EFEK JANGKA PENDEK BIOFEEDBACK POSTURAL CORRECTION EXERCISE PADA CRANIOVERTEBRAL ANGLE SISWA DENGAN ASYMPTOMATIC FORWARD

I Gede Eka Juli Prasana1*, Anak Agung Gede Angga Puspa Negara2

1Program Studi Magister Fisiologi Keolahragaan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali 2Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 22 Juli 2021 | Diterima: 05 Agustus 2021 | Diterbitkan: 20 September 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i03.p03

ABSTRAK

Pendahuluan: Memasuki Revolusi Industri 4.0 membawa banyak dampak bagi sistem kehidupan manusia, salah satunya adalah kerugian mekanis yang dialami seseorang disebabkan oleh terjadinya awkward position ketika sedang melakukan aktivitas atau pekerjaannya saat duduk, belajar, menggunakan perangkat elektronik, dan sebagainya, hingga kerap muncul masalah muscle imbalance yang selanjutnya menyebabkan terjadinya forward head posture. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek jangka pendek biofeedback postural correction exercise dalam intervensi postural correction untuk menangani masalah asymptomatic forward head posture.

Metode: Penelitian menggunakan rancangan eksperimental pre-post test control group design dengan simple random sampling, dan jumlah subjek sebanyak 28 orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok 1 mendapatkan penambahan biofeedback postural correction exercise pada metode postural correction standar sedangkan Kelompok 2 mendapatkan metode postural correction standar. Penelitian dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan.

Hasil: perbedaan rerata peningkatan sudut craniovertebral dianalisis dengan paired sample t-test sebelum dan setelah intervensi pada Kelompok 1 dengan nilai p=0,030 (p<0,05) dengan artian terdapat peningkatan sudut yang bermakna pada craniovertebral sebelum dan setelah intervensi biofeedback postural correction exercise metode standar. Pengujian hipotesis sebelum dan setelah intervensi pada Kelompok 2 didapatkan nilai p=0,245 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada peningkatan sudut craniovertebral yang bermakna pada craniovertebral sebelum dan setelah intervensi metode standar.

Simpulan: Biofeedback postural correction exercise lebih baik dalam menciptakan efek adaptasi jangka pendek pada peningkatan craniovertebral angle dibandingkan dengan metode postural correction standar

Kata Kunci: muscle imbalance, forward head posture, pressure biofeedback

PENDAHULUAN

Memasuki Revolusi Industri 4.0 memicu berpengaruh (giving impact) pada sistem kehidupan manusia. Tren industri dengan proses integrasi teknologi otomatisasi dan jaringan membuat babak baru terhadap kemudahan dalam manufaktur dan pertukaran informasi. Merubah hal yang sebelumnya bersifat komplek dari penggunaan siber-fisik, Internet of Things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif menjadi sebuah komputasi yang jauh lebih sederhana.1 Tren ini memberikan modifikasi terhadap banyak bidang kehidupan manusia seperti sektor ekonomi, dunia kerja, pendidikan bahkan gaya hidup manusia itu sendiri.1

Tiap hal yang tercipta di dunia ini sudah pasti memiliki efek positif dan negatif. Dilihat dari sudut pandangan kesehatan, salah satu dampak dari sistem industri 4.0 adalah terjadinya kerugian mekanis pada tubuh manusia oleh karena meningkatnya penggunaan posel ataupun perangkat elektronik lainnya. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan seseorang harus mempertahankan satu posisi (statis) dalam jangka waktu tertentu. Kerugian mekanis yang dialami seseorang disebabkan oleh terjadinya awkward position ketika sedang melakukan aktivitas atau pekerjaannya saat duduk, belajar, menggunakan perangkat elektronik dan sebagainya, hingga kerap muncul masalah muscle imbalance.2

