HUBUNGAN PENURUNAN LINGKUP GERAK SENDI DORSOFLEKSI ANKLE TERHADAP PLANTAR FASCIITIS

PADA SALES PROMOTION GIRLS DI RAMAYANA DENPASAR

Desak Risa Pertiwi1, M. Widnyana2, Indira Vidiari Juhanna3, Anak Agung Eka Septian Utama4 1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]

ABSTRAK

Plantar fasciitis adalah kondisi inflamasi lokal pada plantar aponeurosis di kaki yang dilaporkan merupakan penyebab utama dari nyeri pada tumit bawah. Pasien dengan plantar fasciitis melaporkan nyeri pada insersio plantar aponeurosis pada tuberkulum medial dari calcaneus. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya plantar fasciitis. Beberapa peneilitian menduga adanya hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dan nyeri pada tumit yang meningkat. Tujuan pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode observasional analitik cross sectional dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Sampel pada penelitian ini adalah sales promotion girl di Ramayana yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Uji korelasi Spearman digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis hubungan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman dipeloreh nilai p = 0,321 (p> 0,05) sehingga Ha ditolak dan Ho diterima yang artinya tidak terdapat hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Serta nilai correlation coefficient didapatkan hasil -0,111 yang berarti adanya hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis berbanding terbalik dan kekuatan hubungan sangat lemah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle tidak meningkatkan risiko terjadinya plantar fasciitis.

Kata kunci: lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle, plantar fasciitis, SPG

CORRELATION BETWEEN DECREASED ANKLE DORSIFLEXION RANGE OF MOTION WITH PLANTAR FASCIITIS IN SALES PROMOTION GIRLS AT RAMAYANA

ABSTRACT

Plantar fasciitis is a local inflammatory condition of the plantar aponeurosis on feet that is reported as manly factor of inferior heel pain. Patients with plantar fasciitis report pain on insertion of medial tubercle in calcaneus. There are several factors that cause plantar fasciitis. The previous research reported there are relationship between decreased of ankle dorsiflexion range of motion and increasing of heel pain. The objective from this research is to know what is the correlation between ankle dorsiflexion range of motion with risk of plantar fasciitis. The research method used is observational analytic cross sectional method with purposive sampling technique. The sample for this research are sales promotion girls in Ramayana with a total sample size is 82 person that matched with the inclusion and exclusion criteria. Based on the result of Spearmen correlation test, p value = 0,321 (p>0,05) was obtained which means there was no correlation between the decreased ankle dorsiflexion range of motion with the risk of plantar fasciitis. The correlation coefficient value is -0,111 which means the correlation beetwen decreased ankle dorsiflexion range of motion with plantar fasciitis was inversely and had very weak correlation power. It can be concluded that decreased ankle dorsiflexion range of motion didn’t increase the risk of plantar fasciitis.

Key words: range of motion dorsiflexion ankle, plantar fasciitis, SPG

PENDAHULUAN

Plantar fasciitis adalah nyeri yang disebabkan oleh iritasi degeneratif insertion plantar fascia pada bagian medial di tuberositas calcaneus1. Nyeri yang dirasakan bersifat lokal dan merupakan penyebab utama nyeri pada tumit bawah2. Plantar fasciitis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang bersifat progresif3. Diperkirakan hampir 2 juta orang Amerika dirawat karena plantar fasciitis setiap tahunnya2. Dalam survei pre penelitian yang dilakukan pada bulan Januari-Maret 2015 di Klinik Fisioterapi Kalasan, Yogyakarta didapatkan bahwa keluhan nyeri tumit dan telapak kaki menempati posisi ketiga terbanyak sebelum nyeri pinggang bawah (low back pain) dan nyeri lutut. Terdapat 26 orang pasien yang mengeluh nyeri tumit, dimana 18 orang pasien terdiagnosis mengalami nyeri tumit akibat plantar fasciitis4. Plantar fasciitis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain indeks massa tubuh (IMT) berlebih pada individu non-atlet, kerja yang berhubungan dengan aktivitas weight bearing, dan shock absorption yang buruk3. Faktor anatomi yang mempengaruhi antara lain kelainan panjang tungkai, ketebalan bantalan tumit, peningkatan ketebalan plantar fascia, abnormalitas pada arcus di kaki, ketidakseimbangan otot, calcaneal spur, dan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle5. Penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dapat terjadi akibat beberapa faktor antara lain pemendekan pada tendon Achilles dan ketegangan otot posterior kaki bagian bawah6. Terapi yang dapat diberikan

