WILLIAMS FLEXION EXERCISES DAN CORE STABILITY EXERCISES MENURUNKAN TINGKAT DISABILITAS PUNGGUNG BAWAH PEMBATIK DENGAN MYOGENIC LOW BACK PAIN

Jinten Jumiati1, Syamsumin Kurnia Dewi2*

  • 1,2Akademi Fisioterapi “YAB” Yogyakarta, Daerah

Diajukan: 18 Maret 2022 | Diterima: 29 Maret 2022 | Diterbitkan: 5 Mei 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i02.p12

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi Low Back Pain (LBP) pada pembatik cukup tinggi (86,70%). Gerakan kerja yang berulang, posisi duduk statis, dan durasi kerja 6-8 jam/ hari menyebabkan pembatik berisiko tinggi mengalami Myogenic LBP. Williams Flexion Exercises (WFE) dan Core Stability Exercises (CSE) merupakan bentuk terapi latihan yang mudah, murah, dapat dijadikan sebagai home program, serta terbukti efektif mengurangi nyeri, disabilitas punggung bawah, dan meningkatkan aktivitas fungsional pasien Myogenic LBP di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh WFE dan CSE dalam menurunkan tingkat disabilitas punggung bawah pembatik dengan Myogenic LBP.

Metode: Studi Quasi-Experimental dengan desain One-Group Pretest-Posttest dilakukan pada bulan Juli–Oktober 2018. Subjek adalah 30 pembatik dengan Myogenic LBP di sentra batik Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, yang terpilih melalui purposive sampling. Teknik ini dipilih untuk memberikan hasil yang representatif dengan cara menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Intervensi yang diberikan berupa WFE dan CSE yang dilakukan setiap hari selama 6 minggu. Tingkat disabilitas punggung bawah subjek diukur dengan Modifikasi Oswestri Disability Index (ODI) Bahasa Indonesia. Data dianalisis dengan Paired t-Test.

Hasil: Mayoritas subjek berusia >40 tahun (80,00%), indeks massa tubuh normal (46,66%), masa kerja >5 tahun (96,67%), durasi kerja >2 jam (96,67%). Tingkat disabilitas punggung bawah sebelum intervensi mayoritas ringan (73,34%) dan setelah intervensi tidak ada disabilitas (50%). Uji Paired t-Test menunjukkan terdapat penurunan bermakna rerata skor ODI pasca intervensi (11,43 + 4,09 vs 5,43 + 3,84, p= 0,000; 95%CI = 4,80-7,20).

Simpulan: Intervensi WFE dan CSE terbukti menurunkan tingkat disabilitas punggung bawah pembatik dengan Myogenic LBP.

Kata Kunci: williams flexion exercises, core stability exercises, disabilitas punggung bawah, pembatik, myogenic low back pain

PENDAHULUAN

Low Back Pain (LBP) merupakan nyeri atau ketidaknyamanan akibat otot yang tegang ataupun kaku, di area antara garis costae terakhir dengan lipat gluteal inferior, disertai ataupun tidak disertai dengan sindrom radikular lumbosacral. LBP disebut kronik bila nyeri berlangsung 12 minggu atau lebih.1 LBP merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering dialami populasi dewasa dengan prevalensi hingga 84%.2 Sekitar 23% populasi dewasa di dunia menderita LBP tipe kronik, dengan kekambuhan 24-80% dalam setahun.3 Di Indonesia prevalensi LBP belum diketahui secara pasti, namun LBP merupakan nyeri neuropatik yang paling sering ditemukan.4 Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi LBP pada populasi usia produktif di Jatinangor, Jawa Barat sebesar 38,4%.5

Menurut World Health Organization (WHO) LBP termasuk dalam 10 besar gangguan penyebab penurunan kualitas hidup seseorang.6 LBP menimbulkan dampak sosial dan ekonomi bagi penderitanya. LBP terbukti menurunkan aktivitas fungsional dan produktivitas dalam bekerja sehingga menjadi penyebab utama absennya pekerja. Dampak terhadap ekonomi terjadi akibat tingginya biaya yang dihabiskan dalam penanganan LBP di layanan kesehatan serta turunnya produktivitas pasien.7,8 Di Amerika Serikat dan Inggris LBP merupakan penyebab terbesar ijin kerja dan memerlukan biaya sekitar 100-200 milyar per tahun.6,9