Penelitian lain menyebutkan, penggunaan ponsel dan perangkat elektronik lainnya telah menyebabkan postur tubuh yang tidak normal bagi kebanyakan orang di berbagai lapisan masyarakat, termasuk siswa yang merupakan pengguna langsung perangkat tersebut. Salah satu masalah yang paling umum adalah pola muscle imbalance dan penampilan postur mereka, seperti peningkatan kurva lordosis pada cervical atau yang lebih dikenal dengan istilah forward head posture.3 Forward head posture menjadi masalah alignment tubuh dengan prevalensi 66-90% dari populasi remaja, dimana alignment yang terlihat pada kurva leher adalah kepala condong ke depan. Postur abnormal jangka panjang dalam aktivitas ini dapat menyebabkan kejang otot, herniasi discus, arthritis, penjepitan saraf dan ketidakstabilan ligamen pada area cervical.4

Muncul berbagai bentuk intervensi yang telah diteliti untuk menjawab permasalah tersebut, dan penelitian ini menggunakan pendekatan postural correction untuk menyelesaikan permasalahan forward head posture. Secara sederhana, pendekatan postural correction menggunakan konsep kompleksitas (strengthening and stretching method) untuk

menyelesaikan masalah pada muscle imbalance yang dialami seseorang. Diketahui bahwa ketika seseorang mengalami muscle imbalance, maka otot upper trapezius akan menjadi bagian utama yang mengalami imbalance yang cenderung mengarah ke muscle thigthness, yang kemudian diikuti oleh kerusakan pada otot-otot lain mulai dari regio cervical hingga thoracal.5

Penggunaan postural correction sesungguhnya telah banyak dilakukan pada penelitian lain, namun sering kali hal tersebut tidak disertai dengan umpan balik pada subjek terkait intervensi yang telah dilakukan, sehingga muncul gagasan penggunaan pressure biofeedback unit dalam intervensi postural correction untuk menangani masalah forward head posture, dimana pressure biofeedback unit memiliki peranan dalam memberikan input visual dan proprioseptif yang bertujuan memberikan konsistensi terhadap tekanan yang harus diberikan pada saat melakukan chin tuck exercice, sebagai bagian dari motor behavior learning dalam mengoreksi postur.6 Konsistensi tekanan diperlukan untuk memberikan efek stabilitas otot-otot deep neck flexor sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada forward head posture.7 Konsistensi tekanan pada pressure biofeedback dilihat dalam tiga tekanan, tekanan pertama sebesar 30 mmHg, pada tekanan ini dilihat fase inisiasi awal untuk memulai aktivasi, tekanan 40 mmHg merupakan fase lanjutan yaitu memunculkan efek stabilisasi pada otot deep neck flexor, dan tekanan 50 mmHg memberikan progressivitas pada latihan.7

Melihat manfaat dari pressure biofeedback unit dalam mengisi gap of knowledge pada metode di atas, maka peneliti ingin membuktikan bahwa penambahan pressure biofeedback unit pada metode postural correction standar lebih baik dalam memperbaiki craniovertebral angle siswa SMA dengan asymptomatic forward head di SMA Negeri 1 Semarapura pada jangka pendek.

METODE

Penelitian dengan rancangan eksperimental pre post-test control group design dengan simple random sampling menggunakan bantuan software Microsoft excel. Dalam penelitian ini peneliti melibatkan tim lainnya dalam pengambilan data dan tim yang bertugas dalam pengambilan data tidak memiliki pengetahuan untuk mengintepretasikan hasil pengukuran yang ada sehingga objektivitas dari penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan. Besar sample dicari menggunakan rumus Pocock sehingga terdapat 28 orang, dengan menggunakan kriteria inklusi: 1) subjek merupakan siswa SMA dengan rentang usia 15 – 19 tahun, 2) sudut craniovertebral angle < 490, 3) tanpa gejala nyeri dan 4) kekakuan saat dilakukan isometric test, kriteria eksklusi dalam penelitian ini: 1) memiliki riwayat fracture cervical, 2) memiliki gangguan neurologis dan 3) kecacatan bawaan pada cervical. Penelitian dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan, mengambil tempat di SMA N 1 Semarapura pada bulan Mei 2021, pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kriteria sample dan random alokasi dilakukan untuk membagi rata kedua kelompok. Pengukuran pre-test untuk melihat sudut craniovertebral awal menggunakan goniometer. Kelompok 1 mendapatkan penambahan pressure biofeedback unit pada metode postural correction standar yang terdiri dari chin tuck supine position with pressure biofeedback unit penekanan 30 mmHg, 10 detik hold 3 kali repetisi massage pada otot sternocleidomastoideus diberikan selama 5 menit stretching exercise pada otot scalene 10 detik hold 3 kali repetisi 3 set dan shoulder bleed squeze 10 kali repetisi 3 set dengan 30 detik istirahat dimasing-masing set sedangkan Kelompok 2 mendapatkan metode postural correction standar yang terdiri dari chin tuck sitting position 10 detik hold 3 kali repetisi massage pada otot sternocleidomastoideus diberikan selama 5 menit stretching exercise pada otot scalene 10 detik hold 3 kali repetisi 3 set dan shoulder bleed squeze 10 kali repetisi 3 set dengan 30 detik istirahat dimasing-masing set selanjutnya dilakukan posttest.

