PENGARUH PEREGANGAN STATIS DAN SELF MYOFASCIAL RELEASE MENGGUNAKAN FOAM ROLL PADA OTOT HAMSTRING TERHADAP KECEPATAN BERLARI PADA PEMAIN SEPAKBOLA DI DENPASAR SELATAN

Ghanana Zuhadawa1, NilaWahyuni2, Made Hendra Satria Nugraha3, I Wayan Gede Sutadarma4 1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Fisiologi Keolahragaan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali [email protected]

ABSTRAK

Olahraga sepakbola merupakan olahraga populer Di Indonesia, juga merupakan olahraga prestasi. Kecepatatan berlari merupakan salah satu unsur fisik yang melengkapi teknik dasar permainan sepakbola untuk mencapai prestasi yang optimal. Kecepatan berlari bergantung pada fleksibilitas otot hamstring. untuk meningkatkan fleksibilitas dapat dilakukan dengan beberapa metode peregangan seperti statis, dinamis, dan prekontraksi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan pre and post test control group design. Sampel penelitian berjumlah 32 orang dipilih menggunakan metode random sampling. Sample dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok I diberikan pelatihan peregangan konvensional, sedangkan kelompok II diberikan pelatihan kombinasi peregangan konvensional ditambah peregangan statis dan self myofascial release menggunakan foam roll. Skor kecepatan berlari diukur menggunakan 30 meters sprint test setelah 12 kali pelatihan.Rerata umur pada kelompok I dan II adalah 13,88 dan 13,94 tahun. Uji paired sample t-test menunjukkan peningkatan skor kecepatan berlari pada kelompok I sebesar 0,12 dengan p= 0,000 ( p<0,05), sedangkan kelompok II sebesar 0,29 dengan p= 0,000 (p<0,05) yang berarti adanya peningkatan skor kecepatan berlari yang signifikan pada kedua kelompok. selanjutnya uji independent sample t-test menunjukkan tidak ada perbedaan skor kecepatan berlari antara kedua kelompok setelah dilakukan pelatihan dengan nilai p= 0,746 (p>0,05).Peregangan konvensional serta kombinasi peregangan kovensional dan peregangan statis ditambah self myofascial release menggunakan foam roll pada otot hamstring dapat meningkatkan kecepatan berlari pada pemain sepakbola, dan keduanya memiliki efek yang sama dalam meningkatkan kecepatan berlari pemain sepakbola.

Kata Kunci: peregangan statis, peregangan dinamis, fleksibilitas, hamstring, kecepatan lari, sepak bola.

THE EFFECT OF STATIC STRETCHING AND SELF-MYOFASCIAL RELEASE USING FOAM ROLL ON HAMSTRING MUSCLE AGAINST RUNNING SPEED ON SOUTH DENPASAR FOOTBALL PLAYERS

ABSTRACT

Football is popular in Indonesia, it also aims for achievement. Running speed is one of the basic techniques of playing football to achieve optimal achievement. Running speed depends on the flexibility of the hamstring muscles. to increase flexibility can be done with several stretching methods such as static, dynamic, and pre-contraction. This is an experimental study using a pre and post-test control group design. There are 32 participants was selected using the random sampling method. participants were divided into 2 groups, group I was given conventional stretching training, while group II was given a combination of conventional stretching training plus static stretching and SMR using FR. Running speed scores are measured using a 30 meters sprint test after 12 training sessions. The mean age in groups I and II were 13.88 and 13.94 years. Paired sample t-test showed an increase in running speed score in group I of 0.12 with p = 0,000 (p <0.05), while group II of 0.29 with p = 0,000 (p <0.05) which means there was a significant increase in running speed scores in both groups. Furthermore, the independent sample t-test showed that there was no difference in running speed scores between the two groups after training with p = 0.746 (p> 0.05). Conventional stretching, a combination of conventional stretching and static stretching plus self-myofascial release using foam roll on the hamstring muscles can increase running speed in football players, and both have the same effect in increasing the running speed of football players.

Key Word: static stretching, dynamic stretching, flexibility, hamstring, running speed, football.

