Struktur Komunitas dan Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Teripang di Pantai Tanjung Benoa, Badung, Bali
on
JMRT, Volume 3 No 2 Tahun 2020, Halaman: 108-115
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Struktur Komunitas dan Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Teripang di Pantai Tanjung Benoa, Badung, Bali
Kadek Widya Suryaningsiha, I Gusti Ngurah Putra Dirgayusaa, dan I Nyoman Giri Putra*a
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
*Corresponding author, email: [email protected]
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: June 10th 2020
Received in revised form: July 21th 2020
Accepted: August 21th 2020
Available online: September 30th 2020
Keywords:
Heavy Metals (Pb) Sea Cucumber Bioaccumulation Tanjung Benoa
High shipping activity in Tanjung Benoa beach has caused a strong possibility of heavy metal contamination to the marine ecosystems. Heavy metal in the water will process a deposition which causes an accumulation to the body of marine biotas especially to the filter feeders such as sea cucumber. This research aims to determine the community structure of sea cucumber and to calculate the bioaccumulation of lead (Pb) content in sea cucumber. Sampling activity was conducted at four sites located in Tanjung Benoa, Bali. At each site, a transect method was performed to assess the community structure of sea cucumber like density, diversity, and species composition. Meanwhile, the analysis of heavy metal was conducted by Atomic Absorption Spectrophotometer. In this research, we found 151 sea cucumbers which is come from five species such as Holothuria scabra, H. edulis, Synapta maculata, H. atra, H. leucospilota. The highest level of density was found in site one (0.0104 ind/m2) and the lowest was found in siten four (0.0034 ind/m2). The highest level diversity index was found in site three (0,37) and the lowest was in site two (0,14). The highest level of uniformity index was found in site three (0,21) and the lowest was in site two (0,01). The highest level of dominance index was found in site two (0,94) and the lowest was site three (0,85). The species composition was dominated by S. maculata which is represents 94.03% of the total species found in Tanjung Benoa. The number of bioaccumulation factor (BCF o-s) showed that the accumulation of Pb is categorized as deconcentrator category or low accumulation level since the number of the bioconcentration factor is less than one. While the number of bioconcentration factor (BCFo-w) is categorized as a low category since the number is less than 100. Therefore, it can be concluded that biota which categorized as a filter feeder such as sea cucumbers, can accumulate heavy metal (Pb) indeed with the low accumulation level.
2020 jmrt. all rights reserved.
Pencemaran laut didefinisikan sebagai masuk atau dimasukannya makhluk hidup berupa zat dan komponen lain yang bersifat racun ke dalam laut yang dapat menyebabkan fungsi dari laut tidak sesuai dengan peruntukannya. Contoh dari bahan pencemar yang biasa ditemukan dalam laut yaitu logam berat (Alfian, 2009). Beberapa jenis logam memiliki sifat non-esensial serta memiliki sifatttoksik terhadap suatu organisme misalnya timbal (Pb). Logam berat yang masuk ke dalam air akan mengalami sebuah proses pengendapan dan akan terserap dalam tubuh biota laut. Terserapnya logam berat biasanya melalui insang maupun melalui rantai makanan karena sifatnya yang mudah bereaksi dan umumnya bersifat toksik, kemudian disebut bioakumulasi (Arifin, 2011).
Bioakumulasi merupakan pengambilan zat kimia dariilingkungannoleh mahkluk hidup yang dimana ditemukannya pencemar didalam tubuh organisme dengan konsentrasi yang melebihi dari pada konsentrasi di lingkungannsesuai piramida makanan (Ashraf, 2006). Proses bioakumulasi memiliki dua tahap
penyerapan, diawali dengan penyerapan yang terjadi pada permukaan sel dan yang kedua yaitu proses pengangkutan aktif dari membran sel ke sel bagian dalam (Qurantulan et al., 2017). Menurut Ghosh and Singh (2005) untuk mengetahui mekanisme akumulasi logam berat dalam organisme perairan dengan cara menghitung nilai bioconcentration factor (BCF) atau faktor biokonsentrasi.
Biota akuatik yang dapat bertindak sebagai akumulator atau dapat mengambil dan mengakumulasi bahan kimia dalam jumlah yang dapat diukur yaitu teripang. Teripang merupakan hewan dari filum echinodermata, yang habitatnya dapat dijumpai pada ekosistem terumbu karang, lamun, dan zona intertidal sampai kedalaman 30 meter. Teripang tidak bisa menghindar dari kontaminasi dan mempunyai daya tahan yang tinggi pada konsentrasi beberapa logam (Darmono, 1995). Hal ini disebabkan karena teripanggsebagai hewan filter feederradalah organisme yang memiliki perannsebagai penyimpanan terbesar partikellyang terdapat dalam perairan (Suhendrayatna, 2003).
Pada perairan di Bali terdapat beberapa jenis spesies teripang. Menurut penelitian Yanti (2014), menyatakan bahwa adanya teripang pada perairan Bali selatan yaitu di Pantai Tanjung Benoa. Tanjung Benoa menjadi salah satu kawasan pariwisata dan menjadi tempat yang dilalui jalur sirkulasi pasang surut air laut di Teluk Benoa menuju ke laut lepas serta menjadi jalur lalu lintas kapal (Try Al Tanto et al., 2017). Tingginya aktivitas perkapalan di wilayah perairan Tanjung Benoa berpotensi membawa bahan pencemar sehingga logam berat Pb yang bersumber dari bahan bakarrkapal mudah masuk ke badan perairan. Menurut NRCNA (2011), menyatakan bahwallogam berat Pb yang masuk ke perairan melalui air ballast pada kapal, dimana konsekuensi yang tidak disengaja dari lalu lintas ini adalah pengangkutan logam berat ke berbagai tempat melalui air ballast yang dibawa oleh kapal ke draft control. Menurut Palar (1994), berpendapat bahwa logammberat Pb masuk ke perairan berasal dari penggunaan emisi berbahan bakar minyak pada kapal. Khasanah (2009), menyatakan bahwa dalam proses alami logam berat timbal (Pb) dapat masuk ke dalam perairan melalui proses perubahan timbal menjadi kristalldi udara dengannbantuan airhhujan.
