GAMBARAN LEBAR LANGKAH PADA LANSIA DI DESA BUDUK
on
ORIGINAL ARTICLE
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
Vol 9 No 1 (2021), P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443
LEBAR LANGKAH PADA LANSIA DI DESA BUDUK
Dewa Ayu Made Dhyana Pradnyan Paramita1, Putu Ayu Sita Saraswati2, Ni Luh Nopi Andayani3, Made Widnyana4
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]
ABSTRAK
Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami penurunan kemampuan fungsional maupun struktural salah satunya adalah lebar langkah. Lansia dengan lebar langkah luas menandakan rendahnya kompensasi terkait ketidakstabilan postur, sedangkan individu yang menunjukkan lebar langkah sempit memiliki kecenderungan untuk jatuh ke samping. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran lebar langkah pada lansia di Desa Buduk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional yang dilakukan pada lansia di Desa Buduk pada bulan September-Oktober 2020. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 30 orang dengan usia 60-79 tahun. Variabel dalam penelitian ini yaitu lansia dan lebar langkah yang diukur dengan menggunakan footprint test. Faktor risiko dan dampak dari perubahan lebar langkah seperti diabetes dan risiko jatuh juga diukur pada penelitian ini. Teknik analisa data yang digunakan yaitu teknik analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lansia dengan lebar langkah tidak normal sebanyak 24 orang (80%), sedangkan lansia dengan lebar langkah normal sebanyak 6 orang (20%). Lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada usia 60-64 tahun (6,7%), 65-69 tahun (6,7%), 70-74 tahun (6,7%), dibandingkan dengan usia 75-79 tahun (0%). Lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada lansia yang tidak memiliki penyakit diabetes (20%), dibandingkan dengan lansia dengan penyakit diabetes (0%). Lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada lansia dengan risiko jatuh rendah (16,7%), dibandingkan dengan lansia yang memiliki risiko jatuh sedang (3,3%) dan tinggi (0%).
Kata Kunci: gambaran, lebar langkah, lansia
STEP WIDTH IN ELDERLY PEOPLE AT BUDUK VILLAGE
ABSTRACT
With age, the elderly experience a decrease in functional or structural abilities, one of which is the step width. Elderly with wide step width indicated low compensation due to postural instability, whereas individuals who showed a narrow step width had a tendency to fall sideways. The purpose of this study is to describe the step width of the elderly in Buduk Village. This study is a cross-sectional descriptive study conducted on the elderly in Buduk Village in September-October 2020. Sampling using accidental sampling technique. The number of sample in this study was 30 people aged 60-79 years. The variables in this study were the elderly and the step width was measured using a footprint test. Factors and impact of step width changes such as diabetes risk and fall risk were also included in this study. The data analysis technique used is descriptive statistical analysis techniques. There were 24 people (80%) with abnormal step width, while 6 people (20%) elderly with normal step width. Normal step width was found to be more at the age of 60-64 years (6.7%), 65-69 years (6.7%), 70-74 years (6.7%), compared to those aged 75-79 years (0 %). Normal step width was found more in the elderly who did not have diabetes (20%), compared to the elderly with diabetes (0%). Normal step width was found more in the elderly with low fall risk (16.7%), compared to the elderly who had moderate (3.3%) and high (0%) risk of falling.
Keyword: description, step width, elderly
PENDAHULUAN
Lansia merupakan tahap akhir dari proses kehidupan yang tidak dapat terelakkan oleh setiap manusia. Pada tahap ini, lansia akan mengalami berbagai kemunduran fungsi maupun kemampuan yang pernah dimilikinya, akibat dari perubahan mental dan fisik yang terjadi. Kemunduran fungsi dan kemampuan ini sering kali tidak dapat diatasi dengan baik oleh lansia, sehingga memungkinkan terjadinya penurunan kualitas hidup.