PENDAHULUAN

Olahraga sepakbola merupakan salah satu olahraga yang populer dikalangan pemuda Indonesia. Di daerah perkotaan sepakbola menduduki peringkat ke-tiga jenis olahraga yang paling banyak diminati dibanding dengan olahraga jenis lain yakni 16%. di daerah pedesaan, sepakbola menduduki peringkat ke-dua tertinggi setelah olahraga senam yakni 25,20%.1 Sepakbola merupakan olahraga yang bertujuan untuk prestasi.2 pemenang dalam pertandingan sepakbola merupakan tim yang berhasil mencetak gol terbanyak selama permainan. Untuk dapat mencetak gol

kedalam gawang lawan, setiap pemain harus memiliki kemampuan menggiring bola, salah satu unsur fisik dalam menggiring bola adalah berlari.3

Kecepatan berlari dalam sepakbola adalah keterampilan seorang pemain yang dapat menempuh jarak tertentu dalam waktu singkat dalam sebuah pertandingan, fungsinya untuk menghindari lawan, menguasai bola, dan menggiring bola kedalam gawang lawan. Penelitian socaning menyatakan kecepatan berlari merupakan salah satu unsur fisik yang melengkapi teknik dasar permainan sepakbola dan memberikan peran yang sangat penting dalam pencapaian prestasi yang optimal. Kecepatan berlari yang kurang menyebabkan prestasi sepakbola menurun.4 penelitian Adysta menunjukkan sedikit pemain sepakbola Persikotas Tasikmalaya liga tiga Indonesia memiliki skor kecepatan berlari baik, sedangkan dalam penelitian Benitzer menunjukkan pemain sepakbola di Cordoba Club de Futbol S.A.D liga tiga Spanyol memiliki rerata skor kecepatan berlari baik.12,13

Kecepatan berlari sangat bergantung pada kekuatan, fleksibilitas, dan dayatahan otot hamstring. fleksibilitas memberikan sendi, otot, dan ligamen bergerak leluasa dalam gerakan sendinya sehingga dapat meningkatkan kecepatan berlari.5 Pinillos dalam penelitiannya menyatakan pemain sepakbola yang memiliki fleksibilitas hasmtring yang kurang, memiliki kecepatan berlari yang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pemain sepakbola yang memiliki otot hamstring fleksibel.6 Peningkatan fleksibilitas dapat dlakukan dengan beberapa metode peregangan seperti peregangan statis (aktif atau pasif), peregangan dinamis (aktif dan balistik), dan prekontraksi (proprioceptive neuromuscular facilitation atau post-isometric relaxation, dan myofascial release).15 Penelitian ini menggunakan metode peregangan konvensional, peregangan statis dan self myofascial release menggunakan foam roll pada otot hamstring untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring sehingga meningkatkan kecepatan berlari.

METODE

Penlitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan kelompok kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah two group pre and post test control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 32 subjek yang dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan random sampling, yakni kelompok I sebagai kontrol dan kelompok II sebagai perlakuan.

Subjek yang diikutkan dalam penelitian ini adalah pemain sepakbola yang berjenis kelamin laki-laki, berumur 13-16 tahun, memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 23,0 Kg/m2, merupakan anggota sekolah sepakbola Di Denpasar Selatan, dan bersedia menjadi subjek penelitian dari awal hingga akhir, dengan menandatangani surat persetujuan bersedia menjadi sampel penelitian. Sedangkan pemain yang pernah mengalami cedera hamstring, memiliki gangiguan aligment tungkai seperti valgus atau varus, dan mengeluh nyeri akibat cedera otot tungkai tidak diikutkan dalam penelitian.

Kelompok I diberikan peregangan konvensional yang di aplikasikan pada otot hamstring berupa peregangan dinamis yang biasa dilakukan saat setiap latihan rutin dalam sekolah sepak bola. Peregangan ini berupa gerakan high knee dan stright leg running yang dilakukan sepanjang 80 meter (lintasan sepanjang 20 m). Kelompok II diberikan peregangan konvensional ditambahkan dengan peregangan statis otot hamstring berupa passive stright leg rise (PSLR) yang ditahan selama 30 detik dengan tiga kali pengulangan, serta self myofascial release (SMR) menggunakan foam roll (FR) pada otot hamstring selama 30 detik dengan 3 kali pengulangan.