Setelah mendapatkan data kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas dengan nilai signifikansi p>0,05 menunjukan data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji statistik parametrik, uji hipotesis berpasangan menggunakan pared sample t-test sedangakan uji hipotesis tidak berpasangan menggunakan independent sample t-test. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tertanggal 28 April 2021 nomor 1257/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Diagram alur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alur Penelitian

Karakteristik sampel berupa jenis kelamin diuji menggunakan analisis univariat. Berikut adalah hasil analisis univariat.

Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin,

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 1

Kelompok 2

Laki-Laki

5

5

35,7

35,7

Perempuan

9

9

64,3

64,3

Total

14

14

100

100

Tabel 1. menunjukan karakteristik pada kedua kelompok, dimana pada masing-masing kelompok, subjek dengan jenis kelamin laki-laki didapatkan sebanyak 5 orang (35,7%), sedangkan jenis kelamin perempuan didapatkan sebanyak 9 orang (64,3%). Karakteristik sampel penelitian yang meliputi usia pada kedua kelompok, IMT dan time in sitting dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan usia,indeks massa tubuh dan time in sitting

Ka a t t          Kelompok 1             Kelompok 2

K r k eris ik Rerata Simpang Baku Rerata Simpang Baku

Usia            16,42        0,64         15,64         0,74

IMT           18,92        2,09       19,85       3,46

Time in sitting   3,47         2,06         5,15         1,54

Tabel 2. menunjukan bahwa Kelompok 1 memiliki rerata usia 16,42 tahun dan Kelompok 2 memiliki rerata usia 15,64 tahun. Indeks Massa Tubuh pada Kelompok 1 adalah sebesar 18,92 kg/m2 dan pada Kelompok 2 memiliki rerata sebesar 19,64 kg/m2. Hasil penilaian dari Time in Sitting International Physical Activity Questionnaire, didapatkan Kelompok 1 memiliki rerata waktu duduk selama 3,47 jam sedangkan pada Kelompok 2 memiliki rerata waktu duduk selama 5,15 jam.

Tabel 3. Rerata peningkatan craniovertabral sebelum dan sesudah intervensi

Rerata± Simpang Baku Sebelum Intervensi

Rerata± Simpang Baku Setelah Intervensi

Beda Rerata± Simpang Baku

p

Kelompok 1

45,57±1,45

50,28±3,17

4,71±2,62

0,030

Kelompok 2

45,78±1,85

48,64±2,64

2,85±2,56

0,245

Tabel 3. menunjukan perbedaan rerata peningkatan sudut craniovertebral yang dianalisis menggunakan paired sample t-test pada Kelompok 1 dengan nilai p=0,030 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan sudut yang bermakna pada craniovertebral sebelum dan setelah intervensi penambahan pressure biofeedback unit postural correction metode standar. Kelompok 2 dilakukan pengujian hipotesis sebelum dan setelah intervensi didapatkan nilai p=0,245 (p>0,05) dengan artian bahwa tidak ada peningkatan sudut craniovertebral yang bermakna sebelum dan setelah intervensi metode standar.

