PENGARUH DURASI KERJA TERHADAP DISABILITAS LEHER PADA SOPIR TAKSI ONLINE DI DENPASAR
on
PENGARUH DURASI KERJA TERHADAP DISABILITAS LEHER PADA SOPIR TAKSI ONLINE DI DENPASAR
Doni Galih Bagaswara1, Ni Komang Ayu Juni Antari2, M. Widnyana3, Ari Wibawa4
1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,Denpasar bali 2,3,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar bali
ABSTRAK
Durasi kerja dapat mempengaruhi kejadian nyeri leher karena durasi kerja akan mempengaruhi lama pekerja terkena paparan beban pekerjaan baik secara fisik maupun psikis. Durasi kerja yang diperpanjang melebihi kemampuan seseorang cenderung menyebabkan penurunan dari efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang maksimal. Rutinitas dalam bekerja cenderung dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan. Salah satu dampak tersebut adalah munculnya keluhan atau gangguan muskuloskeletal. Gangguan pada sistem muskuloskeletal khususnya pada bagian leher paling banyak diderita oleh para pekerja khususnya sopir. Nyeri leher jika tidak diobati akan menyebabkan timbulnya disabilitas leher. Tujuan Penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh antara durasi kerja terhadap disabilitas leher pada sopir taksi online di Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian analytic dengan metode pendekatan studi cross sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu kuota sampling dengan jumlah sampel 70 orang. Data dikumpulkan dengan melakukan pengukuran disabilitas leher menggunakan kuersioner Neck Disability Index dan wawancara mengenai durasi kerja per hari kepada sopir. Uji hipotesis yang digunakan adalah Spearman Rank untuk mencari pengaruh durasi kerja terhadap disabilitas leher. Pada perhitungan analisis data, diperoleh nilai signifikansi atau nilai p sebesar 0,036, nilai Correlation Coefficient atau nilai r sebesar 0,252 dan dengan arah hubungan yang positif atau searah. Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik tersebut maka kesimpulannya adalah bahwa terdapat hubungan signifikan dengan korelasi positif dan kuat hubungan yang sangat lemah antara durasi kerja dengan disabilitas leher pada sopir taksi online di Denpasar.
Kata kunci : Sopir, Taksi Online, Durasi Kerja, Disabilitas Leher
THE EFFECT OF WORK DURATION ON NECK DISABILITY IN ONLINE TAXI DRIVERS AT DENPASAR
ABSTRACT
Work duration can affect the incidence of neck pain because work duration will affect the length of time workers are exposed to physical and psychological workload exposure. Extending work time more than the work capacity is usually not accompanied by efficiency, effectiveness and optimal work productivity. The work routinity tends to have a negative impact on health. One of the impact is the emergence of musculoskeletal complaints or disorders. The musculoskeletal system disorders especially in the neck suffered most by workers, especially drivers. Neck pain that is not treated properly will develop into a disability of the neck. This study aims to determine the effect between work duration on neck disability in online taxi drivers at Denpasar. This study is an analytic study with a cross sectional study approach with a sampling technique that is quota sampling with a sample of 70 people. Data collection is done by measuring the disability of the neck using the Neck Disability Index questionnaire and interviews about the duration of work per day to the driver. The hypothesis test used is the Spearman Rank to analyze the effect of work duration on neck disability. In the calculation of data analysis, the significance value or p value of 0.036, the Correlation Coefficient value or r value of 0.252 and with a positive directional correlation. Based on the results of these studies and statistical tests it can be concluded that there is a significant relationship with a positive correlation and a very weak relationship between work duration on neck disability in online taxi driver at Denpasar.
