kelompok penelitian
Data |
KelompokxPerlakuanx(n=13) |
KelompokxKontrolx(n=13) | ||||
Sebelum |
Sesudah |
∆ Rerata |
Sebelum |
Sesudah |
∆ Rerata | |
TUG |
21,923 |
11,692 |
10,231 |
22,384 |
20,000 |
2,384 |
MFS |
37,307 |
5,384 |
31,923 |
47,692 |
36,538 |
11,153 |
Keterangan: ∆ = delta atau selisih nilai rerata
Berdasarkan Tabel 3. pengukuran pre test (TuG) pada kelompok perlakuan didapatkan nilai rerata 21,923 sedangkan kelompok kontrol nilai rerata 22,384. Pengukuran pre test (MFS) kelompok perlakuan diperoleh nilai rerata 37,307 sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rerata 47,692. Pengukuran post test (TuG) pada kelompok perlakuan didapatkan nilai rerata 11,692 sedangkan kelompok kontrol didapatkan nilai rerata 20,000. Pengukuran post test (MFS) kelompok perlakuan diperoleh nilai rerata 5,384 sedangkan kelompok kontrol didapatkan nilai rerata 36,538.
Tabel 4. HasilxujixstatistikxPairedxSamplexT-Test
Variabel |
Kelompok |
∆ Rerata |
Simpangan Baku (SD) |
Kesalahan Standar (SE) |
Nilai P |
TUG pre testx– postxtest |
Perlakuan Kontrol |
10,230 2,384 |
1,091 0,767 |
0,302 0,212 |
0,000 0,000 |
MFS pre testx– postxtest |
Perlakuan Kontrol |
31,923 11,153 |
10,711 8,454 |
2,970 2,344 |
0,000 0,000 |
Keterangan :
∆ = delta atau selisih nilai rerata
SD = Standard Deviation
SE = Standard Error
Tabel 5. UjixstatistikxIndependentxSamplexT Test
Variabel |
Perbedaan Rerata (MD) |
Perbedaan Kesalahan Standar (SED) |
Nilai P |
TUG – TUG K post test |
8,307 |
0,472 |
0,000 |
MFS – MFS K post test |
31,153 |
2,522 |
0,000 |
Keterangan :
∆ = delta atau selisih nilai rerata
MD = Mean Difference
SED = Standard Error Difference
BerdasarkanxTabel 4. xHasilxujixstatistikxpairedxsample t-test pada pre test – post test data (TuG) dan (MFS) pada kedua kelompok didapatkan hasil nilai p=0,000 (p< 0,05). Tabel 5. hasil uji statistik beda pengaruh independent sample t test terhadap data post-test (TuG) dan post-test (MFS) didapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05).
DISKUSI
Gambaran Umum Responden Penelitian
Responden kelompok perlakuan memiliki rentangan usia 60—75 tahun dengan rata-rata usia 51,076 tahun, sedangkan kelompok kontrol pada rentangan 62—74 tahun dengan rata-rata usia 52,538 tahun. Sedangkan ditinjau dari gambaran jenis kelamin, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Masing-masing berjumlah delapan responden perempuan.baik.pada.kelompok.perlakuan.maupun.kelompok.kontrol. Menurut World Health Organization (WHO) usia 60—74 tahun disebut tahapan lanjut usia (elderly).2 Karakteristik umum lansia yakni semakin bertambah usia akan berdampak pada ketidakmampuan lansia untuk melakukan aktivitas fisik. Lansia akan mengalami ketergantungan kepada keluarga. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis. Lansia yang telah memasuki usia 70 tahun, ialah lansia resiko tinggi mengalami penurunan dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari.9
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Aniyati & Kamalah (2018) dimana rerata usia responden penelitian lansia terbanyak pada rentangan usia 60—74 tahun.10 Namun demikian ada juga penelitian yang didominasi oleh lansia pada rentangan usia 75—90 tahun. Meski demikian sebagian besar penelitian akan sulit untuk mendapatkan responden dengan usia diatas 90 tahun yang mampu terlibat dalam penelitian yang dilakukan.11 Banyak penelitian yang telah menyebutkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan.9,10,11 Hasil laporan badan pusat statisik mendapatkan gambaran bahwa perempuan memiliki angka usia harapan hidup yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Nilai angka usia harapan hidup perempuan berada pada usia 71 tahun, sedangkan angka usia harapan hidup laki-laki hanya pada usia 67 tahun.10 Secara umum, laki-laki ketika memasuki lanjut usia akan lebih sedikit melakukan aktivitas dan kebanyakan hanya duduk bersantai menonton TV atau baca koran. Hal ini berbeda dengan perempuan walaupun sudah memasuki usia lanjut, dia akan tetap melakukan aktivitas fisik di dalam rumah tangga seperti memasak, menyiapkan makanan untuk keluarga atau menjahit.9
Pada penelitian ini, subjek sebanyak 26 yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, dibagi secara random menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan sebanyak 13 subjek diberikan latihan Tandem Walking sebanyak 2 set per pekan selama 2 pekan, sedangkan kelompok kontrol sebanyak 13 subjek, tidak diberikan perlakuan apapun. Pengukuran tingkat keseimbangan.dengan.alat.ukur (TuG) dan pengukuran tingkat risiko jatuh dengan alat ukur (MFS) yang hasilnya di uji secara statistik untuk melihat perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah perlakuan, dan perbedaan
