INTENSITAS PENGGUNAAN GAWAI DENGAN TINGKAT DISABILITAS LEHER PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
on
INTENSITAS PENGGUNAAN GAWAI DENGAN TINGKAT DISABILITAS LEHER PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Dyan Amalina Pratiwi1*, Anak Agung Gede Eka Septian Utama2, Ni Luh Nopi Andayani3, Agung Wiwiek Indrayani4
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
2 ,3 Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
4 Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
*Koresponden: [email protected]
Diajukan: 24 Maret 2022 | Diterima: 18 Mei 2022 | Diterbitkan: 15 Januari 2023
DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i01.p05
ABSTRAK
Pendahuluan: Pada masa pandemi Covid-19, penggunaan berbagai alat digital semakin meningkat. Hal itu berdampak pada peningkatan intensitas penggunaan gawai, contohnya pada mahasiswa yang melakukan perkuliahan daring. Intensitas yang tinggi dalam menggunakan gawai berisiko menyebabkan masalah kesehatan, salah satunya disabilitas leher. Disabilitas leher dapat disebabkan oleh posisi buruk yang monoton saat menggunakan gawai dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Jumlah subjek penelitian ini adalah 75 mahasiswa berusia 18 sampai 22 tahun yang dipilih melalui proses simple random sampling. Data diperoleh dari interpretasi intensitas penggunaan gawai menggunakan kuesioner skala intensitas penggunaan gawai dan tingkat disabilitas leher menggunakan kuesioner neck disability index (NDI). Kedua variabel tersebut dianalisis menggunakan chi-square test.
Hasil: Mahasiswa yang menjadi subjek mayoritas menggunakan gawai dalam intensitas tinggi dan sangat tinggi yaitu sebanyak 73 orang dengan 41 orang diantaranya mengeluhkan disabilitas ringan dan 5 orang disabilitas sedang, sedangkan sisanya tidak mengalami disabilitas leher. Hasil chi-square test yang diperoleh yaitu nilai p=0,002 sehingga p<0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan preventif megenai intensitas penggunaan gawai agar dapat meminimalisir risiko terjadinya disabilitas leher.
Kata Kunci: mahasiswa, intensitas penggunaan gawai, tingkat disabilitas leher
penglihatan, nyeri pada area leher hingga bahu, serta sakit kepala.8 Lamanya intensitas penggunaan gawai juga dapat memicu timbulnya nyeri leher yang biasanya mengawali terjadinya disabilitas leher.9 Penggunaan gawai dalam posisi duduk atau berdiri menyebabkan penggunanya melihat ke arah layar gawai dalam posisi fleksi leher dengan forward head posture, protraksi bahu, serta gerakan ibu jari dan tangan yang terus menerus dan monoton.10
Kepala manusia pada umumnya memiliki berat antara 10 sampai 20 lb, tetapi berat kepala yang disangga otot dan struktur servikal meningkat ke berat maksimumnya menjadi 60 lb ketika memfleksikan kepala saat menggunakan gawai pada posisi 60 derajat fleksi akibat dari adanya gaya gravitasi. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan yang diterima oleh struktur servikal menjadi meningkat dan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi kepala juga menjadi meningkat.11 Jika posisi tersebut bertahan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan centre of weight menjadi terdorong ke depan. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan peningkatan stres pada otot-otot ekstensor leher karena bekerja secara eksentrik untuk mempertahankan agar kepala tidak terjatuh. Jika posisi tersebut bertahan dalam jangka waktu yang lama maka otot akan mengalami kelelahan dan kehabisan energi sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik tersebut menyebabkan terkumpulnya zat metabolit seperti asam laktat, magnesium, ADP, fosfat anorganik, klorida, dan kalium yang menyebabkan gangguan pelepasan kalsium sehingga dapat merangsang free nerve ending yang bekerja sebagai kemonosiseptif yang kemudian menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Posisi yang buruk tersebut juga dapat menyebabkan terangsangnya free nerve ending yang bekerja sebagai mekanonosiseptif yang kemudian memicu persepsi nyeri.12 13 14
Mahasiswa tidak lepas dari tugas maupun proses pembelajaran yang sangat erat kaitannya dengan penggunaan internet sebagai penunjang pembelajaran yang dapat diakses melalui gawai masing-masing terlebih pada kondisi pandemi sekarang ini yang menyebabkan mahasiswa melakukan perkuliahan secara daring sehingga membuat mahasiswa semakin tinggi intensitasnya dalam menggunakan gawai.3 15 Rata-rata usia mahasiswa strata 1 di Indonesia yaitu berkisar antara 18 hingga 24 tahun dimana usia tersebut merupakan usia mayoritas pengguna gawai sehingga mahasiswa berisiko mengalami disabilitas leher akibat dari penggunaan gawai.16