Keywords: Online Taxi, Drivers, Work Duration, Neck Disability
PENDAHULUAN
Berkembangnya teknologi yang semakin maju mempengaruhi manusia untuk berubah. Cepatnya perkembangan teknologi dalam satu dekade terakhir mengharuskan masyarakat untuk mulai membiasakan diri. Internet diperkenalkan sebagai suatu revolusi teknologi dimana perilaku manusia akan dirubah menjadi lebih kritis terhadap perubahan rasa dan selera yang akhirnya akan mengubah seluruh tatanan kehidupan. Aktivitas masyarakat saat ini telah dimudahkan dengan adanya layanan aplikasi yang pada akhirnya berkembang untuk menunjang segala kegiatan, salah satunya adalah dengan layanan ride sharing (berbagi kendaraan) yang memberikan kemudahan masyarakat untuk mendapatkan kendaraan yang digunakan untuk alat transportasi yang memiliki beberapa kelebihan seperti lebih aman, lebih cepat dan lebih pasti. Kemunculan layanan aplikasi uber taxi menjadi awal dari gagasan ride sharing dan diikuti oleh beberapa aplikasi lainnya seperti grab bike hingga gojek.1
Bekerja didefinisikan sebagai sebuah usaha untuk melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan pendapatan atau keuntungan dalam durasi lebih dari 1 jam dan dilakukan berturut turut selama satu minggu.2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa durasi atau lamanya kerja
seseorang untuk 6 hari waktu kerja adalah 7 jam perhari sehingga dalam 1 minggu menjadi 40 jam kerja, dan untuk 5 hari waktu kerja adalah 8 jam perhari sehingg dalam 1 minggu menjadi 40 jam kerja.3 Rutinitas dalam bekerja cenderung dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan. Salah satu dampak tersebut adalah munculnya keluhan atau gangguan muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal yang rentan mengalami gangguan yaitu pada bagian leher dimana paling banyak diderita oleh para pekerja.4 Gangguan pergerakan yang terjadi baik pada diskus, ligamen, atau sendi dapat mengakibatkan sensasi nyeri, rasa kurang nyaman di daerah leher bahkan sampai terjadi disabilitas.5 Nyeri leher yang diakibatkan oleh karena pekerjaan dikenal sebagai Work Related Neck Pain (WRNP).
Pekerja rentan mengalami gangguan kesehatan yang disebut dengan WRNP khususnya pada pekerja dengan durasi kerja lama dengan posisi statis.6 Insiden kejadian nyeri leher yaitu dengan presentase 50 – 60% dimana cenderung lebih sering dan tinggi dialami oleh pekerja dibandingkan dengan masyarakat umum. 7 Nyeri leher akan mengakibatkan pekerja untuk membatasi gerakannya pada posisi yang dianggap nyaman, sehingga akan cenderung dalam kondisi yang statis dalam durasi waktu yang lama, jika tidak ditangani dengan baik nyeri leher ini lama kelamaan akan berkembang menjadi disabilitas leher.8 Kata disabilitas berarti cacat atau ketidakmampuan berdasarkan kata serapan bahasa inggris yaitu disability. Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan tindakan antisipasi dengan cara meneliti lebih lanjut untuk melihat pengaruh durasi kerja terhadap disabilitas leher khususnya pada sopir taksi online.
METODE
Studi ini merupakan penelitian analitik dengan metode studi cross sectional pada sopir taksi online yang terdaftar di BUSER (Bali Ultimate Service Driver) dan dilakukan bulan Mei 2019. Sampel berjumlah 70 orang yang didapatkan dengan teknik pengambilan sampel kuota sampling.
Sampel penelitian telah memenuhi kriteria inklusi yakni sopir taksi online berjenis kelamin laki-laki, subjek berusia 20-60 tahun, sudah bekerja sebagai sopir selama minimal 12 bulan, bersedia menjadi subjek secara sukarela dari awal hingga akhir penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan, serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi seperti memiliki riwayat kecelakaan, cedera atau gangguan leher sebelum bekerja yang diketahui melalui wawancara.
Pada penelitian ini, durasi kerja sebagai variabel independen dan disabilitas leher sebagai variabel dependen. Variabel yang dikontrol dalam penelitian yaitu jenis kelamin, usia, lama kerja dan riwayat gangguan leher.