Pada suatu saat logammberat yang terdapat didalam perairan akan menuju dasar perairan dan terjadi proses pengendapan yang menyebabkan terbentuknya sedimentasiisehingga logam berat yang terkonsentrasi pada sedimen memiliki jumlah lebihhtinggi dari konsentrasiilogam yang sama dalam badan air (Amelia et al., 2019). Halttersebut dapattmenyebabkan organisme laut yang hidup di dasarrperairannseperti teripang berpeluang sangat besar terkontaminasiilogam berat karena sifat teripang yang memiliki mobilitas rendah dipandang dapat menjadi mediator terhadap bahaya keracunan karena kemampuannya sebagai bioakumulator.
Tingginya kandungan logam berat pada perairannnantinya akannberdampak buruk terhadap ekosistem laut di Pantai Tanjung Benoa. Mengingat Pantai Tanjung Benoa merupakan pantai yang banyak aktivitas perkapalan dan pariwisata, maka perlunya penelitian mengenai kadar logam berat pada perairan Pantai Tanjung Benoa melalui bioakumulasi logam berat (Pb) pada teripang dan struktur komunitas teripang di Pantai Tanjung Benoa.
Pengambilan sampel dilaksanakan di sepanjang Pantai Tanjung Benoa dengan membagi wilayah pantai menjadi empat stasiun (Gambar 1). Pengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2020 pada sore hari. Analisis kandungan Timbal (Pb) pada teripang, sedimen dan air dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana dan di Laboratorium MIPA Terpadu.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
-
2.2 Metode Pengambilan Sampell
Sampel berupa teripang, sedimen, dan air laut yang diambil pada kondisi air laut yang surut. Pada proses pengambilan data menggunakan metode purposive sampling yaitu memilih empat lokasi yang diketahui menjadi habitat teripang. Jarak antar titik stasiun sekitar 1 km dan daerah jelajah pengambilan data pada setiap titiknya yaitu 100 m x 50 m dengan jarak dari bibir pantai yaitu 20 m. Pada setiap stasiun diambil 5 teripang. Pengambilan sampel teripang yaitu dalam satu titik stasiun diambil 5 sampel teripang secara acak kemudian teripang diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan identifikasi teripang. Sampel sedimen diambil sebanyak 100 g pada setiap titik statiun dengan menggunakan sekop lalu disimpan dalam plastik ziplock. Sampel selanjutnya dimasukan dalam cooling box sehingga dapat dilanjutkan proses analisa di laboratorium Analitik Universitas Udayana. Sampel air laut diambil sebanyak 600 ml pada setiap titik statiun. Kemudian sampel air segera disimpan kedalam cooling box untuk dianalisa kandungan logam beratnya di laboratorium Analitik Universitas Udayana.
-
2.3 Pengolahan Sampel Teripang
Sebelum dilakukan analisis kadar logam berat Pb, sampel di bersihkan terlebih dahulu. Sampel yang telah dibersihkan dilakukan pengukuran berat dan panjangnya. Selanjutnya sampel yang telah dibersihkan dipotong menjadi kecil dan tipis, sampel kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 1000C dengan rentang waktu 24 jam. Setelah itu sampel menuju tahap penghalusan menggunakan mortar sehingga sampel menjadi serpihannkecil.
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1 Struktur Komunitas Teripang
-
-
1. Kepadatan Teripang
Kepadatan dariimasing-masing jenis sampel yang diambil pada setiap titik koordinat dihitung menggunakan persamaan berikut (Odum,1993).
Di = ni / A (1)
Dimana, Di merupakan kepadatan jenis (ind./m²), ni adalah jumlah total individu jenis (ind.), dan A adalah luas area yang di sampling (m²).
-
2. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman jenis (Species Diversity Indeks) (H’) digunakan rumus Shannon-Weiner (Odum, 1993) dengan persaman berikut:
H' = -Ʃ Pi ln Pi (2)
Dimana, H’ adalah Indeks Keanekaragaman, Pi adalah perbandingan total antara jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah total individu (ni/N). Selanjutnyaa dapat dikategorikan jika, 0<H’≤1 berarti keanekargamannya rendah, 1<H’≤ 3 berarti memiliki keanekaragaman sedang, H’>3 memiliki
keanekaragaman tinggi.
-
3. Indeks Keseragaman Jenis.
Indeks keseragaman dapat diartikan sebagai keseimbangan, dimana komposisiidari individu setiap jenissyang terdapat pada suatuuukomunitas. Indeks keseragaman jenis yaitu dengan menggunakan persamaan berikut (Odum, 1993).
E= H'/(H maks) (3)
Dimana, E adalah Indeks Keseragaman, H’adalah Indeks keanekaragaman jenis, serta H maks adalah Jumlah jenis organisme (ln S). Selanjutnya dapat dikategorikan, jika E<0,4
berarti tingkat keseragaman populasi kecil, jika 0,4<E<0,6 berati tingkat keseragaman populasi sedang, jika 0,6<E<1 berati tingkat keseragaman populasi besar.
-
4. Indeks Dominansi
Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Odum, 1993).