Data proyeksi penduduk memperkirakan bahwa terdapat sebanyak 23,66 juta jiwa lansia atau 9,03% pada tahun 2017 di Indonesia.1 Populasi lansia diatas 7% ini menandakan bahwa Indonesia merupakan negara berstruktur tua (ageing population).1,2 Adanya ageing population ini merupakan gambaran dari Usia Harapan Hidup (UHH) pada lansia yang semakin tinggi.2 Angka harapan hidup yang bertambah menyebabkan jumlah penduduk kelompok lansia semakin meningkat.3 Bahkan, diprediksi bahwa jumlah penduduk lansia akan bertambah setiap tahunnya.1
Provinsi Bali memiliki persentase jumlah penduduk lansia yaitu sebanyak 60,63%, yang menjadikan Bali sebagai provinsi dengan jumlah penduduk lansia tertinggi keempat di Indonesia.4 Badan Pusat Statistik menerangkan
bahwa pada tahun 2015, Kabupaten Badung memiliki angka harapan hidup pada laki-laki sebesar 72,28 tahun dan wanita sebesar 76,25 tahun, sehingga Kabupaten Badung berada di posisi pertama tertinggi di Provinsi Bali.5 Desa Buduk merupakan salah satu desa di Kabupaten Badung yang memiliki 10 banjar.6 Lansia di Desa Buduk yang bersedia melakukan penelitian serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini yaitu berjumlah 30 orang.
Lansia umumnya mengalami beberapa kondisi seperti diabetes, osteoarthritis, demensia, dan kondisi lainnya. Seiring bertambahnya usia, lansia cenderung mengalami beberapa kondisi pada saat yang sama. Lansia juga ditandai dengan munculnya beberapa kondisi kesehatan kompleks yang cenderung terjadi di kemudian hari dan yang tidak termasuk dalam kategori penyakit diskrit, hal ini disebut dengan sindrom geriatri. Sindrom geriatri merupakan dampak dari beberapa faktor yang mendasarinya termasuk weakness, inkontinensia urin, jatuh, delirium dan pressure ulcers.7
Penuaan dapat menyebabkan perubahan fisiologis dalam sistem muskuloskeletal dengan berbagai cara, seperti perubahan dalam kualitas dan kuantitas otot yang berdampak pada gangguan gaya berjalan dan keseimbangan. Kemampuan berjalan secara efisien dan aman merupakan hal yang penting bagi lansia untuk mempertahankan kemandirian dan menghindari jatuh.8 Penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah dapat menyebabkan inersia gerak dan langkah-langkah pendek, kecepatan jalan melamban, penurunan irama, dan peningkatan lebar langkah.9,10 Terjadinya keterlambatan dalam mengantisipasi ketika terpeleset, tersandung, ataupun kejadian tiba-tiba akibat perpanjangan waktu reaksi, akan memudahkan lansia untuk jatuh.10
Lansia mengalami kejadian jatuh ketika berjalan antara 50% dan 70%.11 Berjalan merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan fungsi eksekutif secara berurutan untuk merencanakan, memantau, dan melakukan serangkaian tindakan. Seiring bertambahnya usia, pengurangan fungsi pada sistem yang berbeda digunakan untuk berjalan dapat memengaruhi kemampuan berjalan dan meningkatkan risiko jatuh. Salah satu parameter berjalan yang memiliki hubungan dengan risiko jatuh kedepannya adalah lebar langkah.12
Lebar langkah adalah jarak lateral antara pusat tumit dari dua kontak kaki yang berurutan dengan rata-rata sekitar 8 hingga 10 cm.13 Lebar langkah pada lansia dapat lebih luas ataupun lebih sempit dari rentang normal ini. Lebar langkah lebih luas dapat dicurigai mengalami beberapa kelainan (seperti masalah serebelar atau telinga bagian dalam) yang menyebabkan keseimbangan yang buruk, suatu kondisi seperti diabetes atau neuropati perifer yang dapat mengindikasikan hilangnya sensasi, atau masalah muskuloskeletal (seperti tight hip abductors).14 Penelitian yang dilakukan oleh Condrowati