POSISI DUDUK DAN BERAT BEBAN TAS TERHADAP KEJADIAN SKOLIOSIS PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Desak Made Dwi Kesumayanti1*, Indira Vidiari Juhanna2, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi3,

I Wayan Gede Sutadarma4

1Program Studi Sarjan Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3 Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Depatermen Ilmu Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 3 Januari 2022 | Diterima: 16 Mei 2022 | Diterbitkan: 15 Januari 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i01.p03

ABSTRAK

Pendahuluan: Skoliosis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gender atau jenis kelamin, usia, antopometri tubuh anak, lifestyle atau kebiasaan posisi duduk, kesesuaian peralatan sekolah dengan posisi ergonomis tubuh. Posisi duduk yang salah dan berat beban tas yang berlebih dapat mengakibatkan adanya peningkatan deviasi pada tulang belakang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan posisi duduk dan berat beban tas dengan kejadian skoliosis pada anak Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Banjarangkan, Klungkung.

Metode: Studi observasional analitik dengan pendekatan potong lintang ini berlangsung pada April 2021. Jumlah sampel studi 182 (84 laki-laki, 98 perempuan) yang diambil dengan teknik purposive sampling. Variabel independen adalah posisi duduk dengan alat ukur Questionnaire on Body Awareness of Postural Habits in Young People Q-BAPHYP) dan berat beban tas dengan alat ukur timbangan gantung digital. Variabel dependen adalah skoliosis yang diukur dengan test Adam’s Forward bending test dan plumb line test.

Hasil: Hasil uji antara posisi duduk atau kebiasaan postur duduk yang diuji dengan kuisioner Q-BAPHYP dengan kejadian skoliosis menunjukkan nilai p=0,000 atau p<0,05 yang artinya adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Ada hubungan yang signifikan yang dihasilkan pada penelitian ini dengan nilai p=0,000 dimana ada hubungan yang signifikan antara berat beban tas dengan kejadian skoliosis. Ada hubungan yang signfikan antara berat tas dengan kejadian scoliosis (p<0,05) pada sampel perempuan dan berbanding terbalik (p>0,05) pada sampel laki-laki.

Simpulan: Terdapat hubungan antara posisi duduk dan kejadian skoliosis pada siswa laki-laki dan perempuan, serta ada hubungan antara berat tas dengan skoliosis pada laki-laki sedangkan pada siswa perempuan terdapat hubungan yang signifikan.

Kata Kunci: posisi duduk, berat beban tas, skoliosis

PENDAHULUAN

Skoliosis merupakan deformitas tulang belakang dengan satu atau lebih perubahan kurva pada segmen lumbar dan thoracic.1 Postur yang buruk, hysteria, iritasi pada akar saraf, inflamasi pada spine, dan perbedaan panjang tungkai atau kontraktur hip dapat mengakibatkan skolisis nonstructural. Wakil ketua umum Masyarakat Skoliosis Indonesia (MSI) pusat, Tri Kurniawati, Ssi., menyatakan bahwa prevalensi skoliosis di Jakarta sekitar 4-4,5% dengan angka lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.2 Sekitar 80% penyebab skoliosis belum diketahui. Beberapa faktor risiko yang dikatakan dapat mengakibatkan adanya skoliosis selain gender atau jenis kelamin seperti diatas, adalah usia, antopometri tubuh anak, lifestyle atau kebiasaan duduk, kesesuaian peralatan sekolah dengan posisi ergonomis tubuh dan juga peran dari genetik serta kelainan kongenital.3 Posisi duduk merupakan posisi statis yang apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan membentuk pola atau kebiasaan.4

Studi mengenai hubungan posisi duduk yang tidak benar akan mengakibatkan skoliosis pada anak sekolah di tahun 2017 mendapatkan hasil pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP), ditemukan sebanyak 2 siswa yang memiliki skoliosis dengan kebiasaan duduk benar dan 9 dari 36 siswa mengalami skoliosis adalah siswa yang memiliki kebiasaan duduk salah. Pada anak Sekolah Menengah Atas, ditemukan 12 siswa dari 87 siswa mengalami skoliosis memiliki kebiasaan duduk tepat dan 13 siswa yang memiliki skoliosis memiliki kebiasaan duduk yang salah.5