D = Σ (ni∕N)2 (4)
Dimana, D adalah Indeks Dominansi, ni adalah jumlah individu spesies ke-I, N adalah jumlah total individu setiap jenis. Selanjutnya hasil dari perhitungan dapat dikategorikan sebagai berikut, 0<D<0,6 berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi, serta D > 1 berarti terdapat spesies yang
mendominasi.
-
5. Komposisi Jenis Teripang
Komposisi jenis teripang dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Fachrul, 2007).
Ki = ni/N x 100% (5)
Dimana, Ki adalah Komposisi Jenis ke-i (%), ni adalah Jumlah individu jenis ke-i (ind), serta N adalah Jumlah total individu (ind).
-
2.4.2 Analisis Logam Berat
Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana, dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom atau Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Metode ini merupakan analisis yang dilakukan secara kuantitatif dengan mengukur penyerapan cahayaadengan panjangg gelombang (Skoog et al., 1998). Analisis logam berat Pb pada sampel air laut dilakukan dengan memasukkan 50 ml sampel air laut ke dalam beaker glass dan ditambahkan 10 ml asam Sulfat (H2SO4) sambil di panaskan pada hotplate hingga mendidih perlahan. Pemanasan dilakukan selama 10-20 menit sampai larutan tersisa 30 ml dan berubah menjadi warna bening. Selanjutnya disaring mengunakan kertas saring dengan ukuran pori 0,45µm lalu kadar logam berat Pb diuji menggunakan AAS.
Sampel sedimen dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 105ºC, kemudian diambil 0,5 gram sampel yang telah dipanaskan dan di mortar. Kemudian ditambahkan 10 ml asam nitrat (HNO3) dan dilarutkan dengan akuades hingga volumenya mencapai 25 ml. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring dengan ukuran pori 0,45µm lalu dilakukan pengujian logam berat dengan AAS. Sampel teripang kering ditimbang dengan jumlah 0,5 gram kemudian dimasukkan menuju beakerglass lalu ditambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) dan dilarutkan dengan akuades hingga volumenya mencapai 25 ml. Kemudian diletakkan padaahotplate dengan suhuu850C dalam lemariaasam selamaa8 jam. Setelah menjadi larutan bening kemudian didinginkan pada suhu ruangan. Kemudian proses penyaringan menggunakannkertas saring whatman. Selanjutnya proses pengujian kadar logam Pb dengan menggunakan AAS. Kandungan logam berat yang ada dihitung dari nilai konsentrasi regresiiyang dapat dilihat padaaAAS. Untuk menentukannkadar logam timbal (Pb) menggunakan sebagai berikut (Supriatno dan Lelifajri, 2009)
CxPxV
Kadar Logam Pb (ppm) = (6)
Dimana, C adalah konsentrasi terbaca (mg/L), P adalah faktor pengenceran, V adalah volume dalam sampel (L), dan G adalah berat sampel (Kg).
-
2.4.3 Faktor Biokonsentrasii (BCF)
Faktor biokonsentrasi (BCF) memiliki fungsi untuk mengetahui kemampuannteripang dalam mengakumulasillogam beratTtimbal (Pb) yang diartikan sebagaiiperbandingan logam berattdalam organisme dan kandungan logam dalam sedimen (BCF o-s) atau air (BCFo-w) (Vassiliki dan Konstantina 1984 in Ahmed et al., 2017):
BCF o-s = Corg(ppm) / Csed(ppm)
BCF o-w = Corg(ppm) / Cair(ppm)
(7)
(8)
Dimana, BCF adalah Faktor Biokonsentrasi, Corg adalah Konsentrasi logam berat dalam organisme (ppm), Cair adalah Konsentrasi logam berat dalam air (ppm), serta Csed adalah konsentrasi logam berat dalam sedimen (ppm).
Nilai BCF untuk melihat kemampuan dari organisme dalam mengakumulasi logam beratt. (BCFo-s) diklasifikasikan menjadi macroconcentrator jika (BCFo-s > 2), microconcentrator jika (1 < BCFo-s < 2), dan Deconcentrator (BCFo-s < 1). Sedangkan (BCFo-w) dikategorikan sifat akumulatif tinggi jika (BCFo-w > 5000), sifat akumulatif sedang jika (1000-5000), dan sifat akumulatif rendah jika (100-1000) (Van Esch , 1977 dalam Ahmed et al,. 2017).
Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut dan biota dan Baku mutu kandungan logam berat dalam sedimen menurut IADC/CEDA (1997) disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Baku mutu logam berat timball (Pb)
No |
Parameter |
Pb (ppm) |
Keterangan |
1 |
Biota |
0.001 | |
2 |
Air Laut |
0.005 | |
3 |
Sedimen Level Target |
85 > K |
Substansi tidak terlalu berbahaya. |
Sedimen Level Limit |
530=K |
Dapat ditolerir kesehatan manusia dan ekosistem | |
Sedimen Level Tes |
85<K<530 |
Tercemar ringan | |
Sedimen Level Intervensi |
530=K |
Tercemar sedang | |
Sedimen Level Bahaya |
1000<K |
Harus dilakukan pembersihan sedimen |
Keterangan; K merupakan kontaminan.
-
1. Komposisi jenis teripang di Pantai Tanjung Benoa
Berdasarkan hasil identifikasi teripang yang ditemukan di Pantai Tanjung Benoa bahwa terdapat 151 individu dari dua Genus yang ditemukan yaitu Holothuria dan Synapta. Tabel 2. menunjukkan bahwaajenis teripang yang ditemukannterdiri dari 5
spesies yaitu Holothuria scabra, H. edulis, Synapta maculata, H. arta, H. leucospilota.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Teripang.