Pengukuran skor kecepatan berlari dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan selama 12 kali, yakni 1 minggu 3 kali selama 4 minggu. Skor kecepatan berlari diukur menggunakan 30 meters sprint test dan dicatat waktunya dalam satuan detik. Data skor kecepatan berlari diuji normalitas dan homogenitasnya, kemudian dianalisis menggunakan uji paired sample t-test untuk mengetahui adanya peningkatan skor kecepatan berlari sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok, dan uji independent sampel t-test untuk mengetahui adanya perbedaan skor kecepatan berlari antara kedua kelompok.

HASIL

Tabel 1. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Frekuensi

Kelompok I  Kelompok II

Persen

Kelompok I  Kelompok II

Laki-Laki

16           16

100,0         100,0

Tabel 1. menunjukkan bahwa total subjek penelitian berjumlah 32 subjek berjenis kelamin laki-laki yang terdiri dari 2 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 16 (50,0%) subjek.

Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur dan IMT

Karakteristik

Nilai rerata dan simpang baku

Kelompok I

Kelompok II

Rerata

Simpang Baku

Rerata  Simpang Baku

Umur

13,88

0,885

13,94       0,772

IMT

19,73

1,21

20,35        1,36

Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kelompok I memiliki rerata umur (13,88) tahun dan pada kelompok II memiliki rerata umur (13,94) tahun. IMT pada kelompok II memiliki rerata (19,73) dan pada kelompok II (20,35).

Tabel 3. Uji Normalitas dan Homogenitas

Kelompok Data

Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test

Uji Homogenitas (Levene's Test)

Kelompok I

Kelompok II

Rerata

Simpang baku

P

Rerata

Simpang baku

p

Skor kecepatan Lari Sebelum Pelatihan

4,89

0,32

0,59

5,03

0,35

0,377

0,968

Skor kecepatan Lari Sesudah Pelatihan

4,77

0,31

0,501

4,73

0,34

0,374

0,885

Tabel 3. menunjukkan hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk Test pada kelompok 1 sebelum pelatihan didapatkan nilai p = 0,32 (p > 0,05) dan setelah pelatihan didapatkan nilai p = 0,31 (p > 0,05) sedangkan pada kelompok 2 sebelum pelatihan didapatkan nilai p= 0,377 (p > 0,05) dan setelah penelitian didapatkan nilai p = 0, 374 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa data kecepatan berlari sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal.

Uji homogenitas dalam tabel diatas menggunakan Levene’s Test yang menunjukkan nilai p = 0,968 (p > 0,05) untuk data kecepatan berlari sebelum pelatihan, dan nilai p = 0,885 (p > 0,05) untuk data kecepatan berlari sesudah pelatihan. Pengujian data kecepatan berlari sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan data yang homogen.

Tabel 4. Hasil Uji Dependent Sampel T-test

Rerata Sebelum Pelatihan

Rerata Sesudah Pelatihan

Beda Rerata

Simpang baku

95% Confidence interval

p

Lower

Upper

Kelompok I

4,89

4,77

0,12

0,055

0,090

0,149

0,000

Kelompok II

5,03

4,73

0,29

0,179

0,196

0,388

0,000

Berdasarkan tabel 4. hasil beda rerata peningkatan kecepatan berlari yang diuji dengan paired sample t-test sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok I dengan selisih 0,12 menunjukkan nilai p= 0,000 (p < 0,005) yang artinya ada peningkatan pada skor kecepatan berlari uyang signifikan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. sedangkan uji pada kelompok II dengan selisih 0,29 menunjukkan nilai p= 0,000 (p< 0,000) yang berarti ada peningkatan skor kecepatan berlari yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.

Tabel 5. Hasil Uji Independent Sample T-test

Kelompok

n

Rerata

Simpang baku

t

95% Confidence interval

p

Lower

Upper

Pre-test

Kelompok 1

16

4,897

0,320

-1,129

-0,377

0,108

0,268

Kelompok 2

16

5,031

0,352

Post-test

Kelompok 1

16

4,777

0,316

0,326

-0,200

0,276

0,746

Kelompok 2

16

4,739

0,343

Selisih

Kelompok 1

Kelompok 2

16

16

0,607 0,741

0,320

0,352

-1,129

-0,377

0,108

0,268

Tabel 5. menunjukkan pengujian independent sample t-test dilakukan pada data hasil rerata skor kecepatan berlari antara kedua kelompok setelah pelatihan (post-test) menunjukkan p= 0,746 (p> 0,05). Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan antara kedua kelompok. Rerata peningkatan kecepatan berlari pada kelompok II menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok I, akan tetapi perbedaan peningkatan kecepatan berlari antara kedua kelompok tidak berbeda signifikan.