DISKUSI

Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini memiliki karakteristik berdasarkan jenis kelamin yaitu sebanyak 5 orang subjek laki-laki (35,7%) dan 9 orang subjek perempuan (64,3%) pada masing-masing kelompok. Hasil analisis usia subjek didapatkan rerata usia pada Kelompok 1 adalah 15,16±0,389 tahun, dan rerata usia kelompok 2 adalah 15,58±0,51 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa menghabiskan waktu lama di depan komputer dan gadget dan melakukan aktivitas secara berulang-ulang. Waktu rata-rata Kelompok 1 untuk time in sitting international physical activity questionnaire adalah 3,47 jam, sedangkan Kelompok 2 adalah 5,15 jam. Berdasarkan rentang usia, aktivitas fisik, dan waktu duduk dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya postur kepala ke depan siswa sekolah menengah adalah kelengkungan tulang belakang leher, Insidennya sekitar 66-90%.8

Perkembangan teknologi dan informasi telah meningkatkan penggunaan smarthphone dan komputer pada aktivitas sehari-hari 9. Smartphone dan komputer adalah alat elektronik yang digunakan untuk fungsi komunikasi serta penggunaan aplikasi lainnya, terlebih lagi aplikasi yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran, seperti yang sedang dilakukan oleh siswa yakni bersekolah dari rumah saat kebijakan tentang penerapan protokol Covid dilaksanakan. Ketika menggunakan smartphone, pengguna cenderung memposisikan kepala condong kedepan dan penggunaan lebih dari 3 jam perhari nya bukan merupakan posisi yang ergonomis.

Subjek penelitian Kelompok 1 memiliki rerata Indeks Massa Tubuh 18,92 kg/m2 dan pada Kelompok 2 memiliki rerata Indeks Massa Tubuh 19,64 kg/m2. Pengaruh indeks massa tubuh pada perubahan postur juga tidak dapat dikontrol oleh peneliti, mengingat hal ini mempengaruhi axial loading dalam penelitian sebelumnya menunjukan terdapat pengaruh indeks massa tubuh dan usia dalam perubahan postur yang dialami seseorang.10 Penemuan secara radiography menemukan parameter yang terlihat dari tulang cervical dua hingga cervical tujuh menunjukan penurunan craniocervical angle seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya anterior shift yang terjadi karena kompenasi beban akumulasi lemak total yang ada pada tubuh atau terjadinya infiltrasi lemak pada otot paraspinal.11 Selanjutnya mengenai faktor usia juga dapat menjadi faktor pengaruh pada kejadian forward head posture penelitian serupa juga menunjukan semakin muda usia makan symptom yang dialami oleh seseorang juga akan berkurang dibandingkan dewasa, hal ini yang menjadi dasar penentuan golden period perbaikan postur adalah pada usia remaja melalui maturitas tulang spine.6

Efek Akut Postural Correction dengan Biofeedback

Melihat perubahan perbandingan sudut craniovertebral pada kedua kelompok diperoleh hanya kelompok 1 yang terdapat perbedaan bermakna secara statistik sebelum dan setelah intervensi yang berarti penambahan pressure biofeedback unit pada metode postural correction standar lebih baik dalam memperbaiki craniovertebral angle siswa SMA dengan asymptomatic forward head di SMA Negeri 1 Semarapura dalam jangka pendek

Penelitian sebelumnya dengan metode yang serupa yakni aktivasi deep neck flexor dan stretching tanpa menggunakan pressure biofeedback unit menunjukkan hasil 4,1 derajat dan peningkatan 6,7 derajat dengan menggunakan pressure biofeedback unit 12 namun pemilihan latihan tidak memperhatikan aspek stabilisasi shoulder, hal ini menjadi penting melihat pengaruhnya terhadap co-contraction otot deep neck flexor .13

Penelitian yang dilakukan pada dokter gigi dengan nyeri leher kronis, deep neck flexor memiliki peran dalam menjaga straightening dari leher 8 dalam penelitian tersebut di sebutkan pula dalam rehabilitasi yang baik disarankan mengaktivasi otot-otot deep neck flexor terlebih dahulu sebelum memperkuat global cervical muscle dimana yang menjadi permasalahan pada forward head posture adalah pemendekan cervical ekstensor seperti otot splenii, upper trapezius dan sternocleidomastoideus dan kelemahan otot cervical flexors7dan salah satu permasalahan yang terkena pada usia remaja penelitian serupa juga dilaksanakan di korea selatan yang meneliti subjek pada siswa SMA yang menghasilkan penguatan tersebut penting untuk meningkatkan stabilitas postur leher. Pendukung dari penelitian ini penambahan pressure biofeedback unit mengaktivasi cervical proprioception dengan meningkatkan daya tahan dari deep neck flexor setelah dilakukan latihan selama 4 minggu.14