pengaruh antara kedua kelompok. Setelah uji prasyarat terpenuhi, dimana data terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji pengaruh dengan paired sample T test dan uji perbedaan pengaruh independent sample T test antara kelompok perlakuan dan kontrol. Dosis yang dianjurkan pada latihan tandem walking untuk menghasilkan peningkatan keseimbangan yang adekuat adalah 2 set per pekan selama 2 sampai 4 pekan, yang tiap setnya adalah 5 kali pengulangan.12
Pengaruh Latihan Tandem Walking terhadap Risiko Jatuh
Uji beda data TuG pada kelompok perlakuan di dapatkan.hasil nilai p=0,000. (p<0,05), yang.artinya pemberian.latihan.tandem walking berpengaruh terhadap.keseimbangan.lansia. Sebuah penelitian di Bali Indonesia pada bulan Februari 2017 terhadap 24 subjek lansia, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan diberikan latihan tandem walking dan kelompok kontrol diberikan perlakuan latihan balance strategy, kemudian dievaluasi pengaruhnya terhadap keseimbangan pada lansia, diperoleh hasil bahwa latihan tandem walking dan latihan balance strategy sama-sama memengaruhi keseimbangan lansia, namun latian tandem walking lebih efektif daripada latihan balance strategy.6 Latihan jalan tandem meningkatkan fungsi dari pengontrol keseimbangan tubuh yaitu sistem informasi sensorik, central processing dan efektor untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketika melakukan latihan jalan tandem, lansia dilatih secara visual dengan melihat kearah depan agar memperluas arah pandangan untuk dapat berjalan lurus. Selain melatih visual, latihan tandem walking juga mengaktifkan somatosensoris, vestibular serta proprioceptive yang mempertahankan posisi tubuh tetap tegak selama berjalan, serta melakukan pola jalan yang benar sehingga dapat meningkatkan keseimbangan.13 Proprioceptive merupakan bagian dari kontrol postural manusia yaitu fungsi yang kompleks yang mencakup komponen seperti deteksi gerakan serta respon otot bekerja menurut kesadaran untuk membangkitkan dan mengendalikan saat terjadinya gerakan. Proprioceptive merupakan bagian dari somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan bagaimana menyikapi lingkungan.14
Latihan proprioseptive melibatkan gerakan yang lambat pada setiap perpindahan gerak dan posisi agar nuclei subcortical dan basal ganglia dapat menganalisis sensasi posisi dan mengirimkan umpan balik berupa kontraksi otot yang diharapkan. Gerakan berjalan pada tandem walking dilakukan secara lambat agar dapat meningkatkan respon proprioseptif. Peningkatan proprioseptif ini akan meningkatkan input sensoris yang akan diproses di otak sebagai central processing. Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan alligment gravitasi pada tubuh membentuk kontrol postur yang baik dan mengorganisasikan respon sensorik motor yang di perlukan tubuh yang selanjutnya otak akan meneruskan impuls tersebut ke efektor agar tubuh mampu menciptakan stabilitas yang baik ketika bergerak.15
Uji beda pre test – post test data (MFS) pada perlakuan didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), yang artinya ada pengaruh latihan tandem walking terhadap penurunan risiko jatuh lansia. Penelitian di Bali Indonesia pada tahun 2020 terhadap 64 subjek lansia yang diberikan perlakuan latihan tandem walking kemudian dievaluasi pengaruhnya terhadap risiko jatuh lansia dengan morse fall scale, diperoleh hasil bahwa latihan tandem walking efektif menurunkan risiko jatuh pada lansia16. Dari uji beda data (TuG) dan uji beda data (MFS) pada perlakuan didapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05), sehingga hipotesis ketiga ada pengaruh latihan tandem walking terhadap keseimbangan dan risiko jatuh lansia. Uji beda pengaruh terhadap data post test (TuG) antar.kelompok. (perlakuan.dan.kontrol) .didapatkan p=0,000 (p<0,05). Uji beda pengaruh terhadap data post test (MFS) antara.kelompok.perlakuan.dengan.kontrol didapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05), sehingga hipotesis keempat ada perbedaan pengaruh antara pemberian latihan tandem walking dengan kelompok kontrol, terhadap keseimbangan dan risiko.jatuh.pada lansia diterima.