pada pasien yang mengalami plantar fasciitis antara lain tapping, terapi es, serta terapi manual2. Selain itu juga dapat dilakukan pencegahan risiko terjadinya plantar fasciitis dengan latihan peningkatkan lingkup gerak sendi dosrofleksi ankle dan menurunkan berat badan1. Dimana salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan adalah dengan memodifikas gaya hidup7. Populasi pekerja yang menghabiskan sebagian besar waktu kerjanya dalam posisi berdiri berisiko lebih tinggi terkena plantar fasciitis2.

Sales promotion girl (SPG) dalam bekerja dituntut untuk terus berdiri lama dan menggunakan sepatu berhak tinggi (high heels) untuk tampil cantik dan menarik8. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 jumlah SPG di Provinsi Bali sebanyak 1.114.726 orang dimana selama lima tahun terakhir jumlah ini terus meningkat. Penggunaan sepatu berhak tinggi akan mengakibatkan terjadinya tekanan pada telapak kaki sehingga memicu nyeri pada tumit kaki serta menyebabkan pemendekan pada otot betis yang dapat memicu penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle8. Pemendekan tersebut akan menyebabkan keterbatasan dorsofleksi ankle, dimana penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle selama heel strike pada gait cycle akan menghasilkan peningkatan kompensasi pada dorsofleksi dari midfoot, yang kedepannya dapat menyebabkan penurunan medial longitudinal arch dan peningkatan beban pada plantar fascia9. Penelitian mengenai hubungan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis dapat membantu dalam pencegahan serta penatalaksanaan terhadap penyakit plantar fasciitis, namun penelitian ini masih belum banyak dilakukan di Indonesia.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sullivan (2015) penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle berhubungan dengan orang yang mengalami nyeri pada kaki termasuk nyeri pada tumit bawah. Diperkirakan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle selama stance phase pada gait cycle akan menghasilkan peningkatan kompensasi pada dorsofleksi dari midfoot, yang kedepannya dapat menyebabkan penurunan medial longitudinal arch dan peningkatan beban pada plantar fascia9. Jika tendon Achilles memendek, terjadi keterbatasan pada dorsofleksi ankle yang akan menyebabkan pronasi berlebih pada kaki untuk mengkompensasi keterbatasan dorsofleksi ankle tersebut5. Pronasi berlebih pada kaki akan meningkatkan beban tarikkan pada plantar aponeurosis. Dalam teori, semakin besar penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle, semakin besar beban pada plantar fascia sehingga meningkatkan risiko terjadinya plantar fasciitis2. Namun beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia hanya membahas tentang hubungan plantar fasciitis dengan IMT atau penggunaan alas kaki yang kurang tepat. Pada penelitian Sullivan (2015) dan Riddle (2003) juga meneliti faktor penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle bersamaan dengan faktor lainnya yang dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian. Sehingga tujuan peneltian yaitu untuk mengetahui hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle terhadap plantar fasciitis dengan mengontrol beberapa variabel perancu antara lain IMT, usia, arkus kaki, dan prolonged weight bearing.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasional analitik cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Maret 2021 pada SPG di Ramayana Denpasar dan telah mendapatkan keterangan kelaikan etik nomor: 851/UN14.2.2.VII.14/LT/2020 oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tertanggal 22 April 2020. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 82 orang diambil dengan teknik purposive sampling serta sampel telah memenuhi kriteria inklusi yaitu rentan usia 27 – 37 tahun, IMT normal (18,5 – 25,0), arkus kaki normal, durasi bekerja (prolonged weight bearing) selama 8 jam, dan berkenan mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent. Serta kriteria eksklusi yaitu pernah atau sedang menjalani tindakan operasi pada kaki, dan terdapat riwayat mengalami cedera pada kaki selain plantar fasciitis.