Mayoritas kejadian LBP tidak diketahui secara jelas penyebabnya/ nonspesifik, namun diyakini diakibatkan oleh gangguan otot atau tulang yang tidak serius, seperti sprain, strain, ketegangan atau spasme otot.10–12 LBP dengan tipe nyeri tumpul pada punggung bawah, tanpa disertai penjalaran ke tungkai, yang terjadi akibat gangguan otot-otot di area tersebut disebut Myogenic LBP. Gangguan tersebut bisa berupa: ketegangan/ spasme otot, defisiensi otot atau otot yang hipersensitif. Kegiatan harian yang dilakukan dengan berlebihan, contohnya: berdiri, duduk dalam waktu lama, serta melakukan kegiatan secara tidak ergonomis, seperti mengangkat beban dengan cara salah, dapat memicu timbulnya nyeri.13

Di antara para pekerja di sektor home industry, pembatik terbukti berisiko tinggi terhadap kejadian Myogenic LBP. Penelitian terhadap para pekerja batik perempuan di Sokaraja, Banyumas menunjukkan bahwa LBP dialami oleh 86,70% subjek.14 Pemetaan risiko ergonomi pada proses pembuatan batik tulis di Sentra Batik Giriloyo menunjukkan

bahwa tingkat risiko ergonomi pada proses pembatikan adalah rendah-sedang. Meskipun demikian, gerakan kerja yang berulang, posisi duduk statis, dan durasi kerja 6-8 jam setiap hari menyebabkan para pembatik merasakan keluhan berupa rasa panas, nyeri ataupun pegal di area antara pinggang sampai pantat.15

Penanganan medis Myogenic LBP adalah dengan pemberian obat-obatan (analgetika, antiinflamasi nonsteroid, atau relaksan otot), tindakan fisioterapi, akupuntur, serta psikoterapi.1,16 WHO saat ini menekankan pentingnya menghindari terapi medis yang berlebihan pada LBP. Karena itu penanganan fisioterapi dan multidisiplin lainnya pada LBP perlu dioptimalkan.16 Peran fisioterapi dalam penanganan Myogenic LBP adalah mengurangi nyeri, meningkatkan aktivitas fungsional pasien, dan mencegah/ mengurangi disabilitas lebih lanjut. Modalitas yang bisa digunakan pada kasus ini antara lain: terapi latihan, massage, electromyographic biofeedback, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), ultrasound, dan diathermy.(1,17) Terapi Latihan yang bisa diaplikasikan pada Myogenic LBP di antaranya adalah Williams Flexion Exercises (WFE) dan Core Stability Exercises (CSE).

WFE merupakan suatu program latihan pada LBP untuk menangani keluhan nyeri dan meningkatkan stabilitas punggung bawah dengan memperkuat otot-otot abdominal, Gluteus Maximus, penguluran pasif otot-otot lower back dan hip flexor, serta memperbaiki keseimbangan kerja kelompok otot trunk flexor dan trunk extensor.17 Aplikasi WFE pada LBP terbukti menurunkan nyeri dan disabilitas punggung bawah, meningkatkan stabilitas dan mencegah cedera punggung bawah, serta meningkatkan range of motion (ROM) lumbal.17–19 Sementara itu CSE saat ini semakin populer dalam bidang rehabilitasi medis dan kedokteran olah raga. CSE merupakan program latihan yang bertujuan untuk menambah kemampuan neuro-muskular dalam mengendalikan serta mencegah tulang belakang agar tidak mudah cedera. CSE bermanfaat dalam menambah kemampuan kontrol area lumbopelvic. Penelitian menunjukkan CSE efektif dalam mengurangi nyeri, meningkatkan stabilitas spinal, mengurangi disabilitas, dan meningkatkan aktivitas fungsional pasien LBP.20

Mengingat tingginya prevalensi Myogenic LBP pada pembatik serta dampaknya terhadap disabilitas punggung bawah dan turunnya aktivitas fungsional sehari-hari maka penting dilakukan penanganan fisioterapi pada kasus ini. WFE dan CSE merupakan bentuk terapi latihan yang mudah, murah, dan terbukti efektif dalam penanganan Myogenic LBP. Selain itu latihan ini bisa diajarkan kepada pasien sebagai home program. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemberian WFE serta CSE dalam menurunkan tingkat disabilitas punggung bawah pembatik dengan Myogenic LBP di Sentra Batik Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul.