Berat beban tas merupakan faktor risiko lain yang dapat mengakibatkan kejadian skoliosis. Hubungan antara berat beban tas anak sekolah dasar dapat mengakibatkan adanya skoliosis telah banyak diteliti karena tidak diketahui secara pasti berat beban yang baik untuk anak-anak sekolah dasar hingga sekolah menengah. Sebanyak 80% siswa mengalami skoliosis dengan berat beban tas standar (apabila berat beban tas lebih besar 10% dari berat badan), sedangkan 84,3% siswa yang mengalami skoliosis memiliki berat beban tas yang tidak standar.6 Peningkatan rotasi torso pada tulang belakang akibat berat beban tas anak sebesar 35,3% pada anak perempuan dan 60,9% pada anak laki-laki.7

Studi sebelumnya yang telah meneliti faktor risiko penyebab skoliosis seperti posisi duduk dan cara membawa tas sudah dilakukan, namun untuk studi yang meneliti kedua faktor tersebut sekaligus masih belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai faktor risiko skoliosis dari posisi duduk dan berat beban tas dengan memperhatikan aspek ergonomis dengan pengukuran kusioner kebiasaan posisi duduk dan berat beban tas pada anak sekolah menengah, hal ini belum pernah dilakukan di Bali. Data yang dipublikasikan sebelumnya adalah data kejadian skoliosis pada anak sekolah dasar di Bali, sedangkan data faktor risiko kejadian skoliosis menurut usia lebih tinggi pada usia 15 tahun, terutama di sekolah menengah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara postur duduk dengan kejadian skoliosis, dan untuk menjelaskan hubungan antara berat tas dengan kejadian skoliosis pada siswa SMPN 1 Banjarangkan, Klungkung.

METODE

Penelitian ini termasuk studi observasional analitik dengan pendekatan potong lintang di SMPN 1 Banjarangkan, Klungkung, Bali dari April 2020, dengan sampel penelitian diambil menggunakan teknik sampling yang purposive sampling sampel sebanyak 182 siswa dan dipilih dengan kriteria inklusi diantaranya berusia 13-15 tahun dalam keadaan sehat (vital sign normal), memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) kategori normal, bersedia secara sukarela sebagai subjek penelitian dari awal penelitian sampai akhir dengan menandatangani informed consent bersedia sebagai sampel. Untuk kriteria eksklusi diantaranya tidak memiliki riwayat cedera tulang belakang lain seperti kifosis, post spinal cord injury, Kriteria drop out dalam penelitian ini adalah fraktur tulang belakang serta memiliki riwayat genetik skoliosis.

Variabel independen adalah posisi duduk dengan alat ukur Questionnaire on Body Awareness of Postural Habits in Young People (Q-BAPHYP) yang bertujuan untuk mengindentifikasi, sedangkan berat beban tas dengan alat ukur timbangan gantung digital. Variabel dependen adalah skoliosis yang diukur dengan Adam’s Forward bending test dan plumb line test. Pengumpulan data dilakukan sehari setelah sampel yang terpilih mengisi form kuisioner dan mengukur berat tas. Tes skoliosis dilakukan oleh Fisioterapis berlisensi. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan ijin dair pihak sekolah dan Komisi Etik Penelitian FK UNUD/RSUP Sanglah dengan nomer 756/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

Data yang diperoleh dari pemeriksaan dianalisis menggunakan uji analisis univariat uji normalitas, uji homogenitas, uji hipotesis, uji analisis bivariat. Uji univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi pada setiap variabel yang meliputi karakteristik responden. Data usia dan kelompok normal foot dan flat foot dinyatakan dalam distribusi frekuensi sedangkan indeks massa tubuh dinyatakan dalam nilai rerata dan simpang baku. Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test yang bertujuan untuk mengetahui data bersifat homogen atau tidak. Uji normalitas dan homogenitas merupakan persyaratan untuk melakukan uji hipotesis.Uji chi-square digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel independen dan dependen. Untuk mengetahui kekuatan hubungan atau korelasi antara variabel independent dan dependent digunakan uji korelasi Gamma dan Somers’d.