Penelitian diawali dengan melakukan diskusi singkat untuk menyamakan persepsi antara rekan yang akan membantu penelitian, kemudian dilakukan pengambilan identitas pribadi berupa nama, jenis kelamin, usia, dan mencatat hal yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan eksklusi, responden yang lulus kriteria inklusi dan eksklusi akan dijelaskan mengenai tujuan dan manfaat serta bagaimana penelitian berlangsung, peneliti memberikan informed consent dan lembar persetujuan yang harus ditandatangani oleh responden yang berisi menyatakan responden bersedia mengikuti dan menjadi sampel dalam penelitian ini sampai selesai, peneliti menanyakan durasi kerja reponden kemudian melakukan penilaian disabilitas leher menggunakan lembar NDI yang akan diisi secara mandiri oleh responden. Lembar NDI berisikan 10 sesi pertanyaan dengan melingkari satu pilihan sesuai apa yang dirasakan oleh responden. Selanjutnya peneliti menghitung skor total NDI dan menentukan tingkat disabilitas leher dari responden dengan kategori 0-20% ringan, 20-40% sedang, 40-60% berat, 60-80% lumpuh, >80% ~.
Data penelitian yang diperoleh kemudian dilakukan analisis pada program SPSS. Analisis data pada penelitian ini antara lain univariat yang bertujuan mengetahui data deskriptif dari masing - masing variabel serta analisis bivariat menggunakan Spearman Rank yang berfungsi untuk melihat adanya hubungan, kekuatan hubungan dan juga arah hubungan.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada sopir taksi online di BUSER sebanyak 70 orang sampel. Gambaran karakteristik sampel seperti usia, lama bekerja, durasi kerja dan disabilitas leher didapatkan dari hasil analisis univariat. Berikut merupakan tabel hasil analisis karakteristik sampel penelitian.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel |
Frekuensi (n) |
Presentase (%) |
Usia | ||
17-25 |
12 |
17,1 |
26-35 |
19 |
27,1 |
36-45 |
26 |
37,1 |
46-55 |
12 |
17,1 |
56-65 |
1 |
1,4 |
Lama Bekerja | ||
Pendek |
56 |
80 |
Menengah |
10 |
14,3 |
Panjang |
4 |
5,7 |
Durasi Kerja | ||
Standar |
41 |
58,5 |
Tidak Standar |
29 |
41,4 |
Disabilitas Leher | ||
Ringan |
67 |
95,7 |
Sedang |
3 |
4,2 |
Berat |
0 |
0 |
Berdasarkan Tabel 1. maka diketahui usia pekerja yang terdaftar berada pada usia produktif, yang berarti seseorang sudah mampu memberikan jasa untuk orang lain. Usia peserta penelitian paling banyak diantara rentang usia 36-45 tahun yaitu dengan 26 orang (37,1%), rentangan usia ini dianggap sangat produktif bagi tenaga kerja. Faktor beban tanggungan juga berpengaruh terhadap banyaknya responden pada usia tersebut berkaitan dengan jumlah keluarga dan kebutuhan.9 Lama kerja responden terbanyak adalah lama kerja pendek sebanyak 56 responden (80%). Hal tersebut dikaitkan dengan diawali dengan hadirnya PT Gojek Indonesia pada 2011 yang diprakasai oleh Nadiem Makarim. Nadiem Makarim membuat suatu aplikasi layanan Gojek, sebagai aplikasi yang memberikan layanan berupa antar jemput melalui pesanan dalam aplikasi. Sehingga responden lebih banyak yang mulai menggeluti pekerjaan sopir taksi online karena lebih diminatinya taksi berbasis online.10 Responden terbanyak dengan durasi kerja standar sebanyak 41 responden (58,57%). Seorang pekerja normalnya melakukan pekerjaannya selama 6-8 jam