Nama Spesies |
St 1. |
St 2. |
St 3. |
St 4. Jumlah Ind. | |
H. Scabra |
2 |
1 |
- |
- |
3 |
H. edulis |
1 |
- |
2 |
1 |
4 |
S. maculata |
49 |
32 |
45 |
16 |
142 |
H. atra |
- |
- |
1 |
- |
1 |
H. leucospilota |
- |
- |
1 |
- |
1 |
Total |
52 |
33 |
49 |
17 |
151 |
Berdasarkan hasil penelitian komposisi jenis teripang yang paling rendah adalah Genus Holothuria. Teripang lebih menyukai habitat dengan karakteristik berasosiasi dengan padang lamun. Kekayaan jenis teripang (Holothuria) pada suatu habitatt dipengaruhi oleh kemampuan jenis untuk melakukan adaptasiidengan kondisi sekitar dan untuk kehidupan habitat teripang hanya tipe habitat didalam ekosistemmyang dapat mewadahi jenis organisme untuk mampu hiduppdengan baik (Hartati, dan Yanti, 2005). Karena pada keempat stasiun tidak semua memiliki padang lamun maka ditemukan jumlah spesies Holothuria yang berbeda di setiap stasiun. Spesies H. leucospilota dibandingkan dengan jenis teripang lainnya memiliki ciri khas yaitu laju pertumbuhan larva yang relatif rendah (Hu et al., 2013) sehingga teripang jenis H. leucospilota sulit ditemui di Pantai Tanjung Benoa.
Hasil perhitungan komposisi jenis teripang terendah yaitu H. atra dan H. leucospilota sebesar 0,66% dan yang tertinggi yaitu S. maculata sebesar 94,03%. Komposisi jenis teripang yang dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Presentase komposisi jenis teripang diempat stasiun penelitian.
Komposisi jenis teripang tertinggi yaitu Genus Synapta yang terdiri dari satu spesies yaitu S. maculata sebesar 94,03%. Kondisi ini terjadi karena S. maculata dapat mentolerir terhadap turbidinitas (kekeruhan) dan pencemaran sehingga dapat terdistribusi pada kisaran yang luas dan spesies ini juga dapat ditemukan di habitat yang ekstrim dan juga S. maculata merupakan jenis teripang yang tidak memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga tidak ditangkap oleh masyarakat (Miller et al., 1990).
-
2. Kepadatan Teripang
Nilai kepadatan teripang pada setiap stasiun memiliki nilai yang berbeda-beda (Gambar 3). Stasiun satu merupakan stasiun dengan nilai kepadatan tertinggi yaitu sebesar 0,0104 ind/m2, sedangkan stasiun empat memiliki nilai kepadatan terendah yaitu sebesar 0,0034 ind/m2.
Kepadatan Teripang
Stl st 2 st3 st4
Stasiun Penelitian
Gambar 3. Kepadatan Teripang
Rendahnya kepadatan pada stasiun empat dikarenakan memiliki substrat yang berlumpur. Menurut pernyataan Darmisa et al. (2019), teripang yang bersifat sebagai filter feeder yang terdapat pada tipe substrat berlumpur umumnya akan kesulitan karena partikel-partikel lumpur akan menyumbat saluran respirasi teripang. Hal inilah yang menyebabkan kepadatan teripang pada stasiun dua dan stasiun empat rendah karena memiliki substrat pasir berlumpur.
-
3. Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi.
Berdasarkan hasil dari perhitungannindeks keanekaragaman di keempat stasiun tergolong rendah, ini terbukti dari nilai indeks keanekaragaman paling tinggi dari keempat stasiun hanya sebesar 0,37 pada stasiun tiga dan nilai indeks yang terendah yaitu sebesar 0,14 pada stasiun dua. Dilihat dari indeks keseragaman yang tertinggi hanya sebesar 0,21 pada stasiun tiga dan nilai yang terendah yaitu sebesar 0,01 pada stasiun dua jadi dapat digolongkan indeks keseragaman pada setiap stasiun tergolong rendah. Berbeda halnya dengan indeks keanekaragaman dan keseragaman, indeks dominasi dapat dikategorikan tinggi. Terlihat pada nilai indeks dominasi tertinggi bernilai 0,94 pada stasiun dua dan terendah bernilai 0,85 pada stasiun tiga. Jika Nilai Indeks Keanekaragamanndan Keseragaman tinggi maka nilai indeks dominansi rendah begitupun sebaliknya dan untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar. 4.
INDEKS KEANEKARAGAMAN, KESERAGAMAN, DAN DOMINANSI TERIPANG
STASIUN PENELITIAN
Gambar 4. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi teripang
Indeks keseragamannteripanggyang terdapat di setiap stasiun memiliki kategori dengan tingkattkeseragamanppopulasi kecil, dengan jenissteripanggyang ada pada lokasiipenelitian tergolonggsangat sedikit. Hal tersebut menjadi alasan keseragamannpopulasi teripanggrelatif kecil dengan persebaran yang tidakkmerata. Sesuai dengan pernyataan dari Wilham dan Dorris (1986) yang menyebutkan indeks keseragaman akan mencapai batassmaksimum bila kelimpahan individu perrjenis menyebar dengan merata yang menunjukan jumlah individu dari setiap jenisnya relatiffsama (seragam). Dikatakan lebih lanjut semakin kecil keseragaman jenis dalam komunitas, maka penyebaran jumlah individu setiap jenisnya tidak sama. Ada kecenderungan bahwa komunitas tersebut didominasiioleh suatu spesies atau jenis tertentu.
