HUBUNGAN POSTUR KERJA SAAT MENJAHIT DENGAN TERJADINYA MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT DI KECAK GARMEN
on
ORIGINAL ARTICLE
Vol 7 No 3 (2019), P-ISSN 2303-1921
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
HUBUNGAN POSTUR KERJA SAAT MENJAHIT
DENGAN TERJADINYA MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT DI KECAK GARMEN
A.A. Istri Ayesa Febrinia Adyasputri1, I Putu Gde Surya Adhitya2, I Putu Adiartha Griadhi3 1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana istri.ayesa@gmail.com
ABSTRAK
Penjahit merupakan salah satu pekerjaan yang banyak ditekuni oleh masyarakat Bali. Namun, penjahit jarang memperhatikan postur kerja saat menjahit. Hal ini dapat dapat menyebabkan myofascial pain syndrome otot upper trapezius jika dilakukan dalam jangka waktu lama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan postur kerja saat menjahit dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit di Kecak Garmen. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross- sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 70 orang. Data dianalisis menggunakan ChiSquare Test dan memiliki hubungan signifikansi dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada hubungan yang signifikan postur kerja saat menjahit dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit di Kecak Garmen.
Kata Kunci : postur kerja, penjahit, myofascial pain syndrome, upper trapezius
THE RELATIONSHIP BETWEEN WORKING POSTURE WHILE SEWING
WITH OCCURENCE OF MYOFASCIAL PAIN SYNDROME UPPER TRAPEZIUS MUSCLE
ON TAILORS IN KECAK GARMENT
ABSTRACT
Tailors is one of the jobs which is much occupied by the people of Bali. Furthermore, tailors rarely care about their working posture while sewing. This will cause of myofascial pain syndrome upper trapezius muscle if the work for prolong time. The purpose of this study is to know the relationship between working posture while sewing with occurrence of myofascial pain syndrome upper trapezius muscle on tailors in Kecak Garment. This study is an analytical study with cross-sectional design. Simple random sampling was used to collect the subject. 70 subjects were involved in this study. Data was analyzed by chi-square test and it has significant relationship with p value 0.000 (p<0.05). The conclusion of this study is there is significant relationship between working posture while sewing with occurrence of myofascial pain syndrome upper trapezius muscle on tailors in Kecak Garment.
Keywords: working posture, tailors, myofascial pain syndrome, upper trapezius
PENDAHULUAN
Pada masa ini, persaingan antar perusahaan tektil semakin ketat. Hal tersebut akan memacu setiap garmen untuk menghasilkan suatu produk dalam kuantitas yang banyak dengan kualitas yang baik agar mendapatkan keuntungan yang banyak. Untuk mencapai tujuan tersebut, garmen akan menitikberatkan pada sumber daya manusia yang dimiliki.
Salah satu tenaga kerja yang berperan penting dalam garmen adalah penjahit garmen. Pada tahap menjahit, penjahit harus melihat secara seksama bahan yang dijahit sehingga penjahit memiliki sifat kerja yang monoton, membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam posisi duduk dengan kepala dan leher yang cenderung menunduk, serta pada bagian punggung yang cenderung membungkuk. 1
Postur kerja yang sering diterapkan pada penjahit merupakan suatu postur yang cenderung kurang baik atau dapat dikatakan sebagai postur yang tidak ergonomis.2 Salah satu postur tersebut adalah postur leher yang cenderung menunduk saat menjahit sehingga dapat menyebabkan pembebanan pada otot secara statis yang pada akhirnya akan menimbulkan adanya keluhan.3
Keluhan yang dapat terjadi dikarenakan ketika mempertahankan postur tersebut diperlukan peran dari otot-otot vertebra terutama otot upper trapezius yang akan bekerja agar postur kerja tetap terjaga dalam posisi yang baik. Postur kerja yang tidak ergonomis akan membuat otot berkontraksi secara terus- menerus yang dapat menyebabkan adanya ketegangan atau pemendekan dari otot tersebut. Ketegangan yang berlebihan atau berulang pada otot dapat memicu terjadinya myofascial pain syndrome. 4