perhari. Durasi atau jam kerja yang diperpanjang melebihi kemampuan dari seseorang cenderung tidak akan diikuti efisiensi tinggi, dan akan mengakibatkan penurunan dari kemampuan produktivitas serta cendrung akan timbul fatigue, penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan, bahkan kecelakaan kerja.11 Responden terbanyak dengan tingkat disabilitas leher ringan sebanyak 67 responden (95,71%). Hal tersebut dikatkan dengan dalam durasi kerja yang lama dan dalam posisi yang statis akan membuat otot-otot yang terlibat akan berkontraksi secara terus menerus tanpa adanya relaksasi atau istirahat, Kontraksi statis yang berlangsung lama sampai kurang lebih sekitar 60 menit, cenderung mengakibatkan lelahnya dari otot-otot leher serta punggung.12 Sedangkan pada penelitian ini didapatkan lebih banyak peserta penelitian dengan durasi kerja standar sehingga tingkat disabilitas leher rata-rata ringan.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Kerja, Usia dan Lama bekerja dengan Disabilitas Leher Disabilitas Leher
Variabel |
Ringan |
Sedang |
Total (%) | ||
∑ |
% |
∑ |
% | ||
Durasi Kerja Standar |
41 |
100 |
0 |
0 |
100 |
Tidak Standar |
26 |
89,7 |
3 |
4,3 |
100 |
Usia 17-25 |
11 |
91,7 |
1 |
8,3 |
100 |
26-35 |
20 |
100 |
0 |
0 |
100 |
36-45 |
23 |
92 |
2 |
8 |
100 |
46-55 |
12 |
100 |
0 |
0 |
100 |
56-65 |
1 |
100 |
0 |
0 |
100 |
Lama Bekerja Pendek |
54 |
96,4 |
2 |
3,6 |
100 |
Menengah |
9 |
90 |
1 |
10 |
100 |
Panjang |
4 |
100 |
0 |
0 |
100 |
Berdasarkan Tabel 2. diatas maka diketahui bahwa responden yang mengalami disabilitas ringan dengan durasi kerja standar memiliki proporsi paling tinggi yaitu sebanyak 41 responden. Sementara responden yang mengalami disabilitas ringan dengan rentang usia 36-45 tahun memiliki proporsi yang paling tinggi yaitu sebanyak 23 responden dan responden yang mengalami disabilitas ringan dengan lama bekerja pendek memiliki proporsi paling tinggi yaitu sebanyak 54 responden.
Hasil analisis bivariat antara variabel independen yaitu durasi kerja dan variabel dependen yaitu disabilitas leher menggunakan uji Spearman Rank. Berikut merupakan tabel hasil analisis korelasi sampel penelitian.
Tabel 3. Korelasi
Rank Durasi Kerja dengan Disabilitas Leher
Spearman Rank | ||
p |
r n | |
Durasi Kerja Disabilitas Leher |
0,036 |
0,252 70 |
Hasil penelitian pada Tabel 3. menampilkan tabel hasil korelasi Spearman Rank yang memuat informasi pengaruh, kuat hubungan dan arah hubungan antara variabel durasi kerja dengan disabilitas leher. Dengan n = 70 dan tingkat signifikansi (α = 5%), maka didapatkan bahwa nilai signifikansi atau nilai p sebesar 0,036, dengan batas kritis α = 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hasil tersebut diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Dengan nilai Correlation Coefficient atau nilai r sebesar 0,252 yang menunjukkan bahwa arah hubungan yang searah atau positif dengan kuat hubungan yang sangat lemah. Artinya durasi kerja yang meningkat menyebabkan risiko terjadinya disabilitas leher juga meningkat.
Kesimpulan dari hasil uji Spearman Rank penelitian ini yaitu ada hubungan yang signifikan dengan korelasi positif atau searah dan kuat hubungan yang sangat lemah antara durasi kerja dengan disabilitas leher pada sopir taksi online di Denpasar.