METODE

Penelitian ini menggunakan Informed Consent, dengan poin-poin di dalamnya tidak melanggar Deklarasi Helsinki. Rancangan yang digunakan adalah Quasi-Experimental One-Group Pretest-Postest Design. Penelitian dilaksanakan di Sentra Batik Giriloyo, yang beralamatkan di Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, sepanjang Juli-Oktober 2018. Populasi dari penelitian ini yaitu perempuan pembatik di Sentra Batik Giriloyo. Sampel penelitian merupakan anggota populasi yang terpilih dalam teknik purposive sampling, berjumlah 30 subjek. Dengan teknik sampling ini subjek dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu memenuhi kriteria inklusi dan lolos kriteria eksklusi, agar memberikan hasil yang representatif sesuai tujuan penelitian. Kriteria inklusi terdiri dari: berjenis kelamin perempuan, pembatik di Sentra Batik Giriloyo, berusia 30-55 tahun, mengalami Myogenic LBP < 3 bulan, dan setuju sebagai subjek penelitian. Kriteria eksklusi terdiri dari: hamil, terdapat nyeri radikuler, mengalami fraktur vertebra, mengkonsumsi obat antinyeri 1 bulan terakhir, serta merokok.

Variabel terikat yaitu tingkat disabilitas punggung bawah subjek, sedangkan variabel bebas yaitu intervensi berupa WFE dan CSE yang dilakukan setiap hari selama 6 minggu. Kedua program latihan tersebut diberikan fisioterapis setiap minggu sekali dan sebagai home program yang dilakukan oleh subjek setiap harinya dengan dipantau oleh mahasiswa. Oleh karena itu sebelumnya para subjek diberikan panduan dan diajarkan latihan ini hingga mampu melakukannya secara mandiri dengan benar.

Jenis WFE yang dilakukan yaitu: Pelvic Tilting, Single Knee to Chest, Double Knee to Chest, Hamstring Strecth, Hip Fleksor Strecth, dan Squatting. Keenam gerakan tersebut masing-masing dilakukan selama 10 detik 3 kali repetisi setiap hari selama 6 minggu. Adapun jenis CSE yang dilakukan yaitu: Prone Plank Position, Side Plank Position, Latihan Bridging pada posisi supine lying, dan Latihan Crunk pada posisi supine lying. Masing-masing gerakan dilakukan 2 kali repetisi, dengan durasi ditingkatkan 10 detik setiap minggunya: dimulai dari 2x 10 detik pada minggu pertama, hingga mencapai 2x 60 detik pada minggu keeenam. Apabila sewaktu menjalankan latihan subjek mengeluh nyeri, maka subjek diminta beristirahat. Apabila nyeri berkurang maka latihan dilanjutkan kembali, namun apabila nyeri bertambah berat dan sangat mengganggu maka subjek dirujuk ke dokter. Meskipun demikian tidak ditemukan kasus nyeri berat yang memerlukan rujukan pada penelitian ini.

Pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara terstruktur dengan kuesioner. Diagnosis Myogenic LBP ditegakkan bila dari wawancara terdapat keluhan LBP dan pada pemeriksaan fisik terdapat: nyeri dan keterbatasan gerak aktif fleksi lumbal, nyeri gerak isometrik ektensi lumbal, spasme otot ektensor lumbal, Tes Neri (-), Tes Bragard (-), Straight Leg Raising Test (-).21

Disabilitas punggung bawah pada kasus ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan punggung bawah dalam melakukan gerakan-gerakan fungsional akibat adanya nyeri. Tingkat disabilitas punggung bawah subjek akibat Myogenic LBP yang dideritanya diukur dengan Kuesioner Modifikasi Oswestry Disability Index (ODI) terjemahan Bahasa Indonesia yang telah valid dan reliabel.22 Kuesioner ini berisi 10 pertanyaan yang masing-masing memiliki skor 0-5, dengan skor 5 menunjukkan disabilitas yang semakin tinggi. Skor tiap jawaban kemudian dijumlah sehingga diperoleh skor total, dengan skor total tertinggi adalah 50. Selanjutnya tingkat disabilitas dibedakan menjadi 5, yaitu: tidak ada disabilitas (skor 0-4), disabilitas ringan (skor 5-14), disabilitas sedang (skor 15-24), (4) disabilitas berat (skor 25-34), dan (5) disabilitas penuh (skor 35-50).