Variabel independen pada penelitian ini adalah lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle yang diukur dengan goniometer sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah plantar fasciitis yang didiagnosis dengan pemeriksaan gejala dan pemeriksaan windlass test oleh fisioterapis. Variabel yang dikontrol yaitu IMT, usia, prolonged weight bearing, dan arkus kaki. Penelitian diawali dengan menjelaskan tujuan, manfaat dan tata cara penelitian dilanjutkan dengan pengambilan data sesuai kriteria inklusi dan ekslusi serta pengisian informed consent. Kemudian dilakukan dengan pengisian formulir identitas dan data subjek, pemeriksaan windlass test untuk memeriksa subjek dengan plantar fasciitis dan pemeriksaan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle. Hasil pemeriksaan windlass test dinyatakan positif jika pasien merasakan nyeri pada insertion plantar fascia. Pemeriksaan windlass test dilakukan dengan posisi pasien berdiri kemudian gerakan ekstensi secara pasif pada ibu jari kaki. Pengukuran lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dilakukan dengan goniometer dengan kategori normal 10o – 20o, menurun <10o, dan meningkat >20o. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara offline dengan mengikuti protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dengan menggunakan masker, menjaga jarak, menyediakan hand sanitizer dan menggunakan sarung tangan.

Hasil data kemudian dianalisis dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Analisis data yang dilakukan antara lain yaitu analisis univariat untuk mengetahui karakteristik umum sampel dan analisis bivariat dengan uji korelasi Spearman untuk melihat hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis.

HASIL

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sales promotion girls (SPG) di Ramayana dengan rentang usia 27 – 37 tahun yang bersedia mengikuti penelitian. Frekuensi data pada usia, IMT dan arkus dijelaskan dengan analisis univariat. Berikut merupakan hasil analisis data pada penelitian ini.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia, IMT dan Arkus

Variabel

Rerata

Simpang Baku

Usia Responden

30,48

3,605

Indeks Massa Tubuh

21,528

2,2060

Arkus Kaki

38,78

3,597

Pada Tabel 1. Dapat dilihat Usia pada penelitian ini temasuk dalam kategori usia dewasa dengan rentan 27 – 37 tahun. Rerata usia pada penelitian ini yaitu 30,48 dan simpang baku yaitu 3,605. Indeks massa tubuh pada penelitian ini dikontrol pada kategori normal menurut Kemenkes tahun 2019 yaitu dengan rentan 18,5 – 25,0 dan didapatkan rerata IMT pada penelitian ini yaitu 21,528 dan simpang baku yaitu 2,2060. Pada variabel arkus juga dikontrol dalam kategori normal dengan rentan 31o < 45o. Rerata arkus yang didapat pada penelitan ini yaitu 38,78 dan simpang baku yaitu 3,597.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lingkup Gerak Sendi Dorsofleksi Ankle

Lingkup Gerak Sendi Dorsofleksi Ankle (o)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

5

1

1,2

6

1

1,2

8

2

2,4

10

21

25,6

13

4

4,9

15

8

9,8

18

6

7,3

20

11

13,4

22

1

1,2

23

6

7,3

25

8

9,8

28

4

4,9

30

6

7,3

33

1

1,2

34

2

2,4

Total

82

100,0

Rentan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle pada penelitian ini antara 5 – 35 derajat dapat dilihat pada Tabel 2. Rentan normal lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle yaitu antara 10 – 20 derajat sehingga berdasarkan tabel tersebut lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle kategori menurun ada 4 orang, kategori normal ada 50 orang dan kategori meningkat ada 28 orang.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Diagnosis Plantar Fasciitis