HASIL

Karakteristik sampel penelitian ini adalah siswa SMPN 1 Banjarangkan dengan rentang usia 13-15 tahun. Jumlah kelas di sekolah adalah 28 kelas yang terbagi menjadi 3 tingkat yaitu kelas VII, VIII,dan IX dengan jumlah masing-masing siswa sebanyak 30 siswa di kelas VII dan VIII, sedangkan sebanyak 31 siswa di kelas IX. Adapun sampel dalam penelitian ini kelas VII, VIII dan IX masing-masing sebanyak 2 kelas. Berdasarkan data tinggi badan, berat badan, IMT, berat tas, posisi duduk Q-BAPHYP, dan skoliosis. Berikut pemaparan deskripsi data berupa karakteristik sampel penelitian pada Tabel 1.

Tabel 1. KarakteristikSampel

Variabel

Rerata

Perempuan (n=98)(53,6%)

Simpang Baku

Rerata

Laki-laki (n=84) (45,9%)

Simpang Baku

Tinggi Badan (cm)

156

6,58

163

8,68

Berat Badan (kg)

48

10,17

53

12,43

IMT (Kg/m2)

19,39

3,48

19,99

3,6

Berat Tas (kg)

2,16

0,78

2,07

0,73

Posisi          Duduk

(Q-BAPHYP)

Sangat Baik

38 (38,8%)

21 (25,0%)

Baik

25 (25,5%)

35 (41,7 %)

Sedang

27 (27,6%)

21 (25,0 %)

Kurang Baik

8 (8,2%)

7 (8,3 %)

Skoliosis

Positif

33 (33,7%)

16 (19,0%)

Negatif

65 (66,3%)

68 (81,0%)

Tabel 1. menunjukan inggi badan pada sampel perempuan memilki rerata 156 cm dan tinggi badan pada sampel laki-laki memiliki rerata 163 cm, berat badan pada sampel perempuan memilki rerata 48 kg dan pada sampe laki-laki memilki rerata 53 kg. Pada index masa tubuh pada sampel perempuan didapatkan rerata 19,39 kg/m2 dan pada indeks masa tubuh pada sampel laki-laki didapatkan rerata 19,99 kg/m2. Keseluruhan atau 100% sampel menggunakan tas dengan kategori ringan pada sampel perempuan didapatkan rerata 2,16 kg dan pada sampel laki-laki didapatkan rerata 2,07 kg. Setelah di tes dengan skoliosis test yaitu adam forward’s test dan plumb line test mendapatkan hasi

pada sampel perempuan sebanyak 65 negatif dan 33 sisanya mendaptkan hasil positif, dan pada sampel laki-laki sebanyak 16 positif dan 68 mendapatkan hasil negatif. Untuk penilian dengan kuisioner Q-BAPHYP untuk mengetahui pengaruh posisi duduk sampel pada perempuan mendapatkan hasil 25,56% baik, 38.8% dengan hasil sangat baik, 27,6% dengan kategori sedang, dan 8,2% mendapatkan hasil kurang baik. Pada sampel laki-laki mendapatkan hasi 41,7% baik, 25,0% dengan hasil sangat baik, 25,0 dengan hasil sedang, dan 8,3% mendaptkan hasil kurang baik.

Tabel 2. Uji Analisa Berat Tas dengan Skoliosis

Berat Tas

Total

p

Ringan

0.000

Skoliosis Tes

Positif: 49

Negatif: 133

182

182

Total

182

Tabel 2. menunjukkan hasil uji analisa dengan Chi-square berat tas dengan skoliosis mendapatkan hasil nilai p =0,000 yang artinya kurang dari 0,05 sehingga H0 diterima, yang artinya ada hubungan yang signifikan antara berat tas dengan scoliosis.