Sebuah studi menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif sebagai pengguna gawai mengalami keluhan nyeri leher pada satu tahun penggunaan gawai tersebut.17 Keluhan tersebut akan semakin parah setelah tiga tahun penggunaan gawai.18 Keluhan nyeri leher onset dini tersebut dapat berkembang menjadi nyeri leher yang berulang dan persisten.19 Hal itu dapat disebabkan oleh tingginya intensitas penggunaan gawai, minimnya relaksasi di sela-sela penggunaan gawai, minimnya pengaplikasian postur yang baik, minimnya mahasiswa yang memiliki kursi yang ergonomis, kebutuhan yang tinggi dalam menggunakan gawai, serta beban psikis pada mahasiswa membuat mahasiswa berisiko mengalami masalah muskuloskeletal yang berujung pada terjadinya disabilitas leher.8 Disabilitas leher dapat menyebabkan penurunan produktivitas mahasiswa akibat dari ketidakoptimalan melakukan aktivitas sehari-hari terlebih pada saat pembelajaran bahkan dapat menimbulkan nyeri kronis apabila tidak segera ditangani.20 Tetapi, belum ada penelitian yang menganalisis hubungan intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa sehingga informasi mengenai hal tersebut masih sedikit dan upaya preventif untuk meminimalisir risiko terjadinya disabilitas leher juga belum dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis hubungan intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang diharapkan dapat menjadi informasi yang berdasarkan bukti bagi pembaca khususnya mahasiswa dan fisioterapis.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian korelasional untuk meneliti keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 dengan pengambilan data subjek dilakukan secara daring karena Indonesia masih berada dalam kondisi pandemi Covid-19. Populasi target pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali dan populasi terjangkaunya adalah mahasiswa aktif Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Besaran sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus slovin yang kemudian didapatkan hasil yaitu 75 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu berusia 18 sampai 24 tahun, memiliki dan menggunakan gawai dengan jenis smartphone berukuran 4,5 inch sampai 6,5 inch atau tablet berukuran 7 inch sampai 10 inch dalam berbagai merek, bisa dan aktif menggunakan gawai, mengerti dan memahami komunikasi menggunakan bahasa Indonesia, dan bersedia dengan sukarela menjadi subjek penelitian dan mengikuti penelitian dari awal sampai akhir dengan mengisi informed consent yang diberikan sebagai bukti persetujuan menjadi subjek penelitian. Sedangkan kriteria eksklusinya yaitu memiliki gangguan pendengaran, penglihatan, dan keterbatasan fisik yang menyebabkan tidak dapat menggerakkan kedua ekstremitasnya sehingga tidak dapat mengisi kuesioner dengan baik secara mandiri, mengalami trauma keras pada area leher dan kepala akibat dari kecelakaan atau kontak dengan permukaan dan benda tumpul yang mengakibatkan cedera pada struktur di area leher, mengalami infeksi dan keganasan pada area leher dan sistem saraf yang menginervasi pergerakan leher dan adanya penekanan saraf pada area leher, miliki gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, anxiety, dan gangguan emosional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Variabel-variabel pada penelitian ini antara lain variabel independent yaitu intensitas penggunaan gawai, variabel dependen yaitu tingkat disabilitas leher pada mahasiswa, dan variabel kontrol yang dalam penelitian ini adalah usia mahasiswa yaitu antara 18 sampai 24 tahun.
Sebelum memulai penelitian, subjek membaca penjelasan mengenai konsep penelitian ini yang terdapat di informed consent kemudian menandatanganinya apabila menyetujui menjadi sampel. Kemudian, subjek membaca tata cara pengisian kuesioner penelitian yang telah diinformasikan secara menyeluruh agar responden benar-benar paham
mengenai pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat meminimalisir risiko bias pada data yang diperoleh. Subjek juga dapat menanyakan kepada narahubung apabila masih ada yang belum dipahami mengenai pelaksanaan penelitian ini.