DISKUSI

Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 32 orang, seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 16 orang. Rerata umur pada kelompok I adalah 13,88 tahun dan 13,94 tahun pada kelompok II. Sampel pada kelompok I memiliki rerata 19,73 kg/m2 dan pada kelompok II adalah 20,35 kg/m2, dengan demikian keseluruhan sampel pada kedua kelompok memiliki berat badan yang ideal.

Fleksibilitas meningkat hingga usia 10 tahun, setelah itu akan terjadi penurunan fleksibilitas ketika masuk usia remaja yakni 10-12 tahun. Kisner membenarkan adanya peningkatan fleksibilitas pada masa anak-anak, kemudian akan menurun seiring bertambahnya usia. Menurutnya pemendekan otot hamstring yang menyebabkan fleksibilitas menurun ini disebut juga dengan hamstring muscle tightness, pemendekan ini diakibatkan penurunan fisiologis tubuh maupun patologis (seperti trauma, infeksi, atau akibat un-activity) sehingga menghambat range of motion dan muscle performance.9

Kurangnya aktivitas dan aktifitas yang menuntut untuk duduk (seperti sekolah, kuliah, dan lainnya) dalam waktu lama juga menjadi faktor penyebab pemendekan otot hasmtring, sehingga fleksibilitas otot terganggu. Hal ini dibenarkan oleh Cressey dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seorang yang kesehariannya beraktivitas dalam posisi duduk yang lama akan beresiko mengalami tight hamstring, seringkali pemendekan otot hamstring sering terjadi tanpa disadari oleh individu. Aktifitas berlebih (overuse) pada otot hamstring sehingga mengalami kelahan juga dapat mengakibatkan penurunan fleksibilitas. Overuse akan mengakibatkan otot menjadi kaku (tight) dikarenakan iskemi pada beberapa serabut otot, sehingga mengganggu sirkulasi nutrisi pada area otot dan sekitarnya.8

Kecepatan berlari juga dipengaruhi oleh berat badan, subjek yang memiliki berat badan berlebih akan memberikan tambahan beban terhadap gaya gravitasi tubuh. Sejalan dengan berat badan, nilai IMT yang tinggi mengakibatkan gerakan cenderung melambat dan dimungkinkan karena adanya gesekan sel lemak yang berada diantara sel otot serta beban ekstra pada saat melakukan gerakan. Sedaud membenarkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara IMT dengan kecepatan berlari.7 analisis karakteristik sampel menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki karakteristik usia dan IMT sama, sehingga perbedaan hasil penelitian murni akibat pelatihan yang diberikan pada masing-masing kelompok.

Peningkatan Kecepatan Berlari Kelompok Peregangan Konvensional pada Otot Hamstring

Uji statistik menunjukkan hasil rerata kecepatan berlari saat pre test pada kelompok I mendapat skor 4,89 dan skor itu meningkat saat post test dengan rerata kecepatan berlari 4,77. Hasil pengujian rerata skor kecepatan berlari ditandai dengan adanya peningkatan sebelum dan sesudah pelatihan dngan selisih 0,12. Uji paired sample t-test menunjukkan nilai p = 0,000 (p< 0,05) yang berarti terdapat peningkatan skor kecepatan lari yang sigifikan.

Gerakan peregangan dinamis pada otot hamstring menimbulkan kontraksi otot fleksor hip menimbulkan perubahan neurologis otot dan adaptasi otot terhadap latihansehingga meningkatkan kekuatan otot. Kontraksi otot pada saat melakukan gerakan pelatihan dipengaruhi oleh perekrutan motor unit, motor unit adalah suatu unit fungsional neuromuskular yang terdiri dari anterior motor neuron dan serabut otot yang diinervasinya. Kontraksi otot meningkatkan perekrutan motor unit, semakin banyak motor unit akan meningkatan kekuatan otot.17

Peningkatan kecepatan berlari akibat latihan peregangan dinamis telah dibuktikan oleh penelitian Little yang menjelaskan bahwa peningkatan kecepatan berlari ini diakibatkan karena gerakan peregangan dinamis menimbulkan proses kontrasi aktif, dan peningkatan performa didapatkan dari adanya fasilitasi motor kontrol melalui gerakan tertentu, peningkatan aliran darah, dan peningkatan suhu inti atau perifer yang dapat meningkatkan sensitivitas reseptor saraf dan meningkatkan kecepatan penghantaran impuls saraf, sehingga berpotensi menghasilkan kontraksi otot yang lebih cepat dan kuat.18