Hasil perhitungan dari indeks dominansi teripang secara keseluruhan menunjukan bahwa indeks dominansi teripang pada semua stasiun termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks yang didapatkan bekisar antara 0,85 sampai 0,94. Nilai indeks dominansi yang ditemukan di Pantai Tanjung Benoa menunjukan bahwa adanya spesies yang dominan di kawasan tersebut. Indeks dominasi juga menunjukan keseragaman dan kemerataan suatu kawasan. Apabila ada satu atau beberapaaspesies yang mendominasiidisuatu kawasan tersebut sementarasspesies lainnya tidak dominan atau densitasnya lebih rendah, maka niai keseragamannyarrendah, dan apabila suatu kawasan tidak ada spesies yang dominan, maka nilai keseragamannnya semakin tinggi (Arrijani, 2008).
-
3.3 Analisis Logam Berat
Tabel 4. Menunjukkan jenis teripang yang diambil untuk analisis logam berat. S. maculata merupakan spesies yang paling banyak ditemukan pada tiap stasiun (Gambar 2) sehingga spesies ini yang paling banyak diambil untuk analisis logam berat Pb.
Tabel 3. Jenis teripang yang diambil untuk analisis logam berat Pb
No |
St 1. |
St 2. |
St.3 |
St 4. |
1 |
H. scabra |
H. scabra |
H. arta |
H. edulis |
2 |
H. edulis |
S. maculata |
S. maculata |
S. maculata |
3 |
S. maculata |
S. maculata |
H. edulis |
S. maculata |
4 |
S. maculata |
S. maculata |
S. maculata |
S. maculata |
5 |
S. maculata |
S. maculata |
H. leucospilota |
S. maculata |
Bioakumulasi logam Pb dalam teripang bervariasi pada setiap spesies dan stasiunnya (Tabel 4). Dilihat dari tingginya kandungan logam berat Pb pada teripang di setiap stasiun, stasiun empat rata-rata memiliki kandungan logam berat Pb yang tinggi sebesar 165.120± 17.538 dan stasiun satu memiliki kadar logam berat Pb yang lebih rendah dari stasiun lainnya yaitu sebesar 72.993 ± 18.967. Kandungan logam berat per spesies berbeda begitu pula dengan kandungan pada spesies yang sama di stasiun yang berbeda. Spesies yang memiliki kandungan logam berat yang tertinggi yaitu spesies S. maculata pada stasiun empat dan terendah yaitu spesies H. edulis pada stasiun satu. Variasi kadar konsentrasi logam berat timbal pada teripang dalam penelitianniniijuga dipengaruhi oleh nilaikkandungan logam berat yang diserappoleh sedimenddan air. Weisner et al., (2001), menyatakannbahwa penyerapanndan pengeluarannlogammberat terjadi secara dinamis. Akumulasillogam berat Pb dalam teripang diakibatkan oleh habitatnya yang ada di dasar perairan.
Tabel 4. Bioakumulasi logam Pb dalam teripang
2 |
45.992 |
81.559 |
103.865 |
153.446 |
3 |
81.447 |
114.105 |
135.260 |
168.864 |
4 |
63.997 |
74.473 |
133.882 |
154.270 |
5 |
77.301 |
112.208 |
108.226 |
194.334 |
Mean (± SD) |
72.993 |
94.146 |
120.422 |
165.120 |
±18.967 |
±18.050 |
±14.356 |
±17.538 |
Tabel 5. menunjukkan kadar logam berat Pb pada sedimen dan air di setiap stasiun. Kadar logam berat pada sedimen di setiap stasiun memiliki perbedaan yang cukup signifikan seperti pada stasiun satu kadar logam berat Pb pada sedimen terendah yaitu sebesar 192,451 ppm dan pada stasiun tiga memiliki kadar logam berat Pb tertinggi yaitu sebesar 227,872 ppm. Kadar logam berat Pb pada air di setiap stasiunnya juga berbeda, kadar logam Pb pada air tertinggi ada di stasiun empat 4,791 ppm dan kadar yang terendah di stasiun tiga 4,271 ppm.
Berdasarkan hasil pengukuran logam berat pada sedimen dapat digolongkan pada sedimen level target. Jika kandungan pencemaran pada sedimennmemiliki nilai dibawah nilai level target, makaasubstansi atau sumber yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahayabbagi lingkungan. Hasil analisis logam berat Pb pada air laut menunjukan bahwa air laut yang diukur melewati batas baku mutu yang sudah ditetapkan (>0,005 ppm)
Tingginya kandungannlogam berat padaasedimen danaair Pantai Tanjung Benoa diduga karena banyaknya aktivitas perkapalan yang ada di Pantai Tanjung Benoa. Palar (1994), menyatakan bahwa logam Pb banyak masuk ke dalam badan perairan melalui buangan air ballast pada kapal serta emisimmesin berbahan bakarmminyak yang digunakan sebagai anti-knock pada mesin. Logammberat seperti Hg, Pb, Cd, Cu, dan Zn yang sudah diserap oleh hewan tidak dapattdikeluarkan lagi atau didegradasi dan memiliki dampakkberkepanjangan karena logam berat ini akan terbawa dalam suatu rantai makanan dan melalui proses biomagnifikasi (Dolfie, 2008).