memaparkan bahwa lebar langkah dapat memengaruhi risiko jatuh hingga 64%.15 Lebar langkah lebih luas menandakan rendahnya kompensasi terkait ketidakstabilan postur, sedangkan individu yang menunjukkan lebar langkah sempit memiliki kecenderungan untuk jatuh ke samping.15,16 Lansia dengan lebar langkah sempit tidak mengkompensasi ketidakstabilan di bidang medio-lateral dengan meningkatkan lebar langkah, sehingga COM (Center Of Mass) jatuh lebih dekat ke tepi luar kaki pendukung selama berjalan pada fase single-support dan meningkatkan kemungkinan jatuh ke arah lateral.16
Penelitian yang dilakukan Condrowati di posyandu lansia Surakarta memaparkan bahwa, terdapat 46 lansia yang memiliki lebar langkah normal dan 26 lansia yang memiliki lebar langkah tidak normal.15 Penelitian yang menggambarkan lebar langkah pada lansia di Indonesia belum banyak dilakukan, bahkan di provinsi Bali sendiri belum ada. Padahal lebar langkah sangat penting untuk dievaluasi, dikarenakan lebar langkah dapat menggambarkan kondisi kesehatan lansia, sehingga lansia dengan cepat dapat diberikan penanganan terkait penyebabnya. Menimbang hal tersebut, peneliti melaksanakan penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran lebar langkah pada lansia di desa buduk.
METODE
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian deskriptif cross-sectional. Penelitian ini berlokasi di Desa Buduk dan dilakukan pada bulan September hingga bulan Oktober 2020. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang, dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu berusia 60-79 tahun dan bersedia mengisi inform consent, sementara kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu menggunakan alat bantu jalan.
Menurut Depkes RI pada tahun 2013, lansia merupakan seseorang dengan usia 60 tahun atau lebih.17 Pada penelitian ini, lansia diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok rentang usia 60-64 tahun, 65-69 tahun, 70-74 tahun, dan 75-79 tahun.18 Lebar langkah diukur menggunakan teknik footprint, yang hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu normal dengan nilai 8-10 cm dan tidak normal dengan nilai <8 cm dan >10 cm. Teknik footprint memiliki nilai intra-tester reliability (r=0,921) dan inter-tester reliability (r=0,935 sampai 0,999).19 Peneliti juga mengukur faktor yang memengaruhi dan masalah akibat perubahan lebar langkah, yaitu riwayat penyakit diabetes yang didapatkan melalui wawancara dan risiko jatuh dengan menggunakan kuesioner MFS (Morse Fall Scale). MFS memiliki sensitivitas 78%, spesifisitas 83%, dan interrater reliability (r=0,96).20 Rentang skor total yang didapatkan yaitu antara 0 hingga 125. Interpretasi dari skor MFS, yaitu 1) Skor ≤20 diklasifikasikan risiko jatuh rendah, 2) Skor 25-44 diklasifikasikan risiko jatuh sedang, dan 3) Skor ≥45 diklasifikasikan risiko jatuh tinggi.21
Penelitian ini dilaksanakan secara langsung ke rumah-rumah lansia yang dipilih oleh kelian banjar sesuai dengan kriteria penelitian dan dilengkapi dengan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Penelitian ini diawali dengan perkenalan peneliti serta penjelasan maksud dan tujuan penelitian, kemudian pengisian form pemeriksaan khusus, penandatanganan inform consent oleh lansia, pengisian kuesioner morse fall scale yang dibacakan langsung oleh peneliti, dan yang terakhir pengukuran lebar langkah dengan teknik footprint.
Data yang telah dikumpulkan peneliti dianalisis menggunakan teknik analisis statistik deskriptif pada software komputer SPSS. Hasil analisis digunakan untuk mengetahui gambaran lebar langkah.
HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Lebar Langkah, Kejadian Diabetes, dan Risiko Jatuh
Kategori |
Frekuensi (N) |
Presentase (%) |
Usia | ||
60-64 |
5 |
16,7 |
65-69 |
7 |
23,3 |
70-74 |
12 |
40 |
75-79 |
6 |
20 |
Jenis Kelamin | ||
Perempuan |
16 |
53,3 |
Laki-laki |
14 |
46,7 |
Lebar Langkah | ||
Normal |
6 |
20 |
Tidak normal |
24 |
80 |
Kejadian Diabetes | ||
Iya |
1 |
3,3 |
Tidak |
29 |
96,7 |
Risiko Jatuh | ||
Rendah |
22 |
73,3 |
Sedang |
7 |
23,3 |
Tinggi |
1 |
3,3 |
Berdasarkan Tabel 1. didapatkan bahwa pada kategori usia, lansia terbanyak pada rentang usia 70-74 tahun dengan jumlah 12 orang atau sebesar 40% sementara pada kategori jenis kelamin responden perempuan (53,3%) lebih banyak dibandingkan responden laki-laki (46,7%).
Pada kategori lebar langkah, sebanyak 24 orang (80%) dari 30 orang lansia tergolong kategori lebar langkah tidak normal dan sebanyak 6 orang (20%) tergolong kategori lebar langkah normal. Pada kategori kejadian diabetes, terdapat 1 orang lansia dengan presentase 3,3% yang memiliki riwayat penyakit diabetes sementara 29 orang dengan presentase 96,7% tidak memiliki riwayat penyakit diabetes. Selain itu, dari 30 orang lansia sebanyak 22 orang (73,3%) termasuk risiko jatuh rendah, 7 orang (23,3%) termasuk risiko jatuh sedang, dan 1 orang (3,3%) termasuk risiko jatuh tinggi.
Tabel 2. Distribusi Kategori Lebar Langkah berdasarkan Usia
Kategori Lebar Langkah
Usia (tahun) Total
Normal Tidak Normal
60-64 |
2 |
3 |
5 |
(6,7%) |
(10%) |
(16,7%) | |
65-69 |
2 |
5 |
7 |
(6,7%) |
(16,7%) |
(23,3%) | |
70-74 |
2 |
10 |
12 |
(6,7%) |
(33,3%) |
(40%) | |
75-79 |
0 |
6 |
6 |
(0%) |
(20%) |
(20%) | |
Total |
6 |
24 |
30 |
(20%) |
(80%) |
(100%) |
Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 24 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah tidak normal, sebanyak 3 orang atau 10% pada usia 60-64 tahun, 5 orang atau 16,7% pada usia 65-69 tahun, 10 orang atau 33,3% pada usia 70-74 tahun, dan 6 orang atau 20% pada usia 75-79 tahun. Sedangkan, dari 6 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah normal, sebanyak 2 orang atau 6,7% pada usia 60-64 tahun, 2 orang atau 6,7% pada usia 65-69 tahun, 2 orang atau 6,7% pada usia 70-74 tahun, dan tidak ada lansia pada usia 75-79 tahun.
Tabel 3. Distribusi Kategori Lebar Langkah berdasarkan Kejadian Diabetes
Kategori Lebar Langkah
Ke adian Diabetes Total
Normal Tidak Normal
Iya |
0 |
1 |
1 |
(0%) |
(3,3%) |
(3,3%) | |
Tidak |
6 |
23 |
29 |
(20%) |
(76,7%) |
(96,7%) | |
Total |
6 |
24 |
30 |
(20%) |
(80%) |
(100%) |
Tabel 3. menunjukkan dari 24 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah tidak normal, sebanyak 1 orang lansia (3,3%) memiliki riwayat penyakit diabetes dan sebanyak 23 orang (76,7%) yang tidak memiliki riwayat diabetes. Sedangkan, dari 6 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah normal, tidak ada lansia yang memiliki riwayat penyakit diabetes dan sebanyak 6 orang (20%) tidak memiliki riwayat penyakit diabetes.