Tabel 3. Uji Analisa Posisi Duduk dengan Skoliosis

Kuisioner Q-BAPHYP

Total

p

Kurang Baik

Sedang

Baik

Sangat Baik

Skoliosis Tes

Positif: 49

Negatif: 133

15

48

60

59

182

0,000

Total            182

Tabel 3. diatas yang merupakan hasil uji Analisa Chi-square test antara posisi atau kebiasaan postur duduk yang diuji dengan kuisioner Q-BAPHYP dengan kejadian scoliosis menunjukkan nilai p =0,000 atau p <0,05 yang artinya adanya hubungan yang signfikan antara kedua variabel secara statistik.

Tabel 4. Uji Korelasi

Kuisioner Q-BAPHYP

Kurang Baik

Sedang

Baik

Sangat Baik

Total

r

p

Skoliosis Tes

Positif: 49

Negatif: 133

15

48

60

59

182

0,063

0,626

Total          182

Tabel 4. menunjukan asil korelasi hubungan antara postur kebiasaan atau posisi duduk yang diukur dengan Q-BAPHYP dan kejadian scoliosis yang mendapatkan angka 0,063, artinya tingkat korelasi kedua variable tersebut rendah.

Tabel 5. Uji

Korelasi

Berat Tas

r

p

Ringan

Total

Skoliosis Tes

Positif: 49

Negatif: 133

182

182

1,00

0,313

Total

182

Berdasarkan Tabel 5. diatas yang merupakan hasil korelasi berat tas dengan kejadian skoliosis mendapatkan angka 1,00 yang mana artinya hubungan antara kedua variabel sangat kuat.

DISKUSI

Karakteristik sampel yang diamati adalah siswa kelas VII-IX dengan sebanyak 45,9% sampel laki-laki berusia 13 tahun sampai 15 tahun dan 53,6% adalah perempuan berusia 13 tahun sampai 15 tahun. Dalam Penelitian Mahdatul Liza dalam Aliya Negeri Madrasah 2 Samarinda, dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari hasil survei tersebut, data yang paling sering dijawab dari 244 responden adalah 125 wanita (51,2%) dan 119 pria (48,8%). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahdatul pada tahun 2018, data usia responden menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok usia 16 tahun 12 (49,2%), 17 tahun 108 Responden (44,3%), 15-11 tahun (4,5%), 18-5 tahun (2,0%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berusia 16 tahun. Penelitian yang dilakukan Etra Fianus Hendri Dari 100 responden tersebut ditemukan bahwa sebaran usia responden terbagi menjadi dua, yaitu remaja akhir (17-21 tahun) dan dewasa awal (22-40 tahun).8

Dari total 182 sampel yang digunakan dalam studi ini, didapatkan hasil skoliosis test positif pada sampel perempuan sebanyak 33 sampel dan 65 sampel perempuan negatif, pada sampel laki – laki sebanyak 16 sampel positif skoliosis dan 68 sampel negatif. Hasil serupa didapatkan dalam studi sebelumya mengenai prevalensi angka skoliosis pada remaja di Surabaya dengan hasil dari 784 sampel , diketahui sebanyak 50 siswa memiliki punggung aysmetrical dan positive skoliosis dengan pengukuran Adam’s Forward test, 50 siswa tersebut skoliosis sebanyak 14 siswa laki-laki dan 36 perempuan.9 Studi prevalensi siswa skoliosis di China mendapatkan hasil yang signifikan yaitu sejumlah 884 (49,7%) dari 1779 sampel positif skoliosis tes dan 64,8% nya adalah perempuan. Studi terdahulu mendapatkan hasil

uji chi-square dengan p = 0,000, yang mana artinya ada hubungan antara kebiasaan duduk terhadap terjadinya skoliosis pada anak usia 11-13 tahun.10