Tabel 5. Kadar logam berat Pb dalan sedimen dan air
Sampel |
St 1. (ppm) |
St 2. (ppm) |
St 3. (ppm) |
St 4. (ppm) |
Sedimen |
192.451 |
218.331 |
227.872 |
222.078 |
Air |
4.332 |
4.301 |
4.271 |
4.791 |
Dilihat dari hasil uji korelasi logam Pb pada sedimen dan air didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,198 ini menunjukan hubungan sedimen dan air mempunyai korelasi yang positif dan lemah. Dilihat dari nilai determinasi (R2) sebesar 0,039 ini menunjukan bahwa 3,9% variasi (naik turunnya) kandungan Pb dalam sedimen dipengaruhi oleh air dan sisanya sebesar 96,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Dilihat dari nilai koefisien garis regresi (b) sebesar 0,003 menunjukan bahwa bila sedimen dinaikan 1 kg maka kandungan Pb meningkat sebesar 0,003 ppm, atau bila sedimen diturunkan 1 kg maka kandungan Pb akan turun sebanyak 0,003 ppm. Untuk hasil uji korelasi dapat dilihat pada Gambar 5.
No
St 1. St 2. St 3. St 4.
(ppm) (ppm) (ppm) (ppm)
1
96.197 88.384 120.876 154.683
4 |
14.77 |
17.31 |
31.35 |
32.19 |
5 |
17.97 |
26.08 |
25.34 |
40.55 |
Mean |
16.87±4.39 |
21.89±4.20 |
28.19±3.36 |
34.46±3.66 |
(± SD) |
Hasil dari beberapaapenelitian yang telahhdilakukan oleh para peneliti lainnya terkait dengan kemampuan biota filter feeder untuk mengakumulasiilogam berat. Hasil yang didapatkan adalah rata-rata faktor biokonsentrasi (BCF) sedimen dan air pada biota dari seluruh stasiun penelitian. Hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan terdapattperbedaannkonsentrasi BCF padaaorganisme filter feeder yang berbedaapada lokasiyyang berbeda seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. BCF rata-rata logam berat Pb (BCF o-s) dan (BCF o-w) pada biota filter feeder
Gambar 5. Uji korelasi Logam berat Pb pada sedimen dan air.
-
3.4 Faktor Biokonsentrasi (BCF)
Perhitungan faktor biokonsentrasi (BCF) bertujuan untuk mengetahui jumlah akumulasiilogam berat pada sedimen dan air yang terakumulasi padaateripang. Nilai BCF diperoleh dari membandingkannkkemampuannoorganismeee(teripang)d dalam menyerap logam dari airrdanssedimen. Oleh karena itu terdapat dua nilai BCF, yaitu BCF Organisme didalam sedimen (BCFo-s) dan BCF organisme didalam air (BCFo-w)
-
a. BCF Organisme-sedimen (BCFo-s)
Tabel 6. Menunjukan nilai (BCF o-s) dalam mengakumulasi logam berat Pb dari sedimen oleh teripang di keempat stasiun termasuk kategori akumulasi rendah, karena hasil BCF yang didapat kurang dari satu. Stasiun satu memiliki nilai rata-rata (BCFo-s) terendah yaitu 0,38 dan rata-rata (BCFo-s) tertinggi terdapat pada stasiun empat yaitu 0,74. Hal ini dikarenakan semakin kearah ujung Pantai Tanjung Benoa semakin banyak terdapat aktivitas perkapalan. Seperti kondisi pada stasiun empat yang berada pada ujung pantai tanjung benoa memiliki kandungan logam berat yang tinggi pada sedimen, karena banyaknya aktivitas perkapalan sehingga substrat yang terdapat pada stasiun empat berlumpur ini sejalan dengan penelitian Hamzah (2010), dimana kondisi sedimen dengan fraksi pasir berlumpur akan berpengaruh terhadap konsentrasi logam.
Tabel 6. Nilai BCF Organisme-sedimen (BCFo-s)
-
b. BCF Organisme-air (BCFo-w)
Nilai BCF organisme-air (BCFo-w) yaitu rasio perbandingan konsentrasi logam yang ada pada organisme didalammair. Dilihat pada Tabel 7 menunjukan dari hasil yang didapatkan bahwa stasiun satu memiliki rata-rata (BCFo-w) terendah yaitu sebesar 16,87 dan stasiun empat memiliki rata-rata (BCFo-w) tertinggi yaitu sebesar 34,46. Semakin kearah ujung pantai tanjung benoa nilai (BCFo-w) semakin tinggi hal tersebut diduga karena semakin tingginya aktivitas perkapalan diwilayah tersebut.