Tabel 4. Distribusi Kategori Lebar Langkah berdasarkan Risiko Jatuh
Risiko Jatuh Kategori Lebar Langkah Total Normal Tidak Normal
Rendah |
5 |
17 |
22 |
(16,7%) |
(56,7%) |
(73,3%) | |
Sedang |
1 |
6 |
7 |
(3,3%) |
(20%) |
(23,3%) | |
Tinggi |
0 |
1 |
1 |
(0%) |
(3,3%) |
(3,3%) | |
Total |
6 |
24 |
30 |
(20%) |
(80%) |
(100%) |
Tabel 4. diatas menunjukkan dari 24 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah tidak normal, sebanyak 17 orang (56,7%) memiliki risiko jatuh rendah, 16 orang (20%) memiliki risiko jatuh sedang, dan 1 orang (3,3%) memiliki risiko jatuh tinggi. Sedangkan, dari 6 orang lansia yang memiliki kategori lebar langkah normal, sebanyak 5 orang (16,7%) memiliki risiko jatuh rendah, 1 orang (3,3%) memiliki risiko jatuh sedang, serta tidak ada lansia yang memiliki risiko jatuh tinggi.
DISKUSI
Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebanyak 6 orang (20%) termasuk kategori lebar langkah normal dan 24 orang (80%) termasuk kategori lebar langkah tidak normal, dari total 30 responden lansia di Desa Buduk. Hal ini sesuai dengan literatur yang memaparkan bahwa lebar langkah yang lebih luas dapat disebabkan oleh deformitas abduksi pada hip atau lutut valgus yang menyebabkan penempatan kaki diatas tanah lebih lebar dari biasanya, ketidakstabilan dan takut jatuh (kelainan gaya berjalan ini dapat diakibatkan oleh berkurangnya sensasi atau proprioception pada kaki, sehingga seseorang tidak cukup yakin posisi kaki berada, relatif terhadap trunk). Selain itu, lebar langkah yang lebih sempit dapat disebabkan oleh deformitas aduksi pada hip atau lutut varus yang menyebabkan kaki melewati garis tengah pada fase kaki ayun.22
Gambaran Lebar Langkah berdasarkan Usia
Responden terbanyak pada penelitian ini yaitu rata-rata pada kelompok usia 70-74 tahun. Jumlah total responden pada kelompok usia 70-74 tahun yaitu sebanyak 12 orang, diantaranya 2 orang termasuk kategori lebar langkah normal dan 10 orang termasuk kategori lebar langkah tidak normal. Temuan ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang melaporkan bahwa lebar langkah secara signifikan dipengaruhi oleh usia.23 Penelitian yang dilakukan oleh Yamaguchi dan Masani, juga memaparkan bahwa lebar langkah secara signifikan lebih luas pada kelompok usia old (65-77).24 Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Herrero-Larrea et al. yang melaporkan bahwa lebar langkah lebih luas pada kelompok lansia dan secara garis besar dipengaruhi oleh keseimbangan.25 Berbeda dengan dua penelitian sebelumnya yang menjelaskan lebar langkah secara signifikan dipengaruhi oleh usia, penelitian yang dilakukan oleh Hurt melaporkan bahwa ditemukan perbedaan yang tidak signifikan antara lebar langkah pada lansia dan dewasa muda, namun ada kecenderungan lansia berjalan dengan langkah yang lebih luas dibandingkan dengan dewasa muda.26
Lebar langkah yang lebih luas pada lansia dapat disebabkan oleh respon adaptif terhadap kekuatan otot yang berkurang, karena peningkatan lebar langkah dapat memberikan base of support yang lebih besar selama periode double-support untuk meningkatkan keseimbangan lateral. Namun, karena langkah utamanya melibatkan singlesupport, pemeliharaan keseimbangan selama periode single-support lebih penting daripada selama periode doublesupport. Lebar langkah yang lebih luas menyebabkan pergerakan COM (Center of Mass) yang lebih cepat menuju kaki ayun selama periode single-stance, yang selanjutnya meningkatkan jarak COM-COP (Center of Pressure) ke arah mediolateral dan mengurangi stabilitas postural mediolateral.24
Gambaran Lebar Langkah berdasarkan Kejadian Diabetes