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan analitik. Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Saphiro Wilk. Analisis bivariat dilakukan dengan Paired t-Test dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% (α =0,05).23

HASIL

Populasi penelitian berjumlah 81 orang. Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan fisik terdapat 43 orang di antaranya (53,09%) yang mengalami Myogenic LBP. Dari ke-43 orang tersebut hanya 30 subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi serta lolos kriteria eksklusi. Karakteristik dari subjek penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1.KarakteristikSubjek Penelitian

Variabel

Kategori

Jumlah (n)

Persentase (%)

Usia

< 40 tahun

6

20,00

≥ 40 tahun

24

80,00

IMT

Underweight

1

3,33

Normal

14

46,66

Overweight

12

40,00

Obese

3

10,00

Masa Kerja

< 5 tahun

1

3,33

≥5 tahun

29

96,67

Durasi kerja

< 1 jam

0

0

1-2 jam

1

3,33

> 2 jam

29

96,67

Berdasarkan Tabel 1. tampak bahwa mayoritas subjek berusia 40 tahun ke atas (80,00%), IMT normal (46,66%), masa kerja 5 tahun ke atas (96,67%), serta durasi kerja di atas 2 jam (96,67%). Hasil pemeriksaan tingkat disabilitas punggung bawah subjek sebelum dan sesudah intervensi ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Disabilitas Punggung Bawah Subjek Sebelum dan Sesudah Intervensi

Tingkat Disabilitas            Sebelum Intervensi                 Sesudah Intervensi

Jumlah (n) Persentase(%) Jumlah (n) Persentase(%)

Tidak ada disabilitas

1

3,33

15

50,00

Disabilitas ringan

22

73,34

14

46,67

Disabilitas sedang

6

20,00

1

3,33

Disabilitas berat

1

3,33

0

0

Disabilitas penuh

0

0

0

0

Berdasarkan Tabel 2. tampak bahwa sebelum dilakukan intervensi mayoritas subjek mengalami disabilitas ringan (73,34%). Setelah dilakukan intervensi tampak bahwa mayoritas subjek tidak ada disabilitas (50%). Uji pengaruh WFE dan CSE terhadap tingkat disabilitas punggung bawah subjek selanjutnya ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji PengaruhWFE dan CSEterhadap Tingkat Disabilitas Punggung Bawah Subjek

Skor ODI

Rerata

SD

p-value

Perbedaan Rerata

95% CI

Sebelum intervensi Sesudah intervensi

11,43

5,43

4,09

3,84

0,000

6,00

4,80-7,20

Berdasarkan Tabel 3. tampak bahwa terjadi penurunan rerata skor ODI sebesar 6,00 pasca intervensi yang bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan disabilitas punggung bawah subjek pasca intervensi.

DISKUSI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi Myogenic LBP pada pembatik di Sentra Batik Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul sebesar 53,09%. Angka ini hampir sama dengan prevalensi LBP pada pembatik tulis di Palayangan, Jambi, yaitu sebesar 52,8%.24 Meskipun demikian, angka ini lebih kecil daripada prevalensi LBP pada pekerja batik perempuan di Sokaraja, Banyumas yaitu sebesar 86,70%.14

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas subjek berusia 40 tahun ke atas, IMT normal, masa kerja 5 tahun ke atas, serta durasi kerja di atas 2 jam. Penelitian menunjukkan bahwa LBP lebih sering ditemukan pada perempuan, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, serta perokok. Prevalensi LBP terbukti 3-4 kali lipat pada umur ≥ 50 tahun daripada umur 18-30 tahun.9 Berdasarkan 2 penelitian lainnya dengan populasi yang sama dengan penelitian ini maupun dengan populasi pembatik di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi, terbukti bahwa: waktu kerja yang lama, yakni lebih dari 6 jam/hari, dimensi tempat duduk kurang dari 32,5 cm atau kurang ergonomis berhubungan dengan kejadian LBP di kalangan pembatik.24,25

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum intervensi mayoritas subjek mengalami Myogenic LBP dengan disabilitas ringan (73,34%), disusul disabilitas sedang (20,00%). Hal ini sesuai dengan hasil pemetaan risiko ergonomi pada proses pembuatan batik tulis di Sentra Batik Giriloyo yang menunjukkan bahwa tingkat risiko ergonomi pada proses pembatikan adalah rendah-sedang.15 Selanjutnya sesudah intervensi tampak terjadi perubahan yaitu mayoritas subjek tidak ada/ tidak mengalami disabilitas (50,00%), disusul disabilitas ringan (46,67%).