Tabel 7. Nilai BCF Organisme-air (BCFo-w)
No |
St 1. |
St 2. |
St. 3 |
St 4. |
1 |
22.20 |
20.55 |
28.30 |
32.28 |
2 |
10.62 |
18.96 |
24.32 |
32.02 |
3 |
18.81 |
26.52 |
31.67 |
35.24 |
Spesies |
Lokasi Pengamatan |
BCF rata-rata Log Pb |
am Sumber s ) | |
(BCF o-w) (BCF o- | ||||
Anadara granosa |
Teluk Kendari, |
56,99 |
1,33 |
Amriani et al., (2011) |
Polymesoda bengalensis |
Teluk Kendari, |
97,70 |
1,21 |
Amriani et al., (2011) |
Crassostrea gigas |
Perairan Batam, Riau |
314,72 |
0,74 |
Amelia et al., (2019) |
Perna viridis |
Perairan Batam, Riau |
191,405 |
0,45 |
Amelia et al., (2019) |
H. arenicola |
Pantai wilayah pakistan |
21,83 |
0,034 |
Ahmed et al., (2017) |
H. pardalis |
Pantai wilayah pakistan |
18 |
0,025 |
Ahmed et al., (2017) |
H.. atra |
Pantai wilayah pakistan |
11,66 |
0,018 |
Ahmed et al., (2017) |
H. Leucospilota |
Pantai wilayah pakistan |
14 |
0,021 |
Ahmed et al., (2017) |
S. buccalis |
Pantai wilayah pakistan |
17 |
0,017 |
Ahmed et al., (2017) |
H. scabra |
Pantai Tanjung Benoa |
21,37 |
0,45 |
Suryaningsih, (2020) |
H. arta |
Pantai Tanjung Benoa |
28,30 |
0,53 |
Suryaningsih, (2020) |
H. edulis |
Pantai Tanjung Benoa |
74,57 |
0,51 |
Suryaningsih, (2020) |
H. leucopilota |
Pantai Tanjung Benoa |
84,03 |
0,47 |
Suryaningsih, (2020) |
S. maculata |
Pantai Tanjung Benoa |
25,34 |
1,74 |
Suryaningsih, (2020) |
Tabel 8. menunjukan bahwa biota yang memiliki sifat filter feeder dalam mengakumulasi logam berat Pb memiliki kemampuan yang bervariasi. Dapat dilihat pada Tabel 8 biota yang memiliki sifat filter feeder seperti pada filum Bivalvia pada penelitian Amriani et al., (2011) dan Amelia et al., (2019), memiliki nilai (BCF o-w) lebih tinggi dari pada (BCF o-s) begitupun dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Ahmed et al., (2017) yang dilakukan pada teripang yang dimana memiliki nilai (BCF o-w) lebih tinggi dari pada (BCF o-s). Sehingga dapat dikatakan bahwa hewan yang memiliki sifat filter feeder lebih tinggi mengakumulasi pada medium air. Logam Pb mudah terakumulasi dalam biota filter feeder melalui medium air dibandingkan medium sedimen ( Amelia et al., 2019) .
Pada tabel 8. menunjukan hasil BCF teripang jenis H. atra dan H. leucopilota yang ditemukan di Pantai Tanjung Benoa sangat berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Ahmed et al., (2017) pada biota yang sejenis. Hal tersebut diduga karena ukuran dan beratnya yang berbeda pada tiap teripang serta variasii dari kandungann logam berat padaateripang dalamppenelitian juga dipengaruhi padaanilai konsentrasi logam berat yang terkandungtdi sedimenn dann air. Sehingga teripang dapat digunakan dalampprosesbbiomonitoring logam berat Pb sepertiibiota filter feeder yang lain khususnyaadi Pantai Tanjung Benoa.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kepadatan teripang yang paling rendah terdapat di stasiun empat dan nilai konsentrasi kadar Pb tertinggi juga didapatkan pada stasiun empat. Dapat dikatakan bahwa semakin tingginya konsentrasi logam Pb maka semakin rendah kepadatan teripang. Begitupula dengan nilai BCF di stasiun empat yang tertinggi diantara stasiun lainnya. Biokosentrasi faktor merupakan kemampuan organisme dalam menyerap polutan di lingkungan. Semakin tinggi polutan yang terserap oleh organisme berarti adanya kemungkinan bahwa semakin banyaknya polutan yang terdapat pada perairan tersebut.
Semakin banyaknya polutan dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman suatuuorganisme sepertiiteripang dalam artian perubahan pada kualitas airrberpengaruh besar bagi kehidupan komposisi jenis teripang maupun jumlahhpopulasinya. Dapat dilihat dari struktur komunitas bahwa spesies yang paling dominan yaitu S. maculata hal ini terjadi karena S. maculata dapat mentolerir terhadap turbidinitas (kekeruhan) dan pencemarannsehingga dapat tersebar pada jangkauan yang luas. Menurut Miller et al., (1990), spesies ini juga dapat ditemukan di
No |
St 1 |
St 2 |
St 3 |
St 4 |
1 |
0.50 |
0.40 |
0.53 |
0.70 |
2 |
0.24 |
0.37 |
0.46 |
0.69 |
3 |
0.42 |
0.52 |
0.59 |
0.76 |
4 |
0.33 |
0.34 |
0.59 |
0.69 |
5 |
0.40 |
0.51 |
0.47 |
0.88 |
Mean (± SD) |
0.38 ±0.10 |
0.43±0.08 |
0.53 ±0.06 |
0.74 ±0.08 |
habitat yang ekstrim. Oleh sebab itu S. maculata merupakan teripang yang paling mendominasi di setiap stasiun. |
Spesies teripang yang berhasil diidentifikasi di Pantai Tanjung Benoa diantaranya, H. scabra, H. edulis, S. maculata, H. atra, H. leucospilota. Kepadatan teripang tertinggi terdapat di stasiun satu sebesar 0,0034 ind/m2. Indeks keanekaragaman dan Indeks keseragaman jenis dikategorikan tingkat populasi kecil dan Indeks dominansi dapat dikategorikan tinggi serta komposisi jenis yang paling tinggi yaitu S. maculata
Nilai faktor biokonsentrasi (BCF o-s) dan (BCF o-w) menunjukkan bahwa akumulasi logam pada sedimen dan air oleh teripang di keempat stasiun termasuk pada kategori akumulasi rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa biota yang memiliki sifat filter feeder sepeti teripang dapat mengakumulasi dengan tingkat rendah logam berat Pb.
Ucapan Terima Kasih.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Wayan Indah Pratiwi, Samantha Julia Blandina, Agung Mahayoni, Aditya Wacika, yang membantu dalam proes pengambilan data lapang. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Hendrawan dan Bapak Mandhara yang selalu memberikan saran dan masukannsehingga paper ini menjadi lebih baik.
Daftar Pustaka
[IADC/CEDA] International Association of Dredging Companies, & Central Dredging Association.1997. Environmental aspects of dredging -conventions, codes and conditions: marine disposal. International Association of Dredging Companies (IADC), & Central Dredging Association (CEDA), Netherlands:hlm 1-71.