Pada penelitian ini terdapat satu lansia yang memiliki penyakit diabetes dari 30 total jumlah responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang memiliki penyakit diabetes juga termasuk kategori lebar langkah tidak normal yaitu sebesar 3,3% dari total 24 orang lansia yang termasuk kategori lebar langkah tidak normal. Penelitian yang dilakukan pada subjek dengan diabetes mellitus tipe 2 dan subjek yang tidak mempunyai riwayat diabetes menemukan bahwa lebar langkah secara signifikan lebih besar pada kelompok subjek dengan diabetes mellitus tipe 2, hal ini terkait dengan pasien yang mencoba meningkatkan stabilitasnya dengan melebarkan base of support dan mencapai beberapa dynamic equilibrium. Diketahui bahwa, pelebaran base of support akan menurunkan center of gravity dan meningkatkan keseimbangan dinamis selama ambulasi. Subjek lansia menggunakan mekanisme ini untuk mendapatkan stabilitas, tetapi jelas bahwa subjek dalam kelompok diabetes meluaskan lebar langkah secara berlebihan karena merasa tidak stabil dan takut jatuh. Jika penderita diabetes tidak mampu mencapai keseimbangan dinamisnya, maka akan berisiko terjatuh. Jatuh dapat terjadi pada saat gangguan perhatian subjek atau saat bergerak di atas permukaan yang kasar dan tidak teratur.27
Hasil serupa juga ditemukan oleh penelitian lain, yang memaparkan bahwa diabetes terkait dengan lebar langkah. Lebar langkah yang lebih luas mungkin terkait dengan perubahan sirkuit motorik dari basal ganglia. Lebar langkah yang lebih luas terkait dengan penurunan volume otak di pallidum dan lobulus parietal. Ganglia basal adalah area yang sangat metabolik yang membutuhkan sirkulasi yang baik dan energi untuk berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, proses penyakit seperti diabetes, yang diketahui mempengaruhi sirkulasi dan kadar glukosa darah, dapat berdampak buruk pada ganglia basal.28 Penelitian yang dilakukan oleh Lamola et al., memaparkan bahwa peningkatan lebar langkah berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit diabetes, dengan perbedaan yang signifikan secara
statistik dibandingkan subjek dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis, subjek dengan neuropati diabetik dan foot ulcer (P = 0,0248). Lebar langkah bersama dengan kinematika segmental kaki, dapat diusulkan sebagai indikator perkembangan penyakit yang sederhana dan jelas.29
Namun, gambaran lebar langkah berdasarkan kejadian diabetes pada penelitian ini kurang bisa diterapkan pada populasi yang lebih luas. Hal ini dikarenakan perbedaan proporsi yang cukup tinggi antara lansia yang memiliki dan yang tidak memiliki penyakit diabetes, sehingga perbandingannya tidak terlihat cukup jelas. Menimbang hal tersebut, penelitian lebih lanjut terkait gambaran lebar langkah berdasarkan kejadian diabetes pada responden yang lebih banyak, sangat diperlukan untuk memperkuat statistik pada penelitian ini. Perbedaan proporsi kejadian lansia penderita diabetes dan tidak dapat disebabkan oleh pengambilan data yang hanya didapatkan melalui sesi wawancara saja, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat ukur yang lebih akurat dan spesifik seperti hasil tes laboratorium kadar glukosa darah dan glukometer.30
Gambaran Lebar Langkah berdasarkan Risiko Jatuh
Berdasarkan Tabel 1., didapatkan bahwa dari jumlah total 30 responden terdapat sebanyak 22 orang memiliki risiko jatuh rendah, 7 orang memiliki risiko jatuh sedang, dan 1 orang memiliki risiko jatuh tinggi. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 24 orang lansia yang termasuk kategori lebar langkah tidak normal, sebanyak 17 orang memiliki risiko jatuh rendah, 6 orang memiliki risiko jatuh sedang, dan 1 orang memiliki risiko jatuh tinggi. Penelitian terdahulu menemukan bahwa tidak ditemukan perbedaan lebar langkah antara responden lansia yang jatuh berulang kali, dan yang tidak jatuh atau jatuh sekali.31 Meskipun lebar langkah merupakan indikator kecacatan dan kematian di masa mendatang, parameter ini tidak terlepas dari parameter seperti usia atau situasi fungsional dasar, yang lebih erat terkait dengan munculnya hasil kesehatan yang merugikan.31