Hasil uji statistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat penurunan rerata skor ODI sebelum intervensi dan sesudah intervensi sebesar 6,00. Besarnya skor ODI menunjukkan derajat disabilitas punggung bawah subjek akibat

Myogenic LBP yang dialaminya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intervensi WFE dan CSE terbukti menurunkan tingkat disabilitas punggung bawah subjek.

Penelitian menunjukkan bahwa para penderita LBP mekanik mayoritas saat menjalankan kegiatan sehari-harinya tidak memakai otot stabilisator area lumbal dan pelvisnya.26 Akibatnya timbul keluhan: sakit di area lumbosacral, ketegangan otot, dan terbatasnya gerakan punggung bawah, serta turunnya kekuatan otot anggota gerak bawah. Hal ini menyebabkan turunnya aktivitas fungsional penderita ketika membungkukkan badan, duduk, bangun dari duduk, berdiri dalam waktu lama, serta jalan kaki.

Dalam melakukan pekerjaannya, para pembatik berada dalam posisi duduk statis, tidak ergonomis, serta melakukan pekerjaan yang berulang dalam jangka lama.15 Kondisi ini menyebabkan turunnya stabilitas otot-otot trunk dan kerjanya menjadi tidak seimbang. Terjadi pemendekan pada otot Quadratus Lumborum, Iliopsoas, serta Hamstring, dan terjadi kelemahan pada otot-otot abdominal dan gluteus. Akibatnya terjadi tekanan yang berlebihan pada struktur punggung bawah dan timbullah Myogenic LBP. Bila berlangsung lama hal ini akan menyebabkan cedera lebih lanjut.27

WFE merupakan latihan yang bertujuan untuk melatih stabilitas lower trunk dengan penguatan aktif otot abdominal, gluteal, quadriceps, dan penguluran otot-otot lower back dan hip flexor.17 Latihan WFE akan mengulur otot yang mengalami pemendekan dengan mengaktivasi tendon golgi dan muscle spindle agar terjadi relaksasi. Selanjutnya fleksibilitas otot akan meningkat dan kerja otot lebih seimbang. Dengan demikian nyeri akan berkurang dan cedera lebih lanjut dapat dicegah.17,27

Pemberian CSE pada Myogenic LBP bertujuan untuk mengaktivasi otot-otot stabilisator utama pada lumbal sehingga terjadi keseimbangan kinerja dari otot agonis serta antagonis. Hal ini dapat menambah body awareness serta membantu pengontrolan gerak lumbal. Dengan demikian postur tubuh dapat dikoreksi menjadi baik.27 CSE juga terbukti bermanfaat dalam menambah efek rigid dalam menumpu trunk sehingga terjadi pengurangan besarnya penekanan intradiskal serta beban kinerja otot-otot di area lumbal. Hal ini mengurangi risiko cedera jaringan dan spasme otot-otot lumbal sehingga otot menjadi rileks. Selanjutnya terjadi perbaikan muscle pump dan sirkulasi darah lokal, serta turunnya rasa sakit akibat spasme otot.28

Penelitian-penelitian sebelumnya meneliti tentang intervensi WFE dan CSE secara terpisah atau dibandingkan dengan modalitas fisioterapi lainnya. Sebuah penelitian membandingkan efektivitas WFE dan CSE pada 2 kelompok pekerja Angkasa Pura II Bandung dengan Myogenic LBP. Hasilnya menunjukkan WFE dan CSE terbukti sama baiknya untuk menambah fleksibilitas di area lumbal serta mengurangi keterbatasan aktivitas fungsional pada Myogenic LBP.27

Aplikasi WFE pada LBP terbukti mengurangi derajat nyeri, meningkatkan ROM sendi-sendi punggung bawah, serta aktivitas fungsional subjek.18,19,29 Hal ini juga terbukti pada penelitian lainnya dengan subjek para pekerja di sentra batik Papringan, Kabupaten Banyumas.30