Menurunnya kemampuan fisik pada lansia mengakibatkan lansia rawan mengalami jatuh. Berbagai faktor yang memengaruhi adanya jatuh atau roboh pada lansia antara lain faktor host (diri lansia) salah satunya adalah mengenai masalah keseimbangan tubuh yang sering menyebabkan lansia tiba-tiba jatuh.17 Jatuh terjadi ketika sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kegagalan ini antara lain disebabkan oleh pergeseran pusat gravitasi tubuh yang besar, cepat, dan tiba-tiba, gangguan lingkungan, serta faktor intrinsik seperti hilang atau berkurangnya sistem sensorik yang esensial untuk mendeteksi gerakan pusat gravitasi tubuh, gangguan sistem saraf pusat untuk mengorganisasikan dan menghantarkan respon postural yang tidak efektif akibat terganggunya sistem neuromuskular, gaya berjalan abnormal, refleks postural tidak memadai, instabilitas sendi, dan kelemahan otot.17
Latihan tandem walking sangat mudah dilakukan oleh lansia. Pemberian latihan tandem walking bermanfaat untuk menjaga keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh, sehingga jangka panjang juga dapat meningkatkan kemandirian ADL pada pasien lansia. Setelah melakukan latihan tandem walking terjadi adanya penurunan tingkat risiko jatuh. Penggunaan kombinasi tandem walking dan ankle strategy menunjukan efektifitas dalam meningkatkan keseimbangan lansia secara signifikan.18 Latihan tandem walking dan angkle strategy, keduanya berpengaruh terhadap keseimbangan lansia, meski tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya.19 Latian tandem walking mampu memperbaiki keseimbangan statis lansia dengan cara mengontrol keseimbangan lansia, melatih sikap atau posisi tubuh lansia pada saat berjalan, memposisikan tubuh dan menjaga tubuh diposisi yang benar pada saat berjalan dengan cara mempersempit langkah dalam berjalan yang dilakukan dalam satu garis lurus dengan tumit menyentuh jari kaki yang lainnya dan dilakukan tanpa menggunakan alas kaki. Latihan ini dapat melatih beberapa komponen penting pada keseimbangan yaitu visual, ketika melakukan latian tandem walking visual tetap fokus melihat kedepan dan memperluas arah pandangan agar tetap pada posisi jalan lurus dengan tumit kaki menempel pada jari kaki lainnya. Mempersempit pola jalan pada latian tandem walking juga dapat melatih propioseptif agar melakuakan pola jalan dengan benar pada lansia, koordinasi otot dan gerak tubuh agar tetap seimbang pada posisi jalan lurus. Latihan propioseptif sangat penting
bagi keseimbangan karena umpan balik dari propioseptif akan mempertahankan dan meningkatkan stabilitas pada sendi.20
SIMPULAN
Pemberian latihan tandem walking, efektif untuk menurunan tingkat risiko jatuh pada lansia. Latihan tandem walking menumbuhkan kebiasaan dalam mengontrol postur tubuh, sehingga dapat meningkatkan keseimbangan dinamik yang berakibat adanya penurunan tingkat risiko jatuh. Latihan tandem walking mudah dilakukan oleh lansia, sehingga akan mudah diaplikasikan dalam memberikan perawatan terhadap lansia dengan risiko jatuh, maka penulis sarankan untuk menambahkan program latihan tandem walking pada pasien lansia dengan risiko jatuh.
UCAPAN TERIMA KASIH ATAU INFORMASI LAINNYA
Artikel merupakan bagian dari tesis program studi magister kesehatan peminatan fisioterapi
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Suadnyana IAA, Tirtayasa K, Munawaroh M, Adiputra LMISH, Griadhi IPA, Irfan M. Pelatihan 12 Balance Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dibandingkan Pelatihan Core Stability Pada Lansia Di Banjar Batu, Desa Pererenan Kecamatan Mengwi-Badung. Sport Fit J. 2018;2(1):56-66.