Data pada penelitian ini diperoleh dari interpretasi tingkat disabilitas leher yang ditentukan menggunakan kuesioner neck disability index (NDI) versi bahasa Indonesia yang memiliki nilai validitas 0,61<r≤0,80 dan nilai reliabilitasnya 0,895 yang berarti kuesioner ini valid dan reliabel. Kuesioner ini terdiri atas 10 aspek pertanyaan dengan rentang nilai 0 sampai 5 tiap pertanyaan. Nilai 0 berarti tidak nyeri atau tidak adanya masalah yang dirasakan sedangkan 5 berarti rasa sakit sangat parah atau masalah yang dirasakan sangat mengganggu. Nilai total minimum dari pengisian kuesioner NDI yaitu 0 dan nilai maksimumnya yaitu 50. Interpretasi kuesioner NDI yaitu tidak mengalami disabilitas (skor 0-4 atau 0%-9%), disabilitas ringan (skor 5-14 atau 10%-29%), disabilitas sedang (skor 15-24 atau 30%-49%), disabilitas berat (skor 25-34 atau 50%-69%), dan disabilitas total atau lumpuh (skor 35-50 atau 70%-100%). Semakin tinggi nilai tersebut mengindikasikan bahwa disabilitas leher yang terjadi juga semakin parah.16 Data juga diperoleh dari interpretasi intensitas penggunaan gawai menggunakan kuesioner skala intensitas penggunaan gawai yang terdiri dari empat aspek yaitu durasi, frekuensi, pemahaman, dan perhatian dengan nilai validitas 0,31<r≤ 0,80 dan nilai reliabilitasnya 0,934 yang berarti kuesioner ini valid dan reliabel. Interpretasi dari kuesioner skala intensitas penggunaan gawai yaitu sangat rendah (nilai 1-15), rendah (nilai 16-30), sedang (nilai 31-45), tinggi (nilai 46-60), sangat tinggi (nilai 61-80).21 Kedua variabel tersebut kemudian dianalisis bivariat menggunakan uji statistik non-parametrik karena kedua skala data variabel merupakan data ordinal sehingga data berdistribusi bebas dan tidak menggunakan asums normalitas. Uji statistik non-parametrik yang digunakan yaitu chi-square test dengan taraf signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% atau 0,05. Sedangkan, analisis univariat dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, intensitas penggunaan gawai, dan tingkat disabilitas leher.
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Ethical clearance/keterangan kelaikan etik dengan nomor 1643/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
HASIL
Karakteristik Subjek Penelitian
Data mengenai distribusi karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Karakteristik Subjek Penelitian
Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
18 tahun |
21 |
28,0 |
19 tahun |
18 |
24,0 |
20 tahun |
11 |
14,7 |
21 tahun |
22 |
29,3 |
22 tahun |
3 |
4,0 |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
12 |
16,0 |
Perempuan |
63 |
84,0 |
Intensitas Penggunaan Gawai | ||
Sedang |
2 |
2,7 |
Tinggi |
59 |
78,7 |
Sangat Tinggi |
14 |
18,7 |
Tingkat Disabilitas Leher | ||
Tidak Mengalami Disabilitas |
29 |
38,7 |
Disabilitas Rendah |
41 |
54,7 |
Disabilitas Sedang |
5 |
6,7 |
Berdasarkan data pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa distribusi subjek berdasarkan usianya yang paling banyak yaitu usia 21 tahun sebanyak 22 orang (29,3%) dan sebagian besar subjek pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 63 orang (84,0%). Kemudian, dapat diketahui bahwa intensitas penggunaan gawai pada subjek didominasi oleh intensitas tinggi sebanyak 59 orang (78,7%). Karakteristik subjek pada penelitian ini berdasarkan tingkat disabilitas lehernya mayoritas mengalami disabilitas ringan yaitu sebanyak 41 orang (54,7%).