Diagnosis Plantar Fasciitis

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Non Plantar Fasciitis

71

86,6

Plantar Fasciitis

11

13,4

Total

82

100,0

Berdasarkan Tabel 3. sebanyak 11 (13,4 %) orang terdiagnosa mengalami plantar fasciitis dan sisanya

sebanyak 71 (86,6%) orang tidak terdiagnosa mengalami plantar fasciitis.

Hasil analisis antara variabel independen yaitu penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle terhadap variabel dependen yaitu plantar fasciitis dengan menggunakan uji korelasi Spearman ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Analisis Hubungan Penurunan Lingkup Gerak Sendi Dorsofleksi Ankle terhadap

Plantar Fasciitis

Lingkup Gerak Sendi Dorsofleksi Ankle

Terdiagnosis

Plantar Fasciitis

p

Koefisien Korelasi

Menurun

1 (9,1%)

Normal

8 (72,7%)

0,321

-0,111

Meningkat

2 (18,2%)

Total

11 (100%)

Dapat dilihat pada Tabel 4. yang menampilkan hasil analisis hubungan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis, maka dilakukan pengujian dengan uji korelasi Spearman. Berdasarkan analisis tersebut didapatkan hasil p value 0,321 (p>0,05) sehingga Ha ditolak dan Ho diterima yang berarti tidak terdapat hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Namun nilai koefisien korelasi didapatkan hasil -0,111 yang berarti hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis berbanding terbalik dan kekuatan hubungan sangat lemah.

DISKUSI

Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret 2021 dengan sampel dalam penelitian ini adalah sales promotion girls di Ramayana Denpasar. Sampel dipilih berdasarkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 82 orang. Adapun rentan usia dalam penelitian ini yaitu 27 – 37 tahun. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 4 orang mengalami penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan nilai bekisar antara 5 – 8 derajat. Sebanyak 50 orang mendapatkan hasil pengukuran lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle kategori normal dengan nilai berkisar 10 – 20 derajat. Serta sebanyak 28 sampel mendapatkan hasil pengukuran dengan kategori meningkat dengan rentan nilai antara 22 – 35 derajat dapat dilihat pada tabel 2. Penemuan ini didukung oleh penelitian dari Indah Amin Sugiharti yang menemukan tidak adanya hubungan antara penggunaan heels dengan perubahan lingkup gerak sendi pada ankle pada karyawan di Matahari. Hal ini bertolak belakang dari teori yang menyatakan bahwa penggunaan heels akan merubah posisi ankle pada posisi plantarfleksi yang berisiko mengakibatkan kekauan dan pemendekan pada otot gastrocnemius dan tendon Achilles, dimana hal tersebut akan menyebabkan perubahan pada lingkup gerak sendi pada ankle khususnya dorsofleksi ankle10.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 11 (13,4%) orang terdiagnosa mengalami plantar fasciitis dan sebanyak 71 (86,6%) tidak terdiagnosa mengalami plantar fasciitis. Pada kategori lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle menurun terdapat sebanyak satu orang yang terdagnosis plantar fasciitis. Pada kategori normal sebanyak delapan orang yang terdiagnosis plantar fasciitis dan pada kategori meningkat sebanyak dua orang yang terdiagnosis plantar fasciitis. Rendahnya jumlah sampel yang terdiagnosa plantar fasciitis pada SPG di Ramayana sejalan dengan teori penelitian dari Justin Sullivan pada tahun 2019 yang mengatakan terdapat sedikit bukti yang menyatakan durasi berdiri saat bekerja merupakan faktor risiko potensial untuk nyeri tumit bawah, sehingga dapat dikatakan hal tersebut tidak meningkatkan risiko SPG terkena plantar fasciitis. Serta dikatakan bahwa penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle, ketahanan pada calf dan stres tungkai bawah akibat pekerjaan tidak memainkan peran dalam plantar fasciitis. Faktor risiko tersebut harus ditemani oleh faktor presdiposisi struktural yang memberikan peranan penting dalam pembetukan nyeri tumit bawah11.