Pelatihan pereganagan dinamis pada otot hamstring pada penelitian ini menghasilkan peningkatan kekuatan otot fleksor hip utamanya rectus femoris yang juga meningkatkan kemampuan ekstensi lutut secara kuat. Peningkatan kekuatan ekstensi lutut yang kuat membawa tubuh ke depan saat berlari menghasilkan peningkatan stride length yang sejalan dengan peningkatan kecepatan berlari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Huges dalam penelitiannya bahwa peningkatan stride length dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan berlari.19 Sejalan dengan pernyataan Aguilar bahwa peregangan dinamis pada otot hamstring dapat meningkatkan performa salah satunya adalah kecepatan berlari, yakni melalui peningkatan concentric peak torque pada otot quadricep.20

Peningkatan Kecepatan Berlari Kelompok Pelatihan Kombinasi Peregangan Konvensional dan Peregangan Statis Ditambah Self Myofascial Release Menggunakan Foam Roll pada Otot Hamstring

Uji statistik menunjukkan hasil rerata kecepatan berlari saat pre test pada kelompok II mendapat skor 5,03 dan skor itu meningkat saat post test dengan rerata kecepatan berlari 4,73. Hasil pengujian rerata skor kecepatan berlari ditandai dengan adanya peningkatan sebelum dan sesudah pealatihan dengan selisih 0,29. Uji paired sample t-test menunjukkan nilai p = 0,000 (p< 0,05) yang berarti adanya peningkatan skor kecepatan lari yang sigifikan.

Peregangan konvensional pada otot hamstring dapat meningkatkan kekuatan otot ekstensor lutut sehingga dapat meningkatkan kecepatan berlari telah dijelaskan sebelumnya. PSLR yang diaplikasikan secara pelan pada otot hamstring mengakibatkan pemanjangan pada sarkomer-sarkomer yang ada pada setiap muscle fiber. Golgi tendon organ (GTO) teraktifasi saat terjadi peregangan pada otot sehingga menghambat aktivitas alpha motor neuron sehingga tidak terjadi kontraksi otot dan menurunkan ketegangan dari otot hamstring sehingga komponen elastik otot memanjang.21

Mekanisme yang terjadi saat peregangan tersebut mengurangi kekakuan otot hamstring yang diakibatkan oleh aktivitas yang berlebihan selama atlit melakukan latihan sepakbola.22 Sesuai dalam penelitian Fernandes sebelumnya telah membuktikan adanya peningkatan fleksibilitas otot hamstring melalui peregangan statis berupa PSLR.23

Pengaplikasian SMR dalam penelitian ini menggunakan FR pada otot hamstring dapat meningkatkan fleksibilitas otot melalui mekanisme penghancuran trigger point. Mekanisme lain, FR juga berpotensi mempengaruhi psychosomatic disorder, maksudnya adalah subjek mungkin merasa lebih baik saat mendapat treatment FR dan mereka percaya itu dapat meningkatkan performa lari mereka.

Efek FR terhadap fleksibilitas berkaitan juga dengan perubahan sifat viskoelastis, thixotropic fascia (yakni remobilisasi fasia kembali ke keadaan seperti gel), peningkatan suhu intramuskuler dan aliran darah karena gesekan yang diciptakan oleh FR dan menghancurkan jaringan parut. Perubahan sifat thixotropic pada fasia bisa terjadi karena fasia terdiri dari jaringan koloid yang dapat menjadi lebih kenyal saat terkena suhu panas dan tekanan mekanis oleh FR.