DISKUSI
Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik responden berdasarkan usia dalam penelitian ini lebih banyak pada rentang usia antara 36-45 tahun pada usia terendah 22 tahun dan usia tertinggi 60 tahun, dengan total responden berdasarkan rumus sampel
yang sudah ditentukan yaitu sebanyak 70 orang. Seseorang dalam rentang usia tersebut sedang berada dalam usia produktif dan lebih memprioritaskan hidupnya untuk bekerja sehingga kesehariannya digunakan untuk bekerja. Orang dengan usia yang lebih muda akan memiliki komponen muskuloskeletal yang baik, tetapi jika dalam durasi waktu yang lama dan secara terus-menerus terpapar beban berlebih sistem muskuloskeletalnya akan mengalami cedera. Semakin tinggi usia dari seseorang maka peluang seseorang mengalami nyeri leher akan lebih tinggi karena proses degenerasi ditambah dengan jika seseorang terpapar oleh paparan negatif yang terus menerus.13
Karakteristik responden berdasarkan lama bekerja menunjukkan bahwa sopir pada tempat pengambilan data lebih banyak memiliki lama bekerja pendek yaitu sebanyak 56 orang (80%), lama bekerja menengah sebanyak 10 orang (14,3%) dan lama bekerja panjang sebanyak 4 orang (5,7%). Seiring dengan lamanya masa kerja seseorang, maka resiko mengalami penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan juga akan semakin meningkat. Jika dilakukan secara terus-menerus hingga bertahun-tahun tanpa mengganti atau merotasi pekerjaan akan membebani bagian otot dan jaringan lunak yang sama dalam tubuh.14 Pekerjaan yang dilakukan selama lebih dari 4 tahun mempunyai potensi 2,755 kali lebih tinggi memiliki masalah di sistem muskuloskeletalnya.15 Masa kerja atau lama bekerja seseorang sangat berhubungan dengan timbulnya keluhan pada otot.16
Berdasarkan durasi kerja dapat dilihat bahwa karakteristik responden sopir dengan durasi kerja standar sebanyak 41 responden (58,5%) dan dengan durasi kerja tidak standar sebanyak 29 (41,4%) responden. 6-8 jam merupakan waktu normal seseorang bekerja dalam sehari. Memperpanjang waktu bekerja melebihi kemampuan seseorang biasanya cenderung akan menurunkan kemampuan dari produktivitas, kemampuan efektivitas, kualitas kerja dan juga hasil kerja. Durasi kerja yang dilakukan berkepanjangan cenderung mengakibatkan fatigue, penyakit akibat kerja, dan juga kecelakaan kerja, bahkan disabilitas yang mengakibatkan ketidakpuasan.17 Pekerjaan jika dilakukan dengan durasi kerja yang lama dan dengan otot yang sama cenderung akan meningkatkan risiko terjadinya kelelahan dan keluhan muskuloskeletal apabila tidak disertai dengan durasi istirahat atau waktu pemulihan yang cukup.18
Karakteristik responden berdasarkan disabilitas leher memperlihatkan bahwa responden sopir dengan disabilitas leher ringan sebanyak 67 responden (95,7%), sedang didapatkan 3 responden (4,2%) dan tidak didapatkan responden dengan disabilitas leher berat (0%). Penelitian oleh Sekaaram dan Ani tahun 2017 menjelaskan dengan hasil yaitu dari seluruh peserta penelitian dengan durasi kerja ≥12 jam dalam sehari sebanyak 91,7% mengalami MSDs, maka kesimpulannya adalah durasi kerja sangat berpengaruh dalam kejadian MSDs.19
Pengaruh Durasi Kerja terhadap Disabilitas Leher
Peserta penelitian pada penelitian ini adalah sopir taksi online yang berada di Denpasar dengan distribusi responden berdasarkan durasi kerja memperlihatkan bahwa responden sopir dengan durasi kerja standar sebanyak 41 responden (58,5%) dan dengan durasi kerja tidak standar sebanyak 29 responden (41,4%). Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa sopir taksi online di Denpasar lebih banyak memiliki durasi kerja standar. Seseorang yang lebih banyak bekerja dalam posisi duduk memiliki risiko yang lebih tinggi terkena disabilitas leher, pekerja yang lebih dari 95% kerjanya dalam posisi duduk resikonya 2 kali lipat lebih besar memiliki kondisi nyeri leher jika dibandingkan dengan pekerjaan yang lebih sedikit duduk.20
Responden pada tempat penelitian berdasarkan disabilitas leher menunjukkan bahwa terdapat 67 responden dengan disabilitas leher ringan (95,7%), terdapat 3 responden dengan disabilitas sedang (4,2%) dan tidak terdapat responden dengan disabilitas leher berat (0%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sopir yang terdaftar di BUSER lebih banyak memiliki disabilitas leher ringan. Dari hasil uji Spearman Rank didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel dengan arah hubungan yang positif atau searah dan kuat hubungan yang sangat lemah. Artinya durasi kerja yang meningkat menyebabkan risiko terjadinya disabilitas leher juga meningkat.