Myofascial pain syndrome merupakan suatu kondisi yang menjelaskan keadaan jaringan lunak baik secara akut maupun kronis yang berkaitan dengan adanya myofascial trigger point. Trigger point ini berhubungan dengan nodul yang hipersensitif ketika di palpasi pada taut band. Hal ini juga dikaitkan dengan adanya rasa nyeri yang dirasakan ketika dilakukan penekanan. Trigger point dapat menjadi aktif ketika distimulasi oleh postur yang salah dan penggunaan otot yang berlebihan dalam posisi statis sehingga menyebabkan adanya ketidakseimbangan kerja dari otot. 5
Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan terjadinya myofascial pain syndrome yaitu bertambahnya usia dapat menyebabkan adanya penurunan kemampuan otot. Jenis kelamin dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius yang terlihat dari besarnya kecenderungan wanita mengalaminya, hal ini karena kekuatan otot wanita lebih rendah.6 Masa kerja merupakan lama seseorang bekerja dalam pekerjaannya yang menyebabkan adanya beban statik yang berulang dan postur kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius.7
Oleh karena faktor- faktor tersebut, dapat memberikan dampak seperti adanya penurunan kondisi kesehatan pekerja, terganggunya aktivitas sehari- hari, dan terjadinya penurunan produktivitas kerja. Berlandaskan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan postur kerja saat menjahit dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit di Kecak Garmen.
METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2018 dengan jenis penelitian analitik observasional cross- sectional study. Sampel didapat sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dipilih dengan metode simple random sampling dan diperoleh sebanyak 70 orang penjahit.
Pada setiap variabel dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran menggunakan metode RULA untuk mengetahui postur kerja pada penjahit. Pemeriksaan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit dilakukan dengan teknik palpasi.
Data yang didapat dianalisis memakai aplikasi SPSS dimana terdapat uji deskriptif dan uji statistik chi-square test.
HASIL
Uji statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan setiap variabel pada penelitian ini. Adapun hasil uji statistik sebagai berikut.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada penjahit di Kecak Garmen memiliki rerata usia dan simpang baku (41,26 ± 2,69). Kemudian, penjahit di Kecak Garmen memiliki rerata masa kerja dan simpang baku (17,16 ± 3,90). Selanjutnya, penjahit di Kecak Garmen memiliki rerata lama kerja dan simpang baku (8,00 ± .00).
Tabel 1. Karakteristik Sampel | |
Karakteristik |
Nilai Rerata ± Simpang Baku |
Usia |
41,26 ± 2,69 |
Masa Kerja |
17,16 ± 3,90 |
Lama Kerja |
8,00 ± .00 |
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa frekuensi dari sampel dengan berdasarkan hasil skoring RULA 5-6 berjumlah 47 orang (67,1%) dan pada skoring RULA 7 berjumlah 23 orang (32,9%).
Hasil analisis data menggunakan Chi-Square Test untuk mengetahui hubungan dari kedua variabel yaitu postur kerja dan myofascial pain syndrome.
Tabel 3. Hubungan Postur Kerja dengan Myofascial Pain Syndrome Postur Kerja MPS P Tidak Ya 6-May 29 (41,4%) 18 (25,7%) 7 0 (0%) 23 (32,9%) 0,000 Total 29 (41,4%) 41 (58,6%) 70 (100%) |
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai n atau jumlah data dari penelitian sebanyak 70 sampel, didapatkan bahwa pada hasil crosstabulation pada penjahit di Kecak Garmen dengan tidak terjadinya myofascial pain syndrome sebanyak 29 orang (41,4%) dan penjahit dengan terjadinya myofascial pain syndrome sebanyak 41 orang (58,6%). Hasil dari crosstabulation juga menunjukkan penjahit dengan postur kerja yang bernilai 7 lebih banyak mengalami myofascial pain syndrome sebanyak 23 orang (32,9%) dibandingkan dengan postur kerja bernilai 5-6 yang mengalami myofascial pain syndrome sebanyak 18 orang (25,7%). Hubungan antara postur kerja dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius memiiliki nilai p=0,000; berdasarkan nilai tersebut maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit di Kecak Garmen.