Analisis Hubungan Intensitas Penggunaan Gawai dengan Tingkat Disabilitas Leher Pada Mahasiswa
Hasil chi-square test antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Chi-Square Test Intensitas Penggunaan Gawai dengan Tingkat Disabilitas Leher Pada Mahasiswa
Intensitas |
Tingkat Disabilitas Leher |
Penggunaan Gawai |
Tidak Disabilitas Disabilitas Total p Mengalami Ringan Sedang Disabilitas |
Sedang Tinggi Sangat Tingg Jumlah |
2 (2,7%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 2 (2,7%) 27 (36,0%) 30 (40,0%) 2 (2,7%) 59 (78,7%) 0,002 0 (0,0%) 11 (14,7%) 3 (4,0%) 14 (18,7%) 29 (38,7%) 41 (54,7%) 5 (6,7%) 75 (100,0%) |
Tabel 2. diatas menampilkan informasi tentang hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa yang diuji menggunakan chi-square test. Nilai p yang didapat dari chi-square test tersebut sebesar 0,002 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
DISKUSI
Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini yaitu mahasiswa aktif Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali sebanyak 75 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik subjek pada penelitian ini menurut usianya yang terbanyak yaitu usia 21 tahun sebanyak 22 orang (29,3%), sedangkan distribusi subjek berdasarkan jenis kelaminnya didominasi oleh perempuan sebanyak 63 orang (84,0%).
Intensitas penggunaan gawai diukur menggunakan kuesioner skala intensitas penggunaan gawai dengan hasil yang didapat yaitu mayoritas mahasiswa yang menjadi subjek menggunakan gawainya dalam intensitas tinggi yaitu sebanyak 59 orang (78,7%), lalu sangat tinggi sebanyak 14 orang (18,7%), dan untuk intensitas sedang sebanyak 2 orang (2,7%). Penelitian ini menggunakan tiga interpretasi intensitas penggunaan gawai karena tidak ditemukan hasil selain tiga interpretasi tersebut. Tingginya intensitas penggunaan gawai oleh mahasiswa disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia sehingga pemerintah mengupayakan digitalisasi pembelajaran, ibadah, dan bekerja dari rumah melalui gawai untuk meminimalisir risiko penularan Covid-19.2 3
Penelitian ini menganalisis bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa. Tingkat disabilitas leher diukur menggunakan kuesioner neck disability index (NDI) yang terdiri dari sepuluh aspek pertanyaan. Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan, ditemukan bahwa tingkat disabilitas leher mahasiswa didominasi oleh disabilitas rendah sebanyak 41 orang (54,7%), kemudian yang tidak mengalami disabilitas sebanyak 29 orang (38,7%), dan yang mengalami disabilitas sedang sebanyak 5 orang (6,7%). Penelitian ini hanya menggunakan tiga interpretasi tingkat disabilitas leher karena tidak ditemukan hasil selain ketiga interpretasi tersebut. Terjadinya disabilitas leher pada mahasiswa pengguna gawai dalam intensitas tinggi salah satunya disebabkan oleh fleksi leher yang berlebihan dalam jangka waktu lama.10 Hal itu dikarenakan berat kepala yang disangga otot dan struktur servikal meningkat berbanding lurus dengan peningkatan sudut fleksi leher yang diakibatkan oleh gaya gravitasi.11 Peningkatan beban kerja otot mengakibatkan peningkatan stres pada otot-otot ekstensor leher (trapezius, longisimus capitis, scalenus, dan levator scapula) karena bekerja secara eksentrik untuk mempertahankan agar kepala tidak terjatuh sehingga menyebabkan spasme pada otot-otot tersebut.12 13 14 Meningkatnya tekanan pada struktur servikal menyebabkan iritasi pada struktur ligamen sekitar serta dapat menyebabkan defisit proprioseptif pada vertebra servikal.16 Intensitas penggunaan gawai berkorelasi positif dengan besar sudut fleksi leher (p<0,05). Sehingga semakin tinggi intensitas penggunaan gawai maka semakin besar juga sudut fleksi leher penggunanya.22 Selain itu, penggunaan gawai dalam intensitas tinggi disertai ukuran layar gawai yang relatif kecil (OR=1,490) seperti pada ponsel pintar dan tablet semakin meningkatkan risiko mengalami disabilitas leher karena pengguna gawai perlu menundukkan kepalanya agar lebih jelas melihat saat menggunakan gawai tersebut sehingga derajat fleksi leher juga semakin meningkat.23
Hubungan Intensitas Penggunaan Gawai dengan Tingkat Disabilitas Leher Pada Mahasiswa