Selaras dengan penelitian Setyowati tahun 2017 yang menjelaskan bahwa dari hasil uji yang digunakan menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara durasi jam kerja dengan adanya keluhan nyeri leher.21 Penelitian juga didukung oleh Wicaksono tahun 2016 dengan sampel mahasiswa jurusan arsitektur fakultas teknik di Universitas Diponegoro yang menjelaskan bahwa durasi kerja berhubungan dengan adanya keluhan muskuloskeletal.22 Selaras dengan penelitian Putri tahun 2018 yang menjelaskan bahwa durasi kerja duduk yang lama maka risiko terjadinya disabilitas leher akan menjadi semakin tinggi pada pekerja di Kota Denpasar.23
Pekerjaan sopir akan berada pada posisi kerja duduk yang statis dalam durasi yang cukup lama yang dapat menyebabkan otot-otot pada leher berkontraksi secara terus menerus untuk mempertahankan posisi tersebut dan akhirnya menyebabkan ketegangan otot yang dalam waktu yang lama menimbulkan mikrotrauma pada jaringan sehingga akan menimbulkan nyeri. Nyeri yang dirasakan dalam jangka waktu lama cenderung dapat menyebabkan penurunan kemampuan mobilitas sendi cervical sehingga memicu terjadinya imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama menyebabkan aliran darah terhambat sehingga nutrisi dan kebutuhan oksigen tidak sampai ke otot dan mengakibatkan kontraktur. Jaringan yang kontraktur akan mengalami penurunan elastistas dan fleksibilitasnya. Apabila otot terus berkontraksi tanpa adanya suplai aliran darah yang adekuat akan menimbulkan kelelahan otot dan penurunan kemampuan otot untuk memulihkan diri setelah beraktivitas sehingga memunculkan masalah baru yaitu disabilitas leher.24
Kontraksi otot statis akan mengakibatkan tekanan di dalam otot bertambah sehingga akan menekan pembuluh darah. Ketika otot bekerja statis, otot tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari darah, maka otot akan menggunakan cadangan energi yang ada. Sisa dari metabolisme berupa asam laktat akan lebih cepat terbentuk ketika otot bekerja secara statis dan akan menimbulkan rasa nyeri karena sisa metabolisme menumpuk dan tidak dapat dikeluarkan karena terganggunya peredaran darah. Pekerjaan jika dilakukan dalam durasi kerja yang lama dan statis mengakibatkan kehilangan energi yang tidak perlu. Pembebanan otot statis didefinisikan sebagai kondisi kontraksi otot yang terjadi dalam waktu yang lama dan posisi yang statis.25
Otot yang bekerja secara statis termasuk kerja berat, karena diperlukan konsumsi energi yang lebih banyak dan denyut nadi meningkat serta diperlukan waktu istirahat yang lebih sering dari pada kerja otot dinamis.26 Kontraksi otot statis dapat mengakibatkan kelelahan otot. Ketika konsumsi energi statis digunakan sebesar 15-20% dari maksimum kerja otot akan mengakibatkan kelelahan otot jika pekerjaan berlangsung sepanjang hari. Jika konsumsi energi yang digunakan sebesar kurang dari 8% dari maksimum kerja otot, maka tidak menimbulkan gejala kelelahan otot selama beberapa jam per hari.27 Kelelahan otot leher timbul ketika kontraksi otot statis yang berlangsung dalam durasi yang lama sampai kurang lebih 60 menit. Kondisi ini dapat menimbulkan nyeri dan rasa ketidaknyamanan di area otot leher yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya disabilitas leher jika berlangsung setiap hari.12
Dengan frekuensi durasi kerja standar, sopir taksi banyak mempunyai waktu luang untuk istirahat. Semakin sering waktu istirahat yang dilakukan maka semakin berkurang juga pajanan pembebanan terhadap otot leher. Hal ini sesuai dengan teori bahwa waktu istirahat yang pendek tetapi sering, lebih efektif daripada waktu istirahat yang lama tetapi jarang. Secara fisiologi istirahat dapat membantu membuat otot-otot menjadi rileks, sehingga ketegangan otot yang terjadi dapat berkurang dan peredaran darah menjadi lancar.21