DISKUSI
Berdasarkan dari hasil penelitian usia diambil dengan kriteria inklusi penjahit yaitu berusia dari rentang 25 tahun sampai 45 tahun. Dari distribusi usia terlihat bahwa penjahit dengan rentang usia 25-35 tahun tidak ada yang mengalami myofascial pain syndrome otot upper trapezius sedangkan pada rentang usia 36-45 tahun penjahit yang mengalami myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebanyak 41 orang (60,3%). Hal ini dikarenakan pada saat berusia dewasa hingga usia lanjut terdapat perubahan yang terjadi pada tubuh. Salah satunya yaitu perubahan pada sistem otot, ketika otot dalam posisi statik maka otot tidak ada penguluran dan jika berlangsung dalam waktu yang lama akan menimbulkan tightness dan timbulnya myofascial. 8
Distribusi sampel berdasarkan masa kerja didapatkan bahwa penjahit garmen dengan masa kerja 10-17 tahun yang mengalami myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebanyak 11 orang (34,4%) dan berbeda dengan penjahit yang memiliki masa kerja 18-26 tahun lebih banyak yang mengalami myofascial pain syndrome otot upper trapezius yaitu sebanyak 30 orang (78,9%). Masa kerja merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Hal ini dikarenakan seseorang dengan masa kerja yang panjang tentu terpapar faktor-faktor risiko di lingkungan kerjanya lebih besar.9
Distribusi sampel berdasarkan lama kerja pada penelitian ini yaitu sampel yang bekerja selama 8 jam dalam sehari. Didapatkan bahwa 41 orang (58,6%) yang mengalami myofascial pain syndrome otot upper trapezius otot upper trapezius. Lama kerja ialah total atau jumlah lama bekerja dalam sehari. Jika seseorang bekerja lebih dari 4 jam kerja, maka Sakan terjadi penurunan produktivitas kerja dari pekerja seiring dengan bertambahnya lama kerja dan dapat disertai dengan adanya kecenderungan terjadi kelelahan atau penyakit dalam bekerja. Hal ini dikarenakan turunnya konsentrasi gula darah. Oleh karena itu, istirahat sangat diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan.10
Terkait dengan hubungan postur kerja dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius diketahui dengan menggunakan chi-square test, Hasil dari uji chi- square didapat nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara postur kerja dan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit.
Berdasarkan penilaian postur kerja, penjahit yang sudah diteliti memiliki postur dengan rentang skor RULA 5-6 yang berarti diperlukan tindakan perbaikan segera dan skor 7 yang diperlukan tindakan perbaikan langsung. Dari seluruh postur yang telah diteliti dan dianalisa terdapat postur- postur yang tidak baik seperti pada postur punggung terihat tidak adanya sandaran sehingga otot punggung akan terus bekerja, pada lengan bawah dan pergelangan tangan melakukan gerakan fleksi, pada postur leher terlihat leher terlalu menunduk dikarenakan meja jahit yang rendah, dan pada postur kaki terlihat kaki menekuk dan bertumpu pada meja jahit yang pada akhirnya akan menyebabkan kelelahan pada kaki. Perbedaan pada postur dengan skor RULA 5-6 dengan skor RULA 7 ialah pada postur yang bernilai 7 terlihat bahwa pada lengan atas cenderung fleksi 200 hingga 450 disertai abduksi ataupun bahu yang dinaikkan, pada lengan bawah cenderung fleksi kurang dari 600 atau lebih dari 1000 disertai dengan melintasi garis tengah tubuh, dan pergelangan tangan dengan posisi fleksi atau ekstensi lebih dari 150. Tak hanya itu, postur leher cenderung menunduk lebih dari 200 dan punggung yang membungkuk dari 200 hingga 600. Pada saat melakukan pekerjaan, postur kerja yang kita terapkan haruslah diperhatikan agar tetap dalam keadaan seimbang sehingga saat bekerja akan terasa nyaman.13