Analisis bivariat chi-square test yang telah dilakukan mengenai hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa menunjukkan hasil nilai p sebesar 0,002 yang berarti nilai p < 0,05. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Seiring dengan peningkatan penggunaan gawai, peningkatan angka terjadinya gangguan muskuloskeletal juga terjadi.24 25 Hal itu terlihat dari data yang diperoleh dari penelitian ini bahwa mahasiswa yang menggunakan gawai dalam intensitas tinggi mayoritas mengalami disabilitas ringan sebanyak 30 orang (40,0%) dan bahkan ada yang mengalami disabilitas sedang sebanyak 2 orang (2,7%). Mahasiswa yang menggunakan gawai dalam intensitas sangat tinggi mayoritas mengalami disabilitas ringan sebanyak 11 orang (14,7%), mengalami disabilitas sedang sebanyak 3 orang (4,0%), dan tidak ada mahasiswa yang tidak mengalami disabilitas leher dengan intensitas penggunaan gawai sangat tinggi. Sedangkan pada mahasiswa yang menggunakan gawainya dengan intensitas sedang yaitu sebanyak 2 orang (2,7%), semuanya tidak mengalami disabilitas leher. Hal itu diperkuat oleh pernyataan Army dan Sugijanto (2015) bahwa terjadinya disabilitas leher pada mahasiswa dapat dipicu oleh tingginya intensitas penggunaan gawai.8
Hasil pada penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilaksanakan Shah dan Sheth (2018) pada mahasiswa SBB College of Physiotherapy, VS Hospital, Ahmedabad dengan rentang usia 20 sampai 25 tahun dengan rata-rata skor yang didapat dari penilaian menggunakan NDI yaitu sebesar 30% atau masuk dalam kategori disabilitas sedang. Hasil dari penelitian ini yaitu korelasi antara tingginya intensitas penggunaan gawai yang mengarah kepada adiksi terhadap gawai dan disabilitas leher sebesar r=0.671 dan p<0,001 artinya terdapat hubungan positif yang kuat dan bermakna antara adiksi terhadap gawai dan disabilitas leher sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecanduan mahasiswa terhadap gawai dengan kejadian masalah muskuloskeletal pada leher yang menyebabkan disabilitas leher pada mahasiswa tersebut.26 Hasil tersebut sejalan juga dengan penelitian AlAbdulwahab (2017) pada mahasiswa King Saud University. Nilai p yang didapat pada penelitian ini yaitu <0,05 dimana rata-rata skor yang didapat dari penilaian menggunakan NDI yaitu sebesar 20,98 atau masuk dalam kategori disabilitas sedang. Hal ini disebabkan oleh penggunaan gawai yang berlebihan disertai gerakan kepala dan leher yang monoton secara kontinu saat menatap layar sepanjang hari dapat menyebabkan tingginya risiko gangguan muskuloskeletal pada leher sehingga terjadi disabilitas leher pada mahasiswa tersebut.16
Disabilitas leher dapat disebabkan oleh postur yang terbentuk saat menggunakan gawai yaitu fleksi leher dengan forward head posture serta protraksi bahu secara terus menerus dan monoton.10 Posisi yang buruk tersebut mengakibatkan peningkatan stres pada otot-otot ekstensor leher (trapezius, longisimus capitis, scalenus, dan levator scapula) karena bekerja secara eksentrik untuk mempertahankan agar kepala tidak terjatuh.12 13 14 Semakin tinggi intensitas penggunaan gawai menyebabkan semakin tinggi juga derajat fleksi leher. Penggunaan gawai pada posisi berdiri pada sembilan menit pertama menyebabkan leher mengalami fleksi sebesar 35,75 derajat, sedangkan pada posisi duduk sebesar 29,25 derajat. Peningkatan derajat fleksi leher paling besar terjadi pada tiga menit awal penggunaan gawai yaitu berkisar antara 5,5 derajat sampai 8,31 derajat, sedangkan peningkatan derajat fleksi leher setelah tiga menit awal tersebut menjadi 2 sampai 3 derajat setiap tiga menit. Fleksi leher yang berlebihan menyebabkan berat kepala yang disangga oleh otot dan struktur servikal menjadi meningkat hingga empat kali lipat pada posisi fleksi leher 30 derajat tersebut sehingga berakibat pada deformasi struktur servikal menjadi berbentuk C dan otot leher serta bahu menjadi kelelahan.22 Selain itu, penggunaan gawai dalam intensitas tinggi disertai ukuran layar gawai yang relatif kecil seperti pada ponsel pintar dan tablet semakin meningkatkan risiko mengalami disabilitas leher karena pengguna gawai perlu menundukkan kepalanya agar lebih jelas melihat saat menggunakan gawai tersebut sehingga derajat fleksi leher juga semakin meningkat.23 Pernyataan tersebut selaras dengan hasil yang diperlihatkan penelitian ini bahwa penggunaan gawai dalam intensitas yang tinggi dan sangat tinggi disertai dengan layar gawai yang relatif kecil dapat menyebabkan mahasiswa mengalami disabilitas leher.