Dari hasil uji Spearman Rank didapatkan hasil kuat hubungan yang sangat lemah antara durasi kerja dengan disabilitas leher. Hal tersebut dikarenakan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap terjadinya disabilitas leher seperti: posisi kerja, aktivitas fisik, dan kondisi psikososial. Bekerja dalam posisi yang statis dan salah dalam durasi yang lama dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri leher dan melakukan pekerjaan dalam posisi forward flexion dengan sudut kurang lebih 200 juga dapat meningkatkan resiko nyeri leher jika dilakukan >70% dari total waktu kerjanya.28 Selaras dengan penelitian Mustafa dan Sutan tahun 2013 yang menjelaskan terdapat hubungan signifikan antara postur atau posisi kerja dan kejadian WRNP.29
Aktifitas fisik dapat membantu meningkatkan ketahanan muskuloskelatal terhadap beban pekerjaan sehingga dampak negatif dari paparan fisik di tempat kerja dapat dikurangi. Pekerja yang aktif secara fisik memiliki resiko mengalami nyeri leher yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja dengan aktifitas fisik yang rendah. Hal ini terjadi karena aktifitas fisik dapat mengurangi stress pada muskuloskeletal khususnya pada pekerja yang cenderung dengan postur kerja statis dan sedentary.30
Faktor psikososial sangat mempengaruhi kondisi fisik para pekerja dan memiliki keterkaitan dengan kejadian nyeri leher. Beban kerja, kepuasan terhadap pekerjaan, dan dukungan sosial merupakan beberapa faktor psikososial yang mempengaruhi kejadian nyeri leher. Semakin meningkatnya beban kerja psikologi seseorang maka resiko mengalami nyeri leher juga akan semakin meningkat.31
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperlihatkan diatas, maka kesimpulannya adalah terdapat pengaruh yang signifikan dengan korelasi positif dan kuat hubungan yang sangat lemah antara durasi kerja terhadap disabilitas leher pada sopir taksi online di Denpasar. Dominan memiliki durasi kerja standar sebanyak 41 orang (58,5%) dan dominan memiliki disabilitas leher dengan kategori ringan sebanyak 67 orang (95,7%).
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Hendrastomo, G., Januarti, NE., Pinasti, VIS., Aulia, M., Firman, AT., Hidayat, TT. 2016. Dilema Sosial Ojek Online (GOJEK). Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
-
2. Badan Pusat Statistik. 2015. Bali Dalam Angka 2015. Denpasar. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
-
3. RI. 2003. Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta. Sekretariat Negara.
-
4. Borenstein, D. 2012. Neck Pain. American College of Rheumatology
-
5. Kasjmir, YI. 2009. Nyeri Spinal, Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid 3. Jakarta. Interna Publishing.
-
6. Carroll, L. 2008. Course and Prognostic Factors for Neck Pain in Workers. European Spine Journal.
-
7. Cagnie. 2007. Individual and Work Related Risk factors for Neck Pain Among. European Spine Journal.
-
8. Prianthara, D. 2014. Kombinasi Strain Counterstrain Dan Infrared Sama Baik Dengan Kombinasi Contract Relax Stretching Dan Infrared Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius Pada Mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar. Universitas Udayana.
-
9. Yasin, M., Priyono, J. 2016. Analisis Faktor Usia, Gaji dan Beban Tanggungan Terhadap Produksi Home Industri Sepatu di Sidoarjo (Studi Kasus di Kecamatan Krian). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 1(1).
-
10. Azizah, A., Adawia, PR. 2018. Analisis Perkembangan Industri Transportasi Online di Era Inovasi Disruptif (Studi Kasus PT Gojek Indonesia). Bandung. Universitas BSI Bandung.
-
11. Fikar, FN., Suroto, S., Widjasena, B., 2017. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Durasi Kerja, Dan Beban Kerja Fisik Terhadap Kebugaran Jasmani Karyawan Konstruksi Di PT. X. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Volume 5 Nomor 1, Hal 358-368.