Metode ini dalam melihat peningkatan otot postural dengan real-time, pressure biofeedback unit dapat mengukur akurasi kalkulasi dosimetri yang sesuai selama melakukan latihan dapat menentukan dengan lebih tepat peningkatan dari resistance yang diberikan. Konsistensi tekanan juga dilakukan dalam peningkatan yang berbeda pada pressure biofeedback dilihat dalam tiga tekanan, tekanan pertama sebesar 30 mmHg, pada tekanan ini dilihat fase inisiasi awal untuk memulai aktivasi, tekanan 40 mmHg merupakan fase lanjutan yaitu memunculkan efek stabilisasi pada otot deep neck flexor, dan tekanan 50 mmHg memberikan progressivitas pada latihan.15

Kontraksi otot mengaktivasi muscle ergoreceptors (stretch receptors) dengan membuat musculo-tendinous proprioceptors menurunkan stretch reflex responses pada sebagai respon dari mekanisme berulang untuk memutus cycle of muscle tension, gangguan sirkulasi dan akumulasi metabolit pada area yang mengalami pemendekan. Namun terdapat perbedaan perlakukan yang di lakukan pada penelitian sebelumnya yakni hal tersebut dilakukan selama dua minggu. Proprioseptif merupakan sebuah sensasi penunjuk gerakan (kinesthesia) dan posisi persendian atau joint position sense 9. Persepsi dari orientasi kepala tidak hanya dipengaruhi oleh visual dan vestibular tetapi juga informasi proprioseptif dari leher dan bagian tubuh lain, yang membentuk sebuah mekanisme reflek yang berkontribusi seperti cervico-ocular yang bertugas memberikan input mata untuk stabilisasi, vestibulo-ocular memberikan stabilasi saat gerakan, vestibulospinal menciptakan gerakan kompensasi tubuh, serta vestibulo-collic dan cervicocollic menjaga kestabilan aksis tubuh. Reseptor dari proprioseptif dapat ditemukan pada unit otot tendon seperti muscle spindles, golgi tendon organs dan pada persendian yaitu endplate Ruffini dan Pacini.16

Faktor Ergonomi seperti berat tas, posisi duduk selama belajar yang diikuti dengan kesesuaian anthropometry dan penggunaan piranti elektronik tidak dapat dikontrol oleh peneliti, kegiatan ini dapat menjadi accelerated factor atau decelerated impact pada sebuah kondisi forward head posture, atau dapat menjadi faktor meningkatnya craniovertebral angle pada penderita.11

Efek jangka pendek yang dibandingkan kedua metode ini adalah untuk menggambarkan initial phase atau efek adaptasi dari sebuah postural correction exercise, adaptasi merupakan kunci perbaikan, efisiensi dalam pemberian beban merupakan hal yang ditemukan dalam penelitian ini, seberapa besar beban yang dipakai dalam metode koreksi membuat aktivasi yang tepat.17

Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak dapat melihat peningkatan efek akut terhadap aktivitas fisik yang dilakukan, serta tidak dapat melihat peningkatan secara signifikan aspek fungsional, sehingga perlu dikembangkan penelitian lanjutan dengan menggunakan durasi waktu yang lebih panjang serta pengukuran pada aktivitas fisik dan fungsional.

SIMPULAN

Biofeedback postural correction exercise lebih baik dalam menciptakan efek adaptasi jangka pendek dibandingkan dengan metode postural correction standar, sehingga dapat berimplikasi pada pemberian intervensi postural correction jangka pendek bagi praktisi kesehatan dalam kepentingannya dalam mendapatkan efek jangka pendek.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Agustina S. Peran Pemerintah pada Revolusi Industri 4.0. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2020.

  • 2.    Kirthika Sv, Sudhakar S, Padmanabhan K, Ramanathan K. Impact of upper crossed syndrome on pulmonary function among the recreational male players: A preliminary report. Saudi J Sport Med. 2018;18(2):71.