Namun, penelitian lain melaporkan lebar langkah dapat memengaruhi risiko jatuh hingga 64%.15 Lebar langkah luas merupakan suatu respon adaptif untuk menambah stabilitas postural. Lebar langkah luas pada lansia menandakan rendahnya kompensasi terkait ketidakstabilan postur.15 Penelitian yang dilakukan oleh Ko et al. melaporkan lansia yang jatuh ke samping berjalan dengan langkah yang lebih sempit dibandingkan dengan orang yang jatuh ke depan, ke belakang, atau lurus ke bawah. Selain itu, lebar langkah dijelaskan merupakan descriptor sensitif tentang status jatuh dan bisa mengidentifikasi individu yang rentan terhadap risiko tinggi jatuh ke samping.16
Perbedaan temuan ini dapat disebabkan oleh karena peneliti tidak mengontrol faktor risiko lain yang berhubungan dengan risiko jatuh seperti keseimbangan, gangguan penglihatan, indeks massa tubuh, dan kekuatan otot, sehingga memungkinkan terjadinya heterogenitas pada karakteristik responden. Penelitian lebih lanjut terkait gambaran lebar langkah berdasarkan risiko jatuh dengan mengontrol faktor risiko jatuh lainnya, diperlukan untuk memperkuat statistik dalam penelitian ini dan meminimalisir terjadinya bias.
SIMPULAN
Terdapat lansia dengan lebar langkah tidak normal sebanyak 24 orang (80%) dan lansia dengan lebar langkah normal sebanyak 6 orang (20%). Berdasarkan usia, lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada usia 60-64 tahun (6,7%), 65-69 tahun (6,7%), dan 70-74 tahun (6,7%), dibandingkan dengan usia 75-79 tahun (0%). Berdasarkan kejadian diabetes, lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada lansia yang tidak memiliki penyakit diabetes (20%), dibandingkan dengan lansia dengan penyakit diabetes (0%). Berdasarkan risiko jatuh, lebar langkah normal ditemukan lebih banyak pada lansia dengan risiko jatuh rendah (16,7%), dibandingkan dengan lansia yang memiliki risiko jatuh sedang (3,3%) dan tinggi (0%).
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah nilai power penelitian dalam menghitung jumlah sampel, sehingga jumlah sampel yang diteliti lebih representatif. Selain itu, mengontrol faktor risiko seperti gangguan penglihatan, indeks massa tubuh, dan kelainan postur juga disarankan, agar karakteristik responden homogen dan meminimalisir risiko terjadinya bias.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes RI. Analisis Lansia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi; 2017.
-
2. Kemenkes RI. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi; 2014.
-
3. Irawan H. Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. 2013; 40(11): 815-9.
-
4. Kemenkes RI. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Semester I 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
-
5. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2016.
-
6. Kantor Perbekel Desa Buduk. Profil dan Potensi Desa Buduk. [Accessed 15 Juni 2020]
-
7. Ageing and health [Internet]. Who.int. 2018 [cited 29 January 2019]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health
-
8. Callisaya M, Blizzard L, Schmidt M, McGinley J, Srikanth V. Ageing and gait variability--a population-based study of older people. Age and Ageing. 2010;39(2):191-197.
-
9. Harkitasari S, Purnamasidhi C, Kuswardhani R. Functional Gait Assessment to Predict the Risk of Falls in Elderly. Warmadewa Medical Journal. 2018;3(1):6-14.