Jika terdapat aktivitas pekerjaan dengan postur kerja yang tidak baik dilakukan berulang secara terus menerus maka akan menimbulkan ketegangan pada otot yang dapat menurunkan sirkulasi pada jaringan. Akibatnya, dapat memicu munculnya taut band dan akhirnya dapat menimbulkan myofascial pain syndrome.10
Dalam mengatasi masalah ini dapat dilakukan intervensi ergonomi agar pekerja dapat bekerja dengan lebih sehat. Solusi yang dapat ditawarkan dapat berupa sikap kerja duduk berdiri bergantian sehingga otot-otot penyangga postur tubuh dapat berkontraksi lebih dinamis.11 Pemberian stretching dan teh manis juga dapat mengatasi masalah keluhan otot pada penjahit.1 Untuk mengatasi masalah- masalah ergonomi lainnya pada pekerja, diperlukan kajian ergonomi secara komprehensif.12
SIMPULAN
Simpulan yang didapat dari penelitian ini ialah adanya hubungan antara postur kerja saat menjahit dengan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada penjahit di Kecak Garmen yang disebabkan oleh postur kerja yang tidak ergonomis dalam waktu yang lama serta dapat dijumpai pula faktor yang mempengaruhi terjadinya
myofascial pain syndrome otot upper trapezius yaitu usia dan masa kerja. Untuk penelitian selanjutnya disarankan perlu dilakukan kajian dan intervensi ergonomi maupun myofascial pain syndrome untuk mengatasi masalah pada penjahit.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Rusni, Ni Wayan., Tirtayasa, Ketut., Muliarta, I Made. (2017). Workplace Stretching Exercise and Giving Sweet Tea Improve Physiological Response and Increase The Productivity Among Tailors in PT. Fussion Hawai. The Indonesian Journal of Ergonomic. Vol.3, No.1.
-
2. Kaergaard and Andersen. (2000). Muscukuloskeletal disorders of the neck and sholuders in female sewing machine operators: prevalence, incidence, and prognosis. Occup Environment med. 57: 528-534.
-
3. Sundari, K.N. (2011). Sikap Kerja Yang Menimbulkan Keluhan Musculoskeletal dan Meningkatkan Beban Kerja Pada Tukang Bentuk Keramik. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol. 10, No. 1.
-
4. Anggraeni, N.C. (2013). Penerapan Myofascial Release Technique dalam Penurunan Nyeri Pada Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius. Skripsi Universitas Udayana.
-
5. Zain, Asrori. (2017). Sikap Kerja dan Kejadian Myofascial Pain Syndrome Pada Leher dan Bahu Pemetik Kopi di Desa Pasrujambe Kabupaten Lumajang. Skripsi Universitas Jember.
-
6. Sri Padmiswari, Komang dan Griadhi, IPA. (2017). Hubungan Sikap Duduk dan Lama Duduk Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pengrajin Perak di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Medika. Vol.6, No.2.
-
7. Sari, EN., Handayani, Lina., Saufi, Azidanti. (2017). Hubungan Antara Umur dan Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Laundry. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.13, No.2.
-
8. Xiaoqiang, Zhuang., Susheng, Tan., Qiangmin, Huang. Understanding of Myofascial Trigger Points. Chinese Medical Journal. 2014: 127 (24).
-
9. Rahman, Abdul. (2017). Analisis Postur Kerja dan Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Beton Sektor Informal di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Tahun 2017. Skripsi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
-
10. Bayzid, Bahauddin. (2016). Prevalence of Musculoskeletal Disorders Among The Garment Workers In Dhaka City. Bangladesh Health Proffesions Institute (BHPI).
-
11. Dinata, IMK., Adiputra, N., Adiatmika, IPG. (2015). Sikap Kerja Duduk Bergantian Dapat Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas Kerja Penyetrika Wanita di Rumah Tangga. Jurnal Ergonomi Indonesia. Vol.1, No.1.
-
12. Dinata, IMK., Sundari, LPR., Muliarta, IM., Adiputra, LMISH. (2017). Ergonomic Study on Padang- Padang Beach Workers in Bali. Indian Journal of Science and Technology. Vol.10, Issue33: 1-4.
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 12 |
Discussion and feedback