  • 3.    Wiguna NP, Wahyuni N, Indrayani AW, Wibawa A, Thanaya SAP. The Relationship Between Smartphone Addiction and Forward Head Posture in Junior High School Students in North Denpasar. J Epidemiol Kesehat Komunitas [Internet]. 2019;0(0):84–9. Tersedia pada: https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jekk/article/view/5268

  • 4.    Arshadi R, Ghasemi GA, Samadi H. Effects of an 8-week selective corrective exercises program on electromyography activity of scapular and neck muscles in persons with upper crossed syndrome: Randomized controlled trial. Phys Ther Sport [Internet].      2019;37:113–9.     Tersedia pada:

https://doi.org/10.1016/j.ptsp.2019.03.008

  • 5.    Hibberd EE, Oyama S, Spang JT, Prentice W, Myers JB. Effect of a 6-Week Strengthening Program on Shoulder and Scapular-Stabilizer Strength and Scapular Kinematics in Division I Collegiate Swimmers. J Sport Rehabil. 2012;21(3):253–65.

  • 6.    Nezamuddin M, Anwer S, Khan SA, Equebal A. Efficacy of pressure-biofeedback guided deep cervical flexor training on neck pain and muscle performance in visual display terminal operators. J Musculoskelet Res. 2013;16(3).

  • 7.    Lee H-S, Lee W-C, Kim J-H. The Effect of Neck Assistive Device Considering Mckenzie Type Subjects with Forward Head Posture. J Korean Soc Phys Med. 2015;10(2):89–94.

  • 8.    Deep Gupta B, Aggarwal S, Gupta B, Gupta M, Gupta N. Effect of deep cervical flexor training vs. conventional isometric training on forward head posture, pain, neck disability index in dentists suffering from chronic neck pain. J Clin Diagnostic Res. 2013;7(10):2261–4.

  • 9.    Ha SY, Sung YH. A temporary forward head posture decreases function of cervical proprioception. J Exerc Rehabil. 2020;16(2):168–74.

  • 10.    Kocur P, Wilski M, Goliwąs M, Lewandowski J, Łochyński D. Influence of Forward Head Posture on Myotonometric Measurements of Superficial Neck Muscle Tone, Elasticity, and Stiffness in Asymptomatic Individuals With Sedentary Jobs. J Manipulative Physiol Ther. 2019;42(3):195–202.

  • 11.    Im B, Kim Y, Chung Y, Hwang S. Effects of scapular stabilization exercise on neck posture and muscle activation in individuals with neck pain and forward head posture. J Phys Ther Sci. 2016;28(3):951–5.

  • 12.    Kang DY. Deep cervical flexor training with a pressure biofeedback unit is an effective method for maintaining neck mobility and muscular endurance in college students with forward head posture. J Phys Ther Sci. 2015;27(10):3207–10.

  • 13.    Bayattork M, Seidi F, Minoonejad H, Andersen LL, Page P. The effectiveness of a comprehensive corrective exercises program and subsequent detraining on alignment, muscle activation, and movement pattern in men with upper crossed syndrome: Protocol for a parallel-group randomized controlled trial. Trials. 2020;21(1):1–10.

  • 14.    Mahmoud NF, Hassan KA, Abdelmajeed SF, Moustafa IM, Silva AG. The Relationship Between Forward Head Posture and Neck Pain: a Systematic Review and Meta-Analysis. Curr Rev Musculoskelet Med. 2019;12(4):562–

77.

  • 15.    Lee E, Lee S. Impact of cervical sensory feedback for forward head posture on headache severity and physiologica factors in patients with tension-type headache: A randomized, single-blind, controlled trial. Med Sci Monit. 2019;25:9572–84.

  • 16.    Moore MK. Upper crossed syndrome and its relationship to cervicogenic headache. J Manipulative Physiol Ther. 2004;27(6):414–20.

  • 17.    Mine K, Nakayama T, Milanese S, Grimmer K. Acute effects of stretching on maximal muscle strength and functiona performance: A systematic review of Japanese-language randomised controlled trials. Man Ther [Internet]. 2016;21:54–62. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.math.2015.10.008

    fc) ©


Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 3 (2022), Halaman 144-149, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |149|