Pelatihan kombinasi peregangan konvensional dan peregangan statis ditambah SMR menggunakan FR pada otot hamstring dapat menambah lingkup gerak sendi lutut saat berlari karena terdapat keseimbangan kerja antara kekuatan otot ekstensor lutut dan penguluran otot fleksor lutut saat terjadi gerakan ekstensi lutut saat late swing menuju foot strike. Hal ini sesuai dengan penelitian Sherer yang menyatakan adanya penambahan fleksibilitas pada hamstring dapat meningkatkan derajat LGS pada sendi lutut sehingga menambah jangkauan ketika foot strike pada fase late swing.14 Pinillos dalam penelitiannya membenarkan bahwa subjek yang memiliki otot hamstring yang fleksibel memiliki skor kecepatan berlari yang lebih cepat.6

Kecepatan Berlari Kelompok dengan Pelatihan Kombinasi Sama Baik dalam Meningkatkan Kecepatan Berlari Dibandingkan dengan Peregangan Konvensional

Uji statistik menunjukkan hasil rerata skor kecepatan berlari pada kelompok I adalah 4,77 dan pada kelompok II diperoleh 4,73. Uji beda menggunakan independent sample t-test menunjukkan perbedaan peningkatan kecepatan berlari antara kedua kelompok mendapatkan nilai p= 0,746 dimana p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kecepatan berlari antara kelompok I dan II.

Perbedaan yang tidak signifikan ini diakibatkan oleh beberapa faktor yang tidak dapat dikontrol/dikendalikan oleh peneliti selama dilaksanakan pelatihan. faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kecepatan berlari adalah aktivitas subjek. Aktifitas subjek yang mengikuti penelitan tidak sama, seperti banyaknya aktivitas berjalan dalam berkegiatan sehari-hari seperti berangkat sekolah, dan setiap perpindahan tempat dengan berjalan menyebabkan peningkatan kekuatan otot gastroc. Seperti dijelaskan dalam penelitian Irfan membenarkan adanya aktifasi otot gastroc pada saat berjalan. Aktifasi otot gastroc akan meningkatkan kekuatan otot, sejalan dengan itu peningkatan kekuatan otot gastroc juga dapat meningkatkan kecepatan berlari pada seseorang.11 Penelitian Widodo menjelaskan adanya peningkatan kecepatan berlari akibat peningkatan kekuatan otot gastroc, sehingga dapat menjadi perancu dalam hasil peningkatan kecepatan berlari pada kedua kelompok.24

Faktor lain yang mempengaruhi hasil dalam penelitian ini adalah motivasi individu atlet. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik dibutuhkan seorang atlet sehingga atlet akan mengikuti latihan peningkatan kemampuan atau keterampilannya seperti kecepatan berlari untuk mencapai prestasi. Menurut Husdarta, motivasi berprestasi menjadikan atlet senantiasa meningkatkan kualitas tertentu dengan sebaik-baiknya atau lebih dari yang biasanya dilakukan. Atlet yang memiliki tujuan untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan dalam dirinya yang dianggap perlu sepertu kecepatan berlari.10

Kemauan dan konsentrasi atlet saat melakukan test juga dapat mempengaruhi hasil penelitian seperti yang dijelaskan dalam penelitian Sukadiyanto bahwa kemauan dan konsentrasi adalah salah satu faktor internal yang merupakan unsur psikis seseorang, akan tetapi dapat mempengaruhi kerja fisik. Speed barrier merupakan keadaan dimana atlet merasa jenuh akibat latihan yang monoton dan tidak bervariasi. Atlet yang jenuh tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, sehingga dapat mempengaruhi kecepatan berlarinya.16

SIMPULAN

Peregangan konvensional pada otot hamstring berupa high knee dan stright leg running dapat meningkatkan kecepatan berlari pada pemain sepakbola, kombinasi peregangan kovensional dan peregangan statis berupa passive stright leg rise (PSLR) ditambah self myofascial release (SMR) menggunakan foam roll (FR) pada otot hamstring dapat meningkatkan kecepatan berlari pada pemain sepakbola, sedangkan keduanya memiliki efek yang sama dalam meningkatkan kecepatan berlari pemain sepakbola.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Handayani, N. B., Susilo, D., Chamami, A., Setiawan, A., Nugroho, S. W. 2015. penyajian data dan informasi kepemudaan dan keolahragaan 2014. Badan Pusat Statistik. Kementrian pemuda dan olahraga republik Indonesia. Hal 99.

  • 2.    Scheunemann, Timo. 2008. Dasar-dasar Sepakbola Modern untuk Pemain dan Pelatih. Malang: Dioma Publishing.

  • 3.  Harsono. 1988. Coaching & Aspek-aspek psikologi dalam Coaching. Jakarta : CV. Tambak Kusuma.