Tetapi dapat dilihat bahwa terdapat 27 diantara 59 subjek yang menggunakan gawai dengan intensitas tinggi namun tidak mengalami disabilitas. Hal itu mengindikasikan bahwa potensi terjadinya disabilitas leher pada mahasiswa tidak hanya dikarenakan tingginya intensitas penggunaan gawai melainkan dapat dipengaruhi juga oleh usia, jenis kelamin, trauma keras pada area leher dan kepala, infeksi dan keganasan pada area leher dan sistem saraf yang menginervasi pergerakan leher, postur saat menggunakan gawai, beban kerja, serta beban psikis pada mahasiswa.8 Berdasarkan hal tersebut, penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher yang dianalisis dengan variabel-variabel yang lain.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan yaitu menggunakan alat ukur kuesioner skala intensitas penggunaan gawai untuk mengukur intensitas penggunaan gawai. Kuesioner tersebut masih jarang digunakan karena masih baru meskipun kuesioner ini valid dan reliabel. Selain itu, masih dapat ditambahkan beberapa variabel kontrol pada penelitian ini seperti jenis kelamin karena jenis kelamin dapat memengaruhi kekuatan otot dan bisa juga ditambahkan level aktivitas fisik yang rutin dilakukan oleh subjek karena hal itu memengaruhi intensitas dalam penggunaan gawai. Jenis kelamin dan level aktivitas fisik tidak dimasukkan ke dalam variabel kontrol penelitian ini karena keterbatasan waktu dan kondisi saat pelaksanaan penelitian yang dilakukan secara daring akibat pandemi covid-19.
SIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan tingkat disabilitas leher pada mahasiswa Program Studi Sarjana Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pada penelitian ini terlihat bahwa subjek yang mengalami disabilitas leher ringan merupakan subjek yang menggunakan gawai dengan intensitas tinggi dan sangat tinggi. Hasil penelitian ini dan penelitian kedepannya diharapkan dapat menjadi acuan tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah disabilitas leher dan mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya disabilitas leher.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Lee S, Kang H, Shin G. Head flexion angle while using a smartphone. Ergonomics. 2015;58(2):220-226. doi:10.1080/00140139.2014.967311
-
2. Kemenkes RI. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-NCoV).; 2020.
-
3. Hakam MT, Levani Y, Utama MR. Review Artikel Potensi Adiksi Penggunaan Internet pada Remaja Indonesia di Periode Awal Pandemi Covid 19. HTMJ. 2020;17(2):102-106. doi:10.30649/htmj.v17i2.437
-
4. We Are Social & Hootsuite. Digital 2020: Global Report.; 2020. https://wearesocial.com
-
5. We Are Social & Hootsuite. Global Digital Insights Indonesia Digital Report 2020.; 2020. https://wearesocial.com/digital-2020
-
6. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Laporan Survei Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Di Indonesia 2018. Vol 1.; 2018.
-
7. Usman M. Impacts of Mobile Phones on Our Youth Today. SSRN Electronic Journal. Published online 2020. doi:10.2139/ssrn.3630207
-
8. Sugijanto, Army H. Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul. Jurnal Fisioterapi. 2015;15(2):69-83.
-
9. Kadek DA, Dewi AP, Trisna AA, Trisna N, Dewi N, Juhanna IV. Perbedaan Efektivitas Intervensi Shoulder Strengthening Exercise dengan Shoulder Stabilization Exercise dalam Mengoreksi Scapular Alignment pada Remaja Penderita Forward Shoulder Posture di Sma Negeri 3 Denpasar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2019;7(1):24-28.
-
10. Al-Gharabawi B. Text Neck Syndrome: A New Concern for Physical Therapists Worldwide. EC Orthopaedics.
2017;8(3):119-121.