Hasil studi prevalensi angka skoliosis pada siswa di Malaysia mendapatkan hasil dari 8966 siswa yang di screening diketahui sebanyak 410 siswa positif skoliosis.11 Pemeriksaan yang digunakan dalam studi ini yaitu dengan menggunakan Adam Forward’s Test dan plumb line test juga banyak digunakan dalam studi perhitungan prevalensi skoliosis pada remaja di berbagai negara. Dengan populasi hanya satu sekolah menengah pertama di satu kabupaten, hasil dalam studi ini dapat menjadi gambaran untuk prevalensi kejadian skoliosis di remaja klungkung. Kuisioner Q-BAPHYP (body awareness posture habit in young people) digunakan untuk mengetahui pengaruh posisi dan postur sampel dan mendapatkan hasil 25,56% baik, 38,8% dengan hasil sangat baik, 27,6% dengan kategori sedang sedangkan 8,2% mendapatkan hasil buruk, dan pada sampel laki – laki mendapatkan hasil 41,7 % baik, 25,0% dengan hasil sangat baik, 25,0% dengan kategori sedang sedangkan 8,% mendapatkan hasil buruk, Cardon et al., dengan kuisioner yang sama mendapatkan hasil setelah sampel mengisi kuisioner ini dengan self-report mengubah kebiasaan duduk dan lebih peduli dengan postur mereka. Dengan kuisioner ini baik digunakan untuk mengetahui posisi duduk dan kebiasaan anak yang berkaitan dengan postur membawa tas.12

Posisi Duduk Dengan Kejadian Skoliosis

Posisi atau kebiasaan postur duduk yang diuji dengan kuisioner Q-BAPHYP dengan kejadian skoliosis. menunjukkan hasil uji Analisa chi-square antara posisi atau kebiasaan postur duduk yang diuji dengan kuisioner Q-BAPHYP dengan kejadian skoliosis menunjukkan nilai p=0,000 atau p< 0,05 yang artinya adanya hubungan yang signfikan antara kedua variabel. Kuisioner Q-BAPHYP yang mana kuisioner ini berisikan tentang posisi duduk anak bukan hanya disekolah namun juga menilai kebiasaan anak dirumah. Bentuk normal tulang belakang dilihat berbentuk lurus dari atas sampai bawah (tulang cocigeus).pada perempuan nilai p=0,213 atau p>0,05. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kedua variabel. Dan frekuensi skoliosis pada pria tidak berkorelasi signifikan dengan p = 0,058 atau p>0,05 antara. kedua variabel secara statistik. Pada kuisioner ada kategori yang melihat posisi duduk sampel disekolah maupun dirumah saat menonton televisi, hal tersebut dimasukkan karena duduk merupakan aktifitas yang banyak porsinya dalam aktifitas sehari-hari. Secara keseluruhan hasil kuisioner Q-BAPHYP hasilnya baik yang artinya sampel memiliki kebiasaan yang baik. Hasil pengujian skoliosis pada siswa pun hasilnya cukup kecil dari 182 sampel, yang positif sejumlah 33 pada sampel perempuan dan sejumlah 16 pada sampel laki - laki. Berdasarkan hasil korelasi hubungan antara postur kebiasaan atau posisi duduk yang diukur dengan Q-BAPHYP dan kejadian scoliosis yang mendapatkan angka 0,063 artinya tingkat korelasi kedua variable tersebut rendah.Hal ini didukung oleh studi sebelumnya yang mendapatkan angka prevalensi skoliosis 24,3% yang mana ada hubungan dengan postur anak saat menonton TV, namun juga kejadian skoliosis dipengaruhi oleh nutris anak. Anak yang mempunyai kebiasaan buruk dalam duduk menonton televisi memiliki persentase untuk hasil adam test positif.13