Ahmed, et al. 2017. Assessment of heavy metals concentration in holothurians, sediments and water samples from coastal areas of Pakistan (Northern Arabian Sea). Journal of Coastal Life Medicine. Vol.5 (5) Hlm 191-201.
Alfian, 2009. Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb Dan Cd) Dengan Penambahan Bahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang Berbeda Pada Kerang Hijau (Pernaviridis L.) Di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. [skripsi], Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta: 104 hlm.
Amelia, et al. 2019. Biokonsentrasi Faktor Logam Berat Pada Kerang Dari Perairan Batam, Kepulauan Riau, Indonesia. Jurnal Kimia dan Pendidikan Vol. 4 (2). Hlm. 152-163
Amriani, et al. 2011. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) Pada Kerang Darah (Anadara granosa), dan Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis) di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.9 (2). Hlm. 45-50.
Ashraf. 2006. Levels Of Selected Heavy Metals in Tuna. The Arabian Journal for Science and Engineering Vol.31 (1). hlm 152-156
Arifin Z. 2011. Konsentrasi logam berat di air, sedimen, dan biota di teluk kelabar, pulau bangka. Jakarta : pusat penelitian oseanografi-LIPI. Jurnal ilmu teknologi kelautan tropis Vol.3 (1) Hlm 11
Arrijani. 2008. Struktur dan Komposisi vegetasi zona montana taman NasionalGunung gede Pangrango. Biodiversitas Vol. 9 Hlm 134-141.
Chen, C. W., Koa, C. M., Chen, C. F., and Dong, C. D., 2007. Distribution and Accumulation of Heavy Metals in Sediments of Koashiung Harbor. Taiwan. Chemospher Vol 3 (1). hlm 66-71
Darmisa et al,. 2019. Struktur Komunitas Teripang di Perairan Desa Tanomeha Kabupaten Wakatobi.Jurnal sapa laut.Vol 4. (4). Hlm 187195
Darmono. 2001. Lingkungan hidup dan pencemaran, hubungannya dengan toksikologi senyawa logam. Jakarta. UI Press. hlm. 10-11
Dolfie, Mokoagouw, 2008. Indeks Keanekaragaman Biota Perairan Sebagai Indikator Biologis Pencemaran Logam Berat Di Perairan Pantai Bitung, Sulawesi Utara.Jurnal Ekoton Vol. 8 (2): hlm 31-40
Fachrul, M. F. 2007. Metode sampling bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartati, R. dan Yanti, H. 2005. Kajian Gonad Teripang Getah (Holothuria vagabunda) Pada Saat Bulan Penuh Dan Bulan Di Perairan Bandengan, Jepara. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Kelautan. Vol 11(3) Hlm 126-13
Hu, C., Li, H., Xia, J., Zhang, L., Luo, P., Fan, S., Peng, P., Yang, H., Wen, J., 2013. Spawning, larval development and juvenile growth of the sea cucumber Stichopus horrens. Aquaculture 404, 47–54.
Khasanah NE. 2009. Adsorpsi logam berat.Jurnal Oseana Vol 34.(4). Hlm 17
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta:Kepmen-LH
Miller, E., John, and D.L. Pawson. 1990. Swimming Sea Cucumbers (Echino- dermata, Holothuroidea) Survey with Analysis of swimming behavior in floor Bathesal species.
National Research Council of the National Academies, 2011. Assessing the Relationship Between Propagule Pressure and Invasion Risk in Ballast Water. The National Academies Press, Washington, DC, Page. 144
Odum. 1993. Fundamental of Ecology. Yogyakarta:Gajah Mada University Press. Hlm 23-25
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm 74-96
Rahman A. 2006. Kandungan logam berat timbal (Pb) dan cadmium (Cd) pada beberapa jenis Krustasea di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. BIOSCIENTIAE.Vol 3(2) Hlm 93-101.
Skoog DA, Holler FJ, Crouch SR. 1998. Principles Of Instrumental Nalysis, 6th eg. United State: Saunders College Publishing. Hlm 1057.
Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press:Jogjakarta. Hlm 217.
Suhendrayatna. 2001. Heavy Metal Bioremoval by Microorganism A Literature Study. Tokyo: Sinergi Forum PPI Tokyo Institute of Technology.Hlm 9.
Supriatno dan Lelifajri. 2009. Analisis logam berat Pb dan Cd dalam sampel ikan dan kerang secara spektrofotometri serapan atom. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol.7(1). Hlm5-8.
Van Esch, G.J. 1977. Aquatic Pollutant and Their Potential Ecological Effects. In Hutzingen, O., I.H. Van Lelyuccid and B.C.J. Zoetemen, ed. Aquatic Pollution : Transformation and Biological Effects, Procceding of the 2nd Int. Symp. on Aquatic Pollutans. Amsterdam: Pergamon Press, New York. Hlm 1-12
Weisner L, Burkhart G, Christiane F. 2001. Temporal and spatial variability in the heavy-metals content of Dreissea polymorpha (Pallas) (Mollusca: Bivalvia) from the Kleines Haff (northeastern Germany). Hydrobiologia. Vol 443. Hlm137-145.
Wilham, JL. And Dorris, T. C. 1968. Biological Parameter of Water Quality Criteria. Oxford:Biology Scientific Publication.
Yanti, P.M, Subagio J.N, dan Wiryatno J. 2014. Jenis Dan Kepadatan Teripang (Holothuroidea) Di Pantai Bali Selatan. Jurnal Simbiosis Vol.2(I). Hlm:158-172.
115
Discussion and feedback