Berdasarkan hasil meta-analisis disimpulkan bahwa dibandingkan General Exercise (GE), CSE terbukti lebih efektif mengurangi nyeri serta memperbaiki kapasitas fungsional penderita LBP kronik dalam jangka pendek.20 Meskipun demikian, tidak ada perbedaan bermakna efek jangka panjang CSE vs GE terhadap derajat nyeri subjek. Sementara itu, sebuah randomize controlled clinical trial di Lahore, Pakistan menunjukkan bahwa dibandingkan jenis terapi latihan rutin, CSE terbukti lebih efektif dalam mengurangi nyeri pada LBP nonspesifik.31 Penelitian lainnya menunjukkan pemberian CSE 3x seminggu selama 4 minggu terbukti meningkatkan aktivitas fungsional petani dengan Myogenic LBP di Sembuh Kidul, Sidomulyo.32

SIMPULAN

Pemberian WFE dan CSE pada pembatik dengan Myogenic LBP setiap hari selama 6 minggu terbukti menurunkan tingkat disabilitas punggung bawah subjek. Oleh karena itu WFE dan CSE perlu dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan terapi pada Myogenic LBP.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini terselenggara dengan pendanaan Hibah Bantuan Penelitian DIPA Kopertis Wilayah V Tahun Anggaran 2018. Oleh karena itu terima kasih penulis haturkan kepada keluarga besar Kopertis/ LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta atas dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Chou R. Low back pain (chronic). BMJ clinical evidence. 2010;2010(April 2009):1-41.

  • 2.    Balagué F, Mannion AF, Pellisé F, Cedraschi C. Non-specific low back pain. The Lancet. 2012;379(9814):482-

  • 491.    doi:10.1016/S0140-6736(11)60610-7

  • 3.    Rhyu HS, Park HK, Park JS, Park HS. The effects of isometric exercise types on pain and muscle activity in patients with low back pain. Journal of Exercise Rehabilitation. 2015;11(4):211-214. doi:10.12965/jer.150224

  • 4.    Purwata TE, Sadeli HA, Yudiyanta, et al. Characteristics of neuropathic pain in indonesia: A hospital based national clinical survey. Neurology Asia. 2015;20(4):389-394.

  • 5.    Novitasari DD, Sadeli HA, Soenggono A, Sofiatin Y, Sukandar H, Roesli RMA. Prevalence and Characteristics of Low Back Pain among Productive Age Population in Jatinangor. Althea Medical Journal. 2016;3(3):469-476. doi:10.15850/amj.v3n3.863

  • 6.    WHO. 6.24 Low back pain. In: Priority Diseases and Reasons for Inclusion. Vol 24. ; 2013:8-10.

  • 7.    Dagenais S, Tricco AC, Haldeman S. Synthesis of recommendations for the assessment and management of low back pain from recent clinical practice guidelines. Spine Journal. 2010;10(6):514-529. doi:10.1016/j.spinee.2010.03.032

  • 8.    Delitto A, George SZ, Van Dillen LR, et al. Low back pain. Journal of Orthopaedic and Sports Physical Therapy. 2012;42(4):A1-A57. doi:10.2519/jospt.2012.42.4.a1

  • 9.    Meucci RD, Fassa AG, Xavier Faria NM. Prevalence of chronic low back pain: Systematic review. Revista de Saude Publica. 2015;49:1-10. doi:10.1590/S0034-8910.2015049005874

  • 10.    Allegri M, Montella S, Salici F, et al. Mechanisms of low back pain: A guide for diagnosis and therapy [version 1; referees: 3 approved]. F1000Research. 2016;5:1-11. doi:10.12688/F1000RESEARCH.8105.1

  • 11.    Borczuk P. An evidence-based approach to the evaluation and treatment of low back pain in the emergency department. Emergency Medicine Practice. 2013;15(7):1-23.

  • 12.    Braun J, Baraliakos X, Regel A, Kiltz U. Assessment of spinal pain. Best Practice and Research: Clinical Rheumatology. 2014;28(6):875-887. doi:10.1016/j.berh.2015.04.031

  • 13.   Magee D.J. Orthopedic Physical Assessment. 6th Editio. Saunders Company; 2013.

  • 14.   Harwanti S, Aji B, Ulfah N. Pengaruh Posisi Kerja Ergonomi Terhadap Low Back Pain (LBP) Pada Pekerja Batik

Di Kauman Sokaraja. Journal of Safety Health. 2016;8(1):1-7.