-
11. Zhuang L, Wang L, Xu D, Wang Z, Liang R. Association between excessive smartphone use and cervical disc degeneration in young patients suffering from chronic neck pain. Journal of Orthopaedic Science. 2021;26(1):110-115. doi:10.1016/j.jos.2020.02.009
-
12. Husmarika NMH, Muliani M, Yuliana Y. Prevalensi kejadian nyeri leher pada siswa SD Negeri 3 Mas, Desa Mas,
Kecamatan Ubud yang menggunakan tas punggung. Bali Anatomy Journal. 2019;2(1):8-11.
doi:10.36675/baj.v2i1.19
-
13. Putri NPN, Dewi AANTN, Juhanna IV, Sutadarma IWG. Hubungan Postur dan Durasi Posisi Kerja Duduk
Terhadap Risiko Terjadinya Disabilitas Leher Pada Pekerja di Kota Denpasar. Majalah Ilmiah Fisioterapi.
2019;53(9):1-5. https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/article/view/49613/29484
-
14. Armstrong AD, Hassenbein SE, Black S, Hollenbeak CS. Risk Factors for Increased Postoperative Pain and
Recommended Order Set for Postoperative Analgesic Usage. Clinical Journal of Pain. 2020;36(11):845-851. doi:10.1097/AJP.0000000000000876
-
15. Yarmi G, Lestari I. Pemanfaatan Handphone di Kalangan Mahasiswa. Perspektif Ilmu Pendidikan. 2017;31(1):55-
-
59. doi:10.21009/pip.311.7
-
16. AlAbdulwahab SS, Kachanathu SJ, AlMotairi MS. Smartphone use addiction can cause neck disability. Musculoskeletal Care. 2017;15(1):10-12. doi:10.1002/msc.1170
-
17. Kanchanomai S, Janwantanakul P, Pensri P, Jiamjarasrangsi W. Risk factors for the onset and persistence of neck pain in undergraduate students: 1-year prospective cohort study. BMC Public Health. 2011;11(566):1-8. doi:10.1186/1471-2458-11-566
-
18. Lövgren M, Gustavsson P, Melin B, Rudman A. Neck/shoulder and back pain in new graduate nurses: A growth mixture modeling analysis. International Journal of Nursing Studies. 2014;51(4):625-639.
doi:10.1016/j.ijnurstu.2013.08.009
-
19. Chan LLY, Wong AYL, Wang MH, Cheung K, Samartzis D. The prevalence of neck pain and associated risk factors among undergraduate students: A large-scale cross-sectional study. International Journal of Industrial Ergonomics. 2020;76:1-9. doi:10.1016/j.ergon.2020.102934
-
20. Jaleha B, Adiatmika IPG, Sugijanto, Muliarta IM, Tirtayasa K, Dinata IMK. McKenzie Neck Exercise Lebih Baik dalam Menurunkan Disabilitas Leher daripada Dynamic Neck Exercise pada Penjahit dengan Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius. Sport and Fitness Journal. 2020;8(2):41-47. doi:10.24843/spj.2020.v08.i02.p05
-
21. Fitria I. Hubungan antara intensitas penggunaan gadget dengan prestasi belajar siswa MAN 1 Bengkalis. UIN Sultan Syarif Kasim Riau. 2019;8(5):34-37.
-
22. Lee SY, Lee DH, Han SK. The Effects of Posture on Neck Flexion Angle While Using a Smartphone according to Duration. Journal of The Korean Society of Physical Medicine. 2016;11(3):35-39.
doi:10.13066/kspm.2016.11.3.35
-
23. Lestari B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya Nyeri Leher pada Pengguna Laptop. UMSLibrary. Published online June 30, 2015:6-10.
-
24. Kang JH, Park RY, Lee SJ, Kim JY, Yoon SR, Jung KI. The effect of the forward head posture on postural balance in long time computer based worker. Annals of Rehabilitation Medicine. 2012;36(1):98-104. doi:10.5535/arm.2012.36.1.98
-
25. Kwon M, Lee JY, Won WY, Park JW, Min JA, Hahn C, Gu X, Choi JH, Kim DJ. Development and Validation of a Smartphone Addiction Scale (SAS). PLoS ONE. 2013;8(2):1-7. doi:10.1371/journal.pone.0056936
-
26. Shah PP, Sheth MS. Correlation of smartphone use addiction with text neck syndrome and SMS thumb in physiotherapy students. International Journal Of Community Medicine And Public Health. 2018;5(6):2512. doi:10.18203/2394-6040.ijcmph20182187
Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 1 (2023), Halaman 25-30, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |30|
Discussion and feedback