Sistem lokomotor yang sedang berkembang akan berdampak akibat kebiasaan buruk tersebut. Akibatnya pada tulang belakang yang tumbuh dan berkembang tidak sesuai fisiologis, perubahan otot dan ligamen yang bila dalam jangka lama akan mengakibatkan perubahan dan dampak yang kurang baik bagi anak. Beberapa faktor yang harus diketahui untuk postur duduk yang baik pada anak sekolah antara lain; kemampuan untuk menjaga kurva spine (dorsal), jarak dengan meja, posisi netral pelvis (untuk melihat aktivais otot hamstring) dan jarak kedua kaki saat duduk. Rata-rata perubahan posisi normal saat duduk adalah pada menit ke 3, 6, 9, dan 12. Pada kuisioner ada kategori yang melihat posisi duduk sampel disekolah maupun dirumah saat menonton televisi, hal tersebut dimasukkan karena duduk merupakan aktifitas yang banyak porsinya dalam aktifitas sehari-hari. Secara keseluruhan hasil kuisioner Q-BAPHYP hasilnya baik yang artinya sampel memiliki kebiasaan yang baik. Berbeda dengan hasil penelitian, dalam studi yang dilakukan di Brazil ini tidak menunjukkan hasil signifikan secara statistik antara kebiasaan duduk dengan skoliosis13.

Berat Beban Tas Dengan Kejadian Skoliosis

Kebiasaan atau postur yang lain pada kusioner Q-BAPHYP adalah kebiasaan membawa tas atau dalam studi ini yang dilihat adalah berat dari tas yang dibawa oleh anak sekolah menengah pertama. Terdapat hubungan yang signifikan yang dihasilkan pada penelitian ini dengan nilai p=0,000 dimana ada hubungan yang signifikan antara berat beban tas dengan kejadian skoliosis. Hasil korelasi berat tas dengan kejadian skoliosis mendapatkan angka 1,00 yang mana artinya hubungan antara kedua variabel sangat kuat. Korelasi antara berat tas dengan skoliosis pada perempuan mendapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05) Ho diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara berat tas dengan skoliosis pada siswa perempuan, sedangkan pada laki-laki p=0,153 (p>0,05) atau Ho ditoak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara berat tas dengan skoliosis pada siswa laki-laki. Seluruh sampel (100%) memiliki berat tas dengan kategori ringan, yang artinya beban pada tas sekolah sampel kurang dari 10% berat badannya. Dari 182 sampel terdapat hanya 49 siswa mengalami skoliosis, yang artinya dalam studi ini populasi siswa telah menggunakan tas dengan baik dan dalam kategori ringan sehingga kejadian skoliosis dalam studi ini kecil. Batas berat tas ransel atau backpack yang boleh dibawa tidak lebih 10%-15% dari berat badan. Berat beban ini telah disarankan sebagai beban maksimum siswa.

Dengan membawa beban tas sekolah dengan 10% berat badan akan merubah keseimbangan fisik dan stabilitas dari bahu dan spine anak. Untuk mengontrol keseimbangan dan stabilitas dari spine saat membawa beban, hal penting yang diperhatikan adalah posisi bahu, tumpuan berat di tengah yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada ligamen tulang pelvic.14 Studi dari Li and Chow, menyatakan bahwa ada hubungan jangka pendek antara postural correction skoliosis dengan membawa beban asymetris pada ipsilateral bahu yang mengakibatkan perubahan apex dari bahu, yang mana berdampak langsung pada tulang belakang hingga pelvic.15 Studi lain dari Minghelli et al., mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signfikan dari kebiasaan postural membawa tas dan posisi duduk dengan angka skoliosis. Dalam studi tesebut, sampel menggunakan tas dengan beban yang masuk

kategori berat yaitu lebih dari 10% berat badan. Berdasarkan dari the Scoliosis Research Society and the Spine Society of Australia, pada saat ini di era baru skoliosis tidak hanya diakibatkan oleh membawa beban yang asimetris ataupun dengan postur yang kurang baik saat berdiri maupun kebiasaan saat bermain maupun menonton televisi. Etiologi tersebut digunakan pada abad ke 18 dan 19, namun di abad baru saat ini nutrisi juga dapat berpengaruh. Selain itu, factor lingkungan juga menjadi faktor dalam peningkatan prevalensi skoliosis seperti pendukung properti di sekolah maupun dirumah.16

SIMPULAN

Tidak terdapat hubungan antara posisi duduk dan kejadian skoliosis pada siswa laki-laki dan perempuan, serta tidak ada hubungan antara berat tas dengan skoliosis pada laki-laki sedangkan pada siswa perempuan terdapat hubungan yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.   Christina F. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Deteksi Dini Skoliosis Pada Anak

Usia Sekolah (10-12 TAHUN). Published online 2016.