-
10. Maryam R. Pedoman Pencegahan Jatuh bagi Lansia di Rumah. Jakarta: Poltekkes Kemenkes; 2013.
-
11. Lord S, Sherrington C, Menz H, Close J. Falls in Older People: Risk Factor and Strategies for Prevention. 2nd ed. United States of America: Cambridge University Press; 2007.
-
12. Nordin E, Moe-Nilssen R, Ramnemark A, Lundin-Olsson L. Changes in step-width during dual-task walking predicts falls. Gait & Posture. 2010;32(1):92-97.
-
13. Neumann D. Kinesiology of the musculoskeletal system. 2nd ed. United States: Elsevier; 2010.
-
14. Magee D. Orthopedic Physical Assessment. 6th ed. Canada: Elsevier; 2014.
-
15. Condrowati C, Rahayu U, & Sari Y. Analisis Pola Jalan Lanjut Usia Terhadap Risiko Jatuh di Posyandu Lansia Wilayah Surakarta [Disertasi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015.
-
16. Ko S, Gunter K, Costello M, Aum H, MacDonald S, White K et al. Stride Width Discriminates Gait of Side-Fallers Compared to Other-Directed Fallers During Overground Walking. Journal of Aging and Health. 2007;19(2):200-212.
-
17. Jazmi MS. Faktor Risiko Terjadinya Rematik Artritis pada Lansia di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas II Baturraden [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2016.
-
18. WP I, Andayani N, Sugiritama I. The Effects of Ederly Gymnastics on the Blood Pressure of Ederly with Hypertension in the Elderly Gymnastics Group in Pikat Village Klungkung. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2019;7(3):30.
-
19. Wilkinson MJ, Menz HB. Measurement of gait parameters from footprints. The Foot.1997;7:19-23.
-
20. Morse JM. Preventing patient falls: establishing a fall intervention program. 2nd ed. New York: Springer Publishing Company; 2009.
-
21. Borikova I, Ziakova K, Tomagova M, Zahumenska J.The risk of falling among older adults in long-term care: screening by the Morse Fall Scale. Kontakt. 2018;20(2):e111-e119.
-
22. Whittle M. An Introduction to Gait Analysis. 4th ed. China: Heidi Harrison; 2007.
-
23. Schrager M, Kelly V, Price R, Ferrucci L, Shumway-Cook A. The effects of age on medio-lateral stability during normal and narrow base walking. Gait & Posture. 2008;28(3):466-471.
-
24. Yamaguchi T, Masani K. Effects of age-related changes in step length and step width on the required coefficient of friction during straight walking. Gait & Posture. 2019;69:195-201.
-
25. Herrero-Larrea A, Miñarro A, Narvaiza L, Gálvez-Barrón C, León N, Valldosera E et al. Normal limits of home measured spatial gait parameters of the elderly population and their association with health variables. Scientific Reports. 2018;8(1).
-
26. Hurt C, Rosenblatt N, Crenshaw J, Grabiner M. Variation in trunk kinematics influences variation in step width during treadmill walking by older and younger adults. Gait & Posture. 2010;31(4):461-464.
-
27. Bweir S. Relationship Between Gait Deviations and Risk of Falls in Patients with Type 2 Diabetes. European Scientific Journal. 2014;10(15).
-
28. Brach J, Talkowski J, Strotmeyer E, Newman A. Diabetes Mellitus and Gait Dysfunction: Possible Explanatory Factors. Physical Therapy. 2008;88(11):1365-1374.
-
29. Lamola G, Venturi M, Martelli D, Iacopi E, Fanciullacci C, Coppelli A et al. Quantitative assessment of early biomechanical modifications in diabetic foot patients: the role of foot kinematics and step width. Journal of NeuroEngineering and Rehabilitation. 2015;12(1).
-
30. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.
-
31. Rodríguez-Molinero A, Herrero-Larrea A, Miñarro A, Narvaiza L, Gálvez-Barrón C, Gonzalo León N et al. The spatial parameters of gait and their association with falls, functional decline and death in older adults: a prospective study. Scientific Reports. 2019;9(1).
Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 64 |
Discussion and feedback