  • 4.  Socaning, S,S,. Dessy,. 2015. Pengaruh Latihan Hollow Sprint Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari pada Pemain

Sepakbola. Sekolah Sepakbola Puma Muda Desa Mantingan. Skripsi Thesis. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

  • 5.    Kardha, D,S,. 2016. Kombinasi Pelatihan Core Stability dan Pelatihan Lari Konvensional Lebih Efektif Meningkatkan Kecepatan Lari daripada Pelatihan Lari Konvensional pada Siswa Ekstrakurikuler Sepakbola. Denpasar: Universitas Udayana.

  • 6.    Pinillos, F.G., Asriza, A.R., Castillo, R.M.D., R, P.A.L. 2015. Impact of limited hamstring flexibility on vertical jump, kicking speed, sprint, and agility in young football players. Journal of sport sciences:4

  • 7.    Sedeaud A, Marc A, Marck A, Dor F, Schipman J, Dorsey M, et al. (2014) BMI, a Performance Parameter for Speed Improvement. PLoS ONE 9(2): e90183.

  • 8.    Page, P. 2012. Current concepts in muscle stretching for exercise and rehabilitation. Int J Sports Phys Ther 7: 109– 119.

  • 9.    Kisner, C,. Colby, L,A,. 2007. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques. 5th edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.

  • 10.    Husdarta, J. S. 2010. Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta

  • 11.    Irfan, M,. 2009. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  • 12.    Adyasta, M,B,K,. 2018. Profil Biomotor Pemain Persikotas Tasikmalaya Klub Peserta Liga 3 Indonesia. Tugas Akhir Skripsi. Program Studi Ilmu Keolahragaan. Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Yogyakarta.

  • 13.    Benítez Sillero, J.D., Da Silva-Grigoletto, M.E., Muñoz Herrera, E., Morente Montero, A., Guillén del Castillo, M., 2015, Physical Ability of The Youth Football Players of A Profesional Club. Revista Internacional de Medicina y Ciencias de la Actividad Fisica y del Deporte; 10(10).

  • 14.    Sherer, E. 2013. Effects of utilizing a myofascial foam roll on hamstring flexibility. Master theses. Eastern ilinois university. 1(1):13-17.

  • 15.    Junker, D., Stoggl T.L. 2015. The foam roll as a tool to improve hamstring flexibility. Journal of Strength and Conditioning Research. 29(12):3480–3484.

  • 16.    Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan Melatih Fisik: Fakultas Ilmu Keolahragaan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

  • 17.    Mangine, G, T,. 2015. The Effect of Trainning Volume and Intensity on Improvements in Muscular Strength and Size in Resistance Trained Men. Physiological Reports. 3(8): e12472.

  • 18.    Little, T., Williams, A.G., 2006. Effect Of Differential Stretching Protocols During Warm-Ups On High-Speed Motor Capacities In Professional Soccer Players. Journal Of Strength And Conditioning Research. 20(1):203-207.

  • 19.    Hughes, D. 2008. The Art of Running: A Biomechanical Look at Efficiency.

  • 20.    Aguilar, A,J,. DiStefano, L,J,. Brown, C,N,. Herman, D,C,. Guskiewicz, K,M,. Padua, D,A,. 2012. A Dynamic WarmUp Model Increases Quadriceps Strength And Hamstring Flexibility. J Strength Cond Res; 26(4): 1130–1141.

  • 21.    Kisner, C,. Colby, L,A,. 2007. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques. 5th edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.

  • 22.    Miller, K,C,. Stone, M, S,. Huxel, K, C,. Edwards, J,E,. 2010. Exercise Associated Muscle Cramps: Causes, Treatment, And Prevention. Sport Health. 2(4):279-83

  • 23.    Fernandez, A.R., Sanchez, J., Marroyo R., 2015. Effect Of Seven Weeks Of Statistic Hamstring Stretching On Flexibility And Sprint Performance In Younger Soccer Players According To Their Playing Position. The Journal of Sports Medicine and Physical Fitness. 56(4):345-351

  • 24.    Widodo, C. S., Waluyo, M., dan Nugroho, P. 2014. Perbedaan Latihan Lari Cepat Ditambah Latihan Double Leg Bound dan Alternate Leg Bound Terhadap Kecepatan Lari 50 Meter pada Pelari Pemula. Journal of Sport Science and Fitness ISSN. 2:2252-652

Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 45 |