  • 2.    Nabila E. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Tindakan Deteksi Dini Skoliosis pada Siswi SD di Bandar Lampung. Published online 2020. https://repository.unair.ac.id/52293/

  • 3.    Ciaccia MCC, De Castro JS, Rahal MA, et al. Prevalence of scoliosis in public elementary school students. Rev Paul Pediatr. 2017;35(2):191-198. doi:10.1590/1984-0462/;2017;35;2;00008

  • 4.    Drza-Grabiec J, Snela S, Rykaa J, Podgórska J, Rachwal M. Effects of the sitting position on the body posture of

children aged 11 to 13 years. Work. 2015;51(4):855-862. doi:10.3233/WOR-141901

  • 5.    Kurniawati MP. Hubungan Antara Kebiasaan Sikap Duduk Dengan Terjadinya Derajat Skoliosis Pada Siswa Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Pertama Dan Sekolah Menengah Atas. Univ Muhammadiyah Surakarta. 2017;01:1-7. http://www.albayan.ae

  • 6.    Zakeri Y, Baraz S, Gheibizadeh M, Saidkhani V. Relationship between backpack weight and prevalence of lordosis, kyphosis, scoliosis and dropped shoulders in elementary students. Int J Pediatr. 2016;4(6):1859-1866. doi:10.22038/ijp.2016.6846

  • 7.    Brzęk A, Dworrak T, Strauss M, et al. The weight of pupils’ schoolbags in early school age and its influence on

body posture. BMC Musculoskelet Disord. 2017;18(1):1-11. doi:10.1186/s12891-017-1462-z

  • 8.    Obella Z, Adliyani N. Perubahan Perilaku Dan Konsep Diri Remaja Yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan Keterampilan Sosial. Perubahan Perilaku Dan Konsep Diri Remaja Yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatih Keterampilan Sos. 2016;23(1):13-20. doi:10.22146/jpsi.10037

  • 9.    Ramalingam VK. The Prevalence of Postural Abnormalities among High School Students. 2017;4(5):18-22.

  • 10.    Rosadi D, Mustofa K, Sanjaya I, Perdana H. Teaching Descriptive Statistics using R. 3rd Annu Int Conf Syiah Kuala Univ AIC Unsyiah) 2013.    2013;1:52-56.    http://e-repository.unsyiah.ac.id/AICS-

SciEng/article/view/1699/1598

  • 11.    Deepak, A. S. The Clinical Effectiveness of School Screening Programme for Idiopathic Scoliosis in Malaysia. Malaysian Orthop J. 2017;11. https://dx.doi.org/10.5704%2FMOJ.1703.018

  • 12.    Schwertner DS, Oliveira RAN da S, Beltrame TS, Capistrano R, Alexandre JM. Questionnaire on body awareness of postural habits in young people: construction and validation. Fisioter em Mov. 2018;31(0):1-11. doi:10.1590/1980-5918.031.ao16

  • 13.    Esposito T, B.Variale, DiMartino GF, Hierchia M, A.Gironi Carnevale A, D.Ronca. D Rug - Substitution T Reatment in G Ermany: a. 2012;(October 2012):503-522.

  • 14.    Brackley HM, Stevenson JM, Selinger JC. Effect of backpack load placement on posture and spinal curvature in prepubescent children. Work. 2009;32(3):351-360. doi:10.3233/WOR-2009-0833

  • 15.    Daffin L, Stuelcken MC, Armitage J, Sayers MGL. The effect of backpack load position on photographic measures of craniovertebral posture in 150 asymptomatic young adults. Work. 2020;65(2):361-368. doi:10.3233/WOR-203088

  • 16.    Minghelli B, Oliveira R, Nunes C. Postural habits and weight of backpacks of Portuguese adolescents: Are they associated with scoliosis and low back pain? Work. 2016;54(1):197-208. doi:10.3233/WOR-162284


Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 1 (2023), Halaman 13-17, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |17|