Hubungan Penurunan Lingkup Gerak Sendi Dorsofleksi Ankle terhadap Plantar Fasciitis

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4 mengenai hubungan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis ditemukan nilai p sebesar 0,321 (p>0,05) sehingga Ho diterima yang artinya tidak terdapat hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Namun pada penelitian ini didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,111 yang berarti hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis berbanding terbalik dan kekuatan hubungan sangat lemah. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Hadi Joshvaghani dkk yang menemukan bahwa tidak adanya perbedaan antara lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle pada grup plantar fasciitis dan grup kontrol (p=0.21). Selain itu penelitian dari Damien B Irving dkk juga menemukan tidak adanya hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan chronic plantar heel pain (p=0.088). Hal ini berbanding terbalik dengan penemuan klinis pada umumnya yang menyatakan penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle meruapakan faktor penyebab dari chronic plantar heel pain. Penelitian dari Michael B.Pohl dkk juga menemukan lingkup gerak sendi dorsoflkesi ankle yang lebih besar pada grup plantar fasciitis dibandingkan dengan grup kontrol (p=0.02) pada posisi ekstensi lutut.

Hasil tersebut dapat terjadi karena dikatakan bahwa penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle secara pasif memiliki sedikit efek atau tidak ada pengaruh pada bidang frontal di rarefoot selama stance phase dari gait cycle12. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian bahwa didapatkan adanya kompensasi pronasi berlebih pada ankle jika terjadi penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle2. Penelitian dari Hadi dan Farzad menjelaskan bahwa penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle, ketahanan pada calf dan stres tungkai bawah akibat pekerjaan tidak memainkan peran dalam plantar fasciitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko tersebut harus ditemani oleh faktor predisposisi struktural. Faktor presdiposisi struktural tersebut yaitu penebalan pada plantar fascia dan kehilangan elastisitas normal yang memberikan peranan penting pada pembentukan persisten nyeri tumit bawah10.

Pada pelaksanaan penelitian beberapa SPG mengeluh merasakan nyeri tumit bawah saat awal bekerja dan sudah tidak merasakan nyeri lagi saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya proses penyembuhan pada plantar fascia. Fase inflamasi dimulai pada 6 - 8 jam setelah cedera pada jaringan lunak dan mencapai reaksi maksimal antara 1 - 3 hari dan sembuh dalam beberapa minggu. Fase proliferasi dimulai pada 24 - 48 jam setelah cedera dan dilanjutkan dengan fase remodelling yang dimulai pada puncak fase proliferasi13. Hal ini yang diduga dapat menyebabkan SPG sudah tidak merasakan keluhan nyeri kembali. Serta prognosis pada pasien dengan plantar fasciitis umumnya baik, sebanyak 77.5% orang dengan plantar faciitis melaporkan penurunan gejala setelah dilakukan pengobatan14.

Kelemahan pada penelitian ini adalah aktifitas fisik sampel tidak dikontrol oleh peneliti. Dimana aktifitas fisik dapat mempengaruhi kondisi sampel penelitian. Peneliti juga tidak mengeksklusi SPG yang mungkin mendatangi dokter atau fisioterapis untuk mengurangi rasa nyeri mereka. Selain itu juga adanya ketidakseimbangan sebaran sampel pada variabel lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle, dimana jumlah sampel yang mengalami penurunan lingkup gerak sendi