-
2. Word Health Organisation (WHO). World Population Ageing 2019. ST/ESA/SER. New York: Department of Economic and Social Affairs Population Division; 2019.
-
3. Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarata; 2020.
-
4. Damayanti D. Pengetahuan Perawat Tentang Morse Fall Scale di RS. Roemani Semarang. 2018:102-110.
-
5. SIMPel. Data Penilaian Pasien Risiko Jatuh Lansia (Sistem Informasi Pelaporan Elektronik - SIMPel). Lawang; 2021.
-
6. Novianti IGASW, Jawi IM, Munawaroh M, Griadhi IPA, Muliarta M, Irfan M. Latihan jalan tandem lebih meningkatkan keseimbangan lansia daripada latihan balance strategy. Sport Fit J. 2018;5(1):66-76.
-
7. Ranti RA. Analisis Hubungan Keseimbangan, Kekuatan Otot, Fleksibilitas dan Faktor Lain Terhadap Risiko Jatuh
Pada Lansia di PSTW Budi Mulia 4 Jakarta. J BAJA Heal Sci. 2021;1(01):84-95.
-
8. Lina LF, Aminanda D, Ferasinta F. Efektivitas Antara Latihan Jalan Tandem dengan Gaze Stability Exercise terhadap Peningkatan Keseimbangan Tubuh Pada Pasien Stroke di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. J Vokasi Keperawatan. 2019;2(2):122-132.
-
9. Surti, Candrawati E, Warsono. Hubungan Antara Karakteristik Lanjut Usia dengan Pemenuhan Kbutuhan Aktivitas Fisik Lansia. Nurs News (Meriden). 2017;2(3):103-111.
-
10. Aniyati S, Kamalah AD. Gambaran kualitas hidup lansia di wilayah kerja puskesmas bojong i kabupaten pekalongan. 2018;14(1).
-
11. Ratep N, Westa W, Studi P, Dokter P, Kedokteran F, Udayana U. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kognitif Pada Lansia di Puskesmas. 2019.
-
12. Umah KNS. Pengaruh latihan jalan tandem terhadap keseimbangan untuk mengurangi resiko jatuh lansia di PSTW Kabupaten Ponorogo. 2018:38-42.
-
13. Bustam IG. Edukasi Penurunan Risiko Jatuh Pada Lansia di Kecamatan Sukarami Palembang. Khidmah. 2021;3(2):409-418.
-
14. Dewi IA, Fisioterapi PS, Kedokteran F, et al. Perbedaan Efektivitas Proprioceptive Exercise dan Zig-Zag Run Exercise terhadap Peningkatan Kelincahan pada Anak Usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur. Maj Ilm Fisioter Indones. 2019;4(3):18-22.
-
15. Alita E, Munawwarah M, Anggita MY, Maratis J. Four Square Step Exercise Sama Baiknya Dengan Tandem Walking Exercise Terhadap Keseimbangan Dinamis Pada Lansia. Indones J Physiother Res Educ. 2021;2(2):71-76.
-
16. Astriani NMDY, Dewi PIS, Yudiastu IPI, Putra MM. The Effects of Tandem Stance Therapy on the Risk of Falling in the Elderly. J Keperawatan Glob. 2020;5(1):1-5.
-
17. Arianda R. Hubungan Antara Keseimbangan Tubuh dengan Riwayat Jatuh pada Lanjut Usia. Prodi S1 Fisioter. 2019.
-
18. Riyanto S, Wahyuni W. Pengaruh Tandem Walking Exercise dan Ankle Strategy terhadap Keseimbangan Dinamis pada Lansia di Posyandu Abadi I Gonilan. 9th Univ Res Colloqium. 2019;9(1):10-15.
-
19. Sari RP, Yani F, Fatmawati V. Perbedaan Pengaruh Tandem Gait Exercise dan Ankle Strategy Exercise terhadap Keseimbangan Pada Lanjut Usia. 2018;2(1):35-41.
-
20. Ayuandari A. Pengaruh Tandem Walking Exercise dan Ankle Strategy Terhadap Keseimbangan Statis Pada Lansia. Progam Stud Fisioterapi Fak ilmu Kesehat Univ Muhammadiyah Surakarta. 2021.
Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 3 (2022), Halaman 150-154, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |154|
Discussion and feedback