  • 15.    Rofiatun R, Hasanbasri M. Pemetaan Ergonomi pada Proses Pembuatan Batik. Health Sciences and Pharmacy Journal. 2018;2(2):65. doi:10.32504/hspj.v2i2.31

  • 16.    Traeger AC, Buchbinder R, Elshaug AG, Croft R, Maher CG. Care for low back pain : can health systems deliver? Bull World Health Organ. 2019;97(February):423-433. doi:http//dx.doi.org/10.2471./BLT.18.226050

  • 17.    Fatemi R, Javid M, Najafabadi EM. Effects of William training on lumbosacral muscles function, lumbar curve and pain. Journal of Back and Musculoskeletal Rehabilitation. 2015;28(3):591-597. doi:10.3233/BMR-150585

  • 18.    Kumar M, Revathi G, Ramachandran. S. Effectiveness of William ’ S Flexion Exercise in the Management of Low Back Pain. International Journal of Physiotherapy *& Occupational Therapy (TJPRC: IJPOT). 2012;1(June 2015):33-40.

  • 19.    Kusuma, H.; Setiowati A. Pengaruh William Flexion Exercise Terhadap Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Penderita Low Back Pain. JSSF (Journal of Sport Science and Fitness). 2015;4(3):16-21.

  • 20.    Wang XQ, Zheng JJ, Yu ZW, et al. A Meta-Analysis of Core Stability Exercise versus General Exercise for Chronic Low Back Pain. PLoS ONE. 2012;7(12):1-7. doi:10.1371/journal.pone.0052082

  • 21.    Lawry GV. Pemeriksaan Muskuloskeletal Yang Sistematis (Terj.). (Astikawati R, ed.). Penerbit Erlangga; 2016.

  • 22.    Wahyuddin W, Ivanali K, Harun A. Adaptasi Lintas Budaya Modifikasi Kuesioner Disabilitas Untuk Nyeri Punggung Bawah (Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire/ODI) Versi Indonesia. Jurnal Fisioterapi. 2016;16(2):66-70.

  • 23.    Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, Dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. 6th ed. Salemba Medika; 2014.

  • 24.    Harahap PS, Marisdayana R, Al Hudri M. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja pengrajin batik tulis di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2018. Riset Informasi Kesehatan. 2019;7(2):147. doi:10.30644/rik.v7i2.157

  • 25.    Rofiatun R. Nyeri punggung bawah pada pembatik home based worker: durasi kerja dan tinggi kursi. Berita Kedokteran Masyarakat. 2018;35(4):11-15.

  • 26.    Jumiati J. Penambahan Core Stabilization Exercise Lebih Menurunkan Disabilitas Dibandingkan Dengan Penambahan Latihan Metode McKenzie Pada Traksi Manipulasi Penderita Nyeri Pinggang Bawah Mekanik Di Kota Yogyakarta, Tesis. Magister Fisiologi Olah Raga-Fisioterapi, Universitas Udayana Denpasar; 2015.

  • 27.    Zahratur A, Priatna H. Perbedaan Efektivitas Antara William Flexion Exercise dan Core Stability Exercise dalam Meningkatkan Fleksibilitas Lumbal dan Menurunkan Disabilitas pada Kasus Low Back Pain Miogenik. Jurnal Fisioterapi. 2019;19(1):1-9.

  • 28.    Kisner C, Colby LA. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques. 5th Editio. F.A. Davis Company; 2007.

  • 29.    Sukmajaya WP, Alkaff FF, Oen A, Sukmajaya AC. Williams flexion exercise for low back pain: A possible implementation in rural areas. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. 2020;8(B):1-5. doi:10.3889/oamjms.2020.3988

  • 30.    Harwanti S, Cahyo PJN. Pengaruh Latihan Peregangan (William Flexion Exercise) terhadap Penurunan Low Back Pain pada Pekerja Batik Tulis di Desa Papringan Kecamatan Banyumas. Prosiding Seminar Nasional dan call for Papers “Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VIII.” 2018;(November):12-18.

  • 31.    Akhtar MW, Karimi H, Gilani SA. Effectiveness of core stabilization exercises and routine exercise therapy in management of pain in chronic nonspecific low back pain: A randomized controlled clinical trial. Pakistan Journal of Medical Sciences. 2017;33(4):1002-1006. doi:10.12669/pjms.334.12664

  • 32.    Nuriyani D, Wibowo M. Pengaruh Pemberian Core Stability Exercise Pada Low Back Pain Myogenic terhadap Peningkatan Aktivitas Fungsional Pada Petani di Sembuh Kidul Sidomulyo. Jurnal Kesehatan. Published online 2017:14 pages.

cc⅛ ® I

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 2 (2022), Halaman 126-130, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi

| 130 |