dorsofleksi ankle lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sampel yang memiliki nilai lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle normal atau meningkat. Serta penegakkan diagnosis plantar fasciitis bisa menggunakan ultrasonography untuk penegakkan diagnosis yang lebih akurat.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman, didapatkan hasil p = 0,321 yang artinya tidak terdapat hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan risiko terjadinya plantar fasciitis. Namun nilai koefisien korelasi didapatkan hasil -0,111 yang berarti hubungan antara penurunan lingkup gerak sendi dorsofleksi ankle dengan plantar fasciitis berbanding terbalik dan kekuatan hubungan sangat lemah.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Young C. In theClinic In the Clinic Plantar Fasciitis Prevention Treatment Tool Kit CME Questions. American

College of Physicians. 2012.

  • 2.     Riddle DL, Pulisic M, Pidcoe P, Johnson RE. Risk factors for plantar fasciitis: A matched case-control study. J

Bone Jt Surg - Ser A. 2003;85(5):872–7.

  • 3.     Martin RL, Davenport TE, Reischl SF, McPoil TG, Matheson JW, Wukich DK, et al. Heel pain - Plantar fasciitis:

Revision 2014. J Orthop Sports Phys Ther. 2014;44(11):A1–33.

  • 4.     Hendarto D. Efek Active Stretching Otot Plantar Flexor Ankle Naskah Publikasi Disusun Untuk Memenuhi

Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Fisioterapi Disusun Oleh: Donny Hendarto J 120 131 035 Program StudI S1 Fisioterapi Fakulas Ilmu Kesehatan [Internet]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015. Available from: http://eprints.ums.ac.id/38550/1/02. Naskah Publikasi.pdf

  • 5.     McNamee MJ. Analysis Of Plantar Fasciitis Risk Factors Among Intercollegiate And Recreational Runners: A

Matched Case-Control Study. Texas State University; 2016.

  • 6.     McNeill W, Silvester M. Plantar heel pain. J Bodyw Mov Ther. 2017;21(1):205–11.

  • 7.     Juhanna, I.V; Adiatmika, I.P.G; Purnawati, S; Adiputra LMISH. Pelayanan pemeriksaan kesehatan, pengobatan

gratis, dan sosialisasi pelatihan fisik bagi masyarakat di banjar celuk desa panjer denpasar. Bul Udayana Mengabdi [Internet]. 2020;19:438–43. Available from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/65024

  • 8.     Suryakencanawati, AASI; Andayani, NLN; Dwi Prmayanti I. Hubungan Tinggi Hak Sepatu Terhadap Kasus Nyeri

Plantaris Pada Karyawan Wanita Yang Bekerja Di Mds. 2015;

  • 9.     Sullivan J, Burns J, Adams R, Pappas E, Crosbie J. Musculoskeletal and activity-related factors associated with

plantar heel pain. Foot Ankle Int. 2015;36(1):37–45.

  • 10.    Sugiharti IA. Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Bacillus cereus Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember. 2017.

  • 11.    Ghotbi Joshvaghan H, Omidi-Kashani F. Plantar Fasciitis Risk Factorsin Normal Population. Biosci Biotechnol Res Asia. 2018;15(2):427–30.

  • 12.    Irving DB, Cook JL, Young MA, Menz HB. Obesity and pronated foot type may increase the risk of chronic plantar heel pain: A matched case-control study. BMC Musculoskelet Disord. 2007;8:1–8.

  • 13.    Hellinckx B. Soft Tissue Healing [Internet]. Physiopedia. 2021 [cited 2021 May 1]. Available from: https://www.physio-pedia.com/Soft_Tissue_Healing#:~:text=Soft tissue healing is defined,the next stage of healing.

  • 14.    Hansen L, Krogh TP, Ellingsen T, Bolvig L, Fredberg U. Long-Term Prognosis of Plantar Fasciitis: A 5- to 15-Year Follow-up Study of 174 Patients With Ultrasound Examination. Orthop J Sport Med. 2018;6(3):1–9.

Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 204 |