-
12. Sofwan, A., Soebijanto, Soempeno, B. 2009. Hubungan Antara Rasa Nyeri Di Leher Dengan Posisi Melihat Dekat Ketika Duduk Membaca, Menulis Dan Menggambar, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
-
13. McLean, 2010. Measuring Upper Limb Disability In Non- Specific Neck Pain: A Clinical Performance Measure, s.l.: International Journal of Physiotherapy and Rehabilitation.
-
14. Susanti, N. 2015. Hubungan Berdiri Lama dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Miogenik pada Pekerja Kasir di Surakarta. Volume 5 Nomor 1, Hal 60–70.
-
15. Hendra, R. S., 2009. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Ergonomi 9 TI-UNDIP. Semarang.
-
16. Benarivo, B. 2016. Hubungan Lama Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pada Pramuniaga Toko Baju Pasar Tavip Kota Binjai Tahun 2016. Doctoral Dissertation. Universitas Sari Mutiara Indonesia.
-
17. Hastuti, DD. 2015. Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kelelahan Pada Pekerja Konstruksi Di Pt.Nusa Raya Cipta Semarang, Malang. Universitas Negeri Malang.
-
18. Prawira, MA., Yanti, NPN., Kurniawan, E., Artha, LPW., 2017. Factors Related Musculoskeletal Disorders on Students of Udayana University on 2016. Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Volume 1 Nomor 2, Hal 101-118.
-
19. Sekaaram, V & Ani, SL. 2017. Prevalensi Musculoskeletal Disorders (Msds) pada Pengemudi Angkutan Umum di Terminal Mengwi, Kabupaten Badung-Bali, Denpasar: Universitas Udayana.
-
20. Ariens, 2001. Are Neck Flexion, Neck Rotation, and Sitting at Work Risk Factors for Neck Pain ? Results of a Prospective Cohort Study. Occupational and Environmental Medicine.
-
21. Setyowati, S., Widjasena, B. Jayanti, S. 2017. Hubungan Beban Kerja, Postur dan Durasi Jam Kerja dengan Keluhan Nyeri Leher pada Porter di Pelabuhan Penyeberangan Ferry Merak-Banten. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 5 Nomor 5, Hal 356-368.
-
22. Wicaksono, RE, Suroto, S & Widjasena, B., 2016. Hubungan Postur, Durasi Dan Frekuensi Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Akibat Penggunaan Laptop Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume IV Nomor III Hal 568-580.
-
23. Putri, N. P. N., 2018. Hubungan Postur Dan Durasi Posisi Kerja Duduk Terhadap Resiko Terjadinya Disabilitas Leher Pada Pekerja Di Kota Denpasar. Denpasar: Universitas Udayana.
-
24. Faizah, Z. 2011. Penambahan Contract Relax Stretching Pada Intervensi Ifc Dan Ultrasonik Dapat Mengurangi Nyeri Lebih Baik Pada Sindroma Miofasial Otot Supraspinatus [Skripsi], Denpasar. Universitas Udayana.
-
25. Muhfaisol, A. 2016. Analisis Ergonomi Menggunakan Metode Rula Pada Bagian Gudang Pt. Florindo Makmur Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai (Doctoral dissertation).
-
26. Purba, E, Rambe, AJM., 2014. Analisis Beban Kerja Fisiologis Operator Di Stasiun Penggorengan Pada Industri Kerupuk. Jurnal Teknik Industri Universitas Sumatera Utara Volume 5 Nomor 2.
-
27. Bukhori, E., 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan Terjadinya Keluhan Musculokeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di Kecematan Cilograng Kabupaten Lebak Banten Tahun 2010.
-
28. Cote, 2008. The Burden and Determinants of Neck Pain in Workers. Europe Spine Journal.
-
29. Mustafa & Sutan. 2013. Work Related Neck pain and Its Associated Factors among Registered Female Nurses Who Are Computer Users in Unversiti Kebangsaan Malaysia Medical Centre. Journal of Nursing and Health Science.
-
30. Susianingsih, A. F., Hartanti, R. I., dan Sujoso, A. D. P. 2014. Analisis Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Dengan Metode Quick Exposure Checklist (QEC) Pada Pekerja Laundry). (E-jurnal) Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014. Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
-
31. Loose, 2008. Prevalence and Risk Factors of Neck Pain in Military Office. Military Medicine.
Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 127